Uang tabungan sudah kian menipis. Kontrakan harus di bayar dalam waktu dekat. Mengapa hidupku bisa berubah 180 derajat setelah ibu meninggal. Tidak ada lagi para pembantu yang melayani kehidupan sehari-hari. Tidak adalagi rumah megah nan mewah. Sekarang tidurpun hanya beralaskan kasur tipis. Sudah berusaha kesana kemari mencari pekerjaan, anehnya, tidak ada yang mau menerima. Apa karena aku cacat? Ya sekarang jalanku sudah tidak bisa segagah dulu. Tangan kanan ini sudah tidak senormal dulu. Dengan langkah kakiku yang bisa di sebut terseok-seok. Mengundang beberapa mata yang melihat memandang iba. Habib, Habib. Sekarang aku merasakan menjadi manusia biasa tanpa jabatan. Begitu susahnya walau sekedar untuk membeli membeli makanan di resto mewah. Padahal dulu makanan mewah adalah santapanku sehari-hari. Dengan tertatih-tatih ku bawa berkas-berkas di dalam tasku. Mencoba kembali mencari keuntungan. Siapa tahu ada perusahaan yang mau menerimaku walau hany
Aku mendekati dan menyusup ke arah keramaian di rumah Aliyah. Rumahnya memang lumayan besar, dan punya halaman luas. Mungkin karena inilah mereka memilih mengadakan resepsi di sini. Tampak Rama dan Aliyah dengan gaun pengantin putih bersih dan elegan. Cantik sekali dia. Kenapa dia baru nampak sangat cantik sekarang. Beberapa pasang mata nampak memperhatikan aku, mungkin karena jalanku yang cengkot atau bagaimana. ada rasa rendah diri berjalan di depan orang-orang tamu undangan yang semuanya berdandan elegan. Semua tamu undangan ini sudah pasti semuanya orang kaya. Aku mengenali beberapa orang di antara tamu undangan tersebut. Rasa malu begitu besar. Karena beberapa di antara mereka adalah rekan kerja ku dahulu. namun keinginanku untuk berbicara dengan Aliyah mengalahkan rasa malu yang ada. Dengan langkah tertatih Aku menuju ke arah kedua mempelai. "Aliyah...." Aku menyapa perempuan bergaun putih tersebut. Mendengar sapaan dari mulutku Rama ju
Ting... Sebuah notifikasi muncul diatas layar benda pipis di depanku. Aku menghentikan kerjaku sejenak. Mataku sedikit heran melihat ada sebuah pesan dari nomor tidak dikenal. Penasaran langsung kubuka. "Aliyah mohon kamu hati-hati. tolong pesankan juga kepada Rama agar hati-hati jika ada perempuan yang menawari diri untuk menjadi pembantu di rumah ibunya. Sekali lagi Saya pesankan kamu harus hati-hati." Pesan yang aneh sekali. Ada gelagat apalagi ini. Nomor ini tidak bisa dihubungi. Aku merasa seperti diteror. aku berinisiatif ini menelpon Rama yang sedang bekerja ke luar kota. Namun ada rasa ragu karena takut mengganggu pekerjaannya di sana dengan mengabari isi dari pesan yang dikirim oleh nomor tidak dikenal itu. Akhirnya aku mengambil keputusan bahwa akan menceritakan hal ini setelah dia kembali nanti.*** Dengar-dengar Aliyah dan Rama sudah menikah. namun meskipun mereka sudah menikah bukan berarti langkahku untuk mendapatkan Rama tersendat
Di rumah nyonya Marissa, aku berusaha mengerjakan semua tugasku dengan baik. Walaupun terkadang aku merasa jenuh dan letih. Sebelumnya aku tidak pernah melakukan pekerjaan seperti ini. Namun inilah perjuangan, sebelum aku menjadi seorang nyonya besar di rumah ini. "Nyonya, Rama kok nggak pernah datang kerumah ini ya?" Tanyaku iseng. Heran juga aku, soalnya, sudah hampir sebulan aku di sini, belum nampak tuh batang hidungnya Rama. Sudah lama aku ingin menanyakannya, tapi ada rasa tidak enak. Takut di bilang ganjen. Kali ini aku nekat menanyakannya. "Oooh itu, Rama kan udah nikah, beberapa bulan yang lalu, jadi dia fokus sama rumah tangganya. Rama orangnya sibuk, mengurus perusahaan dan rumah tangganya, dia juga punya kepribadian disiplin yang tinggi. Karena kedisiplinannya lah perusahaan bisa maju pesat. Setelah menikah, dia datang kemari ketika hari libur saja bersama istrinya, itu juga kalau urusan kantor tidak begitu menuntut. Kayaknya Rama dan istr
Kontrakan Papa udah kosong, kemana dia? Terpaksa aku balik memesan raksi, sialnya mobil butut Mama satu-satunya udah di jual. Uang pemberian dari nyonya Marissa tidaklah bisa memenuhi semua kebutuhanku. Terpaksa ku pakai sebagian uang yang ada di ATM. Pertama kali, aku mengisi perut di restoran. Sayangnya aku tidak bisa menikmati makanan mewah, karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan. Kemudian aku menuju ke sebuah rumah khusus untuk perawatan kecantikan langgananku dulu. "Mbak Bilna?, kok udah lama nggak kelihatan, kemana ajah?" Sambut si empunya rumah cantik tersebut. "Kok kulitnya udah kelihatan agak kusam mbak? Kayaknya harus dilakukan perawatan khusus nih." Dia terkekeh. "Apa aku kelihatan sangat buruk?" Tanyaku khawatir. Ada rasa takut di dalam hati, bagaimana jika kecantikanku memang sudah mulai memudar? "Nggak juga sih, tapi nggak sekinclong dulu. Tapi jangan khawatir, rutin ajah mbak kemari, kami selalu siap kok bu
Aliyah kembali dibuat kebingungan dengan adanya sebuah pesan dari nomor tidak dikenal. "Aliyah kamu harus hati-hati dengan pembantu baru yang ada di rumah mertuamu. Jangan sesekali kamu lengah. Camkan baik-baik. Karena pembantu baru yang ada dirumah orang tua Rama sedang mengintaimu." Kembali jantung Aliyah dibuat berdegup kencang. Siapa sebenarnya nomor tidak dikenal ini. Sudah dua kali dia mengirim pesan semacam peringatan. "Paa, sini sebentar." Rama mendekati Aliyah dan merangkul pundak wanita anggun tersebut. "Ada apa sayang? Kok mukamu kelihatan bingung?" "Pa, coba Papa lihat orang ini sudah mengirim dua kali pesan semacam peringatan padaku. Coba Papa baca baik-baik. Dia menyebut adanya pembantu baru di rumah ibu. Dan juga katanya pembantu tersebut berbahaya." Aliyah menyodorkan ponsel pada suaminya. perlahan Rama mengambil ponsel tersebut dan membaca pesan yang dimaksud oleh Aliyah. "Kita tidak tahu orang ini bermaksud baik atau tidak.
Menjelang siang, sesuai perkiraan, Bilna datang kembali kerumah Nyonya Marissa. Dengan penampilan yang jauh sekali dengan penampilan seorang asisten rumah tangga. "Sayang sebaiknya, sekarang kamu jangan menampakan diri terlebih dahulu. Biar ku selidiki situasi dulu." Rama membisikkan telinga Aliyah. Wanita itu pun menganggukkan kepalanya. Bilna berjalan melenggang dengan dress di atas lutut, menampakkan sebagian paha mulusnya. Bagi lelaki jelalatan, pemandangan seperti itu adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Namun bagi seorang Rama, pemandangan itu justru tidak menarik. "Selamat siang Nyonya." Sapanya lembut sekali. "Ya siang juga. Kamu kelihatan cantik sekali, Bil." Bilna tersipu mendengar pujian nyonya Marissa. "Ah nyonya bisa saja. Terimakasih." "Bagaimana keadaan anak dan orang tuamu." "Alhamdulillah udah baikan nyonya." Rama yang duduk di sebelah ibunya tidak mengacuhkan kedatangan Bilna. Dia malah sibuk dengan gawai nya.
"Mmmaaf Nyonya, saya tidak punya maksud buruk." Bilna gugup. "Ya tidak apa-apa. Yang pasti kita harus jujur dengan kenyataan." Kembali Bilna merasa tersudutkan oleh ucapan Nyonya Marissa. "Bilna mau masuk dulu, sejak datang tadi Bilna belum menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya dilakukan." Bila bangkit terburu-buru dari tempat duduknya. "Ya silahkan." Nyonya Marisa tidak menghalangi sedikitpun. Bilna nampak memeriksa tasnya sebelum ia beranjak. Huuufh... Sebuah botol kecil terjatuh dari tasnya. "Botol Apa itu Bilna?" Refleks Nyonya Marisa bertanya. Bilna nampak sedikit kaget oleh pertanyaan yang ditujukan untuknya. "Mmm. Ini, Nyonya Ini adalah botol obat." "Obat apa? kamu sakit?" "Pulang ke rumah kemarin, Bilna mengalami sakit kepala, makanya beli obat ini. Sekarang udah enggak lagi Nyonya." Entah mengapa nyonya Marissa merasa terganggu dengan keberadaan botol kecil yang barusan terjatuh dari dalam tas bilna tersebut.