Share

Bab 3 Tes Kesuburan

last update Last Updated: 2022-07-11 11:48:13

    Perutku keroncongan. Sepertinya minta di isi. Aku melangkah ke meja makan. Tapi di mana Ibu mertuaku? Ada baiknya Aku mengajaknya makan siang bersama. Ku cari kesana- kemari. Samar-samar ku dengar Ibu sedang mengobrol bersama Bilna di taman belakang.

    

    Memang ku akui, Bilna begitu pimtar mengambil hati beliau. Sehingga dia mampu akrab dengan Ibu mertuaku, dalam waktu yang belum lama.

    

    "Tante.  Sepertinya Tante harus lebih cepat memiliki cucu deh. Kalau tidak kan kasihan perusahaan Om Yura akan jatuh ke tangan siapa. Mas Habib anak satu-satunya pula."

    

    "Iya, Bil. Tante juga berpikiran demikian. Tapi mau bagaimana lagi, Aliyah tidak kunjung hamil. Bagaimana menurutmu?"

    

    "Tan, maaf sebelumnya bukan Bilna mau ikut campur masalah keluarga Tante ya. Sebaiknya mereka itu lekas melakukan tes kesuburan. Biar kita tahu yang bermasalah siapa?. Kalau kita sudah tahu, maka kita bisa mencari inisiatif jalan keluarnya. Seperti bantuan medis gitukan. Atau siapa tahu juga si Mbak Aliyah adalah seorang wanita mandul?. Kalau dia benar-benar mandul, kan kita bisa mencari jalan keluar yang terbaik."

    

    "Saranmu benar, Bilna. Mereka harus melakukan tes kesuburan terlebih dahulu. Siapa tahu juga Masmu yang bermasalah."

    

    Ibu menjawab dengan raut muka yang begitu khawatir.

    

    "Tenang saja Tante. Menurut saya. Kemungkinan yang bermasalah itu Mbak Aliyah. Soalnya keturunan pihak ibunya, banyak yang mandul juga."

    

    Degggghh... Jantungku berdegup kencang mendengar kata-kata Bilna. Keluarga ibuku saja dia tidak tahu seluk-beluknya. Mana ada keluargaku yang mandul. 

    

    "Hai, Ma. Udah makan siang belum? Kalau belum, yuk kita makan bareng. Bilna juga."

    

    "Tante Eri sudah makan tadi Mbak. Bareng sama Bilna tadi. Bilna Udah masakin Tante Eri masakan kesukaannya. Iya kan, Tante?"

    

    "Iya benar, Aliyah. Adikmu ini sangat pandai memasak. Adikmu ini perempuan yang luar biasa, Aliyah. Kamu bangga mempunyai seorang adik seperti Bilna."

    

    "Iya, Ma. Kalau begitu Aliyah tinggal dulu ya, mau makan siang."

    

    "Oh iya iya Mbak. Silahkan. Biar Bilna saja yang menemani Tante Eri di sini."

***

     "Aliyah,  ada baiknya kalian mengadakan tes kesuburan karena kita harus mengeyahui, siapa yang bermasalah di antara kalian. Siapa saja yang bermasalah, maka kita bisa mengambil tindakan yang tepat."

     

     "Nanti Aliyah bicarakan dulu sama Habib, Ma."

     

     "Aku dan Tante Eri sudah membicarakannya dengan Mas Habib, Mbak. Dia menyetujuinya. Katanya besok mau mengajak Mbak ke dokter kandungan."

     

     "Iya besok kalian perginya Aliyah. Oh ya saya percayakan Bilna untuk ikut kalian."

     

     "Tidak perlu nerepotkan Bilna, Bu. Biar Aku dan Habib Saja."

     

     "Nggak apa-apa Mbak, Aku ikut saja. Sekalian juga mau denger saran dokter. Kan nanti juga Aku bakalan berkeluarga. Tidak ada salahnya kan, Tante?"

     

     "Iya tidak apa-apa, Al. Izinkan saja Bilna iku."

     

     "Lho Bilna kan harus kerja?" Sanggahku.

     

     "Bilna sudah izin libur, Mbak."

     

     Begitu ngototnya Adikku ini mau ikut. Padahal ini adalah masalah pribadiku dan Habib. Tapi dia memaksa ingin ikut serta. Bahkan dia telah izin tidak masuk kerja mendahuluiku. Sedangkan Aku saja baru mendengar kalau perginya ke dokter kandungannya besok. 

***

    Setelah sekian lama mengikuti prosedur. Maka dokter menyatakan tes selesai. Tinggal menunggu  waktunya mengambil surat hasil analisis tim dokter. Aku segera keluar dari ruangan itu. 

    

    Aku menuju aula di mana Bilna dari tadi menunggu. Dia sudah tidak ada lagi disana. Kemana dia?. Oh ya tadi dia ingin turut serta masuk ke ruangan. Tapi dokter melarangnya. Terpaksalah dia keluar.

    

    Beberapa saat kemudian. Terlihat Bilna bersama dua orang. Laki laki dan perempuan. Ya mereka adalah pasangan suami istri yang juga ingin melakukan tes kesuburan. Tadi tidak sengaja kami bertemu di saat pendaftaran. Tapi saat tes kami berada di lain ruangan.

    

    "Dari mana kamu, Bil."?

    

    "Dari keliling cari angin. Mana Mas Habib?"

    

    Ganjen sekali Bilna ini. Malah menanyakan keberadaan suamiku. Kubtinggalkan saja dia yang sedang sibuk memcari keberadaan suamiku. Aku segera menuju ke kantin rumah sakit, buat mengisi perutku. Sambil duduk, Aku merenungi sikap Bilna. Mengapa Bilna begitu tidak menunjukkan rasa segan padaku. Bukankah Aku ini kakaknya? Mengapa dia tega mendekati suamiku. Bukti yang kudapatkan sudah cukup untukku mengambil kesimpulan bahwa memang ada hubungan khusus di antara mereka.

    

    Dan juga Habib, kenapa dia tega mengkhianatiku. Dan wanita itu adalah adikku sendiri. Sebelum keberadaan Bilna di rumah kami. Hubungan kami baik-baik saja. Tapi setelah kehadirannya, ku rasa hubungan ksmi menjadi sedikit berbeda. Walaupun Habib berusaha untuk terlihat baik-baik saja, Aku tetap merasa ada yang janggal di antara Adik dan suamiku. Aku harus memikirkan, Apa yang harus Aku lakukan untuk mereka?

    

    Sudah beberapa lama Aku duduk di kantin ini, Habib tak kunjung datang. Padahal tadi Aku telah berpesan untuk menyusulku. Dari pada Aku bengong seorang diri di sini, lebih baik Aku nengajaknya pulang.

    

    Ketika melewati sebuah aula yang sepi, lamat-lamat Aku mendengar ada obrolan dari suara yang ku kenali.

    

    "Mas, apa sebaiknya kita katakan saja yang sebenarnya kepada si Mandul itu, bahwa kita ada hubungan khusus? Aku lelah, Mas kalau harus sembunyi-sembunyi seperti ini. Tante Eri juga sepertinya pasti akan mendukungku. Kulihat dia cukup menyukai Aku?"

    

    Si Mandul? Siapa si Mandul yang Bilna maksud. Apakah itu Aku?

    

    "Sabar dulu sayang, siapa tahu dia tidak mandul, hanya saja belum waktunya untuk dia bisa hamil." Habib menjawab dengan lembut.

    

    "Mas tidak percaya sama Bilna? Kita lihat saja nanti bahwa dugaan Bilna tidak salah. Tunggu saja saat surat keterangan dokter keluar. Atau mungkin Mas masih mencintai si Mandul itu melebihi Cinta Mas ke Bilna?"

    

    "Kamu tenang saja, nanti tiba saatnya, Mas akan memberi dua pilihan padanya. Dia mau di ceraikan, atau dimadu. Pokoknya Mas akan tetap menikahimu."

    

    Ini si duo pengkhianat sedang merencanakan strategi. Ingin ku kabrak mereka disana. Jijik Aku melihatnya. Apalagi melihat Bilna bersikap begitu manja. Bahkan main peluk-peluk suamiku lagi. Aku mengambil langkah, tapi eeiiit..... Terbersit satu pikiran yang menghalangi langkahku. Untung belum terlanjur. Bagaimana kalau kuikuti saja permainan mereka. Terus saja pura-pura tidak tahu dengan hubungan mereka. Sepertinya manusia-manusia seperti mereka tidak perlu di hadapi dengan kasar. Main cantik saja.

    

    Setelah Aku berpikir panjang. Entah mengapa, kecemburuanku kepada Habib justru menipis melihat kebersamaan Bilna bersamanya. Seiring waktu. tumbuh rasa tidak peduli. Apa mungkin cintaku mulai memudar?. Akan ku manfaatkan saja pengkhianatan mereka.

Bersambung

    

    

    

    

    

Related chapters

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 4 Hasil Tes

    Aku tetap pura-pura tidak mengetahui akan pengkhianatan dua manusia yang justru orang-orang terdekatku itu. Aku lebih fokus ke pekerjaanku. "Tante Eri jangan pulang dulu ya, Tan. Hari ini kita mau lihat hasil tes kesuburan Mas Habib dan Mbak Bilna. Nanti biar Bilna juga ikut untuk nemenin Mbak Aliyah buat ambilkan hasil tesnya. Sekalian mau membezuk teman Bilna di rumah sakit. Mas Habib tetaplah untuk bekerja. Hitung-hitung saya mau turut membantu." "Niatmu sangat baik Bil. Tante nggak keberatan dengan niatmu. "Kemarin saya sudah menghubungi bos saya, Tante. Dia mengizinkan saya untuk tidak masuk hari ini." Lagi-lagi Bilna seperti terlalu bersemangat dengan hasil tes itu. Mengapa dia terlalu bersemangat bahkan cuma mau mengambil hasil tes saja dia rela meliburkan diri. Aneh. Aku saja biasa-biasa saja. Kok dia yang lebih sibuk di banding Aku. "Kalau sampai kamu mengorbankan hari kerjamu, mendingan nggak usah Bil. Biar Mbak saja yang ambil nanti." "Ng

    Last Updated : 2022-07-11
  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 5 Si Pelakor Berlagak Nyonya

    Sejak hasil tes kami keluar, Ibu mertua dan suamiku mulai perlahan berubah sikap. Tidak lagi begitu peduli denganku. Aku bisa merasakan perubahan itu. Bahkan Ibu lebih perhatian ke Bilna dari pada kepadaku. Sedangkan Bilna tampak semakin berkuasa saja di rumah ini. Pagi hari di meja makan, Aku berniat sarapan bersama-sama dengan mereka. Ku ambil piring untuk mengambilkan nasi buat suamiku, tapi lagi-lagi Bilna mendahuluiku. "Nggak usah Mbak, biar Bilna saja yang ambilkan Mas Habib nasi!" Ujarnya cepat, sambil tangannya dengan cekatan menaruh sarapan buat suamiku. Lalu buat mertuaku. Seolah-olah dia mau mengambil peranku di rumah ini. "Iya, Aliyah. Nggak apa-apa Bilna yang ambilkan." Suamiku membenarkan kata-kata Bilna. Dari sudut bibirnya Aku melihat ada senyuman tipis yang menggambarkan kebahagiaannya. Apa yang dia bahagiakan? Sedangkan Aku masih saja terbawa-bawa rasa pilu karena surat keputusan dokter itu. Apakah Habib tidak merasakan kesedihanku.

    Last Updated : 2022-07-11
  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 6 Peringatan Pertama Buat Bilna

    "Haloo, Bilna sayang. Adikku yang tercinta juga perebut suamiku." Bilna kaget dengan kedatanganku. Rupanya kedatanganku kali ini sukses membuatnya ketakutan. Mungkin karena hadiah telapak tanganku di meja makan tadi memberitahunya bahwa dia bukanlah orang yang ku takuti. Kalau saja Aku mau bisa saja Aku buat kaki atau tangannya tidak berpungsi lagi. Tapi untuk apa. Nanti saja akan ku beri dia pelajaran yang lebih berarti "Apa yang kau inginkan dariku, Wanita Mandul." "Aku tidak menginginkan apa-apa darimu, Pelakor. Aku hanya ingin memberitahumu, bahwa sebagai Nyonya sah di rumah ini, Aku menyerahkan semua pekerjaan rumah tangga di rumah ini kepadamu." "Apa maksudmu? Aku bukan pembantu Mbak Aliyah!" "Kamu awalnya memang bukan pembantuku. Tapi karena kau yang telah memecat asisten rumah tanggaku, kau harus menggantikan posisi pembantu yang telah kamu pecat itu." "Aku tidak mau. Kamu curang." Bilna menolak dengan muka masam dan jengkel. Hahaha...

    Last Updated : 2022-07-11
  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Part 7 Emang Enak Jadi Babu?

    Pagi ini Aku sengaja bangun lebih lambat. Kubiarkan saja Bilna menyelesaikan semua urusan dapur seorang diri. Selagi ada mertuaku, Bilna selalu ingin bangun mendahuluiku. Padahal kalau Ibu sedang tidak di rumahku, dia bisa molor sampai telat berangkat kerja. Kali ini ku biarkan saja apa maunya, karena nanti pujian ibu mertuaku akan terdengar sepanjang sarapan. Padahal lauk dan segala macam itu dia pesan lewat online. Sengaja dia mengharuskan pesanan datang lebih awal, walaupun ia harus membayar sedikit mahal. Toh dia tidak membayar semua pesanan itu pakai uangku. Jadi masa bodoh saja. Peduli amat. Ibu dan Habib tidak pernah tahu kalau ternyata bukan Bilna yang memasak semuanya. Karena sebelum mereka keluar dari kamarnya, semua pesanan Bilna sudah sampai kerumah. Bahkan terkadang sudah terhidang di meja makan . Untuk menghilangkan jejak, ketika Ibu bangun, biasanya Bilna kelihatan menyibukkan diri dengan menggoreng ikan atau apalah. Bilna pikir Aku tidak tahu semu

    Last Updated : 2022-07-23
  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 8 Nikahilah Adikku, Pa!

    "Mas, kapan kita memberitahu Mbak Aliyah akan hubungan kita yang sebenarnya. Apa yang Mas harapkan darinya? Dia tidak akan mampu memberimu keturunan?" Ku dengar suara wanita itu sedang berkeluh kesah di ruang tamu. Mereka tidak menyadari akan kehadiranku di sini. Tangannya memegang erat jari-jemari suamiku. Dengan wajah yang dibuat-buat seolah tersiksa. "Mengapa Mas tidak mau mengakuiku di depan Mbak Aliyah. Sedih Aku, Mas. Dulu Mas berjanji untuk segera menceraikan Mbak Aliyah. Tapi apa kenyataannya? Mana janjimu, Mas. Aku tidak ingin , Mas menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab kepadaku." Mereka pikir hanya mereka berdua di rumah ini. Enak sekali dua manusia ini. Memangnya Ibu kemana ya? Kok mereka yakin sekali ngobrol seperti itu di rumah ini. "Si Mandul itu, tidak mungkin bisa memberimu anak, Mas. Disini ada Aku yang bisa memberimu keturunan. Apalagi yang membuatmu ragu untuk menikahiku?" "Bilna, kamu tidak usah meragukan Mas. Mas sayang sama kamu

    Last Updated : 2022-07-23
  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 9 Hari Pernikahan Adik Dan Suamiku

    Hari ini tepat hari pernikahan suami dengan Adikku. Aku tahu pernikahan ini bertentangan dengan pemikiranku. Tapi bukankah ini yang Habib dan Bilna inginkan? Biarlah mereka merasakan buah dari impiannya. Aku sibuk menyiapkan persiapan acara pernikahan mereka. Dan tak lupa pula Aku mengenakan kebaya moka yang terlihat anggun di padukan dengan warna kulitku. Sedangkan rambutku, ku biarkan tergerai. Ujung-ujungnya yang sengaja ku buat sedikit ikal, menambah kepercayaan diriku hari ini. Aku tidak boleh menangis. Ingat Aliyah! Tidak ada airmata ysng akan jatuh dari sudut mataku hari ini. Ini adalah hari yang bahagia buat Bilna. Meskipun hanya menikah siri, namun sudah cukup untuk membuat wanita itu bahagia. Apa yang membuatnya begitu berambisi untuk menjadi istri suamiku? Aku tidak mengerti. Dari ujung sana mataku menangkap sosok wanita bekebaya putih cerah dengan sanggul dan make up yang terlihat natural berjalan menuju ke arahku. Bilna. Dia Bilna. Perlahan dia mulai

    Last Updated : 2022-07-23
  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 10 Cemburu

    Sejak adanya gelar istri kedua suamiku di rumah ini. Rumah ini serasa tidak nyaman seperti dulu lagi. Tidak ada lagi canda tawaku dan Habib ketika sarapan di pagi hari, tidak ada lagi cerita-cerita yang menjadi obrolan kami sebelum berkayar ke alam mimpi. Rumah tangga ini serasa hambar. Sikap Bilna yang pura-pura baik di depan Habib dan mertuaku, membuatku heran. Jika Habib telah berangkat kerja maka dia beralasan untuk keluar bersama teman-temannya. Menjelang Habib pulang maka dia baru kembali. Aku tidak berniat menyampaikan kelakuannya kepada mertua dan suamiku. Karena ucapanku mana di percaya. Bisa-bisa Aku hanya di bilang iri pada Bilna. Lebih baik Aku mebutup mulut. Biarlah waktu yang akan memberitahu mereka, bagaimana kelakuan Bilna sesungguhnya. Lagi pula semua itu bukan urusanku. Dia kan sudah menjadi pilihan terbaik buat Habib dan Ibu. Kebanggaan mereka terlanjur tinggi terhadap Bilna. Hingga wanita itu telah merasa sedang meniti puncak keberhasilannya.

    Last Updated : 2022-07-23
  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 11 Ternyata Aku Tidak Mandul

    Setelah kupikir-pikir, ada yang mengganjal terkait hasil tes kesuburan kami dulu. Apakah Aku benar-benar mandul? Sedangkan tidak ada satupun dari sanak keluarga kami yang memiliki kendala terkait masalah seperti itu. Kok bisa Aku divonis mandul. Sedangkan Bilna terlihat senang dengan hasil tes itu. Dan setiap saat dia memamerkan perut buncitnya itu di depanku. Sekarang dengan terpaksa dua sejoli itu mencari Art baru. Karena Bilna beralasan tidak bisa melakukan apa-apa karena kecapean. Manjanya keterlaluan, kadang nasi pun minta diantar ke kamar, sandal juga minta di pakaikan ke kaki. Kan akhirnya butuh Art juga kan. Coba dulu tidak main copot-copotin art, tidak akan susah untuk cari Art baru. Karena hasil analisis dokter yang mengatakan Aku mandul itu, Bilna semakin menjadi-jadi menganggapku si Mandul yang tidak berguna. Mengolok-olokku kalau Habib tidak membutuhkan kehadiranku lagi. Karena Habib sudah punya dia yang nyata-nyata telah mampu untuk mengandung bua

    Last Updated : 2022-07-23

Latest chapter

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 72

    Bab 72Dugh!Honor pensiun?Haduh, mati aku! Kenapa Pak Tohir malah bicara soal honor pensiun sih? "Hmm ... Honor pensiun selalu kukirimkan pada mantan istriku, Pak. Menurutku anakku jauh lebih membutuhkan uang itu daripada saya." jawabku cepat.Untung aku cepat berpikir ke arah sana. Jadi tidak ketahuan kalo sebenarnya setiap bulan tidak ada yang namanya uang pensiun untukku. Lagipula aku tidak punya anak kan, he ... he ...!"Oooh, pemikiran seorang ayah yang baik." Pak Tohir menganggukkan kepalanya.Aku menghela nafas panjang, setidaknya aku bisa membuat Pak tohir percaya kalau aku memang benar-benar mendapatka uang pensiun setiap bulan. Berbohong memang tidak di larang demi bisa menjaga nama baik diri kita sendiri bukan? Memangnya siapa lagi yang akan menjaga nama baik kita selain dari diri kita sendiri?*** Pagi ini aku kembali menyetirkan sepeda motor bututku menuju ke kompleks mewah dimana kemarin aku bekerja. Huuh, untuk sementara tidak apa-apa lah aku bekerja seperti ini

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 71

    Bab 71"Itu, tetangga sebelah, Bib.""Ooh ..!" Aku ber oh ria."Katanya dia mau minta tolong juga sama kamu buat bersihin paritnya juga. Soalnya tukang kebunnya lagi cuti. Kamu mau kan?" lanjut Pak Tohir."Boleh kok.. mau banget malah. Kebetulan aku lagi butuh banyak uang nih." celetukku.Tentu saja aku sedang membutuhkan uang sekarang. Soalnya mulai besok aku ingin mencoba untuk melamar pekerjaan baru dan itu aku butuh bensin tentunya. Beli bensin sekalian rokok itu sudah cukup untuk membuatku susah mencari uangnya. Tidak seperti dulu. Kalau dulu mah dua barang itu adalah dua hal yang sangat mudah untuk aku dapatkan. Ah beginilah nasib yang diberikan tuhan. Kadang terasa tidak adil memang.Setelah beberapa saat lamanya, aku memutuskan untuk memulai pekerjaan.Dengan semangat aku menggeluti pekerjaan ini. Aku mulai menebak, berapa kira-kira uang yang akan diberikan oleh anaknya Pak Tohir nanti. Siapa tahu lima ratus ribu. atau bisa-bisa lebih mengingat anaknya ini adalah seorang dok

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 70

    Bab 70Aku fokuskan kembali pendengaranku agar lebih baik. Entahlah karena rasa benci ku padanya juga membuat aku penasaran dengan apa sebenarnya yang mereka obrolkan. Orang-orang biasa menyebut sifatku ini kepo. Tapi aku peduli amat.Ternyata tidak meleset pendengaranku sebelumnya, bahwa laki-laki itu benar-benar menolak ajakan temannya untuk berlibur hanya karena ayah dan anak mereka.Busyet sekali. Mungkin saja dengan cara itu ia sudah merasa menjadi pahlawan untuk Aliyah. Aku yakin sekali anggapanmu itu pasti salah, Rama. Andaikan saja kau sadar pada kenyataannya akulah yang lebih lama hidup bersama aliyah dibanding kamu yang baru beberapa tahun saja menikahinya. Jadi, aku belum merasa kalah dibanding kamu. Memang itu kenyataan kok.Beberapa saat kemudian aku lihat laki-laki itu pergi meninggalkan teman yang tadi berusaha merayunya untuk pergi berlibur bersama tanpa keikutsertaan Aliyah. Kulihat ada raut kesal pada wajah temannya yang ia tinggalkan.Ingin rasanya aku merebut A

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 69

    Siang ini serasa aku tidak berselera untuk menyelesaikan semrawut agenda pekerjaan di perusahaan. Batinku masih terbayang-bayang dengan sikap Aliyah yang sedang menaruh curiga padaku. Aku memilih untuk duduk di restoran seorang diri. Biasanya aku sangat bersemangat untuk pulang dan menemui Aliyah dan juga Bian. Tapi kali ini aku merasa pasti akan sia-sia bila aku pulang. Sebab Aliyah pasti akan kembali mengabaikan aku. Sesuatu yang cukup membuatku tersiksa."Hai...!" aku di kejutkan dengan suara yang tidak terlalu asing di telingaku.Aku menoleh."Jhoni? Kamu lagi?" Jhoni terlihat tersenyum menanggapi respon dariku. "Sendirian ajah?" tanyanya."Iya nih." jawabku."Kenapa nggak bareng temen?" tanyanya."Ah sesekali menyendiri, Jhon." jawabku datar."Kenapa malah terlihat sendu, Bro? kamu punya masalah apa? Hayoo ngaku,! Iya, kan? Sini ..! Cerita sama aku ajah!" Jhoni duduk di depanku setelah memesan santap siangnya."Ah enggak, aku nggak punya masalah apa-apa kok." jawabku menyembu

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 68

    Bab 68Hari ini aku berniat menyibukkan diri dengan kegiatan bersama beberapa teman kantor. Kebetulan ada sebuah kegiatan yang diadakan hari ini.Biasanya di hari libur seperti ini, aku akan senantiasa berlibur bersama Rama dan Bian, putraku. Kalaupun ada kegiatan, aku biasa memilih untuk tidak ikut, sebab waktu bersama keluarga lebih penting bagiku.Tapi tidak dengan hari libur kali ini. Aku seperti tidak berselera untuk menghabiskan waktu bersama Rama. Laki-laki yang baru saja membuat hatiku terluka.Sederetan pesan yang sedemikian gamblang menunjukkan siapa si pengirim pesan, membuatku sulit untuk mempercayai kata-kata ramah. Untuk saat ini, aku merasa tak bersimpati sedikitpun dengan segenap alasan yang ia utarakan. Bisa saja itu hanyalah salah satu cara yang Rama tempuh untuk mengambil kepercayaanku kembali. Tidak Rama! Tidak akan semudah itu untuk mengembalikan kepercayaan ini.Memang ini pertama kalinya seumur-umur pernikahan kami aku mendapati ujian seperti ini. Dan ini merup

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 67

    Bab 67"Siapa yang mengirimkan pesan seperti ini? Siapa?"[Rama, aku tunggu kamu di depan Mutiara Hotel ya. Sesuai sama janji kamu kemarin. Masih ingat kan kamu bilang apa. Oke deh ditunggu malam ini. Seperti biasa, jam 08.00 malam jangan lupa. Hmm... Jangan sampe ketahuan Aliyah ya, Sayang.]Degh!Jantungku berdegup, apa maksudnya coba.[Oh ya, Rama, jangan lupa katanya kamu pengen beliin aku cincin buat hadiah ulang tahunku besok? Makanya sebaiknya kamu nginep aja malam ini di Mutiara hotel, biar pagi besok kita langsung ke toko perhiasan buat memenuhi janji kamu. Aku pengen kamu beliin aku liontin yang berwarna biru. Hehee]Aku semakin tidak mengerti dengan pesan itu. Aneh benar-benar aneh.Sementara aku melihat jekas ekspresi marah pada wajah istriku.Aku tidak bisa menyalahkannya. Bagaimanapun aku bisa memposisikan diri sebagai dirinya yang merupakan istriku. Jujur saja jika seandainya aku yang berada pada posisinya saat ini tak urung aku juga pasti akan termakan emosi. Siapa ya

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 66

    Bab 66"Gimana, Mas, apa Rama mau kamu ajak ke puncak?" Intan, wanita penghibur langganan ku bertanya.Aku menghela nafas,"Belum bisa katanya, Tan." jawabku pendek."Lhoo, kenapa? Apa dia nggak tertarik sama fotoku?"Yaaah, aku lagi-lagi menarik nafas panjang. Memang kemarin itu Intan memintaku untuk memperlihatkan potretnya pada Rama, dengan harapan Rama mau kuajak ke puncak. Tentu saja Intan menunggu kami di sana. Rencanaku, aku berharap Rama mau menuruti kemauanku, dan secara tidak langsung dia bakalan kujadikan alat untuk tidur bareng Intan di puncak. Tapi nyatanya laki-laki:takut istri itu menolak."Kenapa malah diam, Mas Jhon? Apa kamu sengaja ya nggak pamerin fotoku sama dia? Kalau begitu mah mana mau dia ke puncak. Coba kalau Mas memperlihatkan potretku itu padanya, dijamin deh dia bakalan mau turut serta."Aduh, kamu salah besar, Intan. Rama tidak semudah itu.Meski tidak kupungkiri aku belum menyodorkan foto Intan padanya. Tapi sebelum aku melakukan itu, aku sudah dikecew

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 65

    Bab 65Rama memang keterlaluan. Terlalu b*doh dia di mataku untuk sok menasehati. Pake menyarankan aku untuk menghargai Nayla segala.Nayla mah tetaplah Nayla, gemuk, pendek, dan nggak menarik sama sekali. Meski di modalin berapa saja, dia tetep ajah gendut dan jelek. Yang ada nanti cuma buang-buang duit ajah. Kan tambah rugi akunya. Bener-bener nggak deh kalo harus modalin Nayla ***"Nayla! Kamu dari mana ajah, ini kok meja makan kosong gini. Kamu tahu nggak kalo suami pulang di jam segini? Kenapa nggak nyiapin makan siang?" aku bicara membentak pada wanita yang telah aku nikahi sejak lima belas tahun yang lalu.Kulihat tubuh bongsornya bergerak-gerak ketika ia berjalan, membuatku bergidik jijik. Uuuh, rasanya aku menyesal telah menikahi wanita segemuk dia. Bener-bener istri yang nggak bisa menjaga dan mengurus tubuhnya agar tetap ideal."Jawab aku Nayla, kenapa kamu nggak nyiapin makan siang buat aku?" dekali lagi aku menekankan pertanyaan padanya karena dia belum juga menjawab p

  • Gelar Mandul dari Gundik Suamiku   Bab 64

    Bab 64 Aku tertegun dengan cara berpikirnya Rama. Cara berpikirnya sungguh berbeda dengan cara berpikirku. Tidak, aku tidak setuju dengan cara pandangnya dia. Aku berpikir bagaimana caranya agar aku bisa menyadarkannya. Aku tak sampai hati jika melihatnya selalu dalam penguasaan istrinya. Istrinya memang cantik sih, tapi sebagai lelaki seharusnya dia tidak boleh hanyut dalam pesona kecantikan perempuan. Akhirnya aku mendapatkan ide bagus."Ram, gimana kalo kita jalan bareng hari ini? Kita ke puncak. Besok kan masih hari libur, jadi kita bisa bermalam di sana. Itung-itung refreshing otak. Gimana? Kamu mau, kan?"Aku harap-harap cemas menanti jawaban dari Rama. "Aduh, aku hari ini udah terly buat janji sama Bian, dia pasti nagih janji sama Papa dan Mamanya." Aku melengos."Bian anakmu?" keningku terasa berkerut."Iya, memang siapa lagi."Rasanya kalau lama-lama berada di dekat Rama Aku bisa gila rasanya. Entahlah aku menilai Rama seperti sudah tidak punya ruang lingkup sendiri, di

DMCA.com Protection Status