Share

19. Ibu Tuan Ario

Penulis: Hayisa Aaroon
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-21 12:02:49
Tini pun duduk bersimpuh di lantai mengikuti dua pengasuh bayi lain, tepat di dekat pintu masuk.

Sedang ruang tamu luas itu masih didominasi suara perempuan paruh baya yang sedang mengomentari cucu kedua yang menurutnya terlihat agak kurus.

“Kamu ini bagaimana Arini …! Anak-anak harus naik berat badannya, bukan malah turun …! Kamu mengurus dua anak saja tidak becus …!”

Mata Tini melebar mendengar itu, lalu mengangkat wajah, memperhatikan ibu susu lain yang duduk bersimpuh di hadapannya dalam balutan kebaya putih dan kain jarik corak hitam dan putih.

Kepala dua perempuan di hadapannya tertunduk dalam. Mereka sedikit lebih gemuk daripada Tini.

Kemudian didorong rasa penasaran, pandangan Tini semakin terangkat, memperhatikan Tumini yang berdiri dengan menunduk di ambang pintu, masih dengan menggendong bayi.

“Mana ini ibu susunya, suruh ke sini …!”

Suara ibu Tuan Ario kembali terdengar, diikuti rengekan anak kedua Nyonya Arini yang mulai menangis.

Perempuan di hadapan Tini sont
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   20. Tulang Wangi

    “Saya anaknya Tumirah, Nyonya. Ibu saya adik perempuannya Mbok De Tumini.”“Jadi kamu keponakannya Tumini. Terus … bapak kamu siapa?“ tanya Ibu Tuan Ario dengan nada lebih serius.Kali ini Tini agak malu mengungkapkan siapa ayahnya. Lalu dengan menunduk semakin dalam ia menjawab, “Ibu saya istri mudanya mantan lurah Sukardi.”“Ohhh … Almarhum Sukardi? Pantas saja. Rasanya kamu berbeda, tidak seperti pembantu lain. Dulu sekali bapak kamu pernah menjadi orang yang berjaya dan ditakuti banyak orang. Sampai di akhir masa tuanya Lurah Sukardi masih terus menjadi lurah, tidak ada yang berani menjadi pesaingnya, dan ibumu dulu pernah membuat geger karena hamil dengan Lurah Sukardi yang dulu adalah majikannya, lalu bersedia menjadi istri muda Lurah Sukardi yang sudah memasuki umur tujuh puluh tahun.”Lantas dengan menoleh ke arah Tumini yang masih duduk bersimpuh di lantai ia mengimbuhkan, “Saya tidak tahu kalau Tumini adalah saudara istri muda Almarhum Sukardi. Dulu yang lebih membuat geger

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-26
  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   21. Asal Usul Tini

    Suara Tumini yang memanggil dari arah teras depan rumah bergaya joglo itu sontak membuat Tini terkesiap. Perempuan itu menjauh dengan hati-hati dari dekat jendela, lalu bergegas menuju ke arah depan, menghampiri bibinya yang berjalan ke arah gerbang kayu berukir yang tertutup rapat."Mbok De panggil saya?" tanya Tini dengan berlari kecil menyusuri pelataran di hias pot-pot berbunga warna-warni."Iya," Tumini menoleh dengan kesal, wajahnya yang dihiasi kerut tampak lelah. "Kamu ke mana aja to, Tin? Itu bayinya Nyonya Arini mulai nangis. Mbok De mau cek di dapur, apa sudah beres atau belum.""Iya, Mbok De," sahut Tini patuh. Perempuan itu lantas mengikuti bibinya yang berjalan tergesa menuju teras sembari berkata, "Tini ... Tini ... nasibmu jelek amat to? Mbok De kadang kasihan sama kamu. Baru aja kamu dapat kerja di sini, ehh ... malah ketahuan sama ibunya Tuan Ario kalau kamu anaknya ibumu. Mbok De nggak nyangka ibunya Tuan Ario bisa tanya-tanya begitu. Biasanya kalau ada orang kerj

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   22. Mendhem Ari-ari

    Seketika napas Tini tertahan ketika melihat bayi lain yang menangis di sisi ranjang. Dengan tangan gemetar, ia perlahan membuka kain jarik yang membungkus bayi yang mulai menangis kencang. Wangi bedak bayi menyeruak saat kain tersingkap. Tini menghela napas lega saat mendapati kaki bayi itu normal seperti kaki bayi pada umumnya, bukan ekor ular seperti kejadian sebelumnya yang masih membuatnya bingung antara mimpi atau nyata.Tini lantas meletakkan bayi yang telah tertidur lelap di atas perlak motif bunga yang dilapisi kain batik. Ia lalu beralih mengambil bayi lainnya yang masih menangis. Tangisan bayi tampan itu sontak mereda begitu merasakan kehangatan dekapan Tini dan mulai menyusu dengan rakus.Dengan seksama, Tini memperhatikan kedua bayi itu. Mereka begitu mirip, seolah pinang dibelah dua, dan terasa sama nyatanya. Kemudian ia mulai teringat kata-kata ibu Tuan Ario yang mengatakan bahwa ibu susu lain tak bisa melihat bayi kembaran. Apa artinya itu? Tini benar-benar bingung,

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-06
  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   23. Tangisan Bayi

    Tumini terkekeh mendengar jawaban Tini, suaranya bercampur dengan sayup-sayup alunan gamelan dari halaman depan. "Ya lihat-lihat dulu siapa yang dulu menghamili kamu, Tin. Kalau sama-sama jongos, ya Mbok De bisa bantu, minimal marah-marah lah, minta tanggung jawab. Nanti kita juga bisa minta bantuan Nyonya Arini. Tapi kalau yang hamilin kamu orang kaya, lihat dulu kayanya sekaya apa. Kalau lebih kaya dari Nyonya Arini ya … Mbokde nggak bisa bantu. Juga Nyonya Arini."Tini menghela napas panjang, aroma bedak bayi yang menguar dari tubuh bayi di dalam dekapannya seakan menenangkan gejolak hatinya. "Kalau gitu, sudah tidak usah dibahas lagi lah Mbok De. Percuma juga dibahas." Lalu perhatiannya beralih pada bayi yang kembali tertidur pulas. "Ini sudah kenyang kayaknya Mbok De."“Ohhh … iya …. Anak-anaknya Nyonya Arini tuh paling enak diasuh. Pokoknya asal kenyang, sudah. Nggak akan rewel. Sakit juga nggak pernah.”Tumini dengan gemas mengambil bayi dalam dekapan Tini. Sembari menimang s

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-02
  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   24. Hubungan Ibu Tuan Ario dan Lurah Sukardi

    Tini menatap ibunya dengan sorot mata penuh tanya. "Masalah apa yang si Mbok maksud? Apa hubungannya dengan Bapak?"Ibu Tini menghela napas panjang, ia mulai bercerita dengan suara pelan, nyaris berbisik, "Dulu, Bapakmu, Lurah Sukardi, bukan orang biasa, Nduk. Bertahun-tahun dia menjabat sebagai lurah, dan tidak ada yang berani jadi pesaingnya. Orang-orang takut. Baru setelah Mbah Kiai masuk ke desa kita dan menyebarkan agama Islam, baru itu … bapakmu mulai kehilangan pamornya."Tini mendengarkan dengan seksama, jantungnya berdebar kencang. “Iya, Mbok … saya tahu itu. Lalu …? ” “Dulu, waktu si Mbok pertama kali dinikahi Bapakmu, Mbok kira karena kecantikan si Mbok. Tapi ternyata bukan hanya itu."Ibu Tini berhenti sejenak. Suaranya sedikit bergetar saat melanjutkan, "Rupanya Lurah Sukardi butuh penerus untuk ilmu-ilmu yang diturunkan dari orangtuanya dulu. Sayangnya, istri-istrinya yang dulu tidak ada yang bisa memberi anak dengan bakat khusus. Yang tubuhnya kuat untuk jadi wadah il

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-14
  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   25. Aku Mau Berhenti Kerja, Mbokde.

    "Tini," suara Tuan Ario membisik di telinganya, dalam dan lembut, diikuti kecupan dingin di bahunya. Namun tubuh Tini tetap membeku, tak dapat bergerak barang sedikit pun. "Aku bisa membuatmu kaya, tidak perlu susah payah bekerja. Kamu hanya perlu menerimaku."Keringat dingin mulai mengucur deras dari dahi Tini, menetes ke leher hingga membasahi kerah kebayanya. Ia ingin berteriak, ingin melepaskan diri saat merasakan tubuh itu semakin merapat di belakangnya. ‘Aku tidak mau,' batinnya sambil mencoba memberontak sekuat tenaga. Namun, setiap otot di tubuhnya terasa kaku, seakan ditahan oleh pelukan gaib."Aarrrhhh ...!" Jeritan melengkung keluar dari mulutnya tepat saat pintu kamar terbuka dengan bunyi derit pelan. Tumini, yang baru masuk dengan bayi dalam gendongannya, terlonjak kaget. "Duh ... Gusti ...!" serunya sambil mengusap dada, lalu buru-buru menepuk-nepuk pantat bayi yang mulai menangis. Sedangkan Tini, masih berdiri seperti orang linglung, menoleh ke belakang dengan waja

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   26. Mbak Jah dan Mbak Mur

    Tumini menghela napas panjang, duduk perlahan di tepi ranjang. Aroma bedak bayi bercampur dengan wanginya kemenyan yang masih tertinggal di sudut kamar. Suara gamelan dari acara di depan samar-samar masih terdengar."Lah, Tin ... kamu ini aneh-aneh saja pertanyaannya. Nyonya Arini itu ningrat, keturunan darah biru. Orang-orang kaya seperti mereka bebas tidak menyusui bayinya sendiri. Sekarang kamu istirahat dulu, Tin. Besok pagi kita bicarakan lagi soal kamu mau berhenti atau tidak. Tapi ingat, Nyonya Arini sudah percaya sama kamu. Itu hal yang tidak mudah didapat, terutama di keluarga kaya seperti ini."Sebelum Tini bisa berkata lagi, Tumini sudah lebih dulu berjalan tergesa ke pintu, “Mbokde ke depan dulu ya, Tin. Sebentar lagi acara selesai.”Kepergian bibinya yang tergesa-gesa membuat jantung Tini kembali berdebar kencang ditinggal sendirian di kamar yang terasa mencekam.Perempuan itu perlahan duduk, dengan hati-hati melepaskan hisapan sang bayi dari dadanya. Rasa lega seketika

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   1. Mengetuk Udara

    Tangan Tini mengetuk udara saat pintu berdaun ganda dipenuhi ukiran rumit itu tiba-tiba terbuka, nyaris buku-buku jarinya mengenai perut besar perempuan luar biasa cantik dalam balutan kebaya mewah. Tini yang tertegun sampai tergagap ketika perempuan itu memerintah masuk. Pandangannya tak sanggup lepas, terkagum pada sang calon majikan yang melangkah anggun menuju ruang tamu sembari menyelimutkan selendang batik ke perut buncitnya. Sampai-sampai Tini tak memperhatikan langkahnya, terjagal undakan pintu. Namun beruntung, perempuan itu urung terjerembab ketika sebuah tangan dengan cepat menahan lengannya. Sontak Tini menoleh dan napasnya tertahan saat tak mendapati seorang pun di belakangnya. Sedang yang bisa dirasakannya, hanya angin dingin menyapa, membelai kebaya hijau bercorak daun usang dan jarik motif semen rantai yang membalut pas tubuhnya. Lantas Tini menengok cepat ke kanan kiri, tapi teras rumah Joglo yang dibangun tepat menghadap Gunung Ungaran itu begitu sepi dan su

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-16

Bab terbaru

  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   26. Mbak Jah dan Mbak Mur

    Tumini menghela napas panjang, duduk perlahan di tepi ranjang. Aroma bedak bayi bercampur dengan wanginya kemenyan yang masih tertinggal di sudut kamar. Suara gamelan dari acara di depan samar-samar masih terdengar."Lah, Tin ... kamu ini aneh-aneh saja pertanyaannya. Nyonya Arini itu ningrat, keturunan darah biru. Orang-orang kaya seperti mereka bebas tidak menyusui bayinya sendiri. Sekarang kamu istirahat dulu, Tin. Besok pagi kita bicarakan lagi soal kamu mau berhenti atau tidak. Tapi ingat, Nyonya Arini sudah percaya sama kamu. Itu hal yang tidak mudah didapat, terutama di keluarga kaya seperti ini."Sebelum Tini bisa berkata lagi, Tumini sudah lebih dulu berjalan tergesa ke pintu, “Mbokde ke depan dulu ya, Tin. Sebentar lagi acara selesai.”Kepergian bibinya yang tergesa-gesa membuat jantung Tini kembali berdebar kencang ditinggal sendirian di kamar yang terasa mencekam.Perempuan itu perlahan duduk, dengan hati-hati melepaskan hisapan sang bayi dari dadanya. Rasa lega seketika

  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   25. Aku Mau Berhenti Kerja, Mbokde.

    "Tini," suara Tuan Ario membisik di telinganya, dalam dan lembut, diikuti kecupan dingin di bahunya. Namun tubuh Tini tetap membeku, tak dapat bergerak barang sedikit pun. "Aku bisa membuatmu kaya, tidak perlu susah payah bekerja. Kamu hanya perlu menerimaku."Keringat dingin mulai mengucur deras dari dahi Tini, menetes ke leher hingga membasahi kerah kebayanya. Ia ingin berteriak, ingin melepaskan diri saat merasakan tubuh itu semakin merapat di belakangnya. ‘Aku tidak mau,' batinnya sambil mencoba memberontak sekuat tenaga. Namun, setiap otot di tubuhnya terasa kaku, seakan ditahan oleh pelukan gaib."Aarrrhhh ...!" Jeritan melengkung keluar dari mulutnya tepat saat pintu kamar terbuka dengan bunyi derit pelan. Tumini, yang baru masuk dengan bayi dalam gendongannya, terlonjak kaget. "Duh ... Gusti ...!" serunya sambil mengusap dada, lalu buru-buru menepuk-nepuk pantat bayi yang mulai menangis. Sedangkan Tini, masih berdiri seperti orang linglung, menoleh ke belakang dengan waja

  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   24. Hubungan Ibu Tuan Ario dan Lurah Sukardi

    Tini menatap ibunya dengan sorot mata penuh tanya. "Masalah apa yang si Mbok maksud? Apa hubungannya dengan Bapak?"Ibu Tini menghela napas panjang, ia mulai bercerita dengan suara pelan, nyaris berbisik, "Dulu, Bapakmu, Lurah Sukardi, bukan orang biasa, Nduk. Bertahun-tahun dia menjabat sebagai lurah, dan tidak ada yang berani jadi pesaingnya. Orang-orang takut. Baru setelah Mbah Kiai masuk ke desa kita dan menyebarkan agama Islam, baru itu … bapakmu mulai kehilangan pamornya."Tini mendengarkan dengan seksama, jantungnya berdebar kencang. “Iya, Mbok … saya tahu itu. Lalu …? ” “Dulu, waktu si Mbok pertama kali dinikahi Bapakmu, Mbok kira karena kecantikan si Mbok. Tapi ternyata bukan hanya itu."Ibu Tini berhenti sejenak. Suaranya sedikit bergetar saat melanjutkan, "Rupanya Lurah Sukardi butuh penerus untuk ilmu-ilmu yang diturunkan dari orangtuanya dulu. Sayangnya, istri-istrinya yang dulu tidak ada yang bisa memberi anak dengan bakat khusus. Yang tubuhnya kuat untuk jadi wadah il

  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   23. Tangisan Bayi

    Tumini terkekeh mendengar jawaban Tini, suaranya bercampur dengan sayup-sayup alunan gamelan dari halaman depan. "Ya lihat-lihat dulu siapa yang dulu menghamili kamu, Tin. Kalau sama-sama jongos, ya Mbok De bisa bantu, minimal marah-marah lah, minta tanggung jawab. Nanti kita juga bisa minta bantuan Nyonya Arini. Tapi kalau yang hamilin kamu orang kaya, lihat dulu kayanya sekaya apa. Kalau lebih kaya dari Nyonya Arini ya … Mbokde nggak bisa bantu. Juga Nyonya Arini."Tini menghela napas panjang, aroma bedak bayi yang menguar dari tubuh bayi di dalam dekapannya seakan menenangkan gejolak hatinya. "Kalau gitu, sudah tidak usah dibahas lagi lah Mbok De. Percuma juga dibahas." Lalu perhatiannya beralih pada bayi yang kembali tertidur pulas. "Ini sudah kenyang kayaknya Mbok De."“Ohhh … iya …. Anak-anaknya Nyonya Arini tuh paling enak diasuh. Pokoknya asal kenyang, sudah. Nggak akan rewel. Sakit juga nggak pernah.”Tumini dengan gemas mengambil bayi dalam dekapan Tini. Sembari menimang s

  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   22. Mendhem Ari-ari

    Seketika napas Tini tertahan ketika melihat bayi lain yang menangis di sisi ranjang. Dengan tangan gemetar, ia perlahan membuka kain jarik yang membungkus bayi yang mulai menangis kencang. Wangi bedak bayi menyeruak saat kain tersingkap. Tini menghela napas lega saat mendapati kaki bayi itu normal seperti kaki bayi pada umumnya, bukan ekor ular seperti kejadian sebelumnya yang masih membuatnya bingung antara mimpi atau nyata.Tini lantas meletakkan bayi yang telah tertidur lelap di atas perlak motif bunga yang dilapisi kain batik. Ia lalu beralih mengambil bayi lainnya yang masih menangis. Tangisan bayi tampan itu sontak mereda begitu merasakan kehangatan dekapan Tini dan mulai menyusu dengan rakus.Dengan seksama, Tini memperhatikan kedua bayi itu. Mereka begitu mirip, seolah pinang dibelah dua, dan terasa sama nyatanya. Kemudian ia mulai teringat kata-kata ibu Tuan Ario yang mengatakan bahwa ibu susu lain tak bisa melihat bayi kembaran. Apa artinya itu? Tini benar-benar bingung,

  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   21. Asal Usul Tini

    Suara Tumini yang memanggil dari arah teras depan rumah bergaya joglo itu sontak membuat Tini terkesiap. Perempuan itu menjauh dengan hati-hati dari dekat jendela, lalu bergegas menuju ke arah depan, menghampiri bibinya yang berjalan ke arah gerbang kayu berukir yang tertutup rapat."Mbok De panggil saya?" tanya Tini dengan berlari kecil menyusuri pelataran di hias pot-pot berbunga warna-warni."Iya," Tumini menoleh dengan kesal, wajahnya yang dihiasi kerut tampak lelah. "Kamu ke mana aja to, Tin? Itu bayinya Nyonya Arini mulai nangis. Mbok De mau cek di dapur, apa sudah beres atau belum.""Iya, Mbok De," sahut Tini patuh. Perempuan itu lantas mengikuti bibinya yang berjalan tergesa menuju teras sembari berkata, "Tini ... Tini ... nasibmu jelek amat to? Mbok De kadang kasihan sama kamu. Baru aja kamu dapat kerja di sini, ehh ... malah ketahuan sama ibunya Tuan Ario kalau kamu anaknya ibumu. Mbok De nggak nyangka ibunya Tuan Ario bisa tanya-tanya begitu. Biasanya kalau ada orang kerj

  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   20. Tulang Wangi

    “Saya anaknya Tumirah, Nyonya. Ibu saya adik perempuannya Mbok De Tumini.”“Jadi kamu keponakannya Tumini. Terus … bapak kamu siapa?“ tanya Ibu Tuan Ario dengan nada lebih serius.Kali ini Tini agak malu mengungkapkan siapa ayahnya. Lalu dengan menunduk semakin dalam ia menjawab, “Ibu saya istri mudanya mantan lurah Sukardi.”“Ohhh … Almarhum Sukardi? Pantas saja. Rasanya kamu berbeda, tidak seperti pembantu lain. Dulu sekali bapak kamu pernah menjadi orang yang berjaya dan ditakuti banyak orang. Sampai di akhir masa tuanya Lurah Sukardi masih terus menjadi lurah, tidak ada yang berani menjadi pesaingnya, dan ibumu dulu pernah membuat geger karena hamil dengan Lurah Sukardi yang dulu adalah majikannya, lalu bersedia menjadi istri muda Lurah Sukardi yang sudah memasuki umur tujuh puluh tahun.”Lantas dengan menoleh ke arah Tumini yang masih duduk bersimpuh di lantai ia mengimbuhkan, “Saya tidak tahu kalau Tumini adalah saudara istri muda Almarhum Sukardi. Dulu yang lebih membuat geger

  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   19. Ibu Tuan Ario

    Tini pun duduk bersimpuh di lantai mengikuti dua pengasuh bayi lain, tepat di dekat pintu masuk. Sedang ruang tamu luas itu masih didominasi suara perempuan paruh baya yang sedang mengomentari cucu kedua yang menurutnya terlihat agak kurus. “Kamu ini bagaimana Arini …! Anak-anak harus naik berat badannya, bukan malah turun …! Kamu mengurus dua anak saja tidak becus …!” Mata Tini melebar mendengar itu, lalu mengangkat wajah, memperhatikan ibu susu lain yang duduk bersimpuh di hadapannya dalam balutan kebaya putih dan kain jarik corak hitam dan putih. Kepala dua perempuan di hadapannya tertunduk dalam. Mereka sedikit lebih gemuk daripada Tini. Kemudian didorong rasa penasaran, pandangan Tini semakin terangkat, memperhatikan Tumini yang berdiri dengan menunduk di ambang pintu, masih dengan menggendong bayi. “Mana ini ibu susunya, suruh ke sini …!” Suara ibu Tuan Ario kembali terdengar, diikuti rengekan anak kedua Nyonya Arini yang mulai menangis. Perempuan di hadapan Tini sont

  • Ibu Susu untuk Bayi Gaib   18. Bayi Yang Disembunyikan

    “Kok kamu tanya gitu terus to Tin?” Tumini bertanya balik, mulai tak senang keponakannya itu kembali bertanya. “Ibu susu yang lain hlo nggak ada yang secerewet kamu tanya-tanya terus. Lama-lama heran. Memangnya kamu lihat bayinya ada dua?” “Iya, Mbok De,” jawab Tini pelan dengan menoleh ke arah pintu yang tertutup rapat. “Saya nggak sengaja lihat Nyonya Arini lahiran di kamar, ada dua bayi.” Tumini pun berdecak lidah mendengar itu. “Pasti kamu mimpi, Tin.” “Enggak, Mbok De. Beneran ini nggak mimpi. Saya nggak sengaja lewat, pintu kamarnya Nyonya Arini kebuka sedikit, kayaknya pas itu Mbok De mau angkat air anget, jadi dibiarin kebuka. Apa yang satu cacat, Mbok De? Kok disembunyiin. Kemarin saya kurang jelas lihat gimana rupa bayinya.” Tini pun lanjut mengunyah makanan yang membuat pipinya menggembung, setelah makan hampir setengah nasi di piring enamel berhias bunga merah itu, tetap saja tangannya masih gemetaran saking laparnya. Perempuan itu mengamati wajah Tumini yang berker

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status