Bara menautkan alisnya bingung ketika melihat raut wajah Nadia yang terlihat suram dan menahan emosi.
Dress yang Nadia pakai juga warna coklat. Tidak warna biru muda yang ia pinta barusan.
Bara berjongkok dan menangkup wajah Nadia dengan kedua tangan kekar pria itu.
"Kenapa, hem?" tanya Bara.
Nadia menghela nafas pelan dan menggelengkan kepalanya.
"Ini kok warna dress kamu warnanya beda?" tanya Bara meneliti penampilan Nadia. Gadisnya juga tidak memakai make-up seperti biasanya.
Karena melihat raut wajah Nadia yang terlihat berbeda. Akhirnya Bara memilih tidak ingin banyak bertanya.
Deburan ombak terdengar indah di telinga keduanya. Bara menghela nafas pelan dan mengusap kepala bagian belakang gadisnya. Rambut indah berwarna hitam pekat itu terlihat indah tergerai diterpa angin pantai.Pantai yang mereka sering kunjungi dahulu. Ketika kejadian naas itu belum terjadi."Kamu masih ingat semua kenangan indah kita di pantai ini, Sayang?"Nadia menoleh ke arah Bara yang berada di belakangnya. Nadia mengangguk sembari mengelus tangan kekar kekasihnya."Kita sekarang jalan-jalan dari ujung sana sampai ke ujung sana." Bara menunjuk pesisir pantai dari arah barat dan timur.Bara menunduk, meminta persetujuan Nadia. Gadis itu mengangguk da
Bara mengangkat sebelah alisnya bingung dengan tingkah sahabatnya yang satu ini. Sedari tadi Candra bergerak gelisah dan tidak berani menatapnya sama sekali."Lo kenapa?" tanya Bara. Mereka berada di rumah Bara sekarang. Jadi bahasa formal tidak digunakan biasanya.Dengan ragu Candra mengangkat kepalanya dan mendongak menatap Bara."Gue hanya mau pinjem kok, Bar. Kalau lecet gue akan ganti biaya administrasi nya."Bara semakin bingung dengan penuturan Candra. Maksudnya apa coba? mau membiayai administrasi, namun benda yang dimaksud tidak disebutkan."Langsung sebutin, Can. Nggak usah membuang waktu gue!"
Brak!Suara bantingan pintu terdengar sangat nyaring. Untung Kinara tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Siapa yang tidak sopan masuk ke dalam rumah orang lain seperti itu? Dengan langkah lebar Kinara menoleh dan sejenak menaruh teh hangatnya terlebih dahulu.Kinara sebenarnya hendak menikmati acara televisi di ruang keluarga dengan menikmati secangkir teh hangat yang ia buat sendiri. Yang pastinya rendah gula.“Nadia, Nek ....”Ternyata itu Bara. Kinara mengelus dadanya agar tidak memarahi calon suami cucunya itu. Namun wanita tua itu menautkan alisnya ketika melihat raut wajah Bara terlihat gelisah dan langsung berlari menaiki anak tangga.
"Astaga, Sayang. Mama gak nyangka kamu secepat ini pulih. Oh … panggil Mama sekarang. Jangan panggil Tante lagi. Kan, sebentar lagi kamu akan menikah dengan Bara dan menjadi putri kesayangan Mama."Nadia mengangguk kikuk, berada di samping Bara.Bara geleng-geleng kepala melihat tingkah mamanya. Mamanya ini nekad ke sini tanpa izin ke papanya terlebih dahulu. Untung masih bersama dengan sopir, sehingga Bara memakluminya."Sekarang Mama harus izin ke papa dulu.""Iya-iya. Mama akan izin. Nanti Mama chat kok. Gak usah lebay kamu, Bara.""Demi kebaikan Mama juga. Nanti kalau papa marah ke Bara, bisa panjang urusannya."
Lala memperhatikan wajah tampan Ryan yang sekarang tengah memeriksanya dengan sangat telaten dan hati-hati."Dok, panggil dokter aja, ya? Kan sekarang berada di rumah sakit.""Iya," jawab Ryan dengan singkat."Kenapa perut sama panas, Dok?" tanya Lala mengeluhkannya sedari tadi."Kamu pernah memakan apa, sebelumnya?""Cye, perhatian." Lala tersenyum manis mengedipkan sebelah matanya, membuat Ryan menggelengkan kepalanya tidak habis pikir."Setahu saya, kemarin saya makan seblak level 5.""Terus?" Ryan mengangkat sebelah alisnya
"Selamat, Nadia. Suara kamu sudah pulih. Ternyata prediksi saya tidak tepat.""Iya, Pak. Kan Bapak hanya manusia biasa. Mana bisa mengetahui masa depan seseorang. Masa depan Bapak ajha, tidak tahu sampai sekarang kan?"Astaga! sudah mulai lagi bibir cerewet Nadia ini."Iya-iya. Maksud kamu apa, Nadia?""Huh! dasar tidak peka. Padahal baru ajha selesai dari sana."Bara menggelengkan kepalanya. Nadia bahagia sekali menggoda semua orang. Untung dirinya peka dan sangat tahu keinginan Nadia."Sayang! kasihan dokter Ryan nya."
Satu minggu telah berlalu. Nadia dan Bara akan melangsungkan pernikahan hari ini. Bertepatan pada hari senin, tanggal 17 November 2021.Dengan wajah cantik dan manis. Nadia duduk di samping Bara yang sekarang sudah siap dengan jas pernikahannya. Nadia menggenggam kedua tangannya, karena ia gugup dan juga grogi.Nadia memperhatikan gelagat Bara. Tidak ada raut wajah panik atau gelagapan seperti pengantin pada umumnya. Malah Bara terlihat tidak sabaran."Nadia! lo cantik banget."Kedua sahabatnya bersama dengan pasangan masing-masing duduk paling depan menyemangati nya agar tidak gugup."Baiklah. Kita bisa mulai." Sang penghulu memperhatikan ke se
“Katanya ... mau istirahat. Ini langsung unboxing kamar hotel.” Nadia mendengus sembari berbaring di atas bantal yang sangat empuk. Warna putih mendominasi, mencirikan mereka tengah berada di hotel bintang lima.Padahal tadi, sebelumnya. Bara sudah berkata bahwa mereka akan istirahat setelah acara pernikahan usai. Tapi apa? Hanya omong kosong saja.Bara membuka jasnya. Pria itu melangkah ke arah kamar mandi dan menutupnya dengan rapat. Ada apa dengannya? Nadia memutus pandangannya dan mulai memejamkan matanya.Beberapa menit telah berlalu. Bara keluar dengan memakai kaos oblong. Pria itu mengusap kepalanya yang perlahan mulai kering karena usapan handuk yang bersih.Bara menghela nafas ketika melihat Nadia memejamkan matanya karena kelelahan. Tapi, bagaimana