"Hem, sebaiknya lo pulang ajha Celina! Bara katanya mau libur kerja hari ini." Candra tidak menyukai kehadiran Celina dan terpaksa berbohong, agar gadis itu tidak mengganggu Bara.
"Gue nungguin Bara bentar aja Can, gue mau kasih dia makanan ini, sebagai ucapan terima kasih gue ke Bara. Bara dia udah peduli ke gue." Celina tersenyum ramah, membalas tatapan tidak suka Candra. Gadis itu memangku sebuah kotak makan dan duduk di sofa dengan rapi.Candra dari dulu tidak menyukai Celina, walaupun ia tahu Celina mempunyai penyakit yang hampir sekarat. Candra tidak memperdulikan itu, yang sekarang ia pikirkan adalah perasaan Nadia, kalau Nadia mengetahui semuanya, pasti gadis itu akan sangat marah ke Bara.'Dasar pelakor, cewek gak tau malu,' batin Candra menggerutu dengan disertai tatapan tajam pada gadis yang duduk di sampingnya."Bolehkan, Can?" Celina tersenyum ramah."Terserah lo," balas Candra singkat."Lo gak suka banget ya sama gue Can?" tanya Celina lembut.'Sok lembut banget sih ni cewek,' batin Candra."Hem, lo udah tau kan jawabanya?""Gue kan sama Bara hanya sahabatan, bukan lebih.""Karena lo sahabatan. Lo sebenarnya bodoh atau tolol sih?? Bara itu udah punya Nadia. Jadi stop deh, gangguin hubungan mereka.""Gu-gue."Krek!! Suara pintu ruangan dibuka."Selamat siang!" Bara masuk ke dalam ruangan. Sepertinya ia mencium bau kebencian di sini."Celina! sejak kapan lo di sini?""Sejak tadi, aku mau anterin kamu makan siang. Pasti kamu laper kan? Aku sudah menduga nya.""Ya, udah gue permisi," ucap Candra muak melihat tingkah laku Celina yang sok manis ke Bara."Lo ngak perlu repot-repot anterin gue makanan, lo kan masih sakit.""Ya gak apa-apa kan Bar, aku kan sahabat kamu.""Please Bar!! jadilah kenangan terindah, sebelum aku pergi."
"Lo ngomong apa sih? lo gak akan kemana-mana. Sekarang mana makanannya?" sangkal Bara membantah perkataan Celina. Celina tersenyum puas melihat Bara duduk berhadapan dengannya. Celina membuka kota makanan dan berniat menyuapi Bara."Gue bisa sendiri," ucap Bara memegang tangan Celina yang ingin menyuapinya makanan."Please, Bar!"Sebenarnya Bara takut Nadia akan melihat adegan mereka saat ini, walaupun Nadia tidak mungkin ada di sini, karena ia berada di rumah. Namun Bara akan tetap menjaga hati gadisnya, ia takut Nadia akan salah paham dan meninggalkannya."Celina! gue gak mau lihat Nadia sakit hati karena ada lo di sini.""Nadia gak akan sakit hati kok Bar, kita kan sahabatan. Jadi, Nadia pasti ngerti kok dengan posisi kita saat ini dan permintaan terakhir aku.""Ya udah," Bara memakan satu sendok suapan Celina. Celina merasa senang melihat Bara selalu ada untuknya, walaupun hati Bara hanya untuk Nadia, namun ia akan mencoba meluluhkannya."Bar!!" panggil Celina serius."Iya, ada apa Cel?""Kamu cinta banget ya sama Nadia?""Cinta banget dari dulu sampai sekarang.""Enak ya, jadi Nadia dicintai oleh pria tampan, sukses, baik seperti lo Bar," suara Celina sedikit pilu."Alhamdulillah, gue juga sangat beruntung dicintai oleh gadis cantik, baik dan segalanya pokoknya. Dan gadis itu adalah Nadia, calon istri gue.""Oh," balas Celina singkat namun jawaban Bara seakan mencabik-cabik hatinya."Lo beruntung juga kok Cel, punya mama yang perhatian ke lo. Punya sahabat yang peduli ke lo, dan kalau masalah pasangan, insyaallah lo akan segera menemukannya dan pastinya itu cerminan dari diri lo.""Tapi Bar, aku...""Hidup itu harus dinikmati dan disyukuri Celina. Gue gak mau lo terus-terusan menyalahkan takdir dengan apa yang lo rasakan sekarang."
Celina terdiam lama.
"Lo harus berjuang dengan penyakit lo yang sekarang, jangan mau kalah dan berputus asa, karena itu kesalahan besar. Hidup itu gak datang dua kali, jadi sekarang lo harus semangat ya Celina Anastasia!!"
"Makasih Bar!!"'Andai kamu tau perasaan aku, Bar. Aku cinta banget sama kamu. Aku mau kamu selalu ada di samping aku, menjadi pendamping hidupku' batin Celina penuh harap."Gila!! Gue tadi lihat malaikat ganteng banget," teriak salah satu dari gadis yang Nadia kenal. Siapa lagi kalau bukan sahabat nya sendiri. Dia Lala, gadis cempreng dan tidak bisa diam. Lala adalah salah satu sahabat Nadia. Nadia hanya diam mendengar suara kegaduhan di dalam kelasnya. Sudah biasa, jadi Nadia sudah kebal dengan semua itu. Harus ekstra menjaga gendang telinga kalau sudah masuk di kelas ini. Kelas yang sudah di desain oleh rektor dengan sangat spesial, bagaimana tidak kelasnya ini tempat berkumpul nya mahasiswa pintar tapi pintar dengan kritikan yang pedas. Bukan hanya itu juga kelas ini juga terkenal dengan para mahasiswanya yang biang gosip namun lumayan cantik untuk di hujat. Mimpi apa Nadia di tempat kan di kelas ini. Nadia mengges
Nadia langsung masuk ke dalam mobil Lala. Nadia tidak akan menangis, semua percuma saja kan? Sudah terjadi. Nadia hanya mengikuti alurnya.Nadia menyalakan lagu dengan seenak jidat nya. Membuat kedua sahabatnya memekik dengan apa yang dilakukan Nadia. Yang benar saja, Nadia menyalakan lagu dengan suara yang dapat membuat telinga mereka ikut bergoyang."Gila lo Nad, lo mau bunuh kita juga?? Kalau lo mau mati jangan ajak-ajak gue," Pekik Lala mengecilkan volume suara itu.Sakitnya tuh di sini di dalam hatiku, sakitnya tuh disini melihat kau selingkuh.Nadia bernyanyi sesuka hatinya. Kedua sahabatnya hanya menggeleng frustasi melihat tingkah laku Nadia yang seperti ini."Kalau gue jadi lo. Gue udah jam
Hari Ini Nadia kembali masuk kuliah dengan ceria. Untuk masalahnya dengan Bara, Nadia belum memaafkan pria itu. Biarlah Bara berusaha membuatnya luluh. Nadia sudah lelah.Tiga gadis cantik tengah berbincang dan bergosip ria dengan kedua sahabatnya. Sebenarnya hanya mereka berdua yang berbicara, karena salah satu dari mereka tipe cewek pendiam."Nadia! kamu ikut ke ruangan saya!" perintah Ryan dengan halus namun sedikit tegas.Pak Ryan mirip dengan oppa-oppa Korea itu memanggil Nadia kembali. Nadia berhenti bergosip ria, padahal lagi asik."Boleh ajak teman nggak, Pak?" tawarnya , melirik Lala yang sangat ingin ikut bersama ke ruangan dosen tampan itu. Lala sangat mengidolakan dosen itu.Lala tersenyum, berharap do
Nadia memperhatikan mobil hitam di depan pekarangan rumahnya, pasti ini milik Bara tunangannya, siapa lagi. Pria keras kepala itu masih saja membuat ulah, padahal Nadia sudah memperingati Bara agar tidak ke rumahnya selama seminggu.Dengan langkah kesal Nadia masuk ke dalam rumahnya. Ia sangat malas bertemu dengan Bara. Kenapa juga pria itu ke rumahnya."Sayang."Nadia baru saja ingin melewati Bara menuju kamarnya dan pura-pura tidak melihatnya. Namun dirinya ketahuan juga."Apaan sih? Aku capek. Pulang sana!" usir Nadia mengangkat tangan nya seperti mengusir itik ke arah Bara.Bara tidak menyerah, ia langsung memanggil calon mertuanya. Karena hanya calon mertuanya yang bisa membujuk Nadia.
"Syukur deh papa pergi kerja. Mama pergi ke pasar. Gue bisa bebas, mengendarai mobil sendiri," ucap Nadia pelan sambil cengengesan. Sebelum menggunakan mobilnya, Nadia terlebih dahulu membersihkan nya. Itu adalah mobil pemberian kedua orang tuanya ketika Nadia ulang tahun kemarin. Nadia ingin mengendarai mobilnya setiap hari. Tapi, karena ulah tunangannya, mobilnya itu hanya menjadi bahan pajangan di garasi rumahnya. "Yuhuuuu... Kita berangkat!!" Nadia masuk ke dalam mobil kesayangannya. Ingat ya, ini sejarah Nadia mengendarai mobil ke kampus pasti keren. Kalau tentang Bara. Ia bodo amat. Pria itu hanya mementingkan Celina dari pada dirinya. Nadia menancap gas dengan kecepatan Penuh. Gadis itu bersorak ria sembari menyetel lagu. Hampir semua Mobil yang ada di jalan ray
"Kamu jangan banyak tingkah Nadia. Aku tahu kamu bohongin aku, kan?" tanya Bara menatap tajam gadisnya. Kalau seperti ini, Nadia jadi takut melihat Bara. Bara mirip seperti Monster kalau sudah marah. Nadia masih enggan berbicara dan tidak ingin melihat Bara."Mama sama papa aku di mana?" tanya Nadia mencari keberada mama dan papanya dengan ekor matanya."Mereka semua sudah pulang. Sekarang aku yang jagain kamu. Sampai kamu sembuh," ujar Bara duduk di dekat Nadia.'Males banget di jagain sama Bara. Bisa-bisa gue gak bebas. Huft! Kenapa mama sama papa pulang sih?' batin Nadia menggerutu kesal."Kamu lagi mikirin, apa?" tanya Bara curiga. Pasti gadisnya tengah memikirkan keberadaan orang tuanya. Bara sudah mengatur sem
Karena tubuh Nadia lumayan kebal dengan penyakit. Maka hari ini Nadia diizinkan pulang oleh dokter, dengan catatan! Nadia harus tetap mengontrol keadaan nya sesekali ke rumah sakit.Nadia mengangguk setuju. Nadia juga sudah bosan tingkat akhir berdiam diri di ruangan yang penuh dengan bau obat, apalagi dengan Bara yang yang tidak pernah jauh dari nya. Nadia ingin bebas tanpa ada kekangan dari siapa pun.Bara yang hafal dengan raut wajah Nadia. Sudah menduga gadisnya tidak mengharapkan kehadirannya. Bara tidak akan melepaskan Nadia sampai kapanpun."Ayo Sayang. Aku gendong, ya?" tanya Bara lembut. Nadia dengan cepat menggeleng. Kalau Bara menggendong nya, semua orang di rumah sakit ini, menganggap mereka seperti pengantin baru yang sedang dimabuk asmara. Nadia tid
"Pagi, Sayang!!" sapa seseorang membangunkan Nadia yang masih manja memeluk bantal guling nya. Merasa terusik, Nadia menutup telinganya menggunakan bantal."Inikan masih pagi, Ma. Tadi, Nadia udah shalat Subuh, kok," balasnya masih enggan membuka mata. Bara yang mendengar hal itu merasa bangga dengan Nadia. Walaupun sifat Nadia sedikit bar-bar, Nadia tidak pernah lupa akan kewajibannya dalam beragama. Gadisnya memang hebat.Bara mendekat ke arah telinga Nadia. "Kalau gak bangun. Aku nikahin kamu sekarang!!" bisik nya tersenyum licik.Mata Nadia terbelalak. Jadi, tadi bukan mamanya, melain Bara. Baiklah, Nadia harus mencari cermin sekarang.'Ya, ampun wajah gue, muka gue, gak berantakan kan? astaga pasti Bara ilfil deh sama gue. Tapi, biarlah bagus juga, b
Dua bulan telah berlalu. Kedua sahabat Nadia sudah resmi menikah dan sekarang fokus dengan rumah tangga mereka masing-masing.Nadia menghela nafas pelan ketika dirinya akhirnya bisa berjalan kembali, setelah terapi setiap minggu dan memiliki keinginan yang kuat untuk berjalan. Namun jangan lupakan dibalik kesembuhan Nadia, terdapat seorang pria yang setia dan penyabar di sampingnya.Nadia masih tidak menyangka, ternyata Bara adalah jodohnya dan pernikahan mereka sudah berumur tiga bulan. Bara adalah segalanya untuk Nadia. Tuhan menghadirkan Bara sebagai penerang di kehidupan Nadia yang sunyi dan sepi.“Semoga Bara menyukai hadiahku.”Nadia segera bersiap setelah menyiapkan kejutan untuk Bara. Hari
Senyuman Lala luntur ketika melihat calon suaminya mengobrol dengan dokter muda yang terlihat sangat cantik dan dewasa.Lala mengeratkan pegangan tangannya di rantang yang ia bawa untuk dokter Ryan.Lala berdiri di ujung pintu. Sepertinya mereka tidak menyadari dirinya berada di sana. Karena terlalu asyik mengobrol. Lala mundur perlahan dan segera berbalik arah kembali menuruni anak tangga.Ryan menatap dokter Neza dengan pandangan sulit diartikan. Dokter Neza adalah dokter baru di rumah sakit ini dan sepertinya menyukainya. Karena sedari tadi mencoba mencairkan suasana untuk menggodanya.“Dokter Ryan juga berprofesi menjadi seorang dosen? Wah hebat ya. Dokter sanga
“Sebenarnya, aku ada niatan untuk menjenguk nenek di rumah sakit jiwa,” ujar Nadia pelan, membuat semua orang yang ada di meja makan berhenti sejenak dari aktivitasnya.“Tidak!” tegas Bara, membuat Nadia bukannya takut malah pantang menyerah.“Kenapa, Sayang? Sampai mau jenguk nenek kamu yang jahat dan tidak manusiawi itu?” tanya Rani menatap Nadia, membuat Nadia menghela nafas pelan.“Nadia, ingin berdamai dengan semuanya. Tenang, hanya nenek ajha, kok. Ngak sama dia-dia itu,” ujar Nadia lagi.“Dia siapa?” tanya Bara.“Mantan sahabat kamulah. Siapa lagi, yang kamu belain mati-matian sampai membuang cincin ak ....”
Bara meneliti wajah Nadia yang tengah tertidur. Cantik dan manis. Bibir mungil semanis madu itu selalu berhasil membuatnya tidak berhenti mengecupnya seperti sekarang ini.Mereka masih berada di kantor. Sebentar lagi jam pulang kerja tiba. Namun melihat istrinya masih memejamkan matanya. Bara jadi tidak tega membangunkan Nadia.Bara menghela nafas dan merogoh ponselnya. Ia menyalakan kamera dan mengambil gambar Nadia sebanyak-banyaknya."Sayang banget sama kamu." Bara mendusel hidungnya di leher Nadia, membuat Nadia terusik."Eugh …." Akhirnya Nadia terbangun dan bergumam kesal kepadanya. Karena menganggu tidur nyenyak wanita itu."Sayang, dah
Nadia meringis kala merasakan sakit yang menderai . Nadia menatap Bara yang pagi ini sudah rapi untuk berangkat bekerja.“Sayang, ayo mandi. Kita ke kantor.”Nadia terperangah mendengarnya, “Kamu sendirian pergi. Aku di rumah ajha.”“Nggak bisa, Sayang. Kamu harus ada di samping aku setiap waktu.”Tanpa izin, Bara menggendong Nadia dan masuk ke dalam kamar mandi. Dengan telaten, Bara membasuh dan membersihkan tubuh Nadia dengan sangat lembut dan hati-hati.Setelah menghabiskan waktu 5 menit. Bara menggendong Nadia dan mendudukkannya di pinggir ranjang.Bara beralih mencari dress untuk sang istri. Warna marun dan juga mantel tebal untuk sang istr
Seminggu telah berlalu. Sepasang pengantin baru tersebut, sekarang akhirnya pulang ke rumah orang tua Bara. Nadia mengambil nafas panjang ketika Bara dengan seenaknya, tidak ingin menurunkannya ke kursi roda. Bara mengendongnya sampai ke dalam rumah. Nadia hanya bisa pasrah dan mengeratkan pelukannya ke leher suaminya.Barang-barang, semuanya telah dibawa oleh sopir dan para pembantu ke dalam kamar mereka.“Wah, pengantin baru sudah pulang ternyata,” ujar Rani terlihat antusias. Nadia duduk bersama Bara di depan meja makan, bersama dengan kedua orang tua Bara.“Bagaimana bulan madunya, Sayang?” tanya Rani kepada Nadia.Nadia tersenyum kikuk dan menunduk, “Lancar, Ma.”Mereka berdua mengucap
“Bisa gak sih, kamu gak buat masalah sekali saja.” Nadia menyilang tangan di dadanya bersandar di punggung ranjang kamar hotel.Bara menghela nafas pelan, “Ini juga demi kamu, Sayang. Aku gak suka semua orang menghina kamu, Nadia. Tolong ngertiin aku!” Bara sedikit meninggikan suaranya, membuat Nadia menggelengkan kepalanya tidak percaya.“Kamu marah sama aku? Kamu bentak aku?” tandas Nadia.“Sayang, bukan seperti itu.”“Iya, kamu udah gak sayang sama aku. Kamu mengulangi kesalahan yang dulu. Kamu ... hiks.”Nadia merasakan sesak di dadanya. Wanita itu kembali terbayang kejadian yang dulu. Katakan dirinya berlebihan, namun trauma itu kembali muncul.
Hari ini pasangan pengantin baru tersebut memilih menghabiskan waktu di taman. Banyak anak-anak bermain di ujung sana dengan gembira, membuat Bara dan juga Nadia ikut tersenyum melihatnya.“Kamu mau makan apa, Sayang?” Bara mengelus bahu Nadia yang berada di dekapannya.Nadia yang merada di dekapan suaminya mendongak, sejenak memikirkan sesuatu yang akan ia beli. Nadia melonggarkan pelukannya dan mulai mengitari ke segala penjuru taman, dengan bola mata cantiknya, banyak berbagai macam makanan ringan penggugah selera.“Cilok, harga 5 ribuan.” Nadia menunjuk dagang cilok dengan dagunya, yang terlihat memakai sepeda motor tengah dikerumuni banyak orang.“5 ribuan?” Bara mengangkat sebelah alisnya.
“Katanya ... mau istirahat. Ini langsung unboxing kamar hotel.” Nadia mendengus sembari berbaring di atas bantal yang sangat empuk. Warna putih mendominasi, mencirikan mereka tengah berada di hotel bintang lima.Padahal tadi, sebelumnya. Bara sudah berkata bahwa mereka akan istirahat setelah acara pernikahan usai. Tapi apa? Hanya omong kosong saja.Bara membuka jasnya. Pria itu melangkah ke arah kamar mandi dan menutupnya dengan rapat. Ada apa dengannya? Nadia memutus pandangannya dan mulai memejamkan matanya.Beberapa menit telah berlalu. Bara keluar dengan memakai kaos oblong. Pria itu mengusap kepalanya yang perlahan mulai kering karena usapan handuk yang bersih.Bara menghela nafas ketika melihat Nadia memejamkan matanya karena kelelahan. Tapi, bagaimana