Yuhuu, Corn Leaf kembali hadir!!
Cerita kali ini tentang usaha si gempal kribo menggemaskan, Willy, dalam mendapatkan hati si Jessy!
Yuk, dukung Willy dengan ngasih review sebanyak-banyaknya, ya!
Happy reading!
🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹
Willy bersandar di tembok kamar kosan Alf, dengan tatapan menerawang, pada plafon di atas. Sesekali pria gempal itu terlihat menarik dan mengembuskan napas panjang. Entah apa yang sedang memenuhi pikirannya saat ini.
Alf yang baru selesai mandi, menatap heran wajah sahabatnya itu. "Ngelamunin apa, sih?" tanya Alf sambil meraih handphone di atas nakas, dan mengecek notifikasi yang masuk. Gak ada pesan dari, Inn. Sabar, Alf. Ea...
Willy hanya melirik sekilas punggung sahabatnya, dan lagi-lagi mengembuskan napas panjang. Mungkin, lelah untuk menjawab. Atau itukah jawabannya? Berharap si Alf mengerti arti desahan nap
Yuhuuuu, aku hadir lagi nih di sini!!! Jangan bosen-bosen, ya untuk ngasih review di novel ini, biar aku selalu semangat! Ea ea! Happy reading, guys! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 "Jadi, ntar jam berapa nih?" Diego menyenggol Willy, saat sedang berkemas untuk pulang. Jam kantor sudah selesai. Ibu Nover juga sudah pulang lebih dulu karena ada urusan keluarga. "Kok nanya gue? Nanya Jessy, dong!" jawab Willy ketus. "Lah? Kan Jessy gebetan lo! Jadi, lo perpanjangan tangan ke dia, gitu maksud gue!" balas Diego sambil mengedipkan sebelah mata dan nyengir kuda. Wajah Willy bersinar bahagia dan bangga pastinya. "Iya juga, ya!" Dengan sigap, Willy langsung meluncur ke lobi kantor, hanya demi menemui Jessy. Ya elah, Wil! Kan tinggal wasap aja juga bisa! "Jess..." panggil Willy lembut selembut istri-istri kalau baru terima duit. Ahay! Jessy mendongakkan kepala, alis
Hola, guys! Ketemu lagi, nih sama bab baru. Jangan lupa reviewnya, ya! Selalu ditunggu... Huhu... Happy reading! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Tiga kuda besi melaju perlahan memasuki salah satu kompleks perumahan elit. Hingga tiba di depan sebuah rumah tipe 120 dengan nomor 24, motor Diego berhenti, diikuti motor teman-temannya. Tampak sebuah rumah berwarna minimalis bertingkat dua, menyambut mereka. Di bagian halaman, terdapat taman mini, dengan hamparan rumput terpangkas rapi. Di beberapa titik, juga terlihat lampu tenaga matahari, menerangi taman itu. Tidak dipungkiri kalau rumah Jessy bisa dibilang rumah orang kaya. Selain karena rumah tipe 120 digolongkan rumah mahal oleh para karyawan bergaji UMP ini, berada di kompleks perumahan elit saja sudah menandakan bahwa si Jessy dari keluarga berkecukupan. Willy menganga menatap rumah si Jessy. Lebih tepatnya rumah orang tua si Jessy. Seket
Halo, semuanya! Apa kabar? Dalam beberapa episode ke depan, bakal masuk ke cerita masa remaja si Alf. Bagaimana kisah pertemuan Alf dan Inn. Jangan jemu-jemu bacanya, ya! Jangan lupa reviewnya juga. Happy reading! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Seorang remaja laki-laki bertubuh tinggi, sedikit berisi, dengan kacamata tebal berlari memasuki gerbang sekolah SMA Negeri 1 Kupang. Seragamnya sudah tersisip rapi di dalam celana abu-abunya, yang diperketat ikat pinggang hitam Tut Wuri Handayani. Sebuah backpack hitam tersampir di kedua bahu. Napasnya ngos-ngosan, saat tiba di depan pintu kelas dengan papan menggantung di bagian atas pintu, tertera 'Kelas 10 C'. Senyumnya merekah melihat kegiatan belajar-mengajar belum dimulai. Dia mengusap peluh yang membasahi wajahnya, memburamkan sebagian kacamata. Remaja laki-laki itu melangkah santai masuk ke dalam ruangan, dan mengamati tempat yang sekirany
Balik lagi nih, gaes ! Gimana flashback part 1? Masih garing-garing keripik kentang? Atau udah buat senyam-senyum sendiri? Atau ngakak dalam hati? Jangan lupa review berharganya ya, gaess... Happy reading! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Tepat pukul satu siang, beberapa murid yang kebagian piket siang sedang membersihkan kelas. Tampak ruangan kelas, dimana bangku-bangku sudah disusun rapi di atas meja masing-masing, agar memudahkan petugas piket untuk membersihkan kelas. Salah satu petugas piket diantaranya adalah Alf. Remaja itu sibuk menghapus tulisan di papan yang sampai ke pinggiran atas papan tulis. Maklum, si Alf paling tinggi dari semua petugas piket kebersihan siang itu. "Dasar Pak Sarip! Mentang-mentang tingginya sebelas dua belas sama tiang bendera, nulisnya sampe atas gini! Dikira semua orang tingginya macam dia, apa!" keluh Alf sambil sesekali menutup hidungnya,
Yuk, yuk, yuk! Mari baca dan review, gaes... Happy reading! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Alf berhenti sejenak. Kembali meraih botol mineral, dan meneguk air, membasahi kerongkongannya yang sudah kering karena bercerita, minta dibasahi. "Jadi? Dulu lo sama Inn musuhan?" tanya Ellen yang sedang menikmati keripik ubinya. "Yah, gitulah... Awal-awal gue emang sering bertengkar sama Inn," jawab Alf. "Trus, gimana lo bisa sahabatan sama dia?" Jessy penasaran. "Biasanya gitu, tuh! Seperti kata orang benci jadi cinta!" ujar Merlin. "Ceritanya masih panjang banget. Lo semua yakin pengen dengerin?" Alf menatap setiap mata bergantian. "Siaplah! Sampe pagi juga kita siap!" Diego menimpali. "Tapi, besok gue sama Willy kan harus ngebersihin kantor. Kalo begadang, ntar gak bisa kerja tau!" balas Alf. “Lo semua enak, pulang langsung tidur sampe siang!” "Kita bantui
Yippieee, balik lagi ke flashback Alf! Pada chapter ini, akan diceritakan gimana awal mula pertemanan Alf sama Inn. Yookkk, disimak! Jangan lupa review, ya?! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Ibu Diana melangkah cepat, memasuki ruangan kelas 10C. Para murid yang baru selesai istirahat siang, dan masih nongkrong cantik di luar ruangan, berhamburan masuk ke kelas begitu melihat sosok Ibu Diana. "BERDIRI!" seru Inn dengan sikap tegak. "BERI SALAM!" "SELAMAT SIANG, BU GURU!" sapa semua murid serentak. "Kalian tuh kalo udah selesai istirahat, langsung masuk ke kelas! Bukan masih nongkrong gak jelas di luar! Apalagi udah ngelihat saya mau masuk kelas, bukannya kalian buru-buru masuk, masih saja petantang-petenteng gak jelas di luar! Padahal jam istirahat juga udah selesai, kan!" sembur Ibu Diana dengan suara nyaring memenuhi kelas. Matanya melotot tajam. Semua murid hanya menunduk, kecuali
Halo, ketemu lagi! Part ini masih tentang flashback Alf. Plis, jangan bosan-bosan dulu, ya?! Happy reading! 🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹🧹 Alf melirik sekilas teman sekelompoknya, yang sedang sibuk menuliskan ide cerita untuk judul yang diberikan. "Punya gue," celetuk Ogen sambil menyerahkan secarik kertas ke Inn. Yang lainnya pun menyusul, diikuti Alf yang paling terakhir. "Oke! Sebelumnya, gue bakal baca ide yang udah diserahin ke gue. Lalu, Nebe tolong catet, ya. Abis kita vote, deh?!" ujar Inn. Nebe menganggukan kepala dengan penuh semangat. Jarinya pun sudah bersiap untuk mencatat. "Dari Ogen... Tentang dua orang siswa yang bermusuhan karena mengejar ranking satu, lalu bersahabat, "lanjut Inn membacakan ide-ide cerita dari teman-temannya. Alf hanya tertawa dalam hati mendengar apa yang diucapkan Inn. Bagi Alf, semua ide yang diberikan basi! Heh?! "Oke,
Pukul 17.00 dan Alf sudah tiba di depan rumah Inn yang lumayan besar. Ini adalah waktu yang dijanjikan untuk kerja kelompok. Alf masih celingak-celinguk di depan pintu rumah Inn, belum berani untuk menyapa atau memanggil nama Inn. Dia masih terheran-heran, mengernyitkan kening karena rumah itu tampak sepi. "Kayak gak ada tanda-tanda yang lain udah dateng... Apa gue doang yang ada? Atau gue salah waktu? Perasaan enggak, deh!" gumam Alf sambil berpikir. Tiba-tiba, dari dalam rumah terdengar suara seorang anak perempuan yang sedang bernyanyi, menuju ke teras tempat Alf berdiri. Alf mendapati sosok seorang anak perempuan cantik, sekitar 6 tahunan, dengan pipi tembem, dan mata bulat. Rambutnya yang panjang dikepang dua. Anak perempuan itu menghentikan larinya saat ia melihat Alf yang berdiri termangu. "Kakak siapa, ya?" tanya anak perempuan itu tanpa rasa takut sedikitpun melihat orang asing. Alf cengengesan. "Halo, anak cantik... Kakak temennya kak
Terima kasih untuk semua yang sudah menyempatkan diri membaca novel ini. Saya tahu, bahwa novel ini masih jauh dari kesempurnaan, entah dalam penulisan maupun alurnya. Karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, dari para pembaca. Buat semua yang sudah membaca novel ini, baik yang hanya dibaca, yang sampai masukkin ke rak buku, bahkan yang mengeluarkan duitnya buat buka bab berbayar, ataupun pakai koin gratisan... KALIAN LUAR BIASA! I LOVE YOU, ALL! Tanpa dukungan kalian, novel ini tak berarti apa-apa.Akhir kata, tetap semangat membaca! Tetap semangat menulis! Semoga, kita bisa ketemu lagi di cerita-cerita berikutnya! PS : Yang mau kenalan, yuk kunjungi i*******m @kuandwicka. Ada banyak komik strip atau animasi juga. Thank you! ^^
Memang benar bahwa cinta datang tiba-tiba. Memang benar, bahwa cinta terkadang menunjukkan kepada kita, orang yang tidak pernah kita duga. Memang benar, bahwa cinta penuh misteri. Hanya Sang Pemilik cinta sejati, yang paling tahu apa yang terbaik buat makhluk ciptaan-Nya. Saat kita mendambakan seseorang, yang tidak pernah menginginkan kita. Ada satu hati yang berharap kehadirannya diketahui oleh hati kita. Dan, itulah yang terjadi pada seorang pria gempal, sahabat sejatinya Jacob Alfred, Willy. Willy sedang merapikan peralatan gelas, karena hari ini adalah jadwal piketnya. Alf sudah pamit lebih dahulu, karena katanya mau keluar bareng Inn. Akhir-akhir ini, semenjak punya gandengan, Alf memang jarang pulang bareng Willy. Alhasil, Willy diantar oleh Ellen. Sebenarnya, Willy sudah menolak penawaran Ellen, karena Willy ingin menjadi lelaki mandiri, dengan pulang pakai grab. Tapi, entah kenapa, Ellen terus memaksa, seperti hari ini. Ellen terlihat menunggu dengan sabar, di lorong laborat
Alf menemui Karlinda untuk terakhir kalinya, karena wanita itu memberi kabar bahwa dirinya akan dipindahkan ke daerah lain. Alf pun meminta izin pada Inn, agar bisa menemui Shafa, karena tujuan Alf salah satunya ingin bertemu Shafa. "Boleh... Gak usah minta izin ke aku, kali..." ujar Inn. "Yah... Takutnya, gak ngomong trus kamu tahu sendiri, malah mikir yang gak-gak," jawab Alf. "Aku percaya, kok sama kamu... Nunggu dari SMA aja bisa, masa aku harus curiga sama yang beginian," sahut Inn membuat hidung Alf kembang kempis, saking bangganya pada diri sendiri. Karena sudah mendapat kepercayaan dari sang pujaan hati, Alf pun bergegas ke tempat pertemuannya dengan Inn, tempat mereka bertemu pertama kali di luar urusan kantor, KeEfCe. Shafa terlihat sedang bermain di area permainan dengan wajah bahagia, khas anak-anak. Alf segera menuju ke meja Karlinda. Wanita itu tampak sedang memotret wajah bahagia putri tunggalnya. "Sore mbak!" sapa Alf sambil duduk di hadapan Karlinda. "Hai, Alf!"
Reuni sekolah yang diadakan bersama pentas seni, rupanya tak mau dilewatkan oleh Moiz dan Ui yang berada di kota lain. Mereka meminta cuti 'semester' kedua lebih awal dari biasanya. Namun, tidak bagi Yen yang bekerja pada instansi pemerintahan. Dia hanya bisa gigit jari kali ini karena tak ada kunjungan apapun ke kota Kupang. Ui : Sorry, Yen... Kali ini lo jaga kota Atambua aja, ya. Hahahah... Yen : Ish! Kenapa juga diadainnya hari kamis, gak hari sabtu aja, kek! Alf : Kan sekalian HUT sekolah, Neng! Yen : BETE! Pokoknya jangan ngirimin foto di grup ini! Bakal gue bakar grupnya! Inn : Cup cup cup... Sabar, say... Sabtu turun Kupang, ya... Biar kita jelong-jelong bareng lagi... Mumpung dua sejoli ini ada di sini. Moiz : Ehm... Sorry, tapi Sabtu ini gue udah ada janji... Yen : Janji sama siapa? Moiz : Mau tau aja, atau mau tau banget? Ui : Dia mau ketemu GEBETANNYA! Alf, Yen, Inn : WHAT?! WHO?! Ui : Itu mah gue gak tau. Dia gak ngasitau gue! Moiz : Maaf... Moiz telah meningga
Alf dan Inn sedang jalan-jalan di malam minggu-yang akhirnya dihabiskan Alf dengan PACAR. Keduanya tampak bercanda-tawa di alun-alun kota, sambil menatap berbagai aktivitas di tempat itu. Ada band jalanan, tari-tarian dari para pekerja seni, maupun beragam permainan untuk anak-anak. Meskipun hanya menghabiskan malam minggu 'receh', namun kedua sejoli itu tampak bahagia. Hingga dering ponsel Alf tiba-tiba, terasa mengganggu pendengaran Alf. "Ck! Siapa, sih? Gangguin malam minggu gue aja!" Alf berdecak malas sambil merogoh ponsel dalam saku celananya. Mata Alf membelalak sempurna, saat mendapati nama my mom di layar ponselnya. "Aduh! Emak nelpon? Ada apa, ya?" gumam Alf sambil menggeser tombol hijau di layar. Inn hanya menatapnya dalam diam. "Ya, halo mak!" sapa Alf. "ALF! HALO, ALF!" Suara emak terdengar menggelegar bak membelah telinga Alf. "Aduh, mak... Alf bisa budek kalau emak teriak begitu..." ujar Alf. "Ngomong pelan aja napa, sih?" "Halo, Alf?!" Emak masih terus memanggil n
Honda Grand Astrea melaju dengan pasti memasuki kompleks perumahan Dreamland, dan berhenti di depan sebuah rumah berwarna peach. Alf segera turun dari motor, sambil merapikan rambut dan kemejanya. Merasa bahwa penampilannya masih tampan melebihi Cha Eun Woo, Alf segera melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumah wanita yang sudah menjadi kekasihnya sejak dua bulan lalu. Inn. Alf menarik napas panjang, sebelum memberanikan diri mengetuk pintu rumah itu. Namun, belum sempat Alf melancarkan aksinya, sebuah suara dengan nada melengking, mengejutkannya. "Loooohhhh? Kak Alf!" Princess yang semakin montok, karena katanya Nugo suka sama wanita berisi-sudah berdiri di belakang Alf. "Mau ngejemput kak Inn, ya?" Alf hanya membalasnya dengan nyengir kuda. Meskipun hubungannya dan Princess semakin membaik, karena Inn sudah menceritakan pada Princess bahwa Alf adalah teman masa SMA-nya, yang dulu disukai Princess. Di samping itu, Princess yang sedang berbunga-bunga asmara, karena mendapat paca
Inn berdiri menatap Alf yang masih duduk di bangku, dengan wajah memohon. Memohon agar Inn tidak meninggalkannya. Wanita itu pun kembali duduk di samping Alf, sambil melepaskan tangannya dari genggaman Alf. "Jadi?" tanya Inn dengan pandangan lurus ke depan. Tak beralih pada Alf. Tangannya terlipat di atas perut. Alf menyiapkan pita suaranya, biar tidak tiba-tiba rusak. Beberapa kali terdengar dehamannya, membuat Inn mencebik. "Sebelumnya... Aku mau nanya sesuatu ke kamu dulu," ujar Alf. "Apa?" "Waktu itu... Saat kamu lagi makan bareng Nugo dan Princess, aku ngomong sesuatu... Tapi, kamu belum ngasih jawaban ke aku," jawab Alf. Wajahnya mulai terlihat serius. "Oooohhhh, yang waktu itu?" Inn memanjangkan nada suaranya. "Bener banget! Aku juga mau minta penjelasan kamu soal itu!" Kali ini Inn sudah berbalik cepat-menatap tajam Alf, tepat di matanya. Telunjuknya mengarah ke dada pria itu. Matanya perlahan menyipit, membuat Alf malah terheran-heran. "Apa maksud kamu gak suka aku jal
Alf masih berdiri terpaku, begitu juga Inn. Hingga ibu Nover menyadarkan Inn, bahwa mereka harus segera turun dari panggung. Inn dengan kikuknya berjalan menuruni tangga, tapi pandangan Alf terus melekat padanya. Seolah tidak mau melepaskan wanita itu dan menghilang di keramaian. Willy yang masih duduk, menatap Karlinda dengan senyum simpul menghiasi wajah cantiknya. Willy sudah merasakan sakit hati akibat wanita pujaannya bersama lelaki lain. Dia mengerti jika saat ini Karlinda mungkin saja merasakan hal yang sama dengannya. Dia hanya bisa membalas wanita itu dengan senyum penuh makna. Alf masih bergeming, seolah tubuhnya tak ingin duduk. Tak mau melewatkan tatapan Inn yang begitu hangat padanya. Ya, wanita itu sedang melangkahkan kakinya menuju Alf, dengan adegan slow motion dalam pandangan Alf. Senyum terukir di bibir Inn, membuat Alf kepanasan dengan detak jantung tak beraturan. Padahal sedang berada di luar ruangan dengan angin sepoi-sepoi, tapi Alf mala
Acara pesta berlangsung dengan meriah dan penuh sukacita. Setelah beberapa sambutan, termasuk sambutan dari Ibu Nover, kini tibalah acara ramah-tamah. Semua tamu yang diperkirakan sekitar 500 orang, dipersilahkan menikmati santapan yang telah disediakan di beberapa bagian taman. Makanan Indonesia maupun luar, tersaji di atas beberapa buah meja panjang, yang dijaga oleh para pramusaji. Alf, Karlinda, Jessy dan Boy pun segera melangkahkan kaki menuju meja yang ingin mereka cicipi makanannya. Dan tidak disangka, mereka berpapasan dengan Ellen, Willy, serta Merlin yang datang sendirian. Alf bisa menangkap raut wajah tak percaya dari Willy, saat mendapati wanita pujaannya datang bersama si sekuriti yang baru sebulan bekerja di Lab. Sisilia. Tapi, berbeda dengan Willy, Merlin malah memperlihatkan tatapan 'apa gue bilang!' Tatapan Willy juga serupa tatapan Ellen, saat melihat gandengan Alf adalah temannya, Karlinda. Ellen hanya mengangkat telunjuknya sambil mengarah