Aku berdiri di depan makam Ibuku dengan karangan bunga indah di tanganku, senyumku mengembang kecil dan aku berlutut meletakkan karangan bunga yang ku bawa di atas makam Ibuku pelan.
Sony terdiam menatap makam istrinya yang terlihat indah dan terawat. Ia melepaskan nafas besar, membuatku menoleh cepat
"kenapa?"
"tidak, tidak terasa waktu berputar dengan cepat..." timpalnya pelan.
Aku pun tersenyum lalu melingkarkan tanganku ke pinggang Ayahku, memeluknya erat. Ayahku pun mengusap rambutku lembut sambil menyandarkan kepalanya di atas kepalaku.
Kami berjalan berdampingan dengan tangan tergandeng erat, tiba - tiba Sony membuka mulutnya sambil melirik kecil ke arahku
"jadi, ada apa denganmu dan pria itu?"
"Siapa?"
"Pria yang kita temui di Hotel saat wawancara kemarin?"
Aku memutar mataku berpikir keras, siapa pria yang Ayahku maksud dalam pembicaraan kali ini "pria?" Tanyaku pelan. Mataku melebar kecil, akhirnya memahami pri
Aku terdiam canggung melirik ketiga pria yang saling menatap tajam bergantian, seorang di sebelah kiriku, seorang di sebelah kananku, dan seorang lagi di depanku. Aku menghembuskan nafas besar menurunkan pandanganku, sambil terus mengaduk lilin cair di hadapanku pelan. Eugene pun menyungingkan senyum kecil dengan alis terangkat sebelah, menatap Henry sambil mengulurkan tangannya "lama tak jumpa, sobat!" Sapanya berusaha tetap terdengar akrab. Senyum Henry pun melebar mendengar sapaan itu, ia mengangkat tangannya menjabat kuat tangan Eugene "benar, lama tak jumpa!" Balasnya. Setelah jabatan kecil itu, mata Eugene berputar menatap Ni El. Ia memiringkan kepalanya kecil "kenapa Hyung (Kakak) bisa ada disini?" Tanyanya dalam Bahasa Korea. Senyum kecilku mengembang mendengar pertanyaan itu, aku berdeham kecil 'seharusnya aku yang bertanya kenapa kalian bertiga adda disini?' Kataku dalam hati. Ni El mengangkat pelan tangannya, mengetuk kecil meja di hadapan kami membuatku mengangkat pand
Aku duduk di tengah keheningan canggung yang menyelimuti, perasaan aneh yang semakin menekan hatiku membuatku berdiri cepat"aku akan ke mini market untuk membelikan kalian cemilan!" Putusku lalu melangkah cepat meninggalkan Rumah.Kakiku bergerak cepat berusaha meninggalkan Rumah sejauh mungkin, nafas besar terus terhembus dari mulutku. Langkahku semakin cepat, semakin cepat lagi sampai tiba - tiba seseorang menahan lenganku dai belakang cepat.Aku membalikkan badanku dengan mata melebar kaget, nafas legaku terhembus melihat sosok yang menahan langkahku ternyata adalah Henry. Pria itu menaikkan alisnya bingung sambil melepaskan genggamannya dari lenganku perlahan"kau baik - baik saja?""Hmm, aku baik - baik saja..." timpalku canggung.Kami pun melangkah pelan berdampingan, keheningan menyelimuti kami sampai di depan mini market. Henry mendorong pintu kaca di depan kami, mempersilahkanku masuk terlebih dahulu. Aku pun masuk dengan langkah r
Aku duduk terdiam menatap pantulan wajahku di depan cermin, nafas panjang terhembus pelan dari mulutku mempersiapkan diri menghadapi hari berat ini. Dering ponselku yang terdengar kers, membuatku menoleh cepat menatap ponsel yang tergeletak tak jauh di sampingku. Aku meraih ponselku, mengetuk pelan layarnya sebelum menempelkan ponselku ke telinga. "Hmm..." gumamku pelan. Kening Ni El berkeut kecil mendengar gumaman beratku, ia menaikkan kaca matanya pelan sambil membuka mulutnya "apa yang akan kau lakukan hari ini?" Tanyanya mencari tahu. Aku menghembuskan nafas pelan sebelum membuka mulutku "sepertinya hari ini aku tidak bisa menghabiskan waktu denganmu..." sahutku sambil mengusap leherku canggung. Ni El terdiam setelah mendengar kata - kataku barusan, aku pun melirik canggung menunggunya mengatakan sesuatu dengan dugaan buruk memenuhi pikiranku. Aku mengedipkan mataku cepat "Ni El?" Panggilku bingung. Ni El pun tersadar dari lamunann
Kerumunan wartawan langsung mengerumuniku ganas, setelah aku menunjukkan batang hidungku dari pintu kedatangan Bandara. Kepanikan dan rasa cemas langsung menyerang hatiku cepat, kilatan lampu kamera yang tidak berhenti menyerang mengaburkan pandanganku, dan pertanyaan - pertanyaan tajam yang tidak aku pahami menusuk telingaku bergantian. "Nona Sophie, apa benar ada hubungan rahasia antara anda dan Daniel Hong?" "Apa karena Hubungan itu anda bisa bekerja di De Roz?" "Apa kabar perselingkuhan dengan pewaris S itu benar?" Pertanyaan - pertanyaan terus menghujani telingaku, kau hanya bisa menundukkan kepalaku dalam berusaha menyembunyikan wajahku, berusaha menenangkan rasa panik yang menguasai hatiku. Aku terdiam di tempatku, tidak tahu harus berbuat apa untuk lari dari siatusi ini. Tiba - tiba seseorang tampak menerobos gerombolan wartawan itu, lalu merangkulku erat sambil menuntun langkahku keluar dari desakan ganas wartawan yang terus menyerangku. Seseor
Aku yang belum mengatahui apa yang terjadi, hanya duduk diam sambil menatapp sekeliling Ruang Kerja Dae Gil kagum. Interior klasik yang memanjakan mataku membuatku nyaman berada di dalam Ruang Kerja itu. Dae Gil duduk di hadapanku dengan Dua cangkir teh di tangannya, ia meletakkan keduanya di atas meja lalu mendorong satu cangkir ke arahku pelan. Aku pun menunduk kecil dengan senyum canggung, meraih cangkir itu anggun lalu menyesap pelan isinya. Dae Gil bersadar santai pada sofanya sambil memangku kakinya, membuka mulutnya memulai pembicaraan "bagaimana bekerja di De Roz? Apa sangat sulit?" Bukanya. Aku menyunggingkan senyum kecil, aku yang masih merasa canggung membuat gerakan tubuhku terasa kaku. Aku menggeleng kecil "tidak, sangat menyenangkan..." timpalku. "Sepertinya kau sudah mengetahui siapa aku?" Aku memutar mataku pelan, sebenarnya pria di hadapanku ini terus mengingatkanku pada seseorang. Namun, aku tidak yakin apa dugaanku ini benar, jadi aku hanya menyimpannya dalam ha
Tiga hari yang lalu, Jakarta.Ni El mengetuk ponselnya cepat, mendengar dering panggilan masuk yang membagunkannya dari tidurnya."Hallo..." sapanya serak.Sekertarisnya langsung membuka mulutnya, membuat pagi Ni El yang damai langsung menjadi kacau dalam hitungan detik"Daepyonim(CEO), maaf mengganggu istirahat anda, saya harus memberitahukan kabar penting terkait anda dan Nona Sophie!"Mata Ni El langsung melebar mendengar namaku di sebut dalam situasi ini. Ni El menarik tubuhnya bangkit dari tidurnya cepat, memindahkan ponselnya ke telinga kanan."Ada apa?""Berita pertemuan anda dan Nona Sophie diClubtersebar, sekarang media sedang sibuk mencari tahu lebih dalam lagi tentang identitas Nona Sophie dan hubungan kalian saat ini!"Ni El mengigit kecil bibir bawahnya cemas mendengar kabar buruk itu "kalau begitu, tolong urus tiket kepulanganku sekarang! Pastikan berita ini tidak tersebar semak
Dae Gil tersenyum kecil teringat akan masa lalunya, masa indah yang ia sesali karena sikap pengecutnya yang tidak dapat menyatakan perasaannya dengan jujur pada Seo Hwa. Ia melepaskan nafas pelan, tertunduk dalam membuka mulutnya."sesungguhnya aku tulus mencintai Seo Hwa," bukanya.Mataku melebar kecil mendengar pengakuan yang tidak terduga itu, aku mengedipkan mataku cepat tidak tahu harus mengatakan apa mendengar pengakuan itu. Dae Gil pun melepaskan tawa pelan, memulai cerita yang tidak dapat ia sampaikan pada Ni El hingga saat ini.000Seoul, 1988."Hong Dae Gil!" panggil seorang pria muda mengenakan kemeja kotak - kotak menahan langkah Dae Gil.Pria muda dengan potongan rambut rapi, kemeja hijau, dan celana jenas biru itu menoleh cepat. Senyumnya mengembang cerah menambah ketampanannya, menyambut kedatangan teman baiknya "ada apa?" Tanyanya.Pria muda dengan kaca mata kotak tebal menghampiri Dae Gil, ia menunduk kelelahan sambil
Waktu berlalu dengan senyuman, membuat Dae Gil semakin yakin bahwa semuanya kini baik - baik saja.Segalanya terasa seperti sebagaimana harusnya, seperti apa yang Dae Gil harapkan. Kebahagiaan Dae Gil semakin memuncak setelah mendengar kabar kehamilan Seo Hwa, sukacita yang tidak terbilang dengan kata - kata semkin memenuhi hati Dae Gil.Kelahiran Ni El, menjadi awal perjalanan baru mereka menuju kebahagiaan yang lebih dari sebelumnya.000Dae Gil terdiam menatap kosong keluar jendela teringat akan kebahagiaan mereka saat menggendong Ni El di hari kelahirannya. Senyumnya mengembang kecil meskipun sorot matanya sangat sayu.Aku hanya terdiam hanyut dalam keheningan, hatiku tiba - tiba ikut merasakan kesedihan yang Dae Gil simpan di dalam hatinya saat ini."Saat Ni El lahir dulu, aku sangat bahagia..." bukanya. Dae Gil memalingkan wajahnya menatapku lurus "hari itu aku berjanji akan membuatnya bahagia, aku berjanji akan memberikannya keluarga