Aku duduk terdiam menatap pantulan wajahku di depan cermin, nafas panjang terhembus pelan dari mulutku mempersiapkan diri menghadapi hari berat ini.
Dering ponselku yang terdengar kers, membuatku menoleh cepat menatap ponsel yang tergeletak tak jauh di sampingku. Aku meraih ponselku, mengetuk pelan layarnya sebelum menempelkan ponselku ke telinga.
"Hmm..." gumamku pelan.
Kening Ni El berkeut kecil mendengar gumaman beratku, ia menaikkan kaca matanya pelan sambil membuka mulutnya "apa yang akan kau lakukan hari ini?" Tanyanya mencari tahu.
Aku menghembuskan nafas pelan sebelum membuka mulutku "sepertinya hari ini aku tidak bisa menghabiskan waktu denganmu..." sahutku sambil mengusap leherku canggung.
Ni El terdiam setelah mendengar kata - kataku barusan, aku pun melirik canggung menunggunya mengatakan sesuatu dengan dugaan buruk memenuhi pikiranku. Aku mengedipkan mataku cepat "Ni El?" Panggilku bingung.
Ni El pun tersadar dari lamunann
Kerumunan wartawan langsung mengerumuniku ganas, setelah aku menunjukkan batang hidungku dari pintu kedatangan Bandara. Kepanikan dan rasa cemas langsung menyerang hatiku cepat, kilatan lampu kamera yang tidak berhenti menyerang mengaburkan pandanganku, dan pertanyaan - pertanyaan tajam yang tidak aku pahami menusuk telingaku bergantian. "Nona Sophie, apa benar ada hubungan rahasia antara anda dan Daniel Hong?" "Apa karena Hubungan itu anda bisa bekerja di De Roz?" "Apa kabar perselingkuhan dengan pewaris S itu benar?" Pertanyaan - pertanyaan terus menghujani telingaku, kau hanya bisa menundukkan kepalaku dalam berusaha menyembunyikan wajahku, berusaha menenangkan rasa panik yang menguasai hatiku. Aku terdiam di tempatku, tidak tahu harus berbuat apa untuk lari dari siatusi ini. Tiba - tiba seseorang tampak menerobos gerombolan wartawan itu, lalu merangkulku erat sambil menuntun langkahku keluar dari desakan ganas wartawan yang terus menyerangku. Seseor
Aku yang belum mengatahui apa yang terjadi, hanya duduk diam sambil menatapp sekeliling Ruang Kerja Dae Gil kagum. Interior klasik yang memanjakan mataku membuatku nyaman berada di dalam Ruang Kerja itu. Dae Gil duduk di hadapanku dengan Dua cangkir teh di tangannya, ia meletakkan keduanya di atas meja lalu mendorong satu cangkir ke arahku pelan. Aku pun menunduk kecil dengan senyum canggung, meraih cangkir itu anggun lalu menyesap pelan isinya. Dae Gil bersadar santai pada sofanya sambil memangku kakinya, membuka mulutnya memulai pembicaraan "bagaimana bekerja di De Roz? Apa sangat sulit?" Bukanya. Aku menyunggingkan senyum kecil, aku yang masih merasa canggung membuat gerakan tubuhku terasa kaku. Aku menggeleng kecil "tidak, sangat menyenangkan..." timpalku. "Sepertinya kau sudah mengetahui siapa aku?" Aku memutar mataku pelan, sebenarnya pria di hadapanku ini terus mengingatkanku pada seseorang. Namun, aku tidak yakin apa dugaanku ini benar, jadi aku hanya menyimpannya dalam ha
Tiga hari yang lalu, Jakarta.Ni El mengetuk ponselnya cepat, mendengar dering panggilan masuk yang membagunkannya dari tidurnya."Hallo..." sapanya serak.Sekertarisnya langsung membuka mulutnya, membuat pagi Ni El yang damai langsung menjadi kacau dalam hitungan detik"Daepyonim(CEO), maaf mengganggu istirahat anda, saya harus memberitahukan kabar penting terkait anda dan Nona Sophie!"Mata Ni El langsung melebar mendengar namaku di sebut dalam situasi ini. Ni El menarik tubuhnya bangkit dari tidurnya cepat, memindahkan ponselnya ke telinga kanan."Ada apa?""Berita pertemuan anda dan Nona Sophie diClubtersebar, sekarang media sedang sibuk mencari tahu lebih dalam lagi tentang identitas Nona Sophie dan hubungan kalian saat ini!"Ni El mengigit kecil bibir bawahnya cemas mendengar kabar buruk itu "kalau begitu, tolong urus tiket kepulanganku sekarang! Pastikan berita ini tidak tersebar semak
Dae Gil tersenyum kecil teringat akan masa lalunya, masa indah yang ia sesali karena sikap pengecutnya yang tidak dapat menyatakan perasaannya dengan jujur pada Seo Hwa. Ia melepaskan nafas pelan, tertunduk dalam membuka mulutnya."sesungguhnya aku tulus mencintai Seo Hwa," bukanya.Mataku melebar kecil mendengar pengakuan yang tidak terduga itu, aku mengedipkan mataku cepat tidak tahu harus mengatakan apa mendengar pengakuan itu. Dae Gil pun melepaskan tawa pelan, memulai cerita yang tidak dapat ia sampaikan pada Ni El hingga saat ini.000Seoul, 1988."Hong Dae Gil!" panggil seorang pria muda mengenakan kemeja kotak - kotak menahan langkah Dae Gil.Pria muda dengan potongan rambut rapi, kemeja hijau, dan celana jenas biru itu menoleh cepat. Senyumnya mengembang cerah menambah ketampanannya, menyambut kedatangan teman baiknya "ada apa?" Tanyanya.Pria muda dengan kaca mata kotak tebal menghampiri Dae Gil, ia menunduk kelelahan sambil
Waktu berlalu dengan senyuman, membuat Dae Gil semakin yakin bahwa semuanya kini baik - baik saja.Segalanya terasa seperti sebagaimana harusnya, seperti apa yang Dae Gil harapkan. Kebahagiaan Dae Gil semakin memuncak setelah mendengar kabar kehamilan Seo Hwa, sukacita yang tidak terbilang dengan kata - kata semkin memenuhi hati Dae Gil.Kelahiran Ni El, menjadi awal perjalanan baru mereka menuju kebahagiaan yang lebih dari sebelumnya.000Dae Gil terdiam menatap kosong keluar jendela teringat akan kebahagiaan mereka saat menggendong Ni El di hari kelahirannya. Senyumnya mengembang kecil meskipun sorot matanya sangat sayu.Aku hanya terdiam hanyut dalam keheningan, hatiku tiba - tiba ikut merasakan kesedihan yang Dae Gil simpan di dalam hatinya saat ini."Saat Ni El lahir dulu, aku sangat bahagia..." bukanya. Dae Gil memalingkan wajahnya menatapku lurus "hari itu aku berjanji akan membuatnya bahagia, aku berjanji akan memberikannya keluarga
Dae Gil menghembuskan nafas panjang dari mulutnya, kembali mengarahkan pandangannya lurus padaku. Ia memaksakan senyum kecil sebelum kembali membuka mulutnya "aku menyesalinya..." sahutnya. Dae Gil meremas erat kedua tangannya sambil menunduk dalam, nafas berat kembali terdengar dari mulut Dae Gil. Ia menggelengkan kepalanya pelan "aku tidak seharusnya membohongi Ni El saat kami bercerai," lanjutnya penuh penyesalan.Mataku melebar kecil mendengar kejujuran itu, mulutku terbuka kecil hampa, aku terdiam tidak tahu harus mengatakan apa menanggapi perkataan itu.Dae Gil pun kembali mengeluarkan suaranya "aku tidak ingin ia terluka jika semua orang tahu bahwa kami bercerai karena ia memilih pria itu," bukanya. Dae Gil melepaskan nafas pelan "jadi aku berbohong pada wartawan, aku mengatakan kami bercerai karena perebutan ahli waris," lanjutnya terdengar berat."Tapi anda tidak menyangka bahwa itu akan sangat menyakiti HongDaepyo (CEO)?" Timpalku begitu
Ni El mengusap darah segar yang mengalir dari luka di ujung bibirnya, ia melepaskan nafas besar lalu menoleh menatap Eugene lurus "maafkan aku," sahutnya canggung.Eugene hanya diam tertunduk dalam dengan tatapan kosong, mengabaikan permintaan maaf Ni El itu. Ia melepaskan nafas besar, membalikkan badannya hendak meninggalkan ruangan Ni El, namun Ni El menahan langkahnya."Sophie belum mengetahui apapun yang terjadi!"Tangan Eugene mengepal kuat mendengar kata - kata itu, ia menoleh kecil menatap Ni El sinis "lalu? Apa maumu sekarang?" Tanyanya menantang.Ni El kembali menghembuskan nafas besar dari mulutnya, ia menundukkan kepalanya sambil menggeleng kecil "aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang, tapi aku ingin meminta bantuanmu..." jawabnya meninggalkan harga dirinya.Amarah Eugene yang semakin tersulut, membuatnya melepaskan nafas kecil sambil menggeleng heran "apa aku terlihat seperti akan memberimu bantuan?" Tanyanya menghina. Euge
Mobil Ni El yang melanju cepat menuyusi jalan raya membuatku cemas akan keselamatan kami, aku menoleh kesal sambil terus menggenggam erat sabuk pengamanku."Hey, pelan - pelan saja! Kita bisa celaka kalau begini terus!" Protesku kesal.Ni El menginjak gasnya semakin dalam, mengabaikan perkataanku hanyut dalam emosinya sendiri. Aku yang semakin kesal dengan sikap itu pun kembali membuka mulutku "HEY!" Teriakku. Ni El langsung memutar roda kemudinya, menepikan mobil yang kami tumpangi, memindahkan kakinya cepat, menginjak dalam rem mobilnya.Tubuhku yang terbanting keras ke sandaran kursi membuat amarahku semakin tersulut, aku menyampirkan poniku yang berantakan, menatap Ni El sinis "HEY! APA KAU SUDAH GILA?" Amukku kesal."KAU SENDIRI APA MASIH WARAS?" Bentaknya menatapku dengan maa melotot kesal.Ni El memalingkan wajahnya sambil melepaskan nafas besar, berusaha mengendalikan emosinya. Ia kembali menoleh menatapku lurus, membuatku mencengkram sabuk