Aku mengeringkan rambutku pelan dengan handuk merah muda di tanganku, dering ponselku yang terdengar singkat membuatku menoleh cepat. Aku pun mengulurkan tanganku, membaca pesan yang masuk
"ini Henry, simpanlah nomorku!"
Aku menyunggingkan senyum kecil lalu menggerakkan jariku mengetik pesan balasan untuk Henry.
"Hmm, aku akan menyimpannya!"
"Berapa hari kau akan tinggal?"
"Seminggu."
"Apa kau punya rencana besok?"
Aku menggerakan jariku hendak membalas pesan itu, namun gerakanku terhenti melihat Satu pesan baru kembali masuk ke ponselku. Aku menutup pesan Henry cepat, membuka pesan baru yang membuat senyumku mengembang kecil
"Apa rencanamu besok?" Tanya Ni El.
Aku menaikkan alisku licik "bangun siang, karena selama ini bossku tidak membiarkanku bangun siang sehari pun!" Gurauku sedikit menghina. Senyumku melebar menunggunya mengirimkan balasan, penuh harap. Ponselku yang kembali berdering kecil, membuat semangatku semak
Aku mendaratkan kakiku di atas pasir hangat di tepi Pantai, setelah perahu yang kami naiki menepi di pinggir Pantai Pulau. Aku berbalik pelan menatap kedua pria yang mengikutiku dari belakang, melambai kecil tidak sabar menikmati liburan yang menyenangkan ini"ayo cepat!"Aku menatap Ni El semakin cepat melambaikan tanganku "cepat! Cepat!" Panggilku dengan bahasa Korea.Ni El pun mengangkat tangannya "baiklah, tunggu sembentar!" Timpalnya tenang.Ni El menoleh kecil menatap Henry "I think you don't know her that well too..." bisiknya dengan senyum penuh kesombongan.000Hari yang menyenangkan untukku pun akhirnya di mulai. Aku terus berjalan dengan langkah ringan, menatap sekeliling pemandangan alam yang indah, sambil menggerakkan tanganku mengambil gambar pemandangan indah itu.Kami berkeliling pulau yang memiliki berbagai tema di setiap areanya. Aku menghela nafas dalam, menghirup udara yang menyegarkan paru - paruku,
Ni El duduk di tengah - tengahku dan Henry, dengan tangan terlipat di depan dada canggung. Ia berdeham sambil melirik kami bergantian, tidak mengerti apa yang terjadi selama dia meninggalkan kami di pinggir Pantai tadi.Keheningan canggung pun menyelimuti perjalanan pulang kami. Kebahagiaan yang aku rasakan seharian tadi, kini tidak berarti apa - apa.Aku hanya terus berjalan di depan meninggalkan Ni El dan Henry, dengan kekesalan yang masih saja memenuhi hatiku.Tiba - tiba langkahku terhenti, aku pun berbalik cepat "sebaiknya kita pulang sendiri - sendiri saja hari ini!" Putusku cepat. Aku langsung berbalik kembali melangkahkan kakiku cepat, meninggalkan kedua pria yang sejak tadi mengikutiku.Henry yang masih berusaha untuk bicara denganku, maju hendak menahanku cepat. Namun, Ni El mengulurkan tangannya menahan bahu Henry, membuat pria itu menatapnya tajam. Ni El menaikkan sebelah alisnya"biarkan dia pergi!" Katanya tegas.Henry menepis
Eugene duduk terdiam di hadapan Eun Kyung yang menyantap makan siangnya anggun.Suasana Ruang Makan siang itu sangat hangat dan harmonis, Dua keluarga yang duduk berhadapan di Ruang Makan VIP itu terlihat sangat akur, penuh kebahagiaan.Semuanya terlihat bahagia kecuali Eugene yang duduk di ujung kanan meja kotak itu. Eun Kyung yang menyadari ketidak nyamanan Eugene, terus saja memalingkan wajahnya berpura - pura tidak tahu. Namun, semakin lama ia berpura - pura, ia juga semakin merasa tidak nyaman.Tiba - tiba Ayah Eun Kyung terlihat mengangkat gelasnya "untuk keutuhan keluarga kita!" Ungkapnya bangga.Melihat sikap itu, kedua orang tua Eugene pun mengangkat gelas mereka cepat. Semua orang di meja itu mengangkat gelas mereka dengan senyum kecil, namun Eugene yang terdiam di tempatnya membuat keheningan menyelimuti Ruang Makan itu.Eugene mengepalkan tangannya perlahan, lalu memutar matanya menatap satu - persatu semua orang di meja itu. Ia pun ber
Aku berdiri di depan makam Ibuku dengan karangan bunga indah di tanganku, senyumku mengembang kecil dan aku berlutut meletakkan karangan bunga yang ku bawa di atas makam Ibuku pelan.Sony terdiam menatap makam istrinya yang terlihat indah dan terawat. Ia melepaskan nafas besar, membuatku menoleh cepat"kenapa?""tidak, tidak terasa waktu berputar dengan cepat..." timpalnya pelan.Aku pun tersenyum lalu melingkarkan tanganku ke pinggang Ayahku, memeluknya erat. Ayahku pun mengusap rambutku lembut sambil menyandarkan kepalanya di atas kepalaku.Kami berjalan berdampingan dengan tangan tergandeng erat, tiba - tiba Sony membuka mulutnya sambil melirik kecil ke arahku"jadi, ada apa denganmu dan pria itu?""Siapa?""Pria yang kita temui di Hotel saat wawancara kemarin?"Aku memutar mataku berpikir keras, siapa pria yang Ayahku maksud dalam pembicaraan kali ini "pria?" Tanyaku pelan. Mataku melebar kecil, akhirnya memahami pri
Aku terdiam canggung melirik ketiga pria yang saling menatap tajam bergantian, seorang di sebelah kiriku, seorang di sebelah kananku, dan seorang lagi di depanku. Aku menghembuskan nafas besar menurunkan pandanganku, sambil terus mengaduk lilin cair di hadapanku pelan. Eugene pun menyungingkan senyum kecil dengan alis terangkat sebelah, menatap Henry sambil mengulurkan tangannya "lama tak jumpa, sobat!" Sapanya berusaha tetap terdengar akrab. Senyum Henry pun melebar mendengar sapaan itu, ia mengangkat tangannya menjabat kuat tangan Eugene "benar, lama tak jumpa!" Balasnya. Setelah jabatan kecil itu, mata Eugene berputar menatap Ni El. Ia memiringkan kepalanya kecil "kenapa Hyung (Kakak) bisa ada disini?" Tanyanya dalam Bahasa Korea. Senyum kecilku mengembang mendengar pertanyaan itu, aku berdeham kecil 'seharusnya aku yang bertanya kenapa kalian bertiga adda disini?' Kataku dalam hati. Ni El mengangkat pelan tangannya, mengetuk kecil meja di hadapan kami membuatku mengangkat pand
Aku duduk di tengah keheningan canggung yang menyelimuti, perasaan aneh yang semakin menekan hatiku membuatku berdiri cepat"aku akan ke mini market untuk membelikan kalian cemilan!" Putusku lalu melangkah cepat meninggalkan Rumah.Kakiku bergerak cepat berusaha meninggalkan Rumah sejauh mungkin, nafas besar terus terhembus dari mulutku. Langkahku semakin cepat, semakin cepat lagi sampai tiba - tiba seseorang menahan lenganku dai belakang cepat.Aku membalikkan badanku dengan mata melebar kaget, nafas legaku terhembus melihat sosok yang menahan langkahku ternyata adalah Henry. Pria itu menaikkan alisnya bingung sambil melepaskan genggamannya dari lenganku perlahan"kau baik - baik saja?""Hmm, aku baik - baik saja..." timpalku canggung.Kami pun melangkah pelan berdampingan, keheningan menyelimuti kami sampai di depan mini market. Henry mendorong pintu kaca di depan kami, mempersilahkanku masuk terlebih dahulu. Aku pun masuk dengan langkah r
Aku duduk terdiam menatap pantulan wajahku di depan cermin, nafas panjang terhembus pelan dari mulutku mempersiapkan diri menghadapi hari berat ini. Dering ponselku yang terdengar kers, membuatku menoleh cepat menatap ponsel yang tergeletak tak jauh di sampingku. Aku meraih ponselku, mengetuk pelan layarnya sebelum menempelkan ponselku ke telinga. "Hmm..." gumamku pelan. Kening Ni El berkeut kecil mendengar gumaman beratku, ia menaikkan kaca matanya pelan sambil membuka mulutnya "apa yang akan kau lakukan hari ini?" Tanyanya mencari tahu. Aku menghembuskan nafas pelan sebelum membuka mulutku "sepertinya hari ini aku tidak bisa menghabiskan waktu denganmu..." sahutku sambil mengusap leherku canggung. Ni El terdiam setelah mendengar kata - kataku barusan, aku pun melirik canggung menunggunya mengatakan sesuatu dengan dugaan buruk memenuhi pikiranku. Aku mengedipkan mataku cepat "Ni El?" Panggilku bingung. Ni El pun tersadar dari lamunann
Kerumunan wartawan langsung mengerumuniku ganas, setelah aku menunjukkan batang hidungku dari pintu kedatangan Bandara. Kepanikan dan rasa cemas langsung menyerang hatiku cepat, kilatan lampu kamera yang tidak berhenti menyerang mengaburkan pandanganku, dan pertanyaan - pertanyaan tajam yang tidak aku pahami menusuk telingaku bergantian. "Nona Sophie, apa benar ada hubungan rahasia antara anda dan Daniel Hong?" "Apa karena Hubungan itu anda bisa bekerja di De Roz?" "Apa kabar perselingkuhan dengan pewaris S itu benar?" Pertanyaan - pertanyaan terus menghujani telingaku, kau hanya bisa menundukkan kepalaku dalam berusaha menyembunyikan wajahku, berusaha menenangkan rasa panik yang menguasai hatiku. Aku terdiam di tempatku, tidak tahu harus berbuat apa untuk lari dari siatusi ini. Tiba - tiba seseorang tampak menerobos gerombolan wartawan itu, lalu merangkulku erat sambil menuntun langkahku keluar dari desakan ganas wartawan yang terus menyerangku. Seseor