Ruangan ini menjadi sangat hening, bahkan suara serak dari perempuan diluar pintu itu menghilang dengan sendirinya.
Kemudian aku melihat kearah Srya sambil berusaha menggerakkan bibir tanpa mengeluarkan suara dan seraya ingin berkata "Gimana?"
Dia hanya menggerakkan bahunya sebagai tanda tidak tau, setelah itu dia terlihat mengambil sebuah kertas diatas meja yang dekat dengan posisinya duduk diatas kasur saat itu dan mulai menulis sesuatu.
"Jadi dia nulis apa?" pikiranku saat membacanya dari kejauhan, terlihat dia menulis menggunakan huruf sambung.
"Apa?" bisikku karena tidak paham membaca huruf sambung.
"Pintunya, pintunya lupa aku kunci." Jelasnya agak sedikit kencang tapi tidak sampai seperti suara normal.
Sepertinya aku dan Srya hanya harus menunggunya pergi tanpa harus mengeluarkan suara apapun di dalam ruangan ini.
"Tidak terlalu sulit buat diam." Pikiranku
Sekarang masih jam 5 pagi, semalam aku tidak dapat tertidur dan matahari telah mulai terbit.Aku mencoba untuk berpikir menggunakan logika daripada hati, dulu aku selalu berharap untuk mati saja. Tapi sebelum aku mati, aku telah berjanji untuk mengatakan yang sebenarnya tanpa ada kebohongan lainnya.Berapa banyak lagi yang bisa aku ambil?Berapa lama sebelum aku akhirnya bisa istirahat dengan tenang?Bahkan ketika dunia memang sudah tidak memiliki keadilan lagi, maka aku akan mencoba untuk menciptakan keadilan itu sendiri. Mencoba untuk menolak setiap cemoohan dari orang-orang disekitar, karena mereka tidak dapat membantu ku sama sekali.Mereka membuatku merasa sangat gelisah."Bahkan aku tidak pernah merasa sangat gelisah sampai seperti ini."Sekarang aku berada di depan kaca tebal yang memiliki ketebalan berlapis-lapis, melihat kearah mereka yang sedang berada
Aku ingat ketika.Ketika aku kehilangan ingatan, ada sesuatu yang sangat menyenangkan waktu itu.Tapi yang membuatku begini, bukan karena aku tidak tau apa-apa. Aku hanya tau terlalu banyak, sangat banyak sehingga membuatku gila.Waktu itu, aku sangat ingin sekali hidup. Tanpa memiliki sebuah ingatan sedikit pun, hanya ada diriku yang entah di mana.Tapi kenapa, aku masih berusaha untuk mencari ingatan yang dulu selalu ingin aku buang.Aku telah memikirkan ini dua kali, siapa yang telah melakukannya? Apa diriku sendiri?Memangnya aku siapa? Dan apa yang sebenarnya telah terjadi?Janjiku, apa janji itu akan terus abadi? Bahkan ketika dunia dan orang-orangnya telah berubah, apa janji itu tidak dapat berubah dan menghilang?Lalu kenapa aku mencoba untuk lari dari realita ini? Dan di saat aku telah berhasil lari darinya, kenapa aku ingin kembali.
"Lalu apa kau ingat tujuan para Dokter dan Profesor berada di tempat ini?" demikian pertanyaan itu dilontarkan oleh Jimmy saat aku sedang melihat-lihat buku disebuah ruangan.Mendengar itu, kemudian aku menengok kearahnya dan menatapnya dengan rasa ingin tau."Mereka ingin memperbaiki sesuatu yang belum rusak," jawabnya."V.2?" tanyaku."Aku cuman mendengar sedikit informasi tanpa tau kelanjutannya, semua informasi itu aku dengar dari mulut ke mulut yang kebenarannya masih belum dapat dipastikan. Jadi menurut pendapat ku, V.2 itu hanya omong kosong belaka," jelas Jimmy, "mungkin jika kau penasaran, kau bisa pergi ke ruang informasi. Di sana ada Romi yang sedari tadi belum kembali, jadi jika kau tidak keberatan, pergilah kesana untuk mengecek dirinya." Lanjutnya.Ruang Informasi? Apakah diruang itu aku akan menemukan sebuah jawaban? Tentang siapa aku sebenarnya dan tentang beberapa hal seperti penyeb
"Sudahku bilang kamu belum sembuh sepenuhnya!" omel Ariel ke arahku yang sedang duduk diatas kasur, "kau juga Jimmy! Bukannya menghentikannya tapi malah menyuruhnya!" lanjutnya."Ayolah, dia baru tersadar. Jangan nasehati dia, cukup omelin Jimmy saja." Sahut seorang pemuda yang kemungkinan lebih mudah dariku.Mendengar kata-katanya itu, Ariel mendengus kesal dan langsung keluar dari ruangan ini lalu diikuti oleh Jimmy.Kemudian pria yang sebelumnya itu, tetap di sini dan kemudian mengambil kursi untuk duduk di sampingku."Aku Romi," jelasnya."Aku--""Tidak, aku sudah tau apa yang terjadi. Sepertinya kamu mengalami hilang ingatan." Potongnya.Kemudian aku melihat sekeliling dan kemudian memastikan bahwa bagian tubuhku masih utuh."Aku menemukanmu pingsan dan kemudian menggotongmu kesini,""Ah jadi begitu," Jawabku.
"Apa dia baik-baik saja?" tanya Jimmy saat melihat Ariel keluar dari ruangan.Sebelumnya, Ariel membawa Yami pergi ke dalam ruangan untuk beristirahat sejenak."Hmm ... kemungkinan dia mengalami syok yang teramat sangat berat, aku juga masih tidak tau kenapa. Sepertinya Yami harus beristirahat terlebih dahulu dan menenangkan diri." Jelas Ariel sambil tersenyum kearah kita bertiga.Setelah mendengar itu aku, Romi, dan Jimmy saling menatap satu sama lain."Ah baiklah, lebih baik kita akan menunggu diluar." Kata Jimmy.Setelah itu, Ariel kemudian kembali memasuki ruangan dan kita bertiga akhirnya berdiri di depan pintu untuk berjaga-jaga di depan."Apa kau mau beristirahat?" tanya Jimmy kearahku."Tidak, sepertinya aku sudah lebih baik." Jawabku.Kemudian Jimmy mengangguk tanda mengerti, setelah itu kita bertiga saling diam tanpa mengobrol satu sama la
Api mulai menjalar kemana-mana, sedangkan aku masih terjebak di tengah ruangan ini. Semakin sulit untuk bernafas, sekarang malah semua memori yang melintas dipikirkanku itu mulai menyakitiku.Andai saja mereka tidak membakar tempat ini hanya karena ingin membunuhku, pasti tidak akan merugikan banyak hal.----"Ugh ... apa yang terjadi?" pikirku saat terbangun sambil memegangi kepala yang sedikit terasa sakit ini.Sepertinya aku tertidur dilantai, aneh kenapa bisa?"Akhirnya bangun juga," kata Romi yang berjalan mendekatiku."Apa yang terjadi?" tanyaku bingung."Eh! Kau lupa? Atau memang gak ingat?""Rom," kataku agak jengkel."Oke-oke kalau kau memaksa, akan aku ceritakan semuanya. Sebelumnya ketika kita masih berada di lorong yang gelap itu, tiba-tiba saja ada suara teriakan yang sangat nyaring. Mengakibatkan gendang
"Kamu sebelumnya pernah berjanji, jika mimpi itu akan menjadi sebuah kenyataan," jelasnya sambil mulai menangis, "tapi orang baru, menghancurkan dunia kita dan seketika rencana kita menjadi berantakan." Lanjutnya.Aku yang berusaha menenangkannya, kemudian memeluk erat dirinya."Apa yang harus kita lakukan? Kita tidak kebal, kita terlalu banyak kehilangan," jelasnya dalam pelukanku itu."Aku akan bersamamu apapun yang terjadi, tolong berhenti menangis karena dunia kita akan baik-baik saja. Aku tidak berbohong, lihatlah diriku dan kita akan baik-baik saja," jelas Ku."Tapi....""Aku tahu cinta kita terlarang, aku juga tahu jika cinta kita tidak akan mungkin untuk terus bertahan. Tapi aku tidak bisa menahan perasaan ku dan jujur jika kau adalah satu-satunya untuk ku, walau aku sempat berpikir jika kisah cinta kita ini seperti sebuah kisah cinta antara Romeo dan Juliet. Ketika semua orang tidak menging
Ketika kesempatan kedua, merubah segalanya. Apa yang harus aku lakukan selanjutnya? Kenapa harus aku yang harus menghadapi situasi seperti ini sekarang?"Apa yang terjadi jika dunia ini adalah milikmu? Bagaimana jika kemudian kau malah kehilangan kendali atasnya." Demikian sang Panglima melontarkan pertanyaannya itu kepadaku.Walaupun terpaut jauh oleh jarak, setidaknya video call ku tidak ditolak olehnya. Apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan Panglima?"Apa maksudmu Panglima?" tanyaku tidak mengerti maksudnya."Kau tau kenapa? Kau tak perlu menjadi orang baik untuk menjadi apapun, yang kau butuhkan hanyalah orang sepertiku. Itu pointnya, Dokter. Aku selalu jujur kepada mu, bahkan ketika aku akan berbohong sekalipun," lanjutnya."Tapi, kenapa?" tanyaku dengan mata yang mulai berkaca-kaca."Dokter, mereka mengatakan kepada kita bahwa kita berbeda. Nyatanya kita itu sama, kecuali