Pagi berikutnya, sinar matahari menerobos melalui tirai jendela kamar Sienna, membangunkannya dari tidur yang tak terlalu nyenyak. Pikiran tentang Marcus dan kasus Adrian terus menghantui mimpinya. Namun, saat dia berguling ke sisi lain tempat tidur, dia menemukan Adrian yang masih tertidur lelap di sebelahnya, wajahnya terlihat damai meski dunia di sekitarnya penuh dengan kekacauan.Sienna menatap Adrian sejenak, membiarkan dirinya menikmati momen ketenangan ini. Tangannya perlahan menyentuh wajah Adrian, melukis garis rahangnya yang tegas dengan lembut. Ketika matanya perlahan terbuka, dia menatap Sienna dengan senyum lembut."Selamat pagi," bisik Adrian, menarik Sienna lebih dekat ke dalam pelukannya."Selamat pagi," balas Sienna, membenamkan wajahnya di dadanya. Ada kehangatan di sana, sesuatu yang membuatnya merasa aman meskipun dunia luar penuh dengan ancaman.Mereka berdua tetap dalam pelukan itu selama beberapa saat, menikmati keintiman yang jarang bisa mereka rasakan di tenga
Setelah beberapa saat, mereka kembali ke dalam, meninggalkan udara malam yang dingin untuk kehangatan apartemen Adrian. Mereka duduk di sofa, menikmati momen keintiman yang jarang mereka dapatkan di tengah segala kesibukan dan ancaman yang mengintai."Besok kita harus menghadapi Marcus lagi," kata Adrian, suaranya penuh ketegangan yang terselubung. "Dia terus mencari celah untuk menjatuhkan kita."Sienna menghela napas, berusaha menenangkan pikiran yang mulai berkecamuk. "Aku akan memastikan bahwa dia tidak punya celah. Aku akan menyusun strategi yang bisa mematahkan setiap serangan hukum yang dia lancarkan."Adrian menatapnya dengan penuh kekaguman. "Aku tidak tahu bagaimana aku bisa menjalani semua ini tanpamu."Sienna tersenyum tipis, merasakan kebanggaan bercampur dengan ketegangan. "Kita akan melewati ini bersama. Marcus mungkin berbahaya, tapi dia bukan tandingan kita."Malam itu, mereka berbagi rencana dan harapan, mempersiapkan diri untuk pertempuran yang akan datang. Sienna t
Pagi berikutnya, Sienna terbangun lebih awal dari biasanya. Rasa gelisah terus menghantui pikirannya sepanjang malam. Setelah mencuci muka, dia duduk di meja makan dengan tumpukan dokumen yang telah dia siapkan semalam. Ancaman Marcus kini terasa lebih nyata, dan dia tahu waktunya semakin sedikit untuk mempersiapkan langkah-langkah pencegahan.Tak lama kemudian, Adrian keluar dari kamar dengan penampilan yang lebih santai, meskipun ada ketegangan yang jelas di wajahnya. Dia berjalan menuju dapur, mengambil secangkir kopi, lalu duduk di depan Sienna.“Kamu sudah bangun sepagi ini?” tanyanya dengan nada cemas.Sienna mengangguk sambil membuka map besar yang terisi dokumen terkait kasus Adrian. "Aku perlu menyusun strategi tambahan. Marcus semakin berani, dan aku tidak akan membiarkan dia menang.”Adrian tersenyum kecil, meskipun jelas dia masih merasa khawatir. “Aku yakin kamu punya rencana yang kuat. Tapi kamu juga harus ingat untuk menjaga dirimu sendiri, Sienna.”Sienna menatapnya, m
Pagi berikutnya, suasana terasa lebih tegang. Sienna terbangun dengan rasa tidak tenang yang semakin kuat. Saat dia membuka layar ponselnya, puluhan notifikasi masuk dari tim hukum Adrian. Berita tentang dugaan manipulasi keuangan Adrian terus menyebar, semakin liar dan sulit dikendalikan.Adrian, yang biasanya tenang, terlihat lebih gelisah. Dia berjalan mondar-mandir di ruang tamu, tangannya memegang secangkir kopi yang sudah dingin. Sienna tahu bahwa ini bukan hanya tentang reputasi perusahaan Adrian, tetapi juga tentang hidupnya yang berada di bawah bayang-bayang ancaman Marcus."Kita harus bertindak lebih cepat," ujar Adrian, menghentikan langkahnya dan menatap Sienna dengan intens. "Marcus sedang mencoba menciptakan distraksi. Aku yakin dia punya sesuatu yang lebih besar yang sedang dia siapkan."Sienna mengangguk sambil menyiapkan laptopnya. "Aku sepakat. Aku akan meninjau ulang semua dokumen keuangan perusahaanmu. Jika ada celah yang bisa dia gunakan, kita harus menemukannya s
Sienna terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya masih terasa berat, tetapi pikirannya langsung tertuju pada kasus Adrian. Setelah apa yang mereka pelajari tadi malam tentang Marcus, dia tahu mereka harus bertindak lebih cepat.Saat dia melangkah keluar dari kamar, dia melihat Adrian sudah duduk di ruang tamu, mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung ke siku. Matanya terpaku pada laptopnya, terlihat serius saat membaca sesuatu."Kamu tidak tidur?" tanya Sienna, berjalan mendekat.Adrian mengangkat pandangannya dan tersenyum tipis. "Tidur beberapa jam, tapi aku tidak bisa benar-benar tenang. Marcus semakin berani."Sienna duduk di sebelahnya dan melihat layar laptop. Itu adalah laporan keuangan terbaru yang baru saja mereka dapatkan dari tim akuntansi. Dia mulai membaca dengan seksama, mencoba menemukan kejanggalan yang bisa menjadi celah untuk membela Adrian di pengadilan."Ada transaksi mencurigakan di salah satu anak perusahaanmu," kata Sienna sambil menunjuk angka-angk
Pagi datang dengan cepat. Sienna terbangun dari tidurnya, masih merasakan sentuhan lembut Adrian di kulitnya. Namun, pagi ini, tidak ada waktu untuk menikmati kebersamaan mereka. Mereka memiliki janji temu dengan Nathan Cross—seseorang yang bisa menjadi kunci untuk menjatuhkan Marcus.Setelah mandi dan bersiap, Sienna turun ke ruang tamu penthouse Adrian, di mana pria itu sudah menunggunya dengan secangkir kopi di tangan. "Pagi, cantik," ucapnya, menyerahkan kopi itu padanya."Pagi," Sienna menyesap kopi hangatnya. "Kita bertemu Nathan di mana?""Restoran pribadi di pusat kota. Dia lebih suka tempat yang jauh dari perhatian publik," jawab Adrian, matanya tajam menatap Sienna, seolah membaca pikirannya. "Kau masih meragukan ini?"Sienna menarik napas. "Aku hanya ingin memastikan kita tidak terjebak dalam permainan Marcus."Adrian tersenyum tipis. "Itu sebabnya aku mengajakmu. Kau selalu tahu bagaimana membaca situasi."---Restoran tempat mereka bertemu dengan Nathan berada di lantai a
Pagi datang dengan ketegangan yang lebih pekat daripada kabut yang menyelimuti kota. Sienna duduk di meja dapurnya, secangkir kopi di tangannya, sementara pikirannya berputar cepat. Flash drive yang diberikan Nathan masih tergeletak di samping laptopnya—kunci yang bisa meruntuhkan Oliver Grant, dan sekaligus menyalakan perang terbuka dengan Marcus.Adrian berjalan mendekat, meletakkan tangan di bahunya. “Kau yakin ingin melakukan ini hari ini?”Sienna menatapnya. “Semakin lama kita menunggu, semakin banyak waktu bagi Marcus untuk menemukan cara lain menjatuhkan kita.”Adrian menghela napas. “Baiklah. Aku sudah menghubungi seorang jurnalis yang bisa dipercaya. Kita akan menyerahkan rekaman ini padanya dalam waktu satu jam.”Sienna mengangguk, lalu berdiri. “Ayo selesaikan ini.”---Mereka bertemu di sebuah kafe kecil di pinggir kota. Jurnalis itu, seorang pria berusia empat puluhan bernama Daniel Reed, sudah menunggu di salah satu meja sudut. Matanya tajam, penuh dengan rasa ingin tahu
Malam semakin larut, tetapi di dalam rumah persembunyian Adrian, tidak ada yang bisa beristirahat. Suasana tegang menyelimuti ruangan saat mereka membahas langkah berikutnya.Nathan menyebarkan beberapa dokumen di atas meja. “Ini semua tentang Marcus dan operasi bisnis gelapnya. Aku sudah meminta beberapa orang untuk menyelidikinya lebih dalam.”Sienna menatap dokumen-dokumen itu, membaca dengan seksama. “Dia tidak hanya menjalankan bisnis ilegal, tapi juga menyuap banyak pejabat tinggi. Jika kita bisa membuktikan ini, kita bisa menjatuhkannya.”Adrian duduk dengan ekspresi dingin. “Bukan hanya menjatuhkannya, aku ingin dia tidak punya jalan keluar lagi.”Nathan mengangguk. “Aku punya sumber yang bilang bahwa Marcus akan mengadakan pertemuan dengan rekan bisnisnya besok malam di klub malam miliknya, Noir.”Sienna langsung menangkap maksud Nathan. “Jika kita bisa masuk ke sana dan mendapatkan bukti…”Adrian menyeringai. “Kita bisa menghancurkannya dari dalam.”---Sienna mengenakan gau
Sienna terbangun lebih awal dari biasanya. Matahari baru saja muncul di ufuk timur, memancarkan cahaya keemasan yang menyinari kota. Dia menoleh ke samping dan melihat Adrian masih terlelap. Wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan ketegasan yang sama seperti biasa.Persidangan hari ini akan menjadi titik balik bagi mereka berdua. Jika Adrian terbukti bersalah, dia bisa kehilangan segalanya—bisnisnya, kebebasannya, bahkan mungkin hubungannya dengan Sienna. Tetapi jika dia menang, ini akan menjadi awal baru yang telah lama mereka impikan.Sienna menghela napas panjang sebelum bangkit dari tempat tidur dan menuju dapur. Saat dia sedang menyiapkan kopi, Adrian muncul dari belakang dan melingkarkan lengannya di pinggangnya."Kau sudah bangun?" suaranya serak, masih terbawa sisa kantuk.Sienna mengangguk. "Aku tidak bisa tidur nyenyak. Aku terlalu banyak berpikir."Adrian mengecup puncak kepalanya. "Apa kau siap?"Sienna menatapnya, mencoba mencari keteguhan dalam sorot matanya. "Aku
Sienna terbangun dengan perasaan gelisah. Matanya menatap layar ponselnya yang masih menunjukkan pesan terakhir yang ia terima tadi malam:“Adrian baru saja bertemu dengan Kiera di The Royale Club.”Dia menggigit bibirnya, mencoba menenangkan pikirannya. Ini bukan pertama kalinya dia menghadapi situasi di mana Adrian berhubungan dengan wanita dari masa lalunya, tapi kali ini berbeda. Kiera bukan hanya ancaman bagi hubungan mereka, tetapi juga musuh yang mencoba menjatuhkan Adrian dengan cara apa pun.Sienna menghela napas, mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya bangkit dan bersiap untuk menghadapi hari.Saat dia keluar dari kamar, suara langkah kaki Adrian terdengar dari dapur. Pria itu tampak tenang seperti biasanya, seolah tidak ada yang terjadi.“Kau tidur nyenyak?” tanya Adrian sambil menyeduh kopi.Sienna menatapnya, mencari tanda-tanda kebohongan di wajahnya. “Aku mendengar kau bertemu dengan Kiera tadi malam.”Adrian mengangkat alisnya, kemudian meletakkan cangkirnya di meja.
Sienna membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan tubuh Adrian yang masih tertidur di sampingnya. Semalaman mereka berbicara panjang tentang ancaman Marcus dan pengkhianatan dalam sistem hukum yang berusaha menjatuhkan Adrian. Namun, meskipun masalah itu terus menghantui mereka, malam sebelumnya menjadi tempat pelarian di mana mereka hanya memiliki satu sama lain.Sienna menggerakkan jemarinya di atas dada Adrian, merasakan detak jantungnya yang stabil. Namun, saat ia hendak beranjak dari tempat tidur, lengan Adrian melingkar di pinggangnya, menahannya."Jangan pergi dulu," suara berat Adrian terdengar serak karena baru bangun.Sienna tersenyum kecil. "Aku harus ke kantor. Kita masih harus mencari tahu siapa pengkhianat di dalam sistem hukum."Adrian membuka matanya dan menatapnya dengan penuh ketenangan. "Aku tahu. Tapi sebelum itu, aku ingin menikmati pagiku denganmu sebentar lagi."Sienna tertawa kecil sebelum akhirnya menyerah dan membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan Adr
Pagi itu, Sienna bangun dengan perasaan berat di dadanya. Pikirannya masih dipenuhi oleh dokumen yang Ethan berikan kemarin. Kasus Adrian semakin rumit, dan meskipun dia mempercayai Adrian, Sienna tidak bisa mengabaikan fakta bahwa seseorang dengan kekuatan besar berusaha menghancurkannya.Di sebelahnya, Adrian masih tertidur, napasnya teratur. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri terlihat lebih tenang saat tidur. Sienna ingin membangunkannya, ingin membahas rencana mereka selanjutnya, tapi dia tahu Adrian butuh istirahat.Sienna bangkit perlahan, berjalan menuju dapur untuk membuat kopi. Namun, saat dia membuka ponselnya, sebuah pesan masuk membuat jantungnya berdebar kencang.“Kau pikir kau bisa menyelamatkannya? Dia akan jatuh, dan kau juga.”Sienna langsung menunjukkan pesan itu kepada Adrian setelah dia bangun.“Ini semakin gila,” kata Sienna dengan nada frustrasi.Adrian mengambil ponselnya, membaca pesan itu, lalu mengerutkan dahi. “Ini bukan hanya ancaman biasa.”“Menurut
Pagi itu, Sienna membuka matanya dan menemukan dirinya sendirian di tempat tidur. Adrian sudah tidak ada di sampingnya. Dia meraih ponselnya dan melihat pesan dari Adrian:"Aku ada urusan sebentar. Jangan khawatir. Aku akan kembali sebelum makan siang."Sienna menghela napas panjang. Setelah kejadian kemarin dengan Kiera, dia masih merasakan kegelisahan di hatinya. Dia percaya pada Adrian, tapi bayangan dari masa lalunya terus menghantui mereka.Setelah bersiap, Sienna memutuskan untuk pergi ke kantornya lebih awal. Setibanya di sana, asistennya, Leah, sudah menunggunya di luar ruangan dengan ekspresi khawatir.“Ada yang harus kau lihat,” kata Leah sambil menyerahkan sebuah amplop cokelat.Sienna mengambilnya dengan hati-hati dan membuka isinya. Di dalamnya, ada beberapa foto Adrian bersama Kiera di sebuah bar mewah. Dari sudut pengambilan gambar, terlihat seolah-olah mereka sedang berbicara serius, dan ada satu foto di mana Kiera menyentuh tangan Adrian.Darah Sienna mendidih. Dia ta
Pagi itu, Sienna terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari menyusup melalui tirai kamar penthouse Adrian, menciptakan kilauan lembut di atas seprai putih. Dia menoleh ke samping, melihat Adrian yang masih tertidur lelap di sampingnya. Wajahnya tampak lebih damai dari biasanya, seolah-olah beban yang selama ini menghantuinya sedikit mereda.Namun, kedamaian itu tak bertahan lama. Suara notifikasi dari ponsel Sienna mengusik pagi mereka. Dia meraih perangkat itu dan melihat sebuah pesan dari nomor tak dikenal:"Apakah kau benar-benar percaya Adrian hanya milikmu? Kau bukan satu-satunya wanita dalam hidupnya."Jantung Sienna berdegup lebih cepat. Dia menelan ludah, mencoba mengabaikan kecemasan yang tiba-tiba menyelimutinya. Pesan anonim itu jelas berniat memecah belah mereka. Tapi siapa? Dan yang lebih penting—apakah ada kebenaran di baliknya?Adrian bergerak di tempat tidur, tangannya secara refleks mencari Sienna. Saat dia menyadari Sienna duduk tegak dengan ponsel di tangan
Pagi pertama setelah pertunangan mereka terasa berbeda. Matahari baru saja menyelinap masuk melalui tirai kamar, menyoroti siluet Adrian yang masih terlelap di sampingnya. Sienna tersenyum, menyentuh pipi pria itu dengan lembut. Ia masih belum sepenuhnya percaya bahwa mereka akhirnya bisa hidup tanpa bayang-bayang ancaman. Sienna bangkit dari tempat tidur, mengenakan kemeja Adrian yang kebesaran, lalu berjalan ke dapur untuk membuat kopi. Saat ia tengah menuangkan susu ke dalam cangkir, sepasang tangan kuat melingkari pinggangnya dari belakang. "Bangun lebih dulu tanpa membangunkanku? Itu tidak adil," gumam Adrian dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur. Sienna tertawa kecil. "Kau butuh istirahat. Setelah semua yang terjadi, kau pantas tidur lebih lama." Adrian mengambil cangkir kopi dari tangan Sienna, menyesapnya perlahan. "Aku lebih suka bangun denganmu di sisiku." Sienna menatapnya penuh kasih. Ia tahu Adrian bukan tipe pria yang suka mengungkapkan perasaanny
Pagi di rumah Adrian terasa berbeda. Tidak ada lagi ancaman dari bayang-bayang masa lalu, tidak ada lagi ketakutan akan serangan mendadak atau pengkhianatan. Untuk pertama kalinya, Adrian dan Sienna benar-benar bisa bernapas lega.Adrian berdiri di balkon, menyesap kopinya sambil menatap hamparan kota di bawahnya. Udara pagi terasa segar, seakan menyambut kehidupannya yang baru. Di belakangnya, Sienna melangkah mendekat, masih mengenakan kemeja putih Adrian yang kebesaran di tubuhnya."Kau terlihat tenang," gumam Sienna, melingkarkan lengannya di pinggang Adrian."Aku merasa seperti akhirnya bisa benar-benar bebas," jawab Adrian, membalas pelukan Sienna. "Tidak ada lagi urusan kotor, tidak ada lagi ancaman. Aku hanya ingin menjalani hidup denganmu, tanpa gangguan."Sienna tersenyum dan mengangguk. "Dan aku akan ada di sisimu."Mereka berdiri di sana beberapa saat, menikmati kebersamaan mereka sebelum akhirnya Sienna menarik diri. "Aku harus ke kantor. Masih ada beberapa hal yang perlu
Pagi itu, sinar matahari menyelinap melalui celah tirai kamar mereka, membelai wajah Sienna yang masih terlelap di pelukan Adrian. Udara di kamar terasa hangat, bukan hanya karena suhu pagi yang bersahabat, tapi juga karena ketenangan yang kini menyelimuti kehidupan mereka. Adrian perlahan membuka matanya, menatap wajah Sienna dengan penuh kasih. Senyuman kecil terukir di sudut bibirnya, menyadari bahwa untuk pertama kalinya setelah sekian lama, hidupnya benar-benar bebas dari ancaman masa lalu.Namun, kedamaian itu tidak bertahan lama. Suara dering ponsel Sienna yang nyaring memecah keheningan pagi. Dengan malas, Sienna menggapai ponselnya di meja samping tempat tidur. Namanya Rachel, sahabat sekaligus rekan kerjanya di firma hukum, terpampang di layar."Rachel?" Suara Sienna serak karena baru bangun."Sienna! Kau harus ke kantor sekarang juga. Ada sesuatu yang besar terjadi," suara Rachel terdengar tegang, membuat Sienna langsung duduk tegak."Apa yang terjadi?" tanya Sienna dengan