Amira dan Citra tiba di sebuah gedung perkantoran besar yang tengah mengadakan sebuah pameran produk lokal. Produk mereka juga akan dipamerkan di sana. Tak ada perubahan, pelanggan produknya masih tetap banyak. Sepertinya mereka tak begitu terpengaruh dengan rumor yang berkembang tentang kehidupan pribadinya dan Keenandra.
Mungkin mereka tak tertarik, hanya Aletta saja yang tertarik.
“Bu Amira!” teriak seseorang dari arah meja pameran. Amira menoleh ke belakang mencari orang itu. “Bu Amira!” orang itu berteriak lagi lalu berlari menghampiri Amira.
“Bu, ingat saya tidak?” tanya orang itu yang kini berdiri di depan Amira dengan wajah kelelahannya.
“Saya lupa. Maaf ya, faktor umur,” kekeh Amira.
“Saya Susi, bu. Saya dulu sales di kantor pusat. Sekarang saya naik jadi supervisor di cabang.” Amira menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia memang banyak merekrut sales beberapa tahun lalu t
Citra menginap di rumah Amira malam ini. Katanya, dia ingin membicarakan sesuatu pada kakak angkatnya itu. Entah mengapa sejak kemarin perasaannya tak tenang. Bukan hanya Citra saja yang menginap, ternyata Sam pun juga. Pria itu datang setelah Citra lalu dengan seenaknya duduk di sofa ruang tengah sambil menjulurkan kakinya. Yang terlebih dahulu kesal adalah Keenandra. Si pemilik rumah ingin sekali mengusirnya tapi tidak jadi. Mengingat Sam adalah salah satu sponsor pernikahannya dengan Amira. "Citra tidur sini juga?" Sam menunjuk ke kamar tamu dekat tangga. Keenandra mengangguk tanpa menoleh. Tangannya sibuk menggulir tablet seluler di tangannya. "Nanti aku tidur di mana?" "Enggak usah manja! Noh, ada kamar satu lagi." Keenandra menunjuk ke arah lantai dua dekat kamarnya. "Atau tidur di sofa, lantai juga bisa." Citra keluar dari dalam kamar tamu bersama dengan Amira di sampingnya. Mereka tak menyapa kedua pria yang sedang duduk di ruang tenga
"Woow..." Terkejut, itu respon pertama yang ditunjukkan oleh Aletta saat membaca artikel yang terdapat foto Amira dan seorang pria tengah berdiri dengan tangan saling berpegangan. Tampak Amira tersenyum dan tangan pria itu berada di pinggangnya. Sentuhan romantis yang membuat banyak orang bertanya-tanya. "Ada apa, Aletta?" tanya Sonia yang baru saja datang dari luar. Aletta menunjukkan sesuatu pada ibunya. Sebuah artikel yang menunjukkan kedekatan Amira dengan seorang pria di gedung kantornya. "Amira dipegang laki-laki. Mana pegangannya mesra banget tuh," tunjuk Aletta. "Cih, sekali wanita nakal tetap saja wanita nakal. Heran, Keenan suka banget sama wanita kayak gitu," cibir Sonia. "Keenan mungkin belum tahu kalau istri kesayangannya itu 'nakal'." Aletta terkekeh. "Biar saja. Kalau dia tahu, pasti menyesal." Di tempat berbeda, Keenandra tertawa melihat artikel dan foto tentang Amira yang katanya berseli
"Selamat siang pak, Keenan," sapa resepsionis kantor Keenandra. Pria itu hanya mengangguk sambil menggandeng tangan Amira masuk ke dalam kantornya. "Pak, ada tamu ingin bertemu dengan pak Keenan." Keenandra mengerutkan dahinya. Seingatnya, ia tak ada janji bertemu dengan siapapun hari ini. Seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh atasannya, sekretaris Keenandra menambah kalimatnya, "Wanita, bernama Anna. Dia kawan lama pak Keenan katanya." "Kawan lama? Saya tidak punya teman bernama Anna. Ya sudah, saya akan temui dia. Kamu, siapkan ruangan untuk briefing kita siang ini." sekretaris Keenandra mengangguk sopan lalu pergi kembali ke ruangannya. "Siapa? Aku belum pernah dengar nama Anna." "Aku juga." Keenandra diikuti Amira masuk ke dalam ruangannya yang sebagian pintunya memakai kaca tembus pandang. Ada semacam bar kecil dan juga ruang makan di dalamnya. Rencananya, Keenandra juga akan menambahkan ruangan kecil di dekat pintu masuk khusus untuk istrinya yang akan menemani di rua
Keenandra keluar dari ruang rapat dua jam kemudian. Seharusnya bisa selesai tepat waktu jika tidak ada kendala di lapangan. Keenandra sempat mengeluh karena ia sudah berjanji pada Amira untuk mengajaknya berjalan-jalan sebentar sebelum pulang. "Saya ingin semuanya sempurna malam ini. Semua tanggung jawab saya serahkan pada pak Andrinof selaku wakil," ujar Keenandra sebelum mengakhiri rapat. Berkali-kali ia melirik arlojinya, hatinya mulai resah. "Ada pertanyaan lagi? Jangan sampai semua hancur karena ada divisi yang tidak ada persiapan sama sekali." "Enggak bisa diwakilin sama yang lain?" Andrinof mengacungkan tangannya. "Baru pulang tadi siang dari Pekanbaru." "Tidak ada. Kalau kamu punya perwakilan yang mumpuni, silakan saja." Andrinof terlihat tak suka dengan jawaban kakak sepupunya. Ia melirik ke sampingnya lalu menghitung berapa banyak staf andalannya yang berada di sana. "Ok, Dino sama Sasha stand by sampai malam ya." kedua staf itu melotot dengan tatapan mata tajamnya. "Say
Ting... Suara ponsel Keenandra berbunyi nyaring. Amira yang kebetulan sedang memegangnya jadi penasaran dengan sebuah pesan yang masuk entah dari siapa. Kening Amira berkerut tak nyaman saat ia membuka pesan tersebut. Matanya melirik ke arah Keenandra yang sedang sibuk mengemudikan mobilnya. "Tahu enggak sih, ada orang yang mau misahin rumah tangga kita," tanya Amira yang hanya diangguki oleh Keenandra. "Siapa ya? Kayaknya aku kenal orangnya." "Banyak, sayangku. Yang penting kamu jangan terpengaruh. Tadi sudah minum vitamin kan?" Amira mengangguk. "Jangan lupa minum susu pas nanti sampai rumah." "Ini kamu enggak mau tahu siapa yang mau bikin rusak rumah tangga kita?" Keenandra terkekeh. Satu belokan di depan mereka, sampailah di kompleks perumahan. Keenandra mengacak rambut istrinya yang sejak tadi mencebikkan bibirnya. "Pasti haters enggak jelas." Keenandra tak mau ambil pusing dan berdebat tentang siapa yang tak menyukai pernikahan mereka. Biar saja, yang terpenting Amira tak b
Rumor perselingkuhan tuan Bara sudah lama tersebar ke publik. Dulu rumor itu tercetak di berbagai media dengan berbagai spekulasi. Salah satunya adalah rumor Marina yang katanya tidak bisa melayani suami. Entah apa yang membuat publik percaya dengan rumor itu. Seingat Keenandra, rumor itu terendus publik untuk menutupi skandal pejabat negara. Untuk saat ini, rumor itu tak akan berimbas apapun pada Bara dan Marina karena nama mereka sudah tergantikan dengan anak mereka. Buktinya, perceraian Keenandra dengan Aletta telah mendapat perhatian publik hingga berbulan-bulan. Keenandra tak akan mengambil hati apa yang akan orang lain katakan tentang kisah cintanya dengan Amira dan Aletta. Itu bukan masalah yang rumit. Hanya kisah cinta segitiga dan istilah merebut dan direbut antara mereka. Kaki Keenandra melangkah tegap menapaki lorong lantai sepuluh menuju ruangan milik ayahnya. Informasi dari Andrinof, ayahnya masuk kerja hari ini. Keenandra sengaja datang untuk membicarakan rumor persel
Hawa pagi ini terasa sangat dingin. Keenandra merasakan rasa yang tak nyaman saat membuka matanya. Hatinya terasa gelisah seperti akan terjadi sesuatu padanya hari ini. Keenandra masih duduk di atas ranjang lebih dari satu jam hanya untuk memikirkan perasaan gelisahnya. Kepalanya menoleh ke sisi ranjang. Ia tersenyum melihat wajah damai istrinya yang masih tertidur lelap. Tak ingin memikirkan hal konyol, ia cepat-cepat menepis perasaan gelisahnya. Ia yakin dirinya hanya terbawa suasana dingin pagi ini. Segera ia bangun menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tepat pukul tujuh Keenandra telah duduk nyaman di kursi makan bersama ibunya. Amira baru saja bangun lalu tak lama kemudian ikut bergabung di kursi sebelah Keenandra. "Sayang, selamat pagi!" sapa Amira tak lupa mengecup pipi suaminya. "Mama, selamat pagi! Tidurnya nyenyak?" Marina tersenyum lalu mengangguk. "Aku tadi malam nyaman sekali tidurnya. Apa sudah lama engg
Diam. Kaku. Itu yang Amira tunjukkan sesaat setelah kejadian secepat kilat itu terjadi di depan matanya sendiri. Jantungnya masih berdegup kencang dan kakinya lemas. Peluh di dahinya berjatuhan dan tangannya tak bisa berpegangan erat pada lengan Sam yang memeluknya.“Sam, tadi itu...”“Kamu enggak apa-apa kan, Amira?” Amira menggelengkan kepalanya. Tidak Amira tidak apa-apa yang dikhawatirkannya adalah bayi di dalam kandungannya.“Anak aku?” Amira meraba perutnya.“Kita ke dokter.” Sam menggendong Amira menuju ke mobil miliknya yang terparkir tak jauh dari lobby swalayan. Mereka melupakan Marina yang masih berada di sana menunggu taksi datang.Sam menjalankan mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Ia panik. Ia takut bayi di dalam kandungan Amira terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Saat mobilnya berbelok ke arah rumah sakit, ponsel miliknya berdering. Itu panggilan dari Keenandra.“Halo, Sam–”“Halo, Keenan. Aku menuju rumah sakit Melati yang dekat sama swalayan lampu merah. Ini urgent
[Breaking news: Pemilik agensi QA entertainment dipanggil pihak kepolisian berdasarkan laporan dari estetique cosmetic atas pencemaran nama baik yang dilakukan oleh pemilik agensi.] "Aletta, sudah dua kali kamu seperti ini. Apa sih yang kamu inginkan? Kita bisa hidup dengan damai kan?" Amira menghela napasnya kasar. Ia sebenarnya sudah lelah dengan semua hal yang berkaitan dengan Aletta. Amira bersandar di sofa ruangannya. Setelah Aletta dipanggil oleh pihak kepolisian, ia langsung meminta wanita itu untuk datang ke kantornya. Untung saja ia menurutinya. Kini, mereka berdua tengah berhadapan dengan tatapan saling menghunus satu sama lain. "Aku masih dendam sama kamu. Tapi sebenarnya aku juga dijebak oleh Anna. Kamu kenal orang itu?" Amira mengangguk. "Lalu, apa yang akan kamu lakukan?" "Dia kan sudah kabur sama papa mertua. Biarkan saja," jawab Amira santai. "Jadi, dia selingkuhan om Bara?" Amira mengangguk. "Yang aku tahu, dia itu mantan pacar Keenan." "Ya, dia balas dendam sam
"Aletta! Apa yang kamu perbuat pada Keenan sampai dia marah dan menganggu papa? Sudahlah Aletta. Jangan pernah mengusiknya lagi." Aletta yang baru saja bangun dari tidur dan duduk di meja makan hanya memutar bola matanya malas. Ia merasa kesal terus digurui oleh ayahnya. Rasa sakit hatinya masih terasa hingga sekarang, apakah ayahnya tak peduli padanya lagi? "Papa! Aku tuh lagi memperjuangkan nama baikku yang sudah dirusak oleh mereka. Papa sepertinya lebih senang nama baikku hancur daripada nama ayah yang memang sudah hancur sejak dulu," ketus Aletta. Sonia membelalakkan matanya. Ia tak menyangka jika anaknya akan berani berkata kasar pada ayahnya sendiri. Ardiwira hampir saja akan melayangkan tamparannya pada Aletta, untung saja Sonia bisa mengatasinya. "Jangan seperti ini pada anak sendiri. Bicara dengan baik dan jangan berbuat keributan," ujar Sonia. Ardiwira menurunkan tangannya lalu melanjutkan lagi makan paginya. Sonia menaruh roti isi ke piring Aletta dan menyuruhnya maka
Amira tidur lebih dulu setelah makan malam. Matanya sangat lelah setelah seharian duduk mendengarkan rapat mendadak yang dilakukan oleh tim legal untuk membahas fitnah yang ditujukan pada brand miliknya. Walaupun itu bukan tugas utama tim legal, tapi mereka bisa menanganinya karena masih berhubungan dengan reputasi brand yang mereka jaga selama ini. Menjelang tengah malam Amira terbangun. Rasa haus yang mencekat tenggorokannya membuatnya terpaksa bangun dan turun dari ranjang. Matanya menyipit mendapati tempat kosong di sampingnya. Rupanya sang suami juga terbangun di tengah malam. "Kau belum tidur atau baru bangun?" tanya Amira yang melihat sosok Keenandra di sofa ruang tengah. "Kemarilah." Keenandra menepuk tempat kosong di sebelahnya. Amira mendekat. Karena rasa haus yang menyerang, ia begitu saja menyambar gelas minum milik suaminya lalu meneguknya hingga tandas. "Kenapa terbangun, ada pekerjaan yang membuatmu tak bisa tidur?" tanya Amira. Keenandra menggelengkan kepalanya. I
Keenandra memimpin langsung rapat divisi penyiaran yang rencananya akan menyiarkan tentang manipulasi surat hutang yang dilakukan oleh perusahaan kecil milik keluarga Ardiwira. Sebenarnya kasus ini sudah ditutupi dengan rapi oleh keluarga itu namun tiba-tiba mencuat karena lawan yang dihadapi oleh Ardiwira adalah anak perusahaan milik kakak Amira. Kebetulan yang sangat bermanfaat. Kepala divisi penyiaran sudah menyiapkan draft untuk berita skandal itu esok hari. Ia memaparkan bahwa hasil investigasi itu sangatlah mudah, mengingat perusahaan milik kakak Amira juga pernah berhubungan dengan SUN TV. Banyak yang telah mereka dapatkan langsung dari sumbernya. "Semua aman?" tanya Keenandra. Kepala divisi mengangguk. "Siapkan semuanya dengan baik. Saya mau narasumber, hasil investigasi di kantor pajak dan semua yang berhubungan dengan kasus itu ditunjukkan ke depan publik. Kasus ini mungkin adalah kasus kecil, tapi ini menyangkut dengan kelakuan Aletta yang s
Rencana penghancuran itu dimulai. Aletta yang berada di belakang layar memainkan perannya dengan apik. Ia membuat konten yang berhubungan dengan niatnya untuk menghancurkan reputasi baik Amira. Minggu pertama, ia mulai membahas kosmetik yang sedang viral. Aletta sengaja menaruh nama kosmetik milik Amira sebagai bahan percobaan. Lalu minggu depannya, ia membahas tentang status anak yang lahir di luar pernikahan dan yang paling puncaknya, ia juga membahas tentang nepotisme di kalangan para pengusaha agar bisnisnya berjalan dengan lancar. Hal ini tentunya menuai pro kontra yang cukup menarik di kalangan publik. Satu sisi menunjukkan sisi positif, tapi di sisi lainnya sangat berpotensi menimbulkan isu sensitif yang sedang beredar. Benar saja, publik jadi menduga jika semua yang dikatakan oleh konten milik agensi baru Aletta tengah menyindir Amira, pebisnis muda yang dirumorkan telah merebut Keenandra dari sisi Aletta. 'Ini jelas menyindir Amira. S
Amira memperlihatkan pesan yang tadi diterimanya pada Citra, sekretarisnya. Wanita itu terkejut tak percaya. Pasalnya, selama ia bekerja dengan Amira, baru kali ini bosnya itu mendapatkan ancaman serius dari salah satu musuhnya. Dan sepertinya, orang yang mengancam ini mengenal baik Amira dan suaminya. "Menurutmu, apa ini ada kaitannya dengan Aletta?" tanya Amira dengan wajah serius. "Apa yang harus kulakukan?" "Mbak Amira, selama ini Aletta tidak pernah mengancam mbak walaupun ada permusuhan diantara kalian. Ya, walaupun sering memaki dan itu sudah biasa. Tapi, ini sesuatu yang berbeda." Citra mengetukkan jarinya pada dagu. Ia berpikir sejenak lalu kembali berkata, "Apakah ini orang yang berbeda? Maksud aku—" "Tepat sekali. Aku sama berpikiran seperti kamu. Tak mungkin Aletta mengancamku seperti ini. Seburuk-buruknya dia, hanya sebatas caci maki saja. Siapa sebenarnya yang telah mengancamku?" "Mungkin saja—" "Siapa yang mengancammu?" pintu ruangan terbuka dengan kasar dari luar.
Anna tidak main-main dengan rencananya menghancurkan Keenandra dan keluarganya. Ia nekat mendatangi petinggi rumah sakit yang pernah dikenalnya lalu membebaskan Aletta dengan surat yang menyatakan jika wanita itu telah sembuh total dari penyakitnya. Ia mengajak Aletta untuk bekerjasama membuat sebuah acara online yang berfokus pada perubahan psikologis seseorang dan mentalitasnya juga. Acara seperti itu sedang banyak disukai masyarakat kelas menengah dan berhasil mengangkat nama Aletta sebagai salah satu survivor di sana. Hal ini tak luput dari pengawasan Keenandra yang baru mengetahui cerita viral Aletta lewat media sosial yang sering dibacanya. Ada satu video yang menayangkan kisah tentang Aletta dari sisi seorang istri yang tersakiti karena pengkhianatan suaminya. Lalu kisah itu dibelokkan dengan narasi bahwa Amira yang telah membuat kehancuran itu. "Siapa sih yang tak sakit hati kalau lihat suami masih menghubungi mantan tunangannya? Ya, pastilah semua wanita akan mengamuk," uj
Tidak bisa mendekati Keenandra dengan cara halus, Anna rupanya masih punya banyak ide licik untuk mendekatinya. Terpikirkan di kepalanya untuk mendekati Amira, istri Keenandra itu tapi ia tak punya akses lebih dekat dengannya. Sambil menunggu umpannya datang mendekat, Anna lebih baik menjemput bola terlebih dahulu. Dari rumor yang ia dengar dari para penggosip dunia hiburan, mantan istri Keenandra kini tengah dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di Jakarta. Walau dia sendiri belum bisa memastikannya. "Mau ke mana?" tegur Mia, sahabat dekat Anna yang tinggal bersama di apartemennya. Sejak isu perselingkuhan mencuat, Anna tak bisa lagi menggunakan fasilitas dari Bara untuk sementara. Ia tak mau disorot oleh media. "Mencari sesuatu," sahut Anna. "Kau tidak sedang merencanakan sesuatu yang salah, kan?" Mia rupanya mencurigai tingkah Anna. Tidak biasanya wanita itu pergi sesiang ini di hari kerja. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan olehnya. "Jangan macam-macam. Kalau ingin balas d
"Dia pikir dia siapa?" Anna memukul meja kayu di ruangan kerja Bara setelah diusir oleh Keenandra dari ruangannya. Matanya memerah marah dengan emosi yang hampir saja tak bisa dikendalikannya. Niatnya untuk mendekati mantan kekasihnya hilang dalam sekejap karena kata-kata kasar pria itu. "Ternyata dia makin jauh sekarang. Aku pikir, dia hanya singgah sementara lalu akan kembali padaku." Anna memejamkan mata sambil berjalan mengitari ruangan kerja itu. Kepalanya berpikir banyak hal dan cara agar Keenandra mau menerima kehadirannya lagi. Dulu, Keenandra adalah satu-satunya pria yang mau berteman dengannya saat masih sekolah. Dia adalah pria yang selalu memberikan tangannya untuk diraih saat sedang ada masalah. Namun, semenjak orangtuanya tahu tentang hubungan mereka dan mengancam masa depan, mereka pun berpisah. Anna tak tahu apa yang terjadi di tahun berikutnya. Sejak mereka putus, Anna memilih menyingkir dari hidup Keenandra dan tak menunjukkan wajahnya lagi. "Apa yang harus kul