Nina menatap Nathan dengan penasaran, apa sebenarnya maksud pria tampan yang sedang senyum-senyum dihadapannya ini.“Nathany, maksudnya apa sih? please jangan main teka teki ya.” Nina memasang wajah kesal.“Hehe, jangan cemberut gitu sayang, sekarang pakai bajunya dulu, aku tunggu di meja makan, oke?” Nathan menjembel kedua pipi Nina dengan gemes, lalu memagut cepat bibir polos Nina yang tanpa lipstick. Pria itu pun bergegas meninggalkan kamar Nina.Nina tersenyum, ia segera mengenakan stelan blazer warna ivory yang anggun, kemudian ia mengaplikasikan make up natural di wajahnya, dengan lipstik warna peach, tak lupa ia menata rambut panjangnya dengan gaya ponytail yang simple namun elegan. Tidak membutuhkan waktu lama, ia pun siap berangkat ke kantor.Ia segera menemui Nathan yang sudah duduk di meja makan, lagi-lagi Nina terkesima dengan kejutan pria itu, di meja telah tertata menu sarapan untuk mereka berdua.“Nathany, apa kamu memesan makanan?” tanya Nina sambil duduk di samping p
Laki-laki itu sangat kagum melihat Nina, wanita muda itu terlihat sangat agung dan berwibawa. Nathan memang sangat tajam nalurinya, baik dalam bisnis maupun dalam menangkap potensi pada diri seseorang. Wanita yang duduk di kursi besar itu sangat cocok dengan Nathan, hampir dalam segala hal. Secara fisik, keduanya nyaris sempurna, sangat cantik dan tampan, masalah kecerdasan, sepertinya hanya wanita ini yang mampu mengimbangi dan mungkin bisa menandingi Nathan. Hanya satu hal yang ia tidak tahu, bagaimana hubungan asmara mereka di atas ranjang, tapi sepertinya keduanya sangat bahagia, menandakan mereka sangat menikmati hubungan mereka. “Ngapain bengong di situ Mike?” tanya Karl mengejutkan lelaki yang masih berdiri termangu, ternyata lelaki itu adalah Mike. Nina pun sama terkejutnya dengan Mike, ia tidak menyangka kalau Mike akan datang, ia merasa sedikit canggung. Mike segera duduk di sofa, di samping Nathan. Ia menyerahkan sebendel berkas pada Nathan. “Semua validitas Nithany suda
Nathan bertanya dengan tidak sabar, sikap Mike membuatnya khawatir. Mike menghela napas, ia menundukan wajah nampak berat. “Mike, ada kendala apa lagi, bicara yang jelas!” Nathan menjadi tidak sabar, ia kesal melihat sikap Mike yang membisu itu. “Hmm, Ok.” Mike menghela napas berat, ia menatap Nathan dan Nina secara bergantian. “Aku mau bilang pada kalian berdua kalau ...” “Kalau apa? ngomong tuh yang bener, Mike. jangan sepotong-sepotong,” tegas Nathan kesal. “Oke-oke. Kamu nggak sabaran banget sih Tan. Aku mau bilang kalau kalian berdua harus siap-siap untuk bulan madu.” Mike nyerocos menjawab, ia nggak mau diinterupsi bos killer ini lagi. Kali ini Nathan yang terkesima, “maksudnya gimana, Mike?” “Nggak ada maksud, pikir aja sendiri.” Mike menjawab dengan ketus, ia segera berbalik hendak keluar, namun Nathan dengan sigap menghalanginya. “Eit, tunggu-tunggu, jangan marah Dude, nanti malam kamu bisa menikmati makan malam dari chef Nina, iya kan, sayang?” bujuk Nathan, sambil me
“Miss. Nina,” panggil seorang wanita yang bergegas menyusulnya, Nina pun berhenti dan menoleh ke arah sumber suara, ternyata Sonya. Perempuan itu mengenakan pakaian modis dan aksesories mewah yang mencolok.“Selamat siang Miss Nina, Anda mau berbelanja?” sapa perempuan itu sambil tersenyum, ia memperhatikan pakaian yang dikenakan Nina yang masih memakai pakaian resmi. “Loh, Miss Nina habis ngantor?”“Siang Nyonya, benar tadi ada meeting dengan managemen Nithani,” sahut Nina sambil tersenyum.“Wah hebat, hari Sabtu masih mengurusi pekerjaan,” timpal Sonya, “ngomong-ngomong kenapa nggak bersama Mr. Karl?” Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekitar Nina, tiba-tiba matanya terpaku begitu melihat Emi yang berdiri di belakang Nina, sejak tadi ia hanya fokus menilai penampilan Nina sehingga tidak memperhatikan Emi yang berdiri di belakang bos muda itu.“Kamu! kenapa kamu ada di sini?” tanya Sonya dengan ketus, ia menunjukan tatapan tajam yang tak bersahabat pada Emi, ia juga menatap Nina se
Sonya terperanjat mendengar ucapan petugas kasir, apa maksudnya tidak bisa digunakan? tadi malam ia masih menggunakannya untuk transaksi, nggak ada masalah. “Nona mungkin ada sedikit kesalahan, bisa dicoba lagi, tadi malam masih saya gunakan untuk transaksi.” Sonya berkata kepada petugas kasir, ia sedikit cemas, namun berusaha untuk tenang karena Nina ada di sampingnya.“Sudah tiga kali dicoba Nyonya, tetap tidak bisa,” jawab petugas kasir dengan sabar.Sonya mendengus, ia membuka tasnya dan mengeluarkan kartu lainnya, dan menyerahkan pada kasir, setelah beberapa saat kemudian petugas kasir mengatakan hal yang sama, wajah Sonya memucat, ia tidak bisa menutupi keterkejutannya. ‘Sial, ada apa ini? apa si Nathan memblokir kartunya? tapi mengapa? itu kan hak aku, nggak bisa lelaki itu seenaknya memblokir karena itu menyalahi perjanjian kontrak.’ Sonya menggerutu di dalam hatinya, ingin rasanya ia berteriak memaki lelaki brengsek itu, namun ia berusaha menahannya, ia khawatir Nina akan m
Emi mengantarkan Nina ke appartemennya, wanita itu duduk dengan tenang di belakang kemudi. Sedangkan Nina, duduk termangau di kursi belakang, ia masih berusaha mencerna apa yang terjadi hari.“Emi, apa yang dikatakan Sonya? Dan mengapa sepertinya dia terlihat marah-marah?” tanya Nina pada akhirnya.“Dia meminta saya untuk menghubungi Pak Nathan,” jawab Emi.“Menghubungi Nathan? untuk apa?” tanya Nina bingung.“Utuk menanyakan mengenai kartunya yang diblokir Pak Nathan.” Emi sudah sangat paham apa yang sesungguhnya terjadi, sedangkan Nina masih banyak hal yang ia belum tahu.“Apa sudah pasti Nathan yang memblokir kartunya?” tanya Nina ingin memastikan.“Itu sudah pasti, begitu kontrak itu berakhir, maka semua fasilitas yang ia dapat juga akan berakhir.” Emi menjelaskan, ia sudah lama bekerja pada Nathan, jadi sudah tahu gerak-gerik bos killer itu. Nathan memang sudah lama menunggu kesempatan ini, jadi tidak ada ampun lagi bagi Sonya.“Apa dia nggak bisa menghubungi Nathan sendiri?” N
Emi tertegun, namun kemudian ia mengangguk, “Iya Bu, pernah. Baik saya maupun Bill pernah ke sana mengawal bos, selain itu saya ada keluarga di Keystone jadi sekalian singgah sebentar.” “Apa kamu pernah bertemu langsung dengan keluarga Nathan?” tanya Nina lagi, ia merasa penasaran dan ingin mendapat informasi yang banyak mengenai keluarga Nathan. “Ya tentu, tapi tidak pernah komunikasi, hanya melihat sekilas.” Emi menjelaskan, ia harus berhati-hati, khawatir salah memberi informasi. Tugas seorang pengawal ya hanya mengawal, tidak berhak memberikan penilaian. “Apakah menurut pengamatanmu mereka baik?” selidik Nina lagi. “Wah kalau itu saya tidak bisa menilai, Bu. Karena baik atau buruk itu relatif, dari sudut mana seseorang melihatnya. Dan sebagai pengawal kami tidak berhak untuk menilai sesuatu, karena itu melampaui batasan kami.” Emi menjawab dengan diplomatis, ia khawatir Nina banyak tanya macam-macam yang ia sendiri tidak mempunyai hak untuk menjelaskannya. Untungnya Nina tidak
“Kalian kenapa? kompak sekali?” komentar Nina melihat tingkah Nathan dan Mike, gadis itu tidak bisa menahan tawanya. “Sayang, apa dia meminjam uang padamu dengan jaminan villa nya di New Jersey?” Nathan langsung menebak, ia sudah bisa meraba maksud cerita Nina. Nina menghela napas, lalu mengangguk. “Apa kamu tahu mengenai Villa nya itu?” tanya Nina menatap Nathan. “Tahu sedikit,” jawab Nathan. “Kalau tidak salah, itu villa yang diberikan kakeknya, nilainya hampir 2 juta.” “Wah, kakak ipar untung 2 kali lipat nih,” seloroh Mike. Nathan pun menanyakan surat perjanjian dari transaksi itu, Nina segera meminta Emi memberikannya, setelah memeriksa Nathan menyerahkan pada Mike. “Ini cukup valid, jika dalam seminggu ke depan dia tidak membayarkan pinjamannya, kakak ipar berhak menyita barang jaminannya.” Mike mengomentari keabsahan surat hutang piutang antara Sonya dan Nina. “Aku rasa dia tidak akan melepaskan Villa itu,” ujar Nathan. “Bagaimana kamu yakin?” Mike menatap Nathan. “Pert
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s
Tiba-tiba, Nina merapatkan tubuh pada suaminya. “Nathany, apa aku bermimpi?” bisik Nina. “Kenapa, sayang?” balas Nathan heran. “Bangunan di depan kita ini seperti ilustrasi di cerita-cerita dongeng.” Nina menatap bangunan tinggi yang berdiri di hadapannya, ada beberapa menara menjulang di tiga sisi. Cahaya terpancar dari setiap jendela yang terlihat di keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu alam yang kokoh itu. “Namanya kastil-kastil kuno Eropa ya begini, sayang. Para illustrator kan membuat gambar berdasarkan gambaran real yang pernah ada, lalu mereka menambahkan imajinasi untuk memperkaya kreasi mereka.” Nathan menjelaskan sambil ikut menatap bangunan kuno namun megah itu. “Lho kalian kenapa berdiri di sini?” Aran menghampiri mereka yang masih belum beranjak, padahal kendaraan yang mengantar mereka sudah pergi. “Kami takjub dengan pemandangan kastil ini, kak. Benar kan, sayang?” Nathan menjawab yang ditimpali dengan anggukan Nina. “Sepertinya, usia kastil ini sudah cukup t
“Takut? Takut kenapa, my love?” Nathan tertegun, ia menatap sang istri, dan terlihat kegugupan di wajah cantik itu. “Bukankah ini adalah saat-saat yang sudah lama kamu nantikan, bertemu dengan ayah kandungmu.” “Benar Nathany, aku memang sangat merindukan Daddy, tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan nanti, apa yang harus aku katakan? Aku takut nanti malah menjadi asing dengan ayahku sendiri.” Nina menghela napas pelan, pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya. “Kamu tahu kan, Nathany. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ayah, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan berbakti pada seorang ayah.” Nathan terdiam mendengar ucapan istrinya, bagaimanapun ia lebih beruntung dari Nina karena selama delapan belas tahun Nathan hidup dalam kasih sayang kedua orang tua lengkap, jadi ia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sedangkan Nina, ayahnya meninggalkannya saat ia baru berumur 1 tahun, belum ada memory yang tertinggal di ingatannya tentang sa
“Will, lihat itu!” tukas tuan Carter, matanya tak lepas dari sepasang anak muda yang sedang berdansa diantara pasangan-pasangan lainnya. Kakek Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya, kakek Nathan itu tertegun.“Christy? Siapa anak muda itu? Apa mungkin teman kuliahnya?” gumam kakek Wilson.“Itu cucu perempuanmu kan, Will?” tanya tuan Carter memastikan, kakek Wilson mengangguk.“Kamu tahu siapa pemuda yang sedang berdansa dengan cucumu?” tanya tuan Carter lagi, ada riak kegembiraan di wajahnya, sedangkan kakek Wilson hanya mengedikkan bahu.“Itu Bob, cucukku,” jawab tuan Carter sambil tersenyum.“Oh, itu yang namanya Bob?”“Yeah, benar Will. Aku memang belum sempat mengenalkan padamu, selama ini dia sibuk belajar di luar negeri, pas kembali langsung aku suruh memegang perusahaan dibawah bimbingan Nathan.”Kakek Wilson manggut-manggut, tapi bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan terlihat langsung akrab begitu? Kedua kakek itu pun heran. Dulu mereka susah payah untuk menyatuka