“Trik? Trik apa, Bu?” Emmy tertegun. Sedangkan Nina hanya tersenyum, ia mengambil ponselnya dang menghubungi nomor Aran.“Kakak, aku butuh bantuan,” ucap Nina ketika Aran menerima panggilannya.“Bantuan apa, adikku?”Nina pun menceritakan secara singkat rencananya, Aran terdiam mendengarkan.“Hm, begini saja, nanti siang aku tunggu kamu dan suamimu sekalian makan siang bersama.”“Tapi Nathan tidak tahu mengenai hal ini, kakak.”“Suamimu harus tahu, Alice. Jangan menyembunyikan apa pun dari suamimu. Sebab jika hubungan suami istri diwarnai dengan rahasia demi rahasia, hubungan itu akan sangat rentan. Kamu juga tidak mau kan Nathan menyembunyikan rencananya sendiri tanpa kamu tahu?”“Baiklah, kak. Aku akan memberitahu Nathan.”“Bagus, itu baru putri Maxwell.” Aran memuji adiknya, “by the way kamu mau makan apa, Alice? Biar kakak siapkan.”“Terserah kakak saja, sajian ala kastil Maxwell pasti enak.”“Tapi di sini agak sulit menemukan bahan-bahannya. Nantilah kalau kamu pulang, aku akan t
“Hal lain? Hal lain apa, sayang?” tanya Nathan penasaran.“Aku khawatir Richard curiga pada Victoria, dan itu bisa membahayakan Victoria.”“Hm, cukup masuk akal. Karena seperti yang kakak bilang, kalau Richard tidak sesederhana yang kita kira. Sebelumnya dia bisa menyewa orang bayaran untuk mencelakaimu. Dan sekarang dia sudah berani buka bisnis prostitusi, itu artinya dia sudah paham dengan dunia gelap. Karena prostitusi, perjudian, obat-obatan dan senjata ilegal, semua satu jalur.”“Lalu bagaimana, Nathany?” Nina sedikit ngeri mendengar penjelasan Nathan.“Minta Victoria untuk selalu berhati-hati, jangan mudah terpancing. Selain itu, kita akan meminta bantuan orang-orangnya Mr. Tom agar mengawasi dari kejauhan, supaya bisa segera bertindak jika terjadi sesuatu yang membahayakan.”“Baik, Nathany.”“Kamu juga, sayang. Jangan melakukan apa pun atau pergi ke manapun sendirian, harus selalu bersama Emmy.”“Siap, my king.”Nathan tersenyum lembut, ia memeluk erat dan mencium mesra wanita
“Apa maksudnya? Rencana gila apa lagi yang kalian buat?” tanya kakek Wilson tanpa menutupi keterkejutannya.“Tenang, kakek. Semua sudah kita atur, kami memberitahukan ini kepada kakek supaya kakek tidak kaget saat mendengar berita yang mereka hembuskan.”“Nathan, apakah Sonya sudah separah itu berkomplot dengan penjahat? Apakah dia tidak juga sadar?”“Sayangnya itu semua benar, kek.” Nathan menjelaskan, “sadar? jangan harap dia akan sadar, justru setelah berakhirnya kontrak, dia mempunyai profesi baru sebagai sumber keuangannya.”“Profesi baru? Profesi apa?”“Prostitute,” jawab Nathan singkat.“Apa? Apa benar, Tan?”“Yeah, itu faktanya, kek. Cucu tuan Carter itu menjadi salah satu pelacur papan atas di kota ini.”“Papan atas apa? Menjijikkan. Kasian Carter, cucunya jatuh ke dalam kegiatan yang hina dan memalukan.”“Kan memang itu yang dia mau, dan pekerjaan itu yang paling cocok untuknya, kek. Sebelum kontrak berakhir dia memang suka memanggil dan membayar pelacur laki-laki untuk mem
Sonya dan Rebecca saling bertatapan, “marah?”“Kenapa kami harus marah? Memang apa hubungannya dengan kami?” tanya Sonya heran.“Masalahnya, kalian berdua tidak ada apa-apanya jika dibandingkan istri Nathan itu.” Richard menjawab sambil tersenyum, “harus aku akui, kecantikan perempuan itu cukup sempurna, tidak berlebihan andai dia ikut kontes ratu kecantikan dunia, pasti akan menang.”Richard melirik Sonya dan Rebecca, benar saja, wajah kedua perempuan itu berubah tidak menyenangkan. Perempuan manapun pasti kesal jika diremehkan.“Terus, kamu akan menghabiskan seluruh waktumu buat menikmati tubuhnya?” celetuk Sonya ketus.“Sayangnya aku tidak tertarik, Sonya. Lebih baik aku menikmati tubuh kalian daripada perempuan itu, karena di hatiku sudah terlanjur tumbuh kebencian yang sangat besar padanya, yang ada bukan menikmati tubuhnya tapi aku akan mencekiknya sampai mati.”“Terus apa yang akan kamu lakukan?” desak Rebecca.“Kalau dia mati begitu saja, rugi kan? Sementara tubuhnya bisa dim
Tiba-tiba mata Richard menatap Victoria, ada sedikit keraguan dalam tatapannya sebelum dia berkata, “Victoria...”Victoria menoleh kepada Richard, jauh di dalam hatinya ada sedikit kekhawatiran kalau Richard curiga padanya, namun ia menepis jauh-jauh hal itu, ia berusaha menenangkan dirinya jika semua akan berjalan sesuai rencana.“Ya, Richard. Apa ada tugas khusus buatku?” tanya Victoria dengan tenang.“Ya, Vic,” sahut Richard. “Kamu harus menemui EO dan minta mereka memasukan kita, ada beberapa hal yang akan kita rubah.”Victoria nampak terkejut. “Bagaimana caranya, Rich. Kalau mereka lapor ke pihak Wils, mampuslah aku.”“Pakai cara cantiklah, Vic.”“Cara cantik?” Victoria mengulangi, berpura-pura lugu, “maksudnya bagaimana?”“Kita akan memberikan mereka sejumlah uang.”“Ooh, maksudnya menyuap mereka.” Victoria memastikan, Richard mengangguk.“Hehe, tapi kamu yang berikan uangnya ya, Rich. Simpanan uangku sudah hampir habis. Maklumlah, aku sekarang hanya karyawan biasa.”“Tenang saj
“Hah? Benarkah? Kakak datang ke pelelangan perempuan? Apa kakak seorang mafia?” tanya Nina dengan polos.Aran hanya tersenyum mendengar pertanyaan adiknya, ia maklum lingkup pergaulan Nina tidak memahami hal itu. Sebagai bagian dari kaum Borju, Aran kerap mendapat undangan pada pelelangan bebas itu.“Tidak semua yang datang ke pelelangan bebas itu mafia, Lady. Yang pasti semua yang datang adalah kaum Borju dan orang-orang berduit lainnya, terlepas mereka mafia atau bukan, namun memang sebagian besar mereka adalah mafia.”“Oh, syukurlah,” ucap Nina sambil menghela napas. “Terus kakak datang ke sana mau ngapain?”“Cuma lihat-lihat aja, sekalian menemani Tom menyelidiki keadaan. Dan yang dilelang di sana bukan cuma perempuan aja, kadang juga barang-barang antik yang mempunya value tinggi.”Aran tersenyum melihat Nina yang termangu mendengar penjelasannya. “Apakah kamu belum pernah datang ke pelelangan, Alice?”“Belum pernah,kak,” jawab Nina sambil menggeleng, ia melirik Nathan, “kalau su
“Pak Nathan, bu Nina...” Bob bergumam, ia merasa takjub melihat pasangan boss itu, keduanya sangat bersinar, terutama bu Nina, diam-diam ia melirik wanita di sebelahnya yang juga terpaku pada pasangan Nathan dan Nina. Semula ia sangat bangga pada wanita cantik yang mendampinginya malam ini, tapi ternyata, jika dibandingkan dengan istri boss, Rebecca tidak ada apa-apanya. “Bu Nina sangat cantik ya, Bec. Luar biasa pak Nathan dan bu Nina itu.” “Ck, itu karena pria yang di sampingnya. Wanita manapun yang berdiri bersamanya akan tampak istimewa. Nathan memang luar biasa, semakin lama semakin tampan dan mempesona.” Mata Rebecca berbinar-binar, tatapannya tak bergeser sedikitpun dari Nathan. “Apa kamu bilang? Nathan?” Pertanyaan Bob mengejutkan Rebecca, ia tersentak gugup. “O-oh, m-maksudku p-pak Nathan, ya, pak Nathan.” Bob menghela napas kasar, ada sedikit kejengkelan pada wanita di sampingnya itu. Ia segera melangkah mendekati Nathan dan Nina, tentu saja Rebecca mengikuti. “Selamat
“Ah, sial! Kamu mengotori jasku, Nona!” teriak pria yang dipeluk oleh Rebecca, demi mendengar suara pria itu, Rebecca membuka mata, lampu sudah menyala, ia melihat pria yang ia peluk, ternyata bukan Nathan. Spontan Rebecca melepas pelukannya, ia melihat semua orang sedang memperhatikannya, sedangkan Nathan dan Nina berdiri sedikit jauh darinya, keduanya bergandengan mesra. “T-tidak! tidak mungkin!” Rebecca berteriak. “Apanya yang tidak mungkin, Nona. Saya sejak tadi berdiri di sini, Anda sangat bernafsu memeluk dan menciumi saya. Ayo sini saya peluk, jangan gelap-gelapan aja Nona.” “Diam!” teriak Rebecca. Ia bergegas mendekati Nathan, namun pria itu menghalangi. “Nona, mengapa Anda mengejar pak Nathan? Lihat, Pak Nathan sudah punya istri yang luar biasa cantik, dan pintar, lihat, pak Nathan sangat mencintai istrinya.” “Minggir!” teriak Rebecca, ia sudah kepalang tanggung, ia tidak akan berpura-pura lagi. “Becca, apa yang kamu lakukan?” teriak Bob berusaha mendekati. “Diam, Bob!
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s
Tiba-tiba, Nina merapatkan tubuh pada suaminya. “Nathany, apa aku bermimpi?” bisik Nina. “Kenapa, sayang?” balas Nathan heran. “Bangunan di depan kita ini seperti ilustrasi di cerita-cerita dongeng.” Nina menatap bangunan tinggi yang berdiri di hadapannya, ada beberapa menara menjulang di tiga sisi. Cahaya terpancar dari setiap jendela yang terlihat di keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu alam yang kokoh itu. “Namanya kastil-kastil kuno Eropa ya begini, sayang. Para illustrator kan membuat gambar berdasarkan gambaran real yang pernah ada, lalu mereka menambahkan imajinasi untuk memperkaya kreasi mereka.” Nathan menjelaskan sambil ikut menatap bangunan kuno namun megah itu. “Lho kalian kenapa berdiri di sini?” Aran menghampiri mereka yang masih belum beranjak, padahal kendaraan yang mengantar mereka sudah pergi. “Kami takjub dengan pemandangan kastil ini, kak. Benar kan, sayang?” Nathan menjawab yang ditimpali dengan anggukan Nina. “Sepertinya, usia kastil ini sudah cukup t
“Takut? Takut kenapa, my love?” Nathan tertegun, ia menatap sang istri, dan terlihat kegugupan di wajah cantik itu. “Bukankah ini adalah saat-saat yang sudah lama kamu nantikan, bertemu dengan ayah kandungmu.” “Benar Nathany, aku memang sangat merindukan Daddy, tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan nanti, apa yang harus aku katakan? Aku takut nanti malah menjadi asing dengan ayahku sendiri.” Nina menghela napas pelan, pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya. “Kamu tahu kan, Nathany. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ayah, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan berbakti pada seorang ayah.” Nathan terdiam mendengar ucapan istrinya, bagaimanapun ia lebih beruntung dari Nina karena selama delapan belas tahun Nathan hidup dalam kasih sayang kedua orang tua lengkap, jadi ia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sedangkan Nina, ayahnya meninggalkannya saat ia baru berumur 1 tahun, belum ada memory yang tertinggal di ingatannya tentang sa
“Will, lihat itu!” tukas tuan Carter, matanya tak lepas dari sepasang anak muda yang sedang berdansa diantara pasangan-pasangan lainnya. Kakek Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya, kakek Nathan itu tertegun.“Christy? Siapa anak muda itu? Apa mungkin teman kuliahnya?” gumam kakek Wilson.“Itu cucu perempuanmu kan, Will?” tanya tuan Carter memastikan, kakek Wilson mengangguk.“Kamu tahu siapa pemuda yang sedang berdansa dengan cucumu?” tanya tuan Carter lagi, ada riak kegembiraan di wajahnya, sedangkan kakek Wilson hanya mengedikkan bahu.“Itu Bob, cucukku,” jawab tuan Carter sambil tersenyum.“Oh, itu yang namanya Bob?”“Yeah, benar Will. Aku memang belum sempat mengenalkan padamu, selama ini dia sibuk belajar di luar negeri, pas kembali langsung aku suruh memegang perusahaan dibawah bimbingan Nathan.”Kakek Wilson manggut-manggut, tapi bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan terlihat langsung akrab begitu? Kedua kakek itu pun heran. Dulu mereka susah payah untuk menyatuka