Mr. Bobby terkesiap dan baru menyadari kebenaran dari ucapan pelayannya, dengan tergesa pria itu menggendong istrinya, meninggalkan Jessie begitu saja. Saat ini yang ada di dalam pikirannya hanyalah keadaan istri dan janin yang ada di dalam rahim istrinya! Dirinya takut terjadi sesuatu yang buruk!
Sedangkan Jessie yang berada seorang diri di rumah hanya bisa menangis saat melihat mamanya harus dilarikan ke rumah sakit karena ulahnya, meski masih berusia 5 tahun, tapi dirinya adalah anak yang cerdas dan tau apa yang sedang terjadi.Pelayan sibuk membujuk dan menenangkan Jessie sampai akhirnya anak kecil itu tertidur karena terlalu lelah menangis.Di rumah sakit…..Mr. Bobby meremas kedua tangannya dengan gelisah, tidak sabar menunggu dokter yang sedang menangani istrinya di dalam sana. Dirinya tidak henti-hentinya berdoa sejak tadi, berharap tidak terjadi hal buruk. Hingga akhirnya dokter keluar dari ruangan yang langsung dicecar oleh berbagai macam pertanyaan,“Jill merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal, pertama kali tidur di tempat asing ini terasa sangat tidak nyaman, tapi saking lelahnya pada akhirnya Jill tetap terlelap setelah pusing mencari pekerjaan kesana kemari! Ternyata cari kerja emang beneran nggak gampang! Perlu effort lebih!Jill menguap lebar dan mencari ponselnya yang tergeletak manis di samping bantal, keningnya berkerut heran saat melihat Revel mengirimkan pesan padanya. Bukankah mereka semalam sudah berbincang di telepon? Untuk apalagi kekasihnya itu mengirim pesan? Tidak biasanya seperti ini!Dengan rasa penasaran yang memuncak, Jill membuka pesan dan tersenyum kecil. Heran karena kekasihnya jadi manja begini.‘Beb, kamu lagi apa? Aku suntuk banget nih. Liburan tapi nggak ngapa-ngapain. Besok ketemuan yuk?’ Begitulah isi pesan yang dikirimkan oleh Revel padanya. Jill menimbang-nimbang sejenak sebelum membalasnya.‘Morning! Sorry semalam aku udah tidur. Boleh, kamu mau jalan kemana hari ini?’Pesan
Claire mengerutkan kening saat melihat Revel kembali bersama Jill, terlihat heran saat melihat wajah mereka yang tampak serius.“Tumben pagi-pagi kamu udah ajak Jill kesini? Tanpa pemberitahuan pula. Ada apa?”“Ada yang mau aku omongin, Ma.”Claire belum sempat menjawab saat suara Levin terdengar di ujung ruangan.“Jill? Ada apa pagi-pagi sudah kesini?”Bagaimana Jill tidak semakin grogi kalau mendapat pertanyaan yang sama dalam kurun waktu berdekatan begini? Tidak sampai satu menit kayaknya! Dan Jill merasa kehadirannya tertolak karena dipertanyakan berulang kali!“Duduklah dulu baru jelaskan pada kami maksud kedatangan kamu sepagi ini!” ucap Claire singkat, meski dirinya sangat amat penasaran dan tidak bisa menunggu lebih lama lagi, tapi sebagai tuan rumah yang baik tetap harus bisa bersikap sopan kan? “Ada apa?” tanya Claire saat mereka semua sudah duduk di ruang tamu. Jill duduk di samping Revel, berhadapan dengan Levin dan Claire, tangannya ber
Bayar uang sewa? Kenapa mamanya jadi matre begini? Apa uang belanja yang papanya kasih masih kurang banyak sampe mau jadi ibu kost begini? Dan bukankah mamanya memiliki penghasilan sendiri dari saham meski hanya berdiam diri di rumah? “Tapi, Ma….”“Itu syaratnya. Kalau setuju kamu boleh tinggal disini, tapi kalau nggak, silahkan kamu cari tempat lain!” putus Claire dengan nada final.“Kenapa harus begitu sih, Ma?” protes Revel jadi malu dan tidak enak hati sendiri. Dirinya tidak menyangka kalau mamanya akan memungut bayaran dari Jill, padahal kekasihnya itu sedang kesulitan keuangan! Keterlaluan!“Lho, Mama hanya ingin membuktikan ucapan Jill barusan. Bukannya kamu bilang ingin belajar mandiri, Jill? Kalau kamu hanya menumpang hidup di rumah orang tanpa melakukan apapun, malahan kamu nggak akan bisa mandiri kan?” tanya Claire dengan penekanan di setiap kata ‘mandiri’.Jill mengangguk kaku, sadar akan kebenaran dari ucapan tante Claire.“Tapi saya belum
“Pa, bagaimana kelanjutan kerjasama antara Papa dengan Om Edbert?” tanya Alvaro pada papanya saat mereka sedang sarapan pagi bersama seperti biasa.“Kenapa? Apa kamu sudah tidak sabar agar dapat memperistri Jill? Kamu cinta sama dia?” tanya Yosua pada putranya. Alvaro hanya mengangkat bahu saat mendengar godaan sang papa.“Apa perlu cinta untuk menikah? Aku rasa tidak, Pa!” Yosua terkekeh mendengar jawaban putranya yang ternyata memiliki pemikiran yang sama persis dengan dirinya. Apa itu cinta? Tidak penting! Pernikahan hanyalah sebuah status agar dipandang hormat oleh orang lain, apalagi jika menikah dengan pengusaha yang sederajat atau malah lebih tinggi daripada mereka.Dan yang lebih penting lagi, pernikahan hanyalah status agar mereka dapat menyalurkan hasrat se-ks kepada pasangannya, karena jika tidak, pasti akan dianggap berzina! Meski yang sebenarnya terjadi, baik setelah menikah pun mereka tetap bisa jajan di luar, mencari wanita yang jauh lebih m
Jill merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal, hari pertama bekerja tubuhnya seolah remuk. Otaknya terasa panas karena harus belajar banyak hal baru. Siapa yang akan menyangka kalau ternyata teori saat kuliah dengan praktek di kantor akan beda jauh begini! Hah, rasanya percuma kuliah bertahun-tahun! Hanya untuk meraih gelar!Jill keluar menuju lobby kantor dengan raut penat, bahkan tidak menyadari sekeliling hingga satu suara memanggil namanya. Revel.“Hei, gimana kerja di hari pertama?”“Begitulah, lumayan capek,” aku Jill dengan wajah lelah yang tampak jelas. Revel tersenyum paham.“Ya udah, sekarang sebelum pulang kita makan malam dulu yuk? Biar sampai rumah kamu bisa langsung mandi dan istirahat.”“Nanti kamu ditanyain sama Mama kamu nggak? Aku nggak enak, karena biasa kan kamu selalu makan malam di rumah, Revel.”“Aku udah bilang Mama kok tadi dan Mama juga udah oke.”“Oh okay kalau gitu.”“Let’s go!” ajak Revel sambil menggandeng tangan san
Jill meronta hendak melepaskan diri, tidak ingin ikut pulang ke rumah, namun sepertinya tenaga wanita memang tidak dapat melawan tenaga pria. Jill terpaksa masuk ke dalam mobil papanya dengan wajah memberengut kesal.Tidak ada perbincangan sama sekali selama perjalanan sampai tiba di rumah. Aura di dalam mobil terasa sangat mencekam, bahkan supir pun takut untuk mengeluarkan suara meski hanya sedikit! Mama Lea menyambut kepulangan suaminya dan terpekik kaget saat melihat Jill muncul bersama sang suami.“Astaga! Akhirnya kamu pulang juga, Jill!”“Aku bukannya pulang, Ma. Tapi Papa yang menyeretku kesini disaat aku sedang bekerja!” balas Jill ketus.“Papa akan pastikan kalau kamu tidak bisa lagi keluar dari rumah ini, kecuali saat kamu telah resmi menikah dengan Alvaro!” tegas papa Edbert dengan suara mutlak.“Papa nggak bisa maksa aku untuk menikah dengan Alvaro. Aku nggak akan pernah mau!” teriak Jill kalap karena setelah sekian minggu berlalu ternyata sang papa
Gwen mondar mandir dengan gelisah di kamarnya, ucapan mama Lea barusan di telepon membuat Gwen kembali panik. Bagaimana tidak? Jill dipaksa pulang oleh papanya dan sekarang dikurung di kamar sampai tiba hari pernikahannya dengan Alvaro diadakan? GILA! Ini sangat amat gila! Dan parahnya Revel sedang tidak ada di Jakarta, bagaimana ini? Gwen harus mengadu pada siapa? Dan saat dirinya lagi pusing begini, ponselnya malah berdering. Nomor asing. Dengan malas Gwen mengabaikannya. Otaknya sudah sumpek, ini ada lagi panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Bikin tambah pusing aja!Tapi Gwen akhirnya harus menyerah karena sang penelepon tampak begitu gigih! Tidak berhenti menghubunginya meski sudah diabaikan berkali-kali. Gwen belum sempat memaki sang penelepon saat terdengar suara seorang wanita. Terdengar begitu lembut namun tegas membuat makiannya tertahan begitu saja.Gwen tidak mengira kalau yang menelepon adalah salah satu staff dari perusahaan tempat Jill bekerja, yang be
“Apa Jill tidak bisa membujuk Papanya untuk mengubah keputusan?” tanya Claire.“Jill sudah mencobanya, tapi Om Edbert tetap pada keputusannya. Bahkan menurut Tante Lea, Jill sudah memohon dengan berbagai macam cara, tapi tidak digubris sama sekali oleh Om Edbert!” keluh Gwen bingung campur kesal, jika boleh Gwen ingin sekali memaki om Edbert, tapi sayang Gwen masih sadar kalau itu tidak sopan.Meski kalau boleh jujur, Gwen memang sudah tidak respect dengan sikap om Edbert. Bagaimana bisa hormat kalau pria itu membuat hidup sahabatnya sengsara? Gwen memperhatikan pasangan di depannya, hanya bisa berharap kalau orangtua Revel dapat membantunya. Itulah harapan Gwen saat memutuskan datang ke kantor ini! “Bagaimana menurut kamu, Claire?”“Entahlah, Levin. Aku bingung. Jujur saja kita tidak memiliki hak untuk menentang pernikahan tersebut. Apalagi kamu juga tau sendiri kalau Edbert memang belum memberikan restunya atas hubungan Revel dengan Jill!” jawab Claire, terin