Daniel memandang sebuah rumah yang berada di hadapannya. Rumah yang lebih tepatnya disebut Istana. Megah, dan mewah. Rumah itu berdindingkan tembok berwarna krem dengan pilar yang menjulang tinggi di terasnya. Ada beberapa pohon palem dan pohon anting Putri yang berjejer rapi di sepanjang paving block menuju teras rumah."Masuk yuk, Om." Amira mengagetkan Daniel yang masih terpaku menatap rumah yang sudah setahun tidak lagi dikunjunginya.Daniel dan Cinta memasuki rumah tersebut seraya mendorong stroller si kembar yang diikuti oleh Bik Meri dan Carissa di belakangnya. Rumah dengan tampilan elegan dan ornamen mewah di dalamnya. Ada sebuah sofa mewah berwarna coklat dengan motif bunga sakura. Ada juga beberapa guci yang didalamnya terdapat bunga bunga berbentuk kristal."Assalamualaikum," ujar Daniel mengucapkan salam. "Waalaikumsalam," sahut seseorang dari dalam yang tak lain adalah Risa.Risa menyambut Daniel dan Cinta dengan sukacita. Perempuan berwajah oriental itu memeluk Cinta da
Cinta membantu Risa menyiapkan makan malam dengan telaten. Perempuan berambut pendek itu menata setiap piring di hadapan setiap kursi dan meletakkan sebuah gelas di sebelah kiri piring tersebut. Cinta juga membagi dua wadah yang berisi nasi putih dan lauk pauk dengan masing-masing Yang disiapkannya dengan dua wadah.Cinta merindukan masa makan malam bersama-sama dengan teman bisnisnya karena semenjak melahirkan si kembar, boleh dikatakan Cinta tidak pernah lagi ikut Daniel menghadiri acara perusahaan karena ia tidak ingin meninggalkan si kembar di rumah. Sedangkan membawa si kembar ke tempat acara formal dan besar Daniel biasanya tidak boleh karena dia mengkhawatirkan kesehatan kedua bayi kembarnya."Ini udah selesai semua, Ris?" Cinta bertanya pada Risa Seraya menata semua piring dan gelas di atas meja makan."Kayaknya udah semua deh, Cinta." Risa menyahut pertanyaan Cinta Seraya memperhatikan meja makan dengan seksama."Kamu nggak nyiapin buah-buahan?" Cinta merasa meja makan terseb
Risa yang mendapat pertanyaan dari Cinta sempat mengernyitkan keningnya. Perusahaan mereka memang tidak memproduksi berlian baru beberapa bulan terakhir karena baik Risa maupun Gio atau Della tidak memiliki konsep untuk menyiapkan model perhiasan terbaru yang akan digunakan untuk launching produk terbaru. Risa hanya pernah membuatkan sebuah kalung berlian untuk Galuh dan kalung berlian tersebut ia simpan karena ia takut Galuh akan menghilangkannya jika dipakai sehari-hari."Aku emang nggak punya launching berlian terbaru untuk beberapa bulan terakhir karena aku sendiri bingung bagaimana membuat konsep dari berlian tersebut."Risa menyahut perkataan Cinta.Cinta mengernyitkan keningnya mendengar pernyataan Risa. Sebelum mereka kembali ke kota Jambi, Cinta dan Daniel sudah berpesan kepada Risa agar memproduksi produk terbaru setiap enam bulan terakhir karena dikhawatirkan akan ada meeting besar yang meminta launching terbaru dari produk mereka.Namun sepertinya Risa tidak mengindahkan pe
Pagi itu. Daniel sudah bangun sejak adzan subuh belum berkumandang karena ia ingin melaksanakan ibadah salat Subuh di masjid yang terletak di dekat apartemen. Hari ini Daniel ingin mengenang kembali sahabatnya Gilang. Dulu ketika Gilang masih hidup dan Daniel belum mualaf, Daniel seringkali mengantarkan gilang untuk melaksanakan ibadah salat Subuh di masjid yang terletak di dekat apartemen Daniel.Daniel bahkan rela bangun subuh setiap kali Gilang menginap di apartemennya karena ia ingin mengantarkan gilang untuk melaksanakan ibadah salat subuh berjamaah di masjid."Ngapain sih lo nganterin gue, Dan, orang gue jalan kaki juga." Gilang selalu protes setiap kali Daniel mengantarkannya untuk salat berjamaah di masjid."Biar ada teman ngobrol lah." Daniel menyahut perkataan Gilang dengan menyunggingkan senyumnya.Meskipun mereka menjalin hubungan dengan perbedaan agama, akan tetapi Daniel dan Gilang saling menghormati perbedaan tersebut. Tak jarang Daniel mengantarkan Gilang untuk melaks
"Sayang, Kok tumben kamu salat di masjid?" Lagi, Cinta bertanya kepada Daniel karena laki-laki itu tak kunjung menjawab pertanyaannya."Aku lagi kangen sama Gilang. Dulu sebelum aku mualaf, aku sering menemani Gilang melaksanakan ibadah salat Subuh di masjid di dekat apartemen ini." Daniel menyahut dengan wajah murung.Cinta merasa menyesal karena telah mempertanyakan hal yang seharusnya tidak perlu ia tanyakan kepada Daniel. Dia menyesal karena pertanyaannya telah membuat suaminya tersebut bersedih dan kembali mengenang Gilang dalam kesedihan."Maaf sayang, aku tidak bermaksud." Cinta meraih tangan Daniel dan mengecupnya dengan lembut."Nggak apa-apa kok Sayang, Ya udah kalau gitu aku berangkat ke masjid sekarang ya," ujar Daniel yang kemudian mencium pucuk kepala Cinta dengan lembut dan mesra.Cinta mengantarkan Daniel untuk berangkat ke masjid sampai ke pintu apartemen. Setelah itu ia langsung mengetuk pintu kamar Carissa untuk membangunkan gadis kecilnya itu agar melaksanakan ibad
"Hmm ... Aku bahagia karena istriku kembali nakal." Daniel mulai melancarkan aksinya. Ia melumat bibir Cinta dengan lembut dan menyesap dengan hati-hati. Cumbuannya pun ia turunkan ke leher Cinta dan meninggalkan tanda kepemilikan di sana. Bukan hanya satu tanda kepemilikan, tetapi ada lima tanda kepemilikan yang dibuat oleh Daniel. Lelaki bermata sipit itu semakin liar saat mendengar Cinta mulai mendesah dan memanggil namanya."Daniel, akh, nanti kita kebablasan, Sayang." Cinta berbisik seraya menjambak rambut Daniel.Daniel tidak mempedulikan peringatan Cinta, ia terus mencumbu Istrinya itu hingga Cinta menggeliat seperti cacing kepanasan. Tubuhnya pun merasakan sengatan listrik yang cukup kuat."Sayang, aku mohon udah, dong. Aku nggak kuat ntar. Kita belum boleh melakukannya." Cinta menahan Daniel yang kemudian membuka kancing dress-nya dan membawa Cinta masuk ke dalam kamar.Daniel menghimpit tubuh Cinta dan mulai menggerayangi tubuh istrinya yang sudah mulai terbuai gairah. Tata
Jalanan cukup macet meskipun waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Begitulah Jakarta. Setiap hari selalu ramai oleh kendaraan yang berlalu lalang. Sangat berbeda dengan kota Jambi yang meskipun besar tapi tidak terlalu macet seperti Jakarta.Kemacetan itulah yang menyebabkan Daniel tidak ingin tinggal di Jakarta dan meneruskan perusahaannya yang berada di Jakarta. Lelaki bermata sipit itu memilih mempercayakan perusahaan di Jakarta kepada orang kepercayaannya sedangkan dia sendiri mengolah perusahaan yang berada di kota Jambi.Gio mengemudikan mobil dengan tenang membelah Jalan Raya. Pemuda yang baru terjun di dunia perusahaan selama satu tahun terakhir itu tampak tenang meskipun jalanan mulai merayap. Gio terlihat jauh lebih dewasa semenjak kematian Gilang. Ia menepati janjinya pada Gilang untuk mengelola perusahaan dengan baik dan menjaga nama baik keluarga. Jika dulu Gio adalah orang yang suka bercanda dan suka berbuat onar, untuk kali ini Gio terlihat lebih dewasa dan tidak
Daniel terkejut saat menerima telepon dari pihak rumah sakit yang mengatakan bahwa Gio mengalami kecelakaan saat sepulang dari mengantar Daniel dan Cinta ke apartemen. Lelaki bermata sipit itu segera meminta pendapat Cinta untuk bertindak. "Gimana nih, Gio sedang dirawat di rumah sakit,sedangkan siang ini kita harus mendampingi Risa untuk ikut meeting besar tersebut." Daniel bertanya kepada Cinta dengan tatapan gusar. Tentu saja Daniel merasa gusar karena saat ini Gio sangat membutuhkan kehadirannya di rumah sakit untuk mengurus segala keperluannnya. Sedangkan Risa juga membutuhkan kehadirannya di perusahaan karena meeting besar kali ini dihadiri oleh beberapa orang yang suka menjatuhkan pengusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Daniel tidak mungkin meminta kedua orangtua Gio untuk mengurusi segala sesuatu yang diperlukan oleh Gio di rumah sakit mengingat Pak Adiguna sudah sering sakit-sakitan dan tidak sanggup untuk memikirkan banyak hal. Bahkan Gio sendiri meminta Ri