Sesampainya di dapur, Sandra melongo melihat kondisi dapurnya yang berantakan.
"Apa apaan ini!" keluh Sandra.Ternyata di dapur sudah ada Wulan sedang membanting - banting peralatan makan. Bi Inah berdiri di samping Wulan dengan wajah ketakutan."Hentikan Wulan! Apa yang kamu lakukan di dapurku?" teriak Sandra."Hmmm aku kesini sebenarnya ingin mencicipi kue buatanmu. Tapi, cuih! Rasanya tidak enak sekali." Wulan menghina kue buatan Sandra sembari meludah ke lantai."Apa maksud ucapanmu? Kue itu sebelum dikemas, sudah aku cicipi terlebih dahulu untuk memastikan kesegaran rasa dan wangi khasnya!" Sandra bicara sambil menunjuk wajah adik iparnya."Halah! Kamu buat kue nya asal asalan saja." Wulan mencibirWulan mengambil sisa kue di dalam kotak, lalu membuangnya ke lantai dan menginjak injaknya."Lihatlah kuemu! Jelek dan hina sama sepertimu. Tidak layak makan, lebih layak untuk diinjak - injak di bawah kakiku.""Apa yang kau lakukan Wulan! Apa kau mau menghancurkan rumahku!" pekik Rayhan."Aku mau menghajar istrimu!" ucap Wulan sambil menyeringai."Kau sudah benar benar tidak waras! Kenapa kau menyerang Sandra?" tanya Rayhan sembari memegang erat kedua tangan adiknya."Aku tidak menyukainya, karena dia sudah mendekati lelaki yang kusuka." Wulan menjelaskan."Siapa maksudmu?" tanya Rayhan."Arya!" jawab Sonia singkat."Kau benar benar sudah gila. Kau lupa statusmu sebagai istri dari Johan. Dan tuduhanmu terhadap Sandra itu, tanpa alasan yang jelas. Aku muak dengan pembicaraan konyol ini!" terang Rayhan, tegas.Dodi datang menghampiri Wulan dan langsung menyeretnya keluar dari rumah. Wulan memberontak dan berteriak histeris hingga suaranya terdengar melengking di seluruh penjuru rumah."Lepaskan aku!"Setelah beberapa saat, akhirnya Wulan pergi dari rumah Rayhan. Bi Inah dan Tarjo memindahkan Sandra ke atas kurs
Mobil yang dikendarai oleh Dodi dan Wulan menabrak pagar pembatas jalan. Untungnya Dodi mengerem tepat waktu, sehingga tak ada korban jiwa. "Ah!" Wulan memegang kepalanya yang memar karena menghantam bagian kaca mobil."Karma langsung dibayar tunai. Dia membuat kepala Non Sandra terluka dan sekarang kepalanya sendiri yang terluka." Dodi menyunggingkan senyuman sembari bicara dalam hati.Dodi memundurkan mobilnya dan kembali melaju di jalanan. Dodi dengan cekatan membawa mobilnya menuju ke jalan Lantana menuju rumah Wulan.Di dalam mobil, Wulan menggigit kuat, tangan supir kakaknya hingga meninggalkan bekas dan hampir berdarah."Hentikan mobilnya! Atau aku akan melompat dari jendela!" pekik Wulan.Dodi tak punya pilihan selain mengikuti perintah Wulan. Ia menghentikan mobil di pinggir jalan."Apa maumu?" tanya Dodi kepada adik majikannya."Aku tak ingin pulang ke rumah Papa. Aku ingin pulang ke rumahku sendiri,"
Wulan memegang senjata perkasa milik Dodi yang sudah berdiri tegak."Jangan lakukan itu," ucap Dodi menepis tangan adik majikannya."Kenapa? Coba kamu lihat, dua gunungku bahkan sekarang ikut menegang," ucap Wulan sembari membuka handuk di depan supirnya.Ia mendekatkan gunung gunungnya yang besar dan hangat ke pipi Dodi, kemudian perlahan memasukkan puncak gunungnya ke dalam mulut supir tampannya itu.Wulan yang sudah tak mengenakan kain sama sekali, naik ke atas tubuh Dodi. Ia mencoba merayu Dodi agar mau melepaskan senjata besarnya ke dalam goa kecil milik Wulan."Bukalah baju dan celanamu. Aku akan membuatmu terbang ke angkasa," ucap Wulan.Tanpa diduga, Dodi langsung bangkit berdiri. Ia melangkah menjauhi Wulan."Kenapa kau menolakku?" tanya Wulan."Karena memang yang kau lakukan sudah di luar batas!" pekik Dodi.Wulan menanggapi ucapan Dodi dengan santai. Ia berjalan mendekati Dodi dan menggelayut
"Apa kamu pikir papa buta? Papa bahkan tahu apa yang ingin kamu lakukan. Kamu sungguh-sungguh mempermalukan keluarga! Hari ini, keluarga suamimu akan datang kemari. Ingat jaga sikapmu!" seru Dani.Sementara Wulan yang merasa malu, hanya bisa menundukkan wajah. Ia pergi ke dalam kamarnya diikuti oleh beberapa karyawan salon yang akan membantunya berdandan."Apapun yang aku lakukan selalu salah! Papa lebih peduli dengan Sandra daripada Putri kandungnya sendiri!" Wulan bicara dalam hati.Dani pergi ke arah yang lain dan masuk ke dalam rumah. Ia benar benar kecewa memiliki putri seperti Wulan."Entah apa salah dan dosaku, hingga Putri yang lahir di dalam keluar ini sungguh menguji kesabaranku!" gerutu Dani sambil memegang pelatuk kesayangannya dan menggosoknya dengan kain lap.Dani adalah Ayah dari Wulan dan juga Rayhan. Dia lelaki pekerja keras dan bertanggung jawab. Karakternya yang tegas dan disiplin membuat setiap usaha yang di gelutinya
"Tapi cari dimana mas?" Akhirnya Sandra membuka suara."Cari di toko retail kan ada banyak! Pakai otak kamulah! Kamu sudah dewasa! Masa nggak bisa mikir!" Rayhan melontarkan kata kata yang cukup kasar."Ini karena kamu egois! Kamu tidak patuh kepada suami! Kamu malah sibuk meladeni kemarahan Wulan!" Rayhan mengomel dengan ketus."Iya mas! Aku tahu! Aku salah! Hanya aku yang salah! Tak perlu kamu ulangi percakapan itu lagi! Mungkin benar kata Wulan! Kue ku rasanya tidak enak! Layak untuk dibuang ke tempat sampah! Apa kamu sudah puas menghinaku?" Sandra kesal.Sandra pergi meninggalkan rumah, ia berjalan di pinggir trotoar sambil menangis."Hanya perkara air galon. Kenapa sampai seperti ini kamu menghinaku?" gumam Sandra dalam hati.Sandra memutuskan untuk menghubungi Arya dan meminta pertolongan darinya."Tut! Tut!""Ya sayang. Tumben menelepon. Ada apa?" tanya Arya dari sebrang telepon."Aku butuh air
"Aku pergi ke toko kue untuk menggantikan kue kueku, yang sudah dihancurkan oleh Wulan. Jika aku tak segera mengirim kue ke tempat Mama, Mama yang akan memarahiku nanti," sahut Sandra."Lalu dari mana kamu dapatkan baju itu? Baju itu rancangan desainer terkenal, seluruh uang di ATM mu saja tak akan dapat membelinya!" tanya Rayhan dengan mata menelisik."Kenapa aku tidak bisa membelinya? Aku selalu menyisihkan sisa uang belanja pemberianmu untuk ku tabung." Sandra mencoba untuk berkelit."Menyisihkan uang belanja?" Rayhan ragu. Sandra hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun."Apa kau yakin, kalau kau menyisihkan uang belanja demi bisa membeli baju itu?" Rayhan kembali melontarkan pertanyaan."Jika aku tak menabung, darimana aku dapatkan uangnya?" tukas Sandra."Dan untuk air galon, sebentar lagi air akan datang. Kamu tunggu saja." Sandra bicara lagi.Tiga puluh menit berlalu, Tarjo dengan wajah kebingungan mas
Wulan menghentikan gerakan tangannya, ia tersadar jika ia meminum racun, dirinya juga akan ikut tiada."Arrrrgggghhh sial sekali hidupku. Kenapa aku ceroboh. Andai aku menggunakan kond*m waktu itu. Semua ini pasti tak akan terjadi," ucap Wulan sambil memukuli perutnya sendiri.Apa yang sedang diperbuat Wulan ternyata dilihat oleh tukang kebun rumahnya, ia dengan cepat menghampiri majikannya itu."Non Wulan sedang apa di sini? Kenapa memegang botol berisi racun serangga?" tanya si tukang kebun."Apa sih Pak? Ikut campur urusan aku aja! Ini ku kembalikan botolnya," jawab Wulan ketus.Wulan berlalu dari kamar tukang kebun, dan pergi menuju ruang tamu. Di sana sudah ada banyak tamu undangan beserta para Guru spiritual, ayahnya. Ia memundurkan langkahnya ke belakang tapi di cegah oleh sang Ibu."Mama! Sejak kapan mama berdiri di sini?" tanya Wulan, kaget."Sejak tadi. Mama mengamati setiap gerak gerikmu. Kamu mau kemana? Ayo
Sandra pergi ke luar rumah dan menitipkan Ana kepada suaminya."Tolong jaga Ana! Aku harus keluar mencari anak kesayangan Ibumu!" Sandra bicara sembari menatap lekat wajah suaminya.Ia keluar dari rumah besar Lantana dengan berjalan kaki. Sepanjang jalan, Sandra merasa sakit hati sebab penghinaan Ayunda terngiang ngiang di telinganya."Selalu aku yang di salahkan. Apapun yang terjadi di dalam rumah ini, hanya salahku," gumam Sandra.Sementara itu, Ayah dan Ibu mertua Wulan yang sudah masuk ke dalam rumah juga mendengar kalau Wulan tidak ada disana."Wulan kabur ya Pak?" tanya Anik kepada suaminya."Sepertinya begitu Bu," jawab Pak Karso seraya menghela nafas panjang."Kalau bukan karena kebaikan Pak Dani, aku nggak akan pernah setuju dengan pernikahan Aryo dan Wulan," ucap Anik."Iya Bu. Aku paham bagaimana perasaanmu. Tapi kita tidak mungkin membiarkan Pak Dani mengalami musibah ini sendirian," sahut Karso.
"Siapa ini?" tanya Wulan."Hallo... ini benar kan nomor telepon Aryo?""Iya ini nomer telepon Aryo. Kamu siapa? Saya tanya kenapa nggak jawab?""Aku Meisha.""Meisha siapa? Untuk apa mencari Aryo?""Aku kekasihnya. Aku," ucap wanita itu tak terdengar karena Aryo merampas dengan paksa ponselnya dari tangan Wulan."Aryo... siapa Meisha?" tanya Wulan lirih."Dia masa laluku." "Jika memang benar dia adalah masa lalumu, darimana dia dapatkan nomor ponselmu?""Dari adikku, Edo. Atau mungkin dari ibuku.""Apa? Adikmu? Ibumu? Mereka semua mengenal Meisha?""Ya mereka semua mengenalnya.""Tapi bagaimana mungkin? Dia kan hanya sebatas mantan pacarmu.""Sudahlah Wulan. Aku tak ingin membahas ini. Dia hanya masa laluku. Lebih baik kita makan malam bersama. Aku sudah lapar."Aryo berjalan ke dapur dan menyiapkan makan malam. Aryo membuat omellete kentang keju, makanan fa
Aryo dan Wulan kembali tinggal di rumah mereka yang berada di Jalan Begonia. Aryo dengan telaten merawat Wulan hingga perlahan, mata Wulan dapat sedikit melihat cahaya.Aryo tak hanya merawat Wulan dengan baik, Aryo juga membersihkan rumah dan memasak. Setiap pagi sebelum berangkat ke kantor, Aryo membuatkan sarapan dan juga makan siang untuk Wulan.Setelah Aryo berangkat kerja, seperti biasanya Wulan akan mulai berjalan perlahan ke seluruh ruangan yang ada di sana. Ia menghafal dengan sentuhan tangannya setiap sudut rumahnya.Terkadang karena terpeleset atau tersandung sesuatu, Wulan jatuh ke lantai. Namun itu tak menyurutkan semangatnya untuk belajar hidup normal lagi dengan keadaannya yang sekarang.Aryo sekarang bekerja di perusahaan yang sama dengan tempat Arya bekerja. Tapi ia masih belum memberitahu Wulan. Sebab Aryo masih menaruh rasa curiga kepada Wulan. Dulu Wulan juga mengejar Arya agar mau menikahinya. Aryo tak tahu, apakah cintanya un
Liya menelepon Arya dan menceritakan mengenai apa yang ia dengar barusan. Belum selesai Liya bercerita, Arya telah mematikan ponselnya.Liya kemudian mengambil payung, guna membantu Sandra. Tapi begitu melihat tampilan garang Rayhan yang ada di halaman rumah, ia memundurkan langkahnya karena takut."Ibuku bukan pembunuh!! Apa kau dengar itu?!" teriak Rayhan dengan wajah kesal diiringi suara derasnya hujan yang ikut turun."Ibumu pembunuh! Sama seperti Novimu! Pembunuh! Pergi kau dari sini! Jangan membuat keributan di sini!" teriak Sandra.Rayhan naik pitam mendengar ucapan Sandra, ia mendorong tubuh Sandra hingga terjatuh. Dan menginjak punggung tangan Sandra."Aah sakit. Lepaskan tanganku.""Kau camkan baik baik, aku tak akan menerima hinaanmu yang kau berikan untuk Ibuku!""Aku tidak menghina! Aku bicara fakta!"Ucapan Sandra semakin membuat amarah Rayhan memuncak. Ia dengan keras menginjak punggung tanga
Sandra senang sekali dapat berjumpa dengan Bi Inah dan Pak Tarjo. Anak anaknya juga ikut senang karena hal tersebut."Ini Non saya bawakan bubur ayam buat anak anak," uap Bi Inah seraya menyodorkan kantong plastik."Wah ini makanan favorit Levin dan Ana.""Maaf ya Non, Bibi hanya bisa bawa bubur saja untuk anak anak.""Bi, ini adalah makanan terlezat bagi kami," sahut Levin seraya mengambil bungkusan bubur dari tangan ibunya."Levin hati - hati. Buburnya masih panas. Liya, tolong kamu bantu Levin ya.""Siap Non," ucap Liya.Sandra mengobrol dengan Bi Inah. Dan saling mengobati rasa rindu yang mereka rasakan."Bibi nggak nyangka, bakalan pisah dari Non," ucap Bi Inah."Kehidupan di dunia ini nggak ada yang pasti Bi.""Non... sudah menggugat Tuan ya? Apa Non nggak ingin kembali bersama Tuan?""Tidak Bi. Kami lebih baik berpisah. Kami memiliki terlalu banyak perbedaan."Tarjo sejak tadi hanya diam saja karena mengamati Liya."Pak Tarjo Bengong terus sejak tadi!" ucap Sandra."Eh iya Non
Pagi itu entah kenapa Sandra sangat merindukan Bi Inah, asisten rumah tangganya yang ada di rumah Rayhan. Jadi ia memutuskan untuk menelepon Bi Inah."Jam segini, pasti Rayhan tak ada di rumah. Aku akan telepon dan bicara sebentar dengan Bi Inah.""KRiiiNG!!!" Suara telepon yang ada di rumah Rayhan berdering kencang."Hallo." "Hallo... Bi..," ucap Sandra."Eh Non... bagaimana kabarnya? Terakhir kali kita ngobrol, teleponnya di ambil paksa oleh Tuan.""Aku baik... Bibi gimana?" "Bibi ya begini begini saja non. Nggak terlalu baik. Nggak terlalu buruk juga. Oiya Bibi dengar kabar kalau Non Sandra sekarang tinggal di Apartemen Cattleya Posh?""Iya aku pernah tinggal di sana... tapi sekarang aku sudah pindah.""Lho kenapa Non?" tanya Bi Inah penasaran."Panjang ceritanya Bi. Lain kali saja aku ceritakan.""Anak anak gimana Non?""Anak anak sehat, Bi." "Kalau boleh, Bibi
"Ma... Pak Haris kok nyium mama? Kata mama, Pak Haris itu teman mama?!" Aku memprotes."Kenapa memangnya kalau teman berciuman? Sekedar mencium kening, jangan merespon berlebihan," ucap Mama."Kalau Papa tahu, pasti Papa marah."" Papamu tak akan tahu apapun. Kecuali kamu yang memberitahukan hal itu kepadanya. Tapi Ray, untuk apa kamu memberitahu Papamu? Papa bahkan tak percaya dan peduli lagi padamu. Mama yang memperjuangkan kamu di sekolah baru hingga kamu menjadi juara di sekolah seperti sekarang ini," ucap Ayunda."Mama benar. Papa tak pernah percaya pada setiap ucapanku. Saat ketika aku bilang aku tak pernah menonton film biru. Papa ragu. Saat aku bilang aku tak membentak ataupun melotot ke arah guru kelasku, Papa juga tak percaya."Aku melupakan kejadian tentang ciuman Pak Haris kepada mama, dengan segera. Yang menjadi prioritasku dalam hidup adalah kesuksesan berkarir. Aku tak pernah lagi peduli tentang hal di luar itu.A
"Kamu masih bilang nggak melakukan apa apa! Dasar anak kurang ajar! Guru kelasmu sendiri yang bilang kepada Kepala Sekolah, jika kamu sudah berani membentak dan melotot padanya saat ada ujian dikelas!!" teriak Papa kesal."Sekarang kamu dengan entengnya bilang, jika kamu nggak pernah melakukan apa apa?!" teriak papa lagi."Aku memang tidak melakukannya pa! Kenapa papa nggak percaya padaku! Aku saat itu hanya tidak mau mengerjakan tugas darinya. Tapi aku sama sekali tidak membentak ataupun melotot kepada Bu Widya.""Lalu kau mau bilang jika Bu Widya yang berbohong?! Dasar anak kurang ajar!!" ucap papa seraya memukulku lagi tanpa ampun dengan gagang sapu."Dia memang berbohong pa. Kenapa papa lebih percaya ucapan orang lain daripada ucapanku?" ucapku lirih dengan mata sembab."Hentikan dramamu! Setelah ini papa nggak akan mau tahu tentangmu lagi!"Sejak saat itu, mama memberhentikan Bu Anna sebagai guru les privatku. Mama sejak awa
Namaku Rayhan Wijaya, dulu saat masih menjadi siswa SD, aku selalu rutin bangun jam 5 pagi.Aku giat belajar, mengerjakan PR dan semua tugas proyek yang diberikan oleh guruku di sekolah.Ayah yang selalu mengingatkanku untuk rajin belajar. Ayah juga memberikanku seorang guru les privat, yang membantu mengajariku setiap sore. Namanya adalah Bu Anna.Bu Anna menguasai beberapa bahasa dari negara berbeda. Selain cantik dan ramah, Bu Anna juga sangat baik dan sabar saat mengajar. Selain pelajaran sekolah, ia juga mengajariku mengenai budi pekerti dan norma norma yang ada dalam kehidupan sehari-hari.Dalam bimbingannya, prestasiku naik dengan pesat. Aku mendapat nilai terbaik saat kelulusan Sekolah Dasar."Belajar bukan hanya sekedar membaca dan menghafal. Belajar bukan hanya bicara mengenai nilai akademis tapi juga bicara tentang arti pentingnya kebaikan kepada sesama." Kata kata Bu Anna itu yang kujadikan panutan hingga aku masuk ke SMP.
Sandra nampak murung. Pak Albert mengajaknya untuk duduk sebentar di kantin yang ada di sana. Pak Albert juga sudah menelepon Arya dan memberitahu jika proses mediasi sudah selesai.Arya datang menjemput Sandra dari pengadilan. Ia melihat Sandra yang duduk di mobilnya dengan wajah menunduk."Apa yang terjadi tadi?" tanya Arya sembari menggenggam tangan Sandra."Tak ada yang perlu dikhawatirkan.""Lalu kenapa kau kelihatan sedih? Apa dia tadi membentakmu?""Sedikit bentakan saja. Tapi aku sedih bukan karena bentakan Rayhan.""Lalu kenapa?" tanya Arya penasaran."Apa tindakanku sudah benar? Meski tak menunjukkan reaksi yang berlebihan di sana, tapi aku tahu jika Rayhan sangat marah.""Apa yang dikatakan oleh hatimu? Ikutilah itu.""Kenapa lewat sini? Kita mau kemana?" tanya Sandra ketika ia melihat kios kebab langganannya."Ke rumahku. Anak anak ada di sana. Kau istirahat di sana dulu. Aku tidak bisa turun. Aku akan langsung ke kantor setelah ini." Sandra mengikuti permintaan Arya.***