Share

Bab 88. Kembali Menjerit

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-30 21:12:10
Malam semakin larut, membawa keheningan yang menenangkan di kamar Reval.

Lampu di sisi tempat tidur redup, hanya menyisakan temaram yang cukup untuk menerangi bayangan wajah mereka.

Naura terbaring dengan kepala bersandar di dada Reval, mendengarkan detak jantungnya yang perlahan kembali normal. Suara napas mereka berpadu.

Reval merengkuh tubuh Naura lebih erat, seolah tidak ingin kehilangan kehangatan yang ia rasakan. Tangannya dengan lembut membelai rambut Naura, membuat perempuan itu merasa terlindungi.

Tidak ada kata-kata yang diucapkan, tetapi kebisuan itu berbicara lebih dari yang mampu mereka ungkapkan dengan suara.

Naura mengalihkan pandangannya ke jendela, melihat bulan yang menggantung rendah di langit malam. Hatinya dipenuhi berbagai perasaan yang sulit dijelaskan.

“Kamu nyaman?” suara Reval tiba-tiba memecah keheningan.

Naura mengangguk, meski ia tahu lelaki itu tidak dapat melihatnya dengan jelas.

“Saya ... saya baik-baik saja,” jawabnya pelan, suaranya terden
Rich Mama

........,,,,

| 4
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 89. Di Balik Sweater

    Pintu kamar mandi terbuka perlahan, uap hangat keluar menyertai suara langkah kaki yang lembut. Tubuh Naura bersandar lemah pada dada Reval yang kokoh. Ia digendong dengan lengan kuat lelaki itu, seperti seseorang yang tidak akan pernah dibiarkan jatuh. Napas Naura terasa teratur, meski pipinya masih merah. Entah karena panas uap atau perasaan canggung yang belum juga surut sejak insiden di kamar mandi tadi. “Turunkan saya Pak Reval,” gumam Naura dengan suara pelan, tetapi Reval seolah tidak mendengar. Ia tetap melangkah menuju ranjang tanpa ragu. Reval hanya melirik sekilas ke arah wajahnya, ekspresinya tenang, sulit ditebak. “Tenang saja,” kata Reval singkat, nadanya datar seperti biasa. Namun, ada sesuatu dengan cara ia menatap yang membuat Naura justru memilih diam dan membiarkan lelaki itu melakukan apa yang ia mau. Ia merebahkan tubuh Naura di atas ranjang, gerakannya penuh kehati-hatian. Tangan Naura tanpa sadar mencengkeram selimut, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 90. Pelajaran Berharga

    Naura tersentak mundur, tangannya secara refleks memeluk tubuhnya. Wajahnya memerah seketika, panas yang memancar dari pipinya membuatnya ingin segera lari dari ruangan itu. “Pak Reval!” Ia berseru dengan suara pelan, hampir seperti protes, meski tidak tahu bagaimana caranya membalas ucapan lelaki itu tanpa mempermalukan dirinya sendiri. Reval hanya menyeringai tipis, seolah puas dengan reaksi yang ditimbulkan. “Aku hanya memberi tahu. Bukan berarti aku keberatan dengan apa yang kamu kenakan sekarang. Kalau saja kita tidak ada kepentingan. Aku akan mengurungmu seharian di sini tanpa berganti pakaian,” tambah Reval, nada suaranya tetap santai. Ia menyandarkan tubuhnya ke kusen pintu, mengamati Naura dengan pandangan yang sulit ditebak. Naura merasakan degup jantungnya semakin tidak karuan. Ia mencoba menenangkan diri, tetapi rasa malu dan salah tingkah justru membuat gerakannya semakin kikuk. Ia berjalan cepat ke arah tempat tidur untuk mengambil jaket yang sebelumnya dilemparka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 91. Mengecewakan

    “Saya sudah memastikan jalurnya. Tidak ada jalan pintas lagi. Kita ikuti jalur utama sesuai petunjuk,” jelas Naura. “Pastikan semua barang kita sudah di mobil, Naura,” ujar Reval sambil merapikan rambutnya. Naura mengangguk yakin. “Siap, Pak Reval. Saya pastikan tidak ada yang berkurang.” Reval tersenyum kecil. “Bagus. Kita tidak punya waktu untuk kesalahan kedua.” Setelah semuanya siap, mereka melanjutkan perjalanan. Jalan yang dilalui terasa lebih familiar, mungkin karena Naura lebih hati-hati kali ini. Di sepanjang perjalanan, Reval sesekali melirik Naura yang duduk di sebelahnya, sibuk memperhatikan layar ponselnya untuk memastikan arah. “Kamu terlalu serius,” celetuk Reval. Naura menoleh, menatapnya bingung. “Saya tidak mau kita tersesat lagi. Itu benar-benar membuang waktu.” Reval terkekeh pelan. “Iya, tapi jangan sampai kamu lupa menikmati pemandangan ini.” Tangan pria itu menunjuk ke luar jendela, di mana perbukitan hijau terbentang dengan indah. Naura meno

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 92. Kenapa Diam Saja?

    Nada suara Selena membuat Naura merasa seperti sedang dihakimi. Namun, ia hanya tersenyum tipis dan menjawab, “Saya akan berusaha melakukan yang terbaik.”Percakapan itu terhenti ketika Reval memanggil Selena. Wanita itu segera menghampirinya, meninggalkan Naura dengan perasaan campur aduk. Ia mencoba mengalihkan fokusnya kembali ke pekerjaannya, tetapi bayangan Selena yang begitu dekat dengan Reval terus mengganggu pikirannya.Setelah inspeksi di lapangan selesai, Reval meminta semua orang untuk kembali ke ruang pertemuan. Mereka akan membahas temuan di lapangan dan menyusun rencana tindak lanjut. Naura kembali ke tempat duduknya, membuka laptop, dan bersiap mencatat.Namun, kali ini Reval berbicara langsung kepadanya. “Naura, aku butuh laporan singkat tentang semua yang kita bahas hari ini. Kirimkan ke emailku sebelum pukul delapan malam.”Naura mengangguk cepat. “Baik, Pak. Saya akan segera menyelesaikannya.”Reval memberikan anggukan singkat sebelum kembali fokus pada tim proyek

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 1. Temani Aku Malam Ini

    “Saya … ingin mengajukan pinjaman, Pak.” Naura berdiri beberapa langkah dari meja, meremas jemarinya yang basah oleh keringat. Suaranya sedikit bergetar. Reval menghentikan tangannya yang sedari tadi sibuk menandatangani berkas-berkas. Tatapannya langsung tertuju pada Naura, tatapan yang sulit diartikan. CEO duda itu menyandarkan tubuhnya ke kursi, ekspresinya tak berubah. “Berapa yang kamu butuhkan?” “Dua miliar, Pak.” Ruangan itu mendadak hening, seolah waktu berhenti. Naura menggigit bibir, menunggu reaksi yang tidak kunjung datang. Reval akhirnya tertawa kecil, suara yang tidak membawa kehangatan. “Kamu sadar betapa besar angka itu, kan?” “Saya sadar, Pak. Tapi saya tidak punya pilihan lain,” jawab Naura, nadanya memohon. Reval mengangguk pelan, lalu bangkit dari kursinya. Ia berjalan ke arah jendela besar di belakang meja, melihat pemandangan kota yang sibuk. “Kamu tahu, Naura, perusahaan tidak seperti lembaga amal. Kami tidak memberikan uang begitu saja tanpa a

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 2. Pakai Di Sini

    Naura harus ke rumah sakit ketika mendapatkan pesan dari Dion, suaminya, yang mengatakan kalau ibu mertuanya kritis di ICU. Saat di perjalanan menuju rumah sakit, ponsel Naura berbunyi, menampilkan pemberitahuan bahwa uang sebesar empat miliar sudah dikirimkan ke rekening Naura. “I-ini … banyak sekali.” Naura menutup mulutnya, ia terkejut karena Reval memberikan dua kali lipat dari yang Naura pinjam. Selama di dalam taksi, Naura hanya bisa menangis, takdirnya kini sudah ada di depan mata. Sesampainya di ruang gawat darurat, Naura menemukan ibu mertuanya terbaring lemah di balik kaca ruang ICU. Perempuan tua itu adalah satu-satunya yang pernah memperlakukan Naura seperti keluarga sejak ia menikah dengan Dion. Hati Naura mencelos melihat kondisinya, tapi sebelum ia bisa mendekat lebih jauh, suara Dion terdengar dari belakang. “Uangnya mana?” tanyanya, tanpa basa-basi, tanpa sedikit pun empati di wajahnya. Naura berbalik, menyerahkan amplop tebal yang ia bawa. Dion langsung mera

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 3. Melanjutkan Permainan

    Reval melangkah mendekati Naura tanpa ekspresi. “Aku di sini. Tidak ada yang perlu kamu sembunyikan,” ujar Reval singkat, sambil menyentuh bahu Naura dengan lembut, namun tidak menunjukkan kehangatan. Naura menatap Reval, terkejut oleh kata-kata itu. Sentuhan di bahunya terasa aneh, dingin, seolah tidak ada emosi di baliknya. Rasa cemas menyelimuti dirinya, namun ia tetap terdiam. Namun, ia merasa tak mampu menolak. Perlahan ia menarik napas, berusaha meredam gemuruh jantungnya yang semakin cepat. Pandangannya tetap tertunduk, enggan bertemu mata Reval. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Naura mulai membuka kancing bajunya satu per satu. Setiap helai pakaian yang terlepas menambah rasa terpapar yang semakin dalam, bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional. Namun tatapan dingin Reval tetap menembusnya, seolah menahan setiap niat untuk mundur. Ketika pakaian terakhir terlepas, Naura merasa tubuhnya hampir tidak terlindungi, meskipun hanya ada sedikit kain yang menutupi tubuhnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 4. Menuntaskan Hasrat

    Naura memandangnya dengan ekspresi bingung, masih mencoba memahami situasi yang baru saja terjadi. Ciuman mendadak itu, kehadiran Reval yang mendominasi, dan kalimat terakhirnya tentang malam esok membuatnya dilanda kegelisahan yang memuncak. “Tunggu … apa maksudmu besok malam adalah malam yang sesungguhnya?” tanya Naura, suaranya terdengar lemah, hampir berbisik. Reval menoleh sekilas, kemudian mendengus kecil. Ia berjalan menuju pintu kamar hotel tanpa menjawab langsung. Ketika ia membuka pintu untuk membuat Naura keluar dari kamarnya, ekspresinya masih sama, dingin dan penuh kontrol. “Kita belum selesai, Naura. Sampai apa yang kulakukan padamu setimpal dengan uang yang sudah kuberikan,” katanya dengan nada yang begitu tenang, namun penuh tekanan. Naura merasa seperti ditampar oleh kata-kata itu. Bibirnya sedikit terbuka, ingin membalas, tetapi ia tak menemukan kekuatan untuk melakukannya. Ia hanya berdiri mematung beberapa detik sebelum akhirnya berjalan keluar dengan langkah be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 92. Kenapa Diam Saja?

    Nada suara Selena membuat Naura merasa seperti sedang dihakimi. Namun, ia hanya tersenyum tipis dan menjawab, “Saya akan berusaha melakukan yang terbaik.”Percakapan itu terhenti ketika Reval memanggil Selena. Wanita itu segera menghampirinya, meninggalkan Naura dengan perasaan campur aduk. Ia mencoba mengalihkan fokusnya kembali ke pekerjaannya, tetapi bayangan Selena yang begitu dekat dengan Reval terus mengganggu pikirannya.Setelah inspeksi di lapangan selesai, Reval meminta semua orang untuk kembali ke ruang pertemuan. Mereka akan membahas temuan di lapangan dan menyusun rencana tindak lanjut. Naura kembali ke tempat duduknya, membuka laptop, dan bersiap mencatat.Namun, kali ini Reval berbicara langsung kepadanya. “Naura, aku butuh laporan singkat tentang semua yang kita bahas hari ini. Kirimkan ke emailku sebelum pukul delapan malam.”Naura mengangguk cepat. “Baik, Pak. Saya akan segera menyelesaikannya.”Reval memberikan anggukan singkat sebelum kembali fokus pada tim proyek

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 91. Mengecewakan

    “Saya sudah memastikan jalurnya. Tidak ada jalan pintas lagi. Kita ikuti jalur utama sesuai petunjuk,” jelas Naura. “Pastikan semua barang kita sudah di mobil, Naura,” ujar Reval sambil merapikan rambutnya. Naura mengangguk yakin. “Siap, Pak Reval. Saya pastikan tidak ada yang berkurang.” Reval tersenyum kecil. “Bagus. Kita tidak punya waktu untuk kesalahan kedua.” Setelah semuanya siap, mereka melanjutkan perjalanan. Jalan yang dilalui terasa lebih familiar, mungkin karena Naura lebih hati-hati kali ini. Di sepanjang perjalanan, Reval sesekali melirik Naura yang duduk di sebelahnya, sibuk memperhatikan layar ponselnya untuk memastikan arah. “Kamu terlalu serius,” celetuk Reval. Naura menoleh, menatapnya bingung. “Saya tidak mau kita tersesat lagi. Itu benar-benar membuang waktu.” Reval terkekeh pelan. “Iya, tapi jangan sampai kamu lupa menikmati pemandangan ini.” Tangan pria itu menunjuk ke luar jendela, di mana perbukitan hijau terbentang dengan indah. Naura meno

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 90. Pelajaran Berharga

    Naura tersentak mundur, tangannya secara refleks memeluk tubuhnya. Wajahnya memerah seketika, panas yang memancar dari pipinya membuatnya ingin segera lari dari ruangan itu. “Pak Reval!” Ia berseru dengan suara pelan, hampir seperti protes, meski tidak tahu bagaimana caranya membalas ucapan lelaki itu tanpa mempermalukan dirinya sendiri. Reval hanya menyeringai tipis, seolah puas dengan reaksi yang ditimbulkan. “Aku hanya memberi tahu. Bukan berarti aku keberatan dengan apa yang kamu kenakan sekarang. Kalau saja kita tidak ada kepentingan. Aku akan mengurungmu seharian di sini tanpa berganti pakaian,” tambah Reval, nada suaranya tetap santai. Ia menyandarkan tubuhnya ke kusen pintu, mengamati Naura dengan pandangan yang sulit ditebak. Naura merasakan degup jantungnya semakin tidak karuan. Ia mencoba menenangkan diri, tetapi rasa malu dan salah tingkah justru membuat gerakannya semakin kikuk. Ia berjalan cepat ke arah tempat tidur untuk mengambil jaket yang sebelumnya dilemparka

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 89. Di Balik Sweater

    Pintu kamar mandi terbuka perlahan, uap hangat keluar menyertai suara langkah kaki yang lembut. Tubuh Naura bersandar lemah pada dada Reval yang kokoh. Ia digendong dengan lengan kuat lelaki itu, seperti seseorang yang tidak akan pernah dibiarkan jatuh. Napas Naura terasa teratur, meski pipinya masih merah. Entah karena panas uap atau perasaan canggung yang belum juga surut sejak insiden di kamar mandi tadi. “Turunkan saya Pak Reval,” gumam Naura dengan suara pelan, tetapi Reval seolah tidak mendengar. Ia tetap melangkah menuju ranjang tanpa ragu. Reval hanya melirik sekilas ke arah wajahnya, ekspresinya tenang, sulit ditebak. “Tenang saja,” kata Reval singkat, nadanya datar seperti biasa. Namun, ada sesuatu dengan cara ia menatap yang membuat Naura justru memilih diam dan membiarkan lelaki itu melakukan apa yang ia mau. Ia merebahkan tubuh Naura di atas ranjang, gerakannya penuh kehati-hatian. Tangan Naura tanpa sadar mencengkeram selimut, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 88. Kembali Menjerit

    Malam semakin larut, membawa keheningan yang menenangkan di kamar Reval. Lampu di sisi tempat tidur redup, hanya menyisakan temaram yang cukup untuk menerangi bayangan wajah mereka. Naura terbaring dengan kepala bersandar di dada Reval, mendengarkan detak jantungnya yang perlahan kembali normal. Suara napas mereka berpadu. Reval merengkuh tubuh Naura lebih erat, seolah tidak ingin kehilangan kehangatan yang ia rasakan. Tangannya dengan lembut membelai rambut Naura, membuat perempuan itu merasa terlindungi. Tidak ada kata-kata yang diucapkan, tetapi kebisuan itu berbicara lebih dari yang mampu mereka ungkapkan dengan suara. Naura mengalihkan pandangannya ke jendela, melihat bulan yang menggantung rendah di langit malam. Hatinya dipenuhi berbagai perasaan yang sulit dijelaskan. “Kamu nyaman?” suara Reval tiba-tiba memecah keheningan. Naura mengangguk, meski ia tahu lelaki itu tidak dapat melihatnya dengan jelas. “Saya ... saya baik-baik saja,” jawabnya pelan, suaranya terden

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 87. Meluap

    Udara di ruangan itu terasa semakin panas, meskipun di luar hujan semakin deras. Reval tetap melanjutkan dengan ritme yang lembut namun penuh intensitas, seperti menyalakan api kecil yang perlahan tumbuh menjadi kobaran yang sulit dipadamkan. Naura merasa dirinya seolah kehilangan gravitasi, melayang di antara kenyataan dan dunia yang mereka ciptakan bersama. Desahannya semakin terdengar lirih, seakan menjadi alunan melodi yang menambah kedalaman dari momen tersebut. Tangan Naura terangkat, jari-jarinya perlahan menyentuh rambut Reval. Awalnya ragu, namun semakin lama gerakannya menjadi lebih mantap, jemarinya tenggelam dalam helai-helai rambut pria itu. Ia meremasnya perlahan, seolah ingin memastikan bahwa semua yang sedang terjadi bukan sekadar ilusi. Ada sesuatu dalam sentuhan itu. Bukan hanya sekadar gerakan spontan, tetapi sebuah luapan perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Tangan Naura seakan menjadi medium bagi hatinya, menyampaikan emosi yang selama i

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 86. Memabukkan

    Bibir Reval melumat bibir Naura, tak memberi ruang untuk menolak. Lidahnya bermain dengan lidah Naura, saling berbenturan, meliuk, dan menggoda dengan intensitas yang membakar. Naura merasa tubuhnya lemas, jantungnya berdetak begitu kencang hingga rasanya ingin meledak. Ada kekuatan yang begitu mendominasi dalam ciuman ini, seperti ada kekuasaan yang tak bisa ia hindari. Naura tak tahu apakah itu ciuman yang dipaksakan ataukah ia juga tak mampu menahan tarikannya. Apa pun itu, bibir Reval seakan melebihi batas kendali dirinya, dan Naura pun terperangkap di dalamnya. Tanpa sadar Naura memejamkan kedua matanya. Ia membalas pergerakan Reval. Wanita itu mengalungkan kedua tangannya pada leher Reval. Keduanya pun saling mencumbu. Naura tidak bisa berhenti. Kali ini ia tidak mampu menahan dorongan yang mengalir begitu kuat dalam dirinya. Bibir mereka bertemu lebih dalam, lebih mendalam dari sebelumnya, seperti ada sesuatu yang memaksa mereka untuk terus terhubung. Tanga

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 85. Penuh Gairah

    Naura pun segera menjelaskan kepada Ervan jika dirinya tidak bisa meninggalkan pekerjaan ini begitu saja. Ia menjelaskan keinginannya untuk tetap tinggal meskipun waktunya mungkin lebih lama dari yang direncanakan. Naura tidak mungkin meninggalkan Reval yang masih membutuhkan bantuan. “Saya tahu proyek ini penting, dan saya merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikannya. Saya tidak akan pulang sekarang,” kata Naura dengan nada tegas. “Pak Reval juga masih membutuhkan dukungan untuk menyelesaikan semua ini.” Ervan memperhatikan Naura dengan tatapan penuh hormat. “Tapi, Bu Naura, apakah Anda yakin? Ini bukan keputusan yang mudah.” “Saya yakin,” jawab Naura mantap. “Beri tahu saya apa yang bisa saya bantu untuk mempercepat pekerjaan ini.” Setelah selesai berbicara dengan Ervan, Naura merasa lega. Namun, pikirannya terus melayang ke arah Reval. Lelaki itu sepertinya sengaja menjaga jarak darinya. Ada sesuatu yang mengganjal di hati Naura, dan ia tidak bisa membiarkannya begitu sa

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 84. Belum Siap-siap?

    Naura tercekat. Kata-kata Reval seperti menyulut bara di dadanya. Ia ingin membela diri, ingin menjelaskan bahwa semalam adalah situasi yang berbeda. Namun, lidahnya kelu. Seolah tidak ada pembenaran yang cukup kuat untuk menghapus penilaian Reval. Keheningan menggantung di antara mereka berdua. Dion, yang baru saja selesai berbicara dengan perawat, berjalan mendekat. Ia menatap Reval dengan ekspresi yang sulit ditebak sebelum beralih ke Naura. “Aku sudah selesai di sini. Aku pulang dulu.” “Mas, kita pulang bersama,” pinta Naura pelan, berharap Dion tidak meninggalkannya begitu saja. Dion menggeleng dan mengangkat tangannya, menghentikan ucapan Naura. “Nggak usah, Naura. Aku sudah pesan mobil sendiri. Kamu pulang aja dengan mereka.” Tanpa menunggu jawaban, Dion berjalan keluar dari pintu rumah sakit, meninggalkan Naura yang masih terpaku di tempatnya. Reval hanya berdiri diam, menyaksikan semuanya dengan wajah tanpa ekspresi, meski ada sesuatu yang samar di matanya. Ketidakp

DMCA.com Protection Status