Anthony memperhatikan seksama bayangan wajahnya di cermin arah belakang mobilnya. Lingkaran hitam dibawah matanya sekarang tidak terlihat sama sekali. Ia baru saja bisa tidur nyenyak selama tiga hari belakangan ini setelah menyelesaikan kasus pembunuhan di sudut kota Dallas. Kasus yang menyebalkan yang terpaksa harus ditutup karena kekurangan bukti untuk menjerat pelaku. Pagi tadi saat ia mendapat telepon dari atasannya tentang kasus bunuh diri ini. Ia sengaja membentuk rambutnya lebih lama dan menyemprotkan sedikit body cologne ke tubuhnya, berharap sesuatu yang baik akan terjadi hari ini. Dan lihatlah, perasaannya memang masih setajam dulu. Siapa yang menyangka dia akan kembali bertemu dengan cinta pertamanya sewaktu kecil dulu? Sudut matanya menangkap sebuah mobil sedan porsche yang baru saja mendahului mobilnya. Mobil Angela. Sial, kehidupan cintanya sangat payah hingga ia membuat gerakan bodoh dengan menawarkan tumpangan pada seorang wanita yang sudah menikah yang jelas-jelas t
Di dalam walk in closet, Sebastian melepas jas dan kemejanya, lalu membuangnya begitu saja. Punggung bidangnya terlihat cukup kuat nan kekar, satu bekas luka melintang yang dijahit asal terlihat sangat jelas karena panjangnya. Setelah melepas kemeja, dia mengambil kaos dari lemari dan memakainya.“Kamu pandai berbohong sekarang,” Sebastian mengejek Edward yang baru saja menjawab panggilan telepon dari Angela.“Tidak, Tuan. Saya baru saja menyelamatkan anda. Tuan akan menengguk hasilnya nanti.”“Tarik ulur, huh?” tanya Sebastian sambil tersenyum kecil.Edward mengangguk mantap, “Percaya pada saya, Tuan.”Sebastian mengangguk pelan, seketika padangan matanya berubah, seperti seekor harimu yang baru saja di bangunkan dari tidurnya dengan sengaja.Tepat pada momen krusial seperti itu, Edward justru memberi Sebastian sebuah senjata laras pendek beserta pelurunya. Seulas senyum licik tiba-tiba tergambar jelas di wajah Sebastian. Sambil menatap Edward, Sebastian memasukkan pelurunya satu per
Pria paruh baya itu membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tapi ia mengurungkan niatnya. Seluruh tubuhnya terasa tegang, ini bukan sebuah pilihan yang mudah. Namun jika harus memilih, gudang ini adalah segalanya baginya. Tidak ada satu orangpun yang bisa merebutnya dari tangannya.“Kau tahu rumah tua yang sering kamu datangi waktu kecil? Pada Sabtu dan Minggu pria itu akan mengunjungi rumah itu. Aku tidak tahu apa yang dilakukannya di sana, yang jelas itu semacam sebuah ritual khusus baginya.”“Keputusan yang bagus.” Sebastian menyeringai puas. Ia melambaikan tangannya, memberikan kode pada anak buahnya untuk bergerak.Tujuh orang anak buah kepercayaan Sebastian mengangguk cepat. Tanpa diberi aba-aba dua orang diantara mereka melumpuhkan satu orang anak buah pria paruh baya dengan sekali
“Lalu apa yang kamu inginkan dariku? Perceraian?”“Aku tidak...” Angela berdeham. “Aku tidak mau bercerai. Tidak sebelum aku berhasil mengungkap bahwa kamu ada di balik kematian Garvin!”“Karena Garvin?” Sebastian berjalan mendekati Angela, ia berhasil membuat Angela terpojok ke dinding, “Atau karena ini?” pandangan matanya mengarah pada dada Angela yang naik turun, mengikuti hela nafasnya yang makin memburu.Saat pandangan mata Sebastian merangkak naik ke wajah Angela, ia mendapati wajah Angela semakin memerah. Wanita itu tidak menjawab apapun. Hanya terdengar suara nafasnya yang semakin berat.Sebastian semakin melangkah maju, membuat tidak ada jarak antara mereka, kehadirannya terasa mengancam, “Aku tidak membunuh Garvin. Aku tidak menyakitimu. Aku tidak akan pernah melakukan sesuatu yang akan menyakitimu. Apa semua perlakuanku padamu selama ini tidak juga bisa membuatmu mengerti, Angela? Kemana akal sehatmu sehingga tidak bisa mengerti juga?”“A-aku tidak menyukaimu!” Angela menga
Andrian Evan Sanders menutup pintu mobil dengan keras. Setengah berlari ia melewati taman luas berisi tanaman wisteria yang merambat di pagar dan kisi-kisi lengkungan yang berfungsi sebagai gerbang masuk menuju jalan setapak dari batu bata yang berakhir di gazebo bergaya victoria. Ada banyak aneka tanaman yang menghiasi jalan setapak ini, dibentuk secara simetris yang akan nampak indah andai saja tidak kontras dengan situasi yang sedang terjadi saat ini.Saat memasuki rumah klasik mewah bergaya eropa milik adiknya, Henry Evan Sanders, Sebastian langsung disambut suara pilu tangisan dari Cynthia, istri Henry. Ruang tamu luas tersebut sudah dipenuhi oleh Walikota, detektif dan petugas kepolisian, juga adik bungsunya, Ferdinand Evan Sanders.Andrian mencibir kesal, Bajingan itu berani menampakkan wajahnya disini!“Andrian, kau datang.” Henry mengangguk singkat, sorot matanya berusaha tegar walau ia tidak bisa menyembunyikan tangannya yang gemetar.“Apa yang terjadi, Henry? Bagaimana mung
Anthony melangkah keluar lewat pintu depan rumah keluarga Henry dan langsung disambut oleh hembusan angin kencang. Badai akan segera datang, batin Anthony kala ia memandang ke jalanan di bawah dimana tiga van media massa sudah terparkir. Para wartawan itu langsung berlarian keluar dari van saat melihat Anthony keluar dari teras.Mereka seperti belalang, pikir Anthony sambil menggerutu di dalam hati.Anthony memberanikan dirinya untuk menghadapi serangan hebat sambil berjalan menuruni bukit melewati Mercedes, dua BMW, sebuah Rolls-Royce, sebuah jaguar dan sebuah mobil lincoln ke tempat dimana ia memarkir mobilnya tadi. Para wartawan itu tengah mewawancarai Ferdinand, tapi mereka langsung mengerubungi Anthony ketika ia lewat.“Agen Winslow, apa komentar anda....” Anthony mengangkat tangannya, membuat mereka semua terdiam.“Kami sudah mengidentifikasi bahwa korban benar sebagai Vionna Sanders.” Cahaya lampu kilat berkelebatan ketika mereka mengambil foto serta merekam semuanya dan Anthon
Ia sudah menunggu-nunggu telepon itu sejak ia meraih koran dari teras depannya tadi pagi. Namun tetap saja, ketika telepon berdering, ia merasa marah. Marah dan gelisah. Ia meraih gagang telepon, tangannya gemetar. Tapi ia menjaga agar intonasi suaranya tetap terdengar normal. Bahkan sedikit bosan. “Ya?”“Kau sudah lihat?” suara di telepon itu sama gemetarannya dengan tangannya, tetapi ia tidak akan mengizinkan orang lain mengetahui ketakutannya. Satu tanda kelemahan darinya akan menjatuhkan yang lainnya bagaikan domino, dimulai dari orang yang mengambil resiko bodoh dengan menelponnya seperti ini.“Sedang kubaca sekarang.” Judul berita itu menarik perhatiannya. Artikel itu seolah meremas perutnya, membuat perutnya mual. “Ini tidak ada hubungannya dengan kita. Diam saja dan semuanya akan berlalu.”“Tapi kalau ada yang bertanya...”“Tetap diam, seperti dulu. Bersikaplah seperti biasa dan semuanya akan baik-baik saja.”“Ta-tapi ini sungguh parah, man! Aku tidak tahu apa aku bisa bersika
Sebastian melangkah pelan, selangkah demi selangkah dengan mantap, matanya terfokus pada wanita itu. “Lihat aku, Angela.”“Aku tidak mencintaimu! Ka-kamu bermimpi jika beranggapan bahwa aku mempunyai perasaan padamu!” perasaan panik menyerang Angela, menghancurleburkan penolakannya.Lari, Angela! Jangan biarkan Sebastian mengetahui perasaanmu yang sesungguhnya!Sebastian mengulurkan tangan untuk menangkup wajahnya. Angela menarik nafas dalam-dalam, terperanjat. Sentuhan laki-laki itu mantap, tapi lembut. Saat tatapan mata mereka bertemu, sudut bibir Sebastian terangkat naik. “Pembohong.”“Jangan bersikap seolah kamu tahu tentang diriku, Sebastian!”Sebastian mendekatkan wajahnya, membuat Angela bisa merasakan hangat hembusan nafas pria itu,“Apa dulu Garvin memperlakukanmu dengan baik, Angela?”“Pertanyaan bodoh!” Angela nyaris tidak dapat mengeluarkan suaranya melewati gumpalan di lehernya. Gumpalan perasaan takut, kegembiraan. Ah, sial, ia juga tidak mengetahui mengapa ia merasa gemb