Angela menoleh ke arah Sebastian. “Kamu sudah tahu, ya?”Sebastian bangkit dari kursinya. “Tidak selengkap ini tapi informasi yang kudengar melengkapi cerita menyedihkan ini. Tapi, Mom? Apa kau butuh pelukan dariku?”Sarah melepaskan pegangan tangan Andrian dan menyambut Andrian, yang memutari pinggiran meja dan memeluknya. Ia menghambur ke pelukan anaknya. Menangis melepaskan beban yang mungkin dirasanya hanya Sebastian yang mengerti.“Terima kasih atas penjelasanmu, Andrian,” kata Sebastian saat ia telah melepaskan pelukan ibunya. Tangannya masih merangkul pundak Sarah. “Sekarang, apa yang kau inginkan?”“Aku tidak menginginkan apapun. Rasanya terlalu serakah jika aku menginginkan sesuatu setelah apa yang telah kulakukan selama ini.”“Gadis kecil itu, siapa namanya?” Angela menatap wajah Andrian, menyadari bahwa ia telah melewatkan sesuatu yang penting.“Liza. Aku hanya tahu nama depannya.”“Dan bukankah satu-satunya dosa yang telah keluarga ini lakukan adalah bisnis menjijikkan itu
Ia duduk di tangga basement, menatap pada tubuh wanita yang terikat di meja. Wanita itu juga menatapnya, matanya berkilat-kilat karena terkejut dan sakit. Gemma Sanders memejamkan matanya, membuat butiran air mata jatuh membasahi pipi di wajah yang sudah dipenuhi bekas lebam pukulan, darah yang mengering, dan debu kotoran.Laki-laki itu menunduk, menatap pada pistol di tangan kanannya, lalu beralih ke tangan kirinya. Liontin Liza. Ia memakainya di leher, menggantungkan di rantai kalungnya sejak polisi mengambilnya dari mayat Liza saat di kamar mayat.Ia memutar liontin itu, mengarahkannya pada cahaya, dan menatap pada huruf-huruf inisial yang terukir pada liontin seperti yang sudah sering dilakukannya.“Liza... kita sudah sangat dekat menuju akhir,” bisiknya sambil tersenyum pilu.Saat pria itu memejamkan mata, rasa perih itu terasa semakin nyata. Bukan, ia tidak sedih terhadap apa yang telah dilakukannya. Di belakangnya terdengar suaranya mendengung pembacaan kronologi kejadian ‘pemb
Sebastian sadar kalau sedang menahan napas. “Ya Tuhan, seharusnya tidak sesulit ini.”“Aku tidak akan memintamu untuk memaafkan kami.”Sebastian tidak siap untuk berita ini. Bukan karena mentalnya yang tidak kuat tapi beberapa hari belakangan ini mulai terasa mengejarnya dan ia mulai lelah. Kumohon, tidak lagi. Tidak ada ‘kejutan’ lagi. Tapi kalimat yang baru saja Sarah ucapkan membuat kepalanya berdenyut.“Jadi maksudmu, Mattie adalah kakakmu?”Sarah menghela nafas. “Kau mendengarnya dengan jelas tadi.”“Maksudku,” Sebastian berdiri, ia menggelengkan kepalanya, berusaha menjernihkan isi di dalamnya. “Mengapa kau menyembunyikannya selama ini? Apa Mattie membuatmu malu?”“Ya. Bukan. Ya Tuhan.” Napas Sarah sesak dan bibirnya mengerut, membuatnya bernapas lewat hidung. “Kami terlalu berbeda dan aku membenci dirinya sebanyak dia membenciku.”“Bisakah kau menjelaskannya lebih detail, Mom? Karena aku mulai kehilangan kesabaranku disini.”Tiba-tiba napas Sarah tersengal-sengal, udara tiba-ti
Sebastian duduk dan mengetukkan jemarinya di meja kerja saat Edward datang ke ruangannya. Ia tampak kedinginan dan lelah. “Dari mana saja, kau?!” bentak Sebastian marah.“Mengikuti jejak orang itu, seperti yang Tuan perintahkan. Apa ada masalah baru, Tuan? Raut wajah Tuan mengatakan segalanya.” Edward menarik kursi di depan meja kerja Sebastian dan duduk di hadapan Tuannya.“Humm...” Sebastian mengusap rahangnya, tatapan matanya terlihat tak kalah lelah dari pria di depannya. “Dan apa yang dilakukan pria itu? Kau memastikan dia tidak mengetahui tentang informasi yang kita peroleh, bukan?”Edward mengangguk. “Semua sesuai dengan yang kita rencanakan.”“Jadi, apa saja yang orang itu lakukan?” Sebastian mengulangi pertanyaannya.“Ia sempat keluar dari rumah ini, pergi ke bar, kemudian duduk di luar selama beberapa jam menunggu beberapa pria keluar.”Alis mata Sebastian terangkat, mendengus. “Pria? Sungguh?”“Bukan seperti itu, orang itu menyukai wanita. Dia sedang menunggu pria-pria itu
Ia duduk mengetukkan jemarinya di setir mobil, setelah memarkir SUV. Ia harus memperbaiki lampu depannya. Segera.Ia salah. Kesalahan yang memalukan. Bukan Angela Sasha yang ada di dalam mobil. Itu Zoe, pengawal sialan itu. Ia tidak tahu sampai ia sudah menabraknya. Ia sangat terkejut, memutar setirnya, menjaga agar tidak sampai melakukan kesalahan.Mobil kecil itu keluar dari jalanan, terbalik sekali, tapi tidak terlalu parah. Aku salah orang. Satu-satunya yang membuatnya puas adalah karena Zoe tidak bisa mengenalinya. Jendela SUV yang gelap menghalangi wajahnya.Dasar bodoh, makinya dalam hati. Bagaimana bisa ia bertindak dengan sangat ceroboh? Bagaimana bisa ia tidak memeriksa terlebih dahulu kemungkinan bahwa Angela akan menukarkan mobilnya tepat di beberapa detik sebelum ia pergi.Bukan pengawal yang membuatnya gusar. Walau ia tahu empat pengawal yang bersama Angela adalah orang-orang terlatih tapi ia sudah menemukan cara untuk mengatasi mereka semua. Tapi, ia tidak bisa melakuka
“Angela?” Dagu Angela terangkat saat sepasang tangan meremas lututnya dan ia menatap mata Sebastian dari balik kaca mata hitamnya. Ia sedang berjemur setelah olahraga berenang pagi. Rupanya ia ketiduran saat pria itu sedang memandangi wajahnya. Wajah Sebastian tampak tenang. Tapi ia tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir itu dari wajahnya, kata Angela dalam hati.“Kamu sudah mau jalan, Sayang?” tanya Angela sambil melepaskan kaca mata hitamnya.“Aku sudah memanggilmu beberapa kali, rupanya kamu tertidur.”Angela mengerjapkan matanya. “Maafkan aku. Entah mengapa aku merasa sangat lelah.”Rasa khawatir mulai lenyap dari mata Sebastian. “Kamu janji tidak akan pergi kemanapun selama aku pergi?”“Iya, kita sudah membahas tentang ini semalam, bukan?” Angela tersenyum lalu mengecup lembut bibir Sebastian. “Apa kamu benar-benar yakin tentang perjalanan ini?”Sebastian mengangguk. “Tidak ada cara yang lebih baik dari ini.” Kemudian Sebastian memalingkan kepalanya, mendekatkan bibirnya dengan
Dengan cepat laki-laki itu kembali menguasai dirinya. Ia membentangkan tangan, menunggu Angela berlari memeluknya. Ya, ia sudah sangat hafal jika Angela selalu menyambut Sebastian pulang kerja dengan pelukan.Laki-laki ingin sekali tersenyum lebar. Akhirnya, sebentar lagi, ia bisa merasakan hangatnya pelukan wanita itu...Tapi hingga lima detik berlalu, Angela hanya menatap dirinya. Ia tetap di tempat duduknya. Laki-laki itu mengembalikan posisi tangannya ke samping tubuhnya lalu berjalan mendekati Angela. Ia tersenyum lembut sambil mengusap rambut wanita itu. “Kau tidak memelukku?”Ia segera menepis ketakutan bahwa Angela mungkin saja menyadari bahwa ia bukanlah Sebastian. Tidak, Angela tidak mungkin mengetahuinya. Ia sudah memperhatikan setiap detail penampilannya bahkan mengubah intonasi dan juga gesture tubuhnya.Bibir Angela mengerucut. Ia melipat tangannya ke atas dada. “Tidak. Kau sudah menyiksaku seharian lalu tiba-tiba kembali pulang seolah tanpa merasa merasa bersalah.”Lak
Laki-laki itu merasa sesak. Ia merasa adrenalinnya begitu memuncak hingga membuatnya kesulitan bernafas. Pandangan matanya begitu liar menatap pintu utama menuju ruang basement. Ia tidak percaya ini akan terjadi.Sebentar lagi... sebentar lagi semua usai.Ia ingin sekali menangis. Bukan karena penyesalan tapi letupan kebahagiaan dan kepuasan atas kesabarannya selama ini. Bayangan wajah Liza begitu jelas tergambar di pelupuk matanya. Saat ia menoleh pada wanita di sampingnya, wajah Liza nampak tersenyum manis, ia seperti berdiri persis di sebelah Angela.“Ada apa? Apa kau sesenang itu ingin menunjukkan sesuatu?”Pertanyaan Angela membuat sosok Liza menghilang, hampir saja ia mengumpat jika tidak menyadari situasi yang sedang ia hadapi.“Tentu saja. Kau tentu akan menyukai kejutan ini,” kata laki-laki itu sambil tersenyum.Namun, tepat lima langkah sebelum mendekati pintu utama, langkah kaki Angela terhenti. Ia menghela nafas, menundukkan wajahnya beberapa detik lalu kembali mengangkat
Angela membantu Sebastian mencuci peralatan makan dengan mesin cuci piring, lalu membersihkan dapur setelah mereka selesai makan. Angela tidak tahu apa yang tengah terjadi, Sebastian tiba-tiba mengajaknya berlibur ke villa dekat pantai dan menugaskan tidak ada satu pelayan pun yang ikut bersama mereka. Ini aneh, pikir Angela. Mereka terbiasa liburan ke villa tapi Sebastian tidak pernah meliburkan pelayan di villa. Apalagi, saat aku sedang hamil, pikir Angela. Tetapi ia menduga, mungkin Sebastian hanya ingin menghabiskan waktu berdua, benar-benar berdua dengan dirinya. Sudah seminggu berlalu sejak pertemuannya dengan Mark dan pria itu jelas pembual yang ulung. Kurang dari dua puluh empat jam katanya? Huh, sudah berlalu tujuh hari dan Mark belum melaporkan apapun padanya. Pria itu bahkan terkesan menghindari dirinya. Telepon iseng itu memang sudah berhenti. Tapi Angela tidak menemukan ada satu pun pelayan yang menghilang atau diberhentikan. Semua berjalan seperti biasa. Seperti tidak
Diluar dugaan, Anna justru tertawa. Suara tawa keras yang membuat Edward bingung haruskah ia ikut tertawa atau hanya menunggu tawa Anna selesai.“Apa kau berharap aku mempercayaimu begitu saja?” tanya Anna sambil menepuk pundak Edward. “Kau tidak bisa membodohiku, Ed. Aku sudah melakukan segala upaya untuk mendapatkan dirimu tapi kau jelas-jelas menolakku. Lalu tiba-tiba, setelah tiga hari aku merawatmu saat kau sakit, kau datang padaku dan bilang bahwa kau mencintaiku?”Edward tidak mengatakan apapun. Untuk sesaat mereka hanya saling memandang berlama-lama, pandangan yang makin lama membuat nafas mereka sesak dan tak pelak lagi, pandangan itu membuat mereka bergairah.Edward mengambil langkah maju. Ia mencium lagi. Lebih lembut. Semesra mungkin. Anna tidak menolak, tidak melawan, tidak berusaha lari. Edward menggoda mulut Anna dengan kecupan-kecupan lembut, gigitan mesra, dan gelitikan kecil di lidahnya.Ketika Anna mendesah senang, Edward memanfaatkannya untuk memasukkan lidahnya ke
“Kau jelas menyukainya, Mr. Harrison. Kau menyukainya lebih dari yang kau duga.”Edward terdiam. Cornelia benar. Bagaimana mungkin ia tidak menyadarinya selama ini? Bagaimana mungkin orang lain bahkan lebih mengetahuinya dibandingkan dirinya sendiri?“Lalu, bagaimana perasaanmu melihat pemandangan itu?”Edward menatap wajah Cornellia bingung lalu mengikuti arah matanya. Kini ia melihat Alex, wanita yang menjadi alasan kehadirannya ke tempat ini, wanita itu membuat seolah matanya terhipnotis. Teman lelakinya, memojokkan Alex ke tikar, rok wanita itu tersingkap sehingga menampakkan pahanya yang langsing. Lalu tangan si lelaki menyelinap ke balik rok, mendekap bokong Alex.Mulut Cornelia menganga. “Aku tidak menyangka Alex seberani itu.”Edward kehilangan kata-kata. Bagaimana mungkin Alex yang polos dan ceria, yang bahkan Edward tidak menyangka usianya sudah dua puluhan, melakukan hal itu di tengah keramaian acara yang bertema keluarga seperti ini?“Aku tanya, bagaimana perasaanmu, Ed?”
Edward Harrison mengedarkan pandangannya ke lapangan tempat para pengunjung membentangkan selimut di tanah di depan panggung, dan asyik menikmati daging panggang sambil mendengarkan musik yang dibawakan band berirama country dan penyanyi lokal.Ia bertanya-tanya, dimana Alexandria di tengah lautan manusia ini. Ia tadi mengunjungi toko roti Alex dan menurut karyawannya, Alex menghadiri perayaan tanggal empat juli yang selalu diadakan setiap tahun di taman ini, jadilah Edward tahu gadis itu ada disini.Terlintas dalam benaknya untuk mengajak Alex datang bersamanya, tapi, itu sungguh perbuatan yang lancang. Ya, setelah apa yang dilakukannya pada gadis itu. Edward cukup tahu diri untuk tidak terlalu bertingkah meski tahu bahwa ia menguasai hati dan pikiran Alex.Banyak lelaki hari ini merasa iri padanya karena seorang wanita seksi, berambut panjang dan pirang dengan kedua tonjolan yang memukau di dadanya, duduk di sebelahnya. Ya, ia sengaja mengajak Cornellia Marshall, Asistennya di kanto
Callahan’s ramai oleh suara tamu mengobrol selama jam makan siang di rumah makan itu, sejak jam sebelas sampai jam dua selama hari kerja. Terletak di pusat kota, bangunan yang sudah di restorasi itu, yang dulu pernah dipakai sebagai toko obat pada awal tahun tiga puluhan hingga pertengahan tahun delapan puluhan.Mereka menempati lokasi yang sangat strategis untuk melayani kegiatan bisnis sehari-hari, termasuk karyawan pengadilan, perbankan serta para karyawan yang kantornya tersebar di segala penjuru kota. Pesaing mereka hanya rumah kana cepat saji yang melayani pengendara mobil, dan restoran kecil yang melayani roti isi.Jika seseorang ingin mengadakan rapat atau pertemuan sambil makan siang, Callahan’s-lah tempat yang paling nyaman.Ketika Angela tiba, pelayan mengantarkannya ke meja di belakang yang agak terpencil, di tempat Mark sudah menunggu. Mark, kepala keamanan rumah Sebastian dan Angela yang menggantikan posisi Zoe.Angela sengaja mengajak Mark bertemu di luar. Selain ia tid
Diluar dugaan, Anna mengantar Edward sampai ke depan pintu. Hal itu membuat Edward merasa, minimal ia harus mengundang wanita itu bertemu atau makan malam. Jika ia memang belum yakin dengan perasaannya, bukankah seharusnya ia membalas budi?“Bukankah banyak hal yang harus kau kerjakan, Ann?” tanya Edward. “Dan kau bisa tidak menunggu dan mengantarkanku seperti ini, lagipula...”“Jangan terlalu percaya diri, Ed.”Edward tergagap mendengar ucapan itu. Merasa malu tapi juga sekaligus membenarkan ucapan Anna. Ya, ada apa dengannya? Mengapa ia mengeluarkan kalimat sampah itu dari mulutnya?“Aku hanya terlambat karena mengerjakan beberapa hal tadi. Dan kebetulan waktu selesainya bersamaan dengan waktu kau keluar.”“Ya. Kau benar. Maafkan aku.”Pengecut. Anna mengumpat dirinya sendiri setelah ia mengatakan kalimat itu. Sistem pertahanan dirinya memang luar biasa. Entah ia harus bangga atau marah pada dirinya sendiri saat ini. Ia bangga karena mampu membuat wajah Edward memerah malu sekaligus
Sudah dua hari Edward hanya berada di atas tempat tidur. Dan sudah dua hari Anna melayaninya layaknya seorang pasien. Anna melakukannya secara profesional. Tidak ada candaan nakal atau celetukan yang membuatnya marah.Seharusnya hidup terasa damai, bukan? Tapi entah mengapa, sesuatu terasa hilang. Hambar.Ia benar-benar dilayani seperti orang yang asing bagi Anna. Pagi hari, ia akan masuk ke kamar, mengunjungi Edward, tersenyum dengan hanya bibir yang tertarik ke samping tanpa guratan. Kelihatan sekali sebenarnya ia tidak ingin tersenyum tapi ia memaksakan senyum itu keluar.Lalu kemudian ia akan memeriksa kondisi Edward, memeriksa infus lalu memastikan apa saja yang boleh Edward lakukan hari itu, kemudian ia akan berbicara dengan seorang perawat laki-laki di sampingnya lalu setelah itu ia pergi.Perawat itulah yang datang setiap dua puluh menit sekali, secara rutin memeriksa cairan infus Edward, lalu kondisinya secara keseluruhan. Sedangkan Anna, Ed tidak tahu kemana gadis itu pergi.
Dipenuhi ketidakpastian, Anna berhenti di ambang pintu kamar tamu di rumahnya. Terakhir kali melihat Edward di rumah ini, ia hanya berada di koridor antara ruang tamu dan ruang tengah rumahnya. Tapi kali ini, pria itu tergeletak tak berdaya di kamar tamu.Anna sengaja membawa Edward kerumahnya, bukan ke klinik pengobatan miliknya atau rumah sakit. Sudah menjadi kebiasaan bagi Sebastian, Edward ataupun beberapa orang di perusahaan untuk lebih memilih di rawat di rumah Anna daripada harus kerumah sakit atau klinik.Sekarang, berdiri disini merupakan sebuah momen yang canggung. Edward berbaring di tempat tidur dengan mata tertutup, dengan selang infus yang menempel di tangannya. Terlihat sangat lemah, jauh dari keangkuhan dan sikap arogan yang sering ia tunjukkan.“Dia akan baik-baik saja,” gumam Anna pada dirinya sendiri. Ia memejamkan matanya, meremas ujung gaun hitam yang ia pakai lalu menghela nafas panjang. Ia hanya takut ketika Edward bangun dan membuka mata, maka pria itu akan mar
Begitu Alex memusatkan perhatian kepada teman makan siangnya, senyum di wajah Edward lenyap. Pandangannya terpusat ke tempat pria di samping Alex yang dengan lancang memeluk pinggang gadis itu.Ingin benar ia menyeberang jalan, merebut Alex dari tangan pria itu, memanggilnya ke tempat yang menjamin privasi lalu mengatakan, “Kau sudah menemukan pria baru, Alexandria Porter?”Pada saat Alex dan pria itu menghilang masuk ke Callahan’s, Edward langsung menyebrang dan mengikuti mereka masuk ke dalam Restoran. Pelayan sedang mengantarkan pasangan itu menuju meja mereka ketika Edward duduk di bar.Ia dapat melihat mereka berdua dari tempatnya, karena area bar letaknya lebih tinggi sekitar satu meter daripada restoran. Ia memesan sekaleng kola dan memasukkan beberapa butir kacang ke dalam mulutnya, berusaha untuk bersikap seolah-olah tidak peduli.Edward melepaskan kaca mata hitamnya, memasukkannya ke dalam saku kaosnya, dan mengawasi pasangan yang berada di meja di pojok ruangan itu.Edward