Sebastian duduk dan mengetukkan jemarinya di meja kerja saat Edward datang ke ruangannya. Ia tampak kedinginan dan lelah. “Dari mana saja, kau?!” bentak Sebastian marah.“Mengikuti jejak orang itu, seperti yang Tuan perintahkan. Apa ada masalah baru, Tuan? Raut wajah Tuan mengatakan segalanya.” Edward menarik kursi di depan meja kerja Sebastian dan duduk di hadapan Tuannya.“Humm...” Sebastian mengusap rahangnya, tatapan matanya terlihat tak kalah lelah dari pria di depannya. “Dan apa yang dilakukan pria itu? Kau memastikan dia tidak mengetahui tentang informasi yang kita peroleh, bukan?”Edward mengangguk. “Semua sesuai dengan yang kita rencanakan.”“Jadi, apa saja yang orang itu lakukan?” Sebastian mengulangi pertanyaannya.“Ia sempat keluar dari rumah ini, pergi ke bar, kemudian duduk di luar selama beberapa jam menunggu beberapa pria keluar.”Alis mata Sebastian terangkat, mendengus. “Pria? Sungguh?”“Bukan seperti itu, orang itu menyukai wanita. Dia sedang menunggu pria-pria itu
Ia duduk mengetukkan jemarinya di setir mobil, setelah memarkir SUV. Ia harus memperbaiki lampu depannya. Segera.Ia salah. Kesalahan yang memalukan. Bukan Angela Sasha yang ada di dalam mobil. Itu Zoe, pengawal sialan itu. Ia tidak tahu sampai ia sudah menabraknya. Ia sangat terkejut, memutar setirnya, menjaga agar tidak sampai melakukan kesalahan.Mobil kecil itu keluar dari jalanan, terbalik sekali, tapi tidak terlalu parah. Aku salah orang. Satu-satunya yang membuatnya puas adalah karena Zoe tidak bisa mengenalinya. Jendela SUV yang gelap menghalangi wajahnya.Dasar bodoh, makinya dalam hati. Bagaimana bisa ia bertindak dengan sangat ceroboh? Bagaimana bisa ia tidak memeriksa terlebih dahulu kemungkinan bahwa Angela akan menukarkan mobilnya tepat di beberapa detik sebelum ia pergi.Bukan pengawal yang membuatnya gusar. Walau ia tahu empat pengawal yang bersama Angela adalah orang-orang terlatih tapi ia sudah menemukan cara untuk mengatasi mereka semua. Tapi, ia tidak bisa melakuka
“Angela?” Dagu Angela terangkat saat sepasang tangan meremas lututnya dan ia menatap mata Sebastian dari balik kaca mata hitamnya. Ia sedang berjemur setelah olahraga berenang pagi. Rupanya ia ketiduran saat pria itu sedang memandangi wajahnya. Wajah Sebastian tampak tenang. Tapi ia tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir itu dari wajahnya, kata Angela dalam hati.“Kamu sudah mau jalan, Sayang?” tanya Angela sambil melepaskan kaca mata hitamnya.“Aku sudah memanggilmu beberapa kali, rupanya kamu tertidur.”Angela mengerjapkan matanya. “Maafkan aku. Entah mengapa aku merasa sangat lelah.”Rasa khawatir mulai lenyap dari mata Sebastian. “Kamu janji tidak akan pergi kemanapun selama aku pergi?”“Iya, kita sudah membahas tentang ini semalam, bukan?” Angela tersenyum lalu mengecup lembut bibir Sebastian. “Apa kamu benar-benar yakin tentang perjalanan ini?”Sebastian mengangguk. “Tidak ada cara yang lebih baik dari ini.” Kemudian Sebastian memalingkan kepalanya, mendekatkan bibirnya dengan
Dengan cepat laki-laki itu kembali menguasai dirinya. Ia membentangkan tangan, menunggu Angela berlari memeluknya. Ya, ia sudah sangat hafal jika Angela selalu menyambut Sebastian pulang kerja dengan pelukan.Laki-laki ingin sekali tersenyum lebar. Akhirnya, sebentar lagi, ia bisa merasakan hangatnya pelukan wanita itu...Tapi hingga lima detik berlalu, Angela hanya menatap dirinya. Ia tetap di tempat duduknya. Laki-laki itu mengembalikan posisi tangannya ke samping tubuhnya lalu berjalan mendekati Angela. Ia tersenyum lembut sambil mengusap rambut wanita itu. “Kau tidak memelukku?”Ia segera menepis ketakutan bahwa Angela mungkin saja menyadari bahwa ia bukanlah Sebastian. Tidak, Angela tidak mungkin mengetahuinya. Ia sudah memperhatikan setiap detail penampilannya bahkan mengubah intonasi dan juga gesture tubuhnya.Bibir Angela mengerucut. Ia melipat tangannya ke atas dada. “Tidak. Kau sudah menyiksaku seharian lalu tiba-tiba kembali pulang seolah tanpa merasa merasa bersalah.”Lak
Laki-laki itu merasa sesak. Ia merasa adrenalinnya begitu memuncak hingga membuatnya kesulitan bernafas. Pandangan matanya begitu liar menatap pintu utama menuju ruang basement. Ia tidak percaya ini akan terjadi.Sebentar lagi... sebentar lagi semua usai.Ia ingin sekali menangis. Bukan karena penyesalan tapi letupan kebahagiaan dan kepuasan atas kesabarannya selama ini. Bayangan wajah Liza begitu jelas tergambar di pelupuk matanya. Saat ia menoleh pada wanita di sampingnya, wajah Liza nampak tersenyum manis, ia seperti berdiri persis di sebelah Angela.“Ada apa? Apa kau sesenang itu ingin menunjukkan sesuatu?”Pertanyaan Angela membuat sosok Liza menghilang, hampir saja ia mengumpat jika tidak menyadari situasi yang sedang ia hadapi.“Tentu saja. Kau tentu akan menyukai kejutan ini,” kata laki-laki itu sambil tersenyum.Namun, tepat lima langkah sebelum mendekati pintu utama, langkah kaki Angela terhenti. Ia menghela nafas, menundukkan wajahnya beberapa detik lalu kembali mengangkat
“Ti-tidak... kau tahu, aku tidak bermaksud menyakiti Angela. Kau tahu... aku... aku sangat menyukai wanita itu!”PLAKK!!Sebuah tamparan keras mengenai pipi Anthony. Darah keluar dari hidung dan bibir Anthony yang pecah. Ia tidak merasakan sakit, ia hanya merasa ketakutan. Bayangan Papa dan Mama yang telah merawatnya membuatnya rasa sakit tidak bisa menyentuhnya.PLAK!! PLAK!! PLAK!!“Aish! Sial!” Sebastian mengumpat saat darah dari bibir Anthony mengenai tangannya. Ia menerima sapu tangan yang di sodorkan Edward lalu menatap wajah Anthony dengan tatapan buas. “Kau... bahkan tidak layak untuk mati!”Tangan Anthony gemetar. Ia terlalu bodoh untuk menyadari bahwa bisa saja Papa dan Mama akan ikut terseret bersama masalah ini. Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin ia tidak memperhitungkan tentang ini sebelumnya?Tidak, ia tidak bisa mati sekarang. Ia harus bisa pergi. Ia harus bisa mengamankan Papa dan Mama ketempat yang lebih aman untuk sementara waktu. Tiba-tiba akal sehatnya kembali. A
Suara keributan di dalam rumah menjadi sambutan selamat datang yang melegakan saat Angela merasa air matanya mulai jatuh. Pagi hari tadi, Sebastian menjemputnya dari ruang bawah tanah dan ia harus menelan bulat-bulat segala kekesalannya saat mendengar cerita tentang alasan mengapa ia dikurung di ruangan bawah tanah.Mereka memutuskan untuk pulang ke rumah Sarah. Rumah Sarah menjadi satu-satunya tempat yang masuk akal bagi mereka untuk di datangi saat ini. Apalagi setelah Sarah mendengar peristiwa yang telah terjadi, ia langsung memerintahkan Sebastian untuk membawa Angela datang kerumahnya.Saat mereka masuk ke dalam rumah. Sarah menyambut Angela dan langsung memeluknya sambil menangis. “Sekarang tidak apa-apa, Sayang. Aku janji, semua sudah selesai.”“Mom, aku sangat takut,” Angela berbisik, suaranya gemetar. “Bagaimana bisa Anthony melakukan itu semua...”“Iblis sialan. Dia pasti akan membusuk di penjara sebelum akhirnya Tuhan akan menyiksanya di neraka nanti.” Sarah menarik tubuhny
Malam semakin larut. Mereka sudah menghabiskan tiga judul film dan Sarah sudah mulai mengantuk. Kini TV sudah dimatikan dan Sarah terlihat sangat bersemangat untuk meminta Sebastian dan Angela menginap.“Jadi, kalian akan menginap, bukan?”Angela menatap Sebastian meminta persetujuan tapi Sebastian sudah punya rencana sendiri. “Tidak, aku akan mengajak Angela menginap di penthouse.”“Oh, ayolah... malam ini begitu indah. Kalian tega meninggalkan aku sendirian?” ujar Sarah sedikit merajuk.“Aku sedang tidak ingin berdebat, Mom. Kurasa Angela memerlukan waktu lebih private untuk beberapa malam kedepan. Kau mengerti, bukan?” kata Sebastian tegas.Sarah menghela nafas. “Tentu saja aku mengerti.” Ia lalu mengikuti Sebastian dan Angela yang mulai berdiri dan berjalan ke arah pintu keluar.“Jaga Angela dengan baik, Nak.” Sarah mencium pipi Sebastian, lalu pipi Angela.Beberapa saat kemudian, Angela dan Sebastian sudah berada di dalam mobil sambil menatap rumah Sarah. Sebastian belum menyalak