Share

Rumit

Penulis: Danea
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-22 21:06:40

Setelah punggung Daffa menjauh, aku menghentikan aktivitas dan duduk sejenak di tempat yang tadi dia duduki sembari menghela napas pelan. Kulihat sekeliling, tak kutemui apa pun selain kekosongan, sama seperti sudut hatiku yang mendadak tak nyaman saat ia pergi. Bertepatan dengan itu, ponsel yang kuletakkan di atas nakas berdering keras hingga membuyarkan lamunan.

“Sean, mau apa lagi dia?” gumamku sembari menggeser layar, mereject panggilan tersebut.

Akan tetapi, dering yang sama kembali terdengar. Kuputuskan menjawab panggilan tersebut, barangkali ada hal penting yang ingin dia sampaikan.

“Ada apa?” tanyaku to the point.

“Kata Lintang kalian pindah. Kenapa gak bilang?”

Dengan kening berkerut, kujauhkan ponsel dari telinga. Kenapa gak bilang? Untuk apa juga bilang, memangnya dia siapa? Suara hatiku meronta-ronta.

“Halo, Lan, kamu masih di sana?”

“Hmm,” balasku singkat.

“Sharelock, aku ke sana sekarang.”

“Gak usah!” sahutku cepat.

Tentu saja aku menolak. Selain karena tak mau bertemu dengannya, Daffa sedang pergi, mana mungkin aku menerima tamu pria disaat suamiku tidak di rumah. Ya, sekuat apapun aku menyangkal, benar adanya jika sampai hari aku masih istrinya.

“Kenapa?”

“Aku sibuk!”

“Sebentar aja, aku mau ketemu Lintang.”

“Lintang udah tidur.”

Suara kerasak-kerusuk di seberang layar terdengar, disertai helaan napas kasar beberapa saat kemudian. “Sampai kapan kamu mau bersikap seperti ini?”

Sambil memijit pangkal hidung, aku memikirkan jawaban yang tepat agar lelaki itu mengerti dan sadar dimana posisinya.

“Sampai kamu sadar aku wanita bersuami, dan hubungan kita hanya sebatas atasan dan bawahan, gak lebih!” tegasku kemudian.

“Mana bisa begitu. Bahkan Lintang menginginkan aku menjadi ayahnya.”

“Omong kosong!”

“Lan!”

Tut!

Aku memutus panggilan sepihak, jengah mendengar ucapan Sean yang menjadikan Lintang sebagai alasan. Suasana hatiku menjadi kian buruk usai menerima telepon tersebut. Kalau dipikir-pikir, mengapa Tuhan selalu mendekatkan aku dengan lelaki problematik? Apa karena aku juga problematik?

Buru-buru kuenyahkan pikiran tak berdasar yang menghampiri, kemudian menyambar handuk. Lebih baik aku mandi, barangkali air bisa mendinginkan kepalaku yang terasa panas dan berdenyut.

Ketika hendak menuju kamar mandi, terdengar suara benda jatuh dari arah dapur. Kulihat pintu kamar Lintang tertutup rapat, Daffa juga tidak ada. Jangan-jangan…

“Siapa di sana?!”

***

Waktu sudah menujukkan pukul sepuluh malam. Aku masih terjaga sembari membaca buku di ruang tamu, sambil sesekali melihat ke arah ponsel yang sepinya melebihi tempat pemakaman umum desa sebelah.

“Bunda belum tidur?”

Lintang menghampiri dan mengambil tempat di sisiku sembari mengeringkan rambut. Tanpa pikir panjang, aku mengambil alih handuk tersebut dan menyuruhnya berbalik, kemudian kuusap lembut surai putriku.

“Belum ngantuk, Sayang. Lintang habis mandi? Gimana sekolah hari ini hmm?”

“Nothing special,” balasnya singkat.

“Kenapa pulang cepet?”

“Free class.”

“Ketemu Daren?”

“Please, gak usah bahas dia.” Nadanya rendah namun penuh penekanan.

Aku mengangguk. Kuhargai keputusannya untuk tak membahas Daren. Sebab, setiap orang punya luka yang berusaha mereka sembuhkan, termasuk juga putriku.

“Rambutnya udah panjang. Cantik banget,” gumamku saat mendapati surai Lintang yang sudah lumayan kering menjuntai bebas.

“Kan emang gak pernah dipotong, Bun.” Dia tersenyum tipis sembari menatapku yang juga tersenyum.

Kukecup keningnya cukup lama. Aku tak menyangka dia sudah sebesar ini, rasanya baru kemarin Lintang belajar berjalan. Tapi sekarang, ah bahkan tingginya sudah melebihi diriku. Selain itu, pengalaman hidup berhasil membuatnya menjadi gadis cantik dan tangguh. Aku bangga sekaligus sedih, perasaan bersalah tiba-tiba menghantui.

Mataku terasa panas mengingat masa-masa kecil Lintang dan perjalanan sampai di titik sekarang, dunia kanak-kanaknya tidak baik-baik saja, bahkan terbilang tak normal.

“Dia belum pulang?” Lintang mengalihkan pembicaraan.

Air yang sudah menggantung di sudut mata kembali masuk, tak jadi keluar kala mendengar pertanyaan tersebut.

“Belum.”

“ke mana?”

“Bunda gak tahu dan gak mau tahu juga.”

Selang beberapa menit, suara deru kendaraan terdengar, disusul derap langkah mendekat. Aku dan Lintang menatap ke arah pintu.

“Panjang umur, baru juga diomongin,” gumamku tanpa sadar.

Lintang memasang tampang tak senang. Aku tahu dia mendengar gumaman barusan. Segera kuralat ucapanku sebelum ia berpikir macam-macam.

“Maksud Bunda…”

Saat akan menjelaskan, ketukan pintu lebih dulu menyela. Tok tok tok!

“Lan, saya lupa bawa kunci cadangan. Kamu belum tidur, kan? Tolong bukain pintu,” ucap suara yang sangat familier di telinga.

“Bentar ya, Sayang.” Aku bangkit dan menggapai handel kemudian menekannya. Ceklek!

Pintu terbuka tak lama kemudian. Wajah dan baju Daffa terlihat kusut. Aku penasaran, tapi enggan untuk sekadar melontarkan pertanyaan.

“Maaf ya baru pulang, ada kerjaan yang harus saya selesaikan,” jelasnya.

Aku segera berbalik tanpa menggubris ucapannya.

“Ayo Sayang, kita tidur,” ajakku pada Lintang yang langsung dibalas anggukan.

Aku dan Lintang berjalan bersisian, saat itulah dia membisikan sebuah kata yang membuat dadaku berdegup kencang.

Bab terkait

  • Gairah Suami Kedua   Maaf

    “Bunda nyium wangi parfum perempuan?”Pertanyaan Lintang menari-nari di kepala, membuatku sulit memejamkan mata dan berakhir gulang-guling ke sana ke mari karena gelisah.“Kamu belum tidur?”Aku melirik sekilas, kemudian membalik badan, memunggungi lelaki tersebut. “Kenapa belum tidur?” tanyanya lagi. “Bukan urusan kamu!” ketusku. Tak berselang lama, tempat tidur bergoyang, pertanda seseorang naik ke atasnya. Dan benar saja, Daffa sudah berada di sampingku.“Pergi!” usirku tanpa melihat wajahnya. Bukannya menuruti ucapan tersebut, tangan besarnya malah melingkari pinggangku. Darahku berdesir, disertai degup jantung yang bertalu-talu di dalam sana. Tuhan, perasaan apa ini?Tidak-tidak, aku tidak boleh menikmati sentuhannya. Sontak, segera kulepas kasar tangan tersebut. “Jangan sentuh saya!” “Kenapa? Bukannya menyentuh istri dan melayani suami merupakan pahala?” Daffa men

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-24
  • Gairah Suami Kedua   Good Job

    Punggung itu kian menjauh kemudian hilang, bersamaan dengan roda mobil sedan hitam yang berputar membelah jalanan. Aku termangu di tempat, masih tak percaya dengan yang terjadi barusan. Dia berkata ingin memperbaiki hubungan, sementara antara ucapan dan tindakannya tidak sejalan. Lantas, bagian mana yang harus kupercaya? Sepertinya tidak ada, dia benar-benar pembual! Berbagai asumsi memenuhi kepala tanpa bisa dicegah. Mataku menatap ke arah taman, namun pikiranku tidak di sana, melanglangbuana entah ke mana. Sampai akhirnya, tepukan pelan di pundak mengembalikanku pada realita. Aku berbalik dan mendapati Mas Heru—mantan suami pertamaku berdiri tegap sambil tersenyum lebar. “Pagi-pagi udah ngelamun, mikirin apa, hmm?” “Bukan apa-apa,” balasku. Meskipun sudah berpisah sejak bertahun-tahun silam, hubunganku dengannya terbilang cukup baik, kami masih sering berkomunikasi untuk sekadar membahas soal Lintang. Sesekali dia juga datang berkunjung guna bertemu putri semata wayangnya. “Lint

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-25
  • Gairah Suami Kedua   Penjelasan

    PoV DaffaAku berjalan dengan langkah lebar, tak sabar ingin bicara pada Kelana, mumpung di rumah ini hanya ada kami berdua. Harapanku, semoga, setelah mendengar segala hal yang kukatakan, dia bisa bersikap lebih baik. Kalaupun tidak, tak apa, aku masih punya waktu seratus sembilan belas hari. Aku yakin bisa meluluhkan hatinya, sama seperti dulu. Ceklek!Saat pintu terbuka, mataku memintas sekeliling, mencari keberadaan Kelana. Di teras tidak ada, di ruang tamu juga tidak ada. Di mana dia? Apa di kamar? Atau dapur?“Kelana, saya sudah pulang, kamu di mana?” tanyaku setengah berteriak. Akan tetapi, sampai beberapa detik lamanya tak ada sahutan. Kubuka pintu kamar barangkali dia ada di sana. Tapi, nihil, kamar tersebut kosong. Hanya suara detak jarum jam yang memenuhi ruangan. Begitupun di dapur yang suasananya lebih hening dan lengang. “Ke mana dia?” batinku sembari merogoh ponsel, kemudian mengotak-atik benda pipih tersebut. “Angkat, Lan,” guma

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-27
  • Gairah Suami Kedua   Orang Baru

    PoV Daffa Tok tok tok!Seketika, pembicaraan seriusku dengan Kelana terhenti. Kami saling pandang dengan aku yang menatapnya penuh tanya. “Permisi, paketttt!”Mendengar suara tersebut, aku menarik kursi dan bergegas membuka pintu. Namun, Kelana lebih dulu menginterupsi. “Biar saya aja,” ungkapnya sembari berlalu. Tak berselang lama, dia kembali sambil membawa sebuah amplop dan memberikannya padaku. “Nih.”Aku mengernyitkan dahi. “Ini apa?”Kelana mengedikkan bahu kemudian mengambil sayuran yang telah selesai dipetik dan memasukkannya ke wadah Tupperware. Sementara aku masih melihat-lihat amplop coklat tersebut, tidak ada nama pengirim, yang tertera hanya nama penerima dan alamat tujuan. Disaat bersamaan, ponsel yang kuletakkan di atas meja berdering, aku menggeser layar dan menyalakan fitur loudspeaker, agar Kelana turut mendengar pembicaraanku dengan sang penelepon. “Halo.”“Iya, Mon, kenapa?”“Kamu udah sampe?”“Uda

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-29
  • Gairah Suami Kedua   Pertemuan

    Seraya mengotak-atik ponsel, aku berjalan ke sana kemari, entah sudah berapa kali kutatap benda pintar itu, menunggu kabar dari Lintang yang sedari tadi tidak bisa dihubungi. Sungguh, aku sangat khawatir, lebih-lebih di luar sedang hujan. Aku membuka tirai berkali-kali sembari melihat ke arah jalan, namun tak ada tanda-tanda lalu lalang manusia. Hatiku kian gelisah saat hari semakin gelap. “Kamu udah hubungi pihak sekolah?” tanya Daffa yang terlihat sangat tenang. Lelaki itu menyandarkan punggung di kursi sambil memejamkan mata. “Sudah, sepeda Lintang ada di sekolah, itu yang bikin saya makin khawatir,” jawabku seraya menempelkan ponsel ke telinga, berusaha menghubungi teman-teman Lintang untuk menanyakan keberadaan anakku.Bertepatan dengan itu, adzan magrib berkumandang, aku menggigit bibir bawah, mataku berair seketika. Takut sesuatu yang buruk terjadi pada Lintang, sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. “Sssst, kamu tenang, lebih baik kita beribada

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-30
  • Gairah Suami Kedua   I Love You

    “Daffa adalah ayah dari bayi ini, Lan.”Aku membelalakkan mata, sepersekian detik kemudian dia tertawa keras. “Hahahaha kamu lucu ya kalau kaget gitu.”Dia masih tertawa, sementara aku hanya diam, tak menemukan letak humornya. “Aku cuma bercanda, ayah bayi ini Omnya Daffa, kamu inget, kan?”Kubalas pertanyaan tersebut dengan anggukan. Namun, melihat kedekatan keduanya rasa ragu menghampiri. Ditambah, Sean juga pernah bilang mereka sudah menikah. Apa Mona dan Daffa mengelabuiku?“Lan, kamu ngelamun? Astaga, jangan bilang candaanku barusan dianggap serius?” Mona terkekeh kemudian mengambil punggung tanganku. “Daffa gak mungkin mengkhianati kamu,” sambungnya dengan sorot teduh. “Ya, Mbak, semoga.” Beberapa menit kemudian, Mona berpamitan. Sebelum benar-benar pergi, dia memelukku lebih dulu, hal yang sama ia lakukan juga pada Daffa. Hatiku mencelos namun berusaha menampilkan senyum terbaik. Tepat pukul sebelas, aku membaringkan diri dengan berbagai

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-02
  • Gairah Suami Kedua   Pesan Misterius

    Pagi harinya, aku bangun saat sang surya telah meninggi. Aku menggeliat sejenak, mataku mengerjap beberapa kali. Selimut tebal masih menutupi hampir sebagain tubuh. Kilas balik akan kejadian semalam membuatku spontan membuka selimut. Untuk beberapa saat aku terlonjak kala mendapati diriku yang tanpa sehelai benang pun. “Ternyata bukan mimpi. Bodoh kamu, Lan!” rutukku sembari memukul-mukul kepala. Mengingat kejadian tersebut membuatku malu sendiri, wajahku memerah seketika, hingga terdengar suara derit pintu yang seketika mengalihkan perhatian. Krek“Pagi, Sayang,” sapa Daffa seraya duduk di sisi ranjang. Ia mencondongkan tubuh dan mendaratkan kecupan singkat di keningku. Aku tak membalas sapaan itu, tidak juga menatap padanya. Sengaja kupalingkan wajah agar dia tak melihat semburat merah yang tercetak jelas di kedua pipiku. “Tadi sebelum Lintang berangkat sekolah, saya ngobrol sebentar sama dia.” Daffa mengawali pembicaraan. “Bukan ngobrol sih, soalnya d

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-03
  • Gairah Suami Kedua   Bahaya

    “Anak sama emak sama aja, sama-sama jalang, murahan!”Pesan yang diakhiri tanda seru itu menjadi fokusku. Apa maksudnya ini? Mengapa si pengirim membawa-bawa anakku? Kuamati dua belas digit angka yang tertera di layar, berusaha mengenali pemiliknya. Namun, sampai beberapa menit berlalu, aku sangat yakin tak mengenal pemilik nomor tersebut. Tidak mau berlama-lama memendam amarah dan kekesalan, aku segera menghubungi nomor itu. Akan tetapi, nomornya tak aktif. “Mungkin cuma orang iseng,” batinku sembari mengalihkan perhatian pada pesan yang berkaitan dengan produk yang kutawarkan, tak ingin membuang-buang waktu untuk meladeni orang-orang kurang kerjaan. Selama berjam-jam lamanya, aku larut dalam aktivitas tersebut, hingga tak sadar sepasang mata tengah memerhatikan. “Sayang, perut Mona keram lagi, saya harus…”Aku yang semula tengah berbalas pesan dengan salah satu calon pembeli, menghentikan aktivitas tersebut kemudian meletakkan ponsel di atas meja, hingg

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-04

Bab terbaru

  • Gairah Suami Kedua   Gagal

    Usai kejadian malam itu, Daffa tidak pulang sampai pagi, aku pun tak mencari. Sebab sudah bisa menebak, kemana lelaki tersebut pergi. Rumah ini terasa damai tanpa kehadirannya. Ya, meskipun sudut hatiku menginginkan dia berada di tengah-tengah kami. Namun lagi-lagi, bagian terpentingnya bukan itu, ada hal lain yang harus kuperjuangkan lebih dari sekadar urusan perasaan. “Bunda lagi apa?” Lintang yang baru tiba duduk di sampingku. “Lagi take video, Sayang,” jawabku tanpa mengalihkan pandangan. Aku yang sedang giat-giatnya membuat konten promosi produk, tanpa sadar mengabaikan kehadiran Lintang. Dia mengamati aktivitas bundanya yang berpindah dari satu posisi ke posisi lain demi mendapat tangkapan layar terbaik. “Biar Lintang bantu pegangin HPnya, Bun.”“Gak usah, Sayang, Lintang ganti baju, makan, terus istirahat aja. Pasti capek kan seharian di sekolah?” tolakku sambil tersenyum dan mengusap surainya lembut. “Lintang mau bantuin Bunda,” pintanya.

  • Gairah Suami Kedua   Membela Mona

    “Darimana kamu?” cecar Daffa dengan mata menyorot tajam pada Mas Heru. Aku yang berada di tengah-tengah mereka, memandang keduanya bergantian. “Mas, kamu pulang aja,” ujarku lirih. Ya, dia memang harus segera pulang, pasalnya hal buruk bisa saja terjadi jika dia tetap di sini.“Oke. Mas pulang, ya,” pamitnya yang segera kubalas dengan anggukan singkat.Sepeninggal Mas Heru, Daffa menarikku memasuki rumah kemudian menutup pintu hingga menimbulkan suara keras. Wajahnya tampak mengencang dengan kedua tangan mengepal sempurna.“Kamu ketemu dia? Kenapa gak izin dulu? Saya ini suami kamu, Kelana,” cerocos Daffa.Untuk beberapa detik, aku tak menanggapi ucapannya, membiarkan dia mengatakan apa yang ingin dikatakan. “Bahkan selangkah pun kamu keluar dari rumah ini, itu harus seizin saya.” Nada bicaranya semakin tidak santai. Aku masih diam, menunggu waktu yang tepat untuk menghentikan lelaki tersebut. “Saya gak suka kamu pergi dengan lelaki lain!” “Play

  • Gairah Suami Kedua   Saling Kenal?

    Aku mematung di tempat dan menyaksikan secara langsung bagaimana suamiku memapah Mona, membantunya berjalan. Kuhembuskan napas dalam dan membuangnya perlahan seraya menyugesti diri, tidak, aku tak boleh cemburu apalagi merasa terganggu. Sejak awal, Daffa memang tidak pernah serius memperbaiki hubungan. Segala ucapannya hanya omong kosong belaka. Hampir saja aku terbuai dan menikmati segala perlakuan manisnya. “Saya permisi dulu,” pamitku sambil tersenyum tipis kemudian melenggang pergi. Saat itulah Daffa menghampiri, dia mengambil punggung tanganku dan menggenggamnya erat sekali. “Sayang, maaf, saya gak punya pilihan selain bawa dia ke sini.”Decak sebal lolos begitu saja. Menurutku, bukan tak punya pilihan, melainkan sengaja atau memang itu tujuannya sedari dulu.“Saya gak peduli,” jawabku dingin seraya melepas genggamanya. “Lakuin apa yang kalian mau, karena tujuan saya cuma satu, mengambil apa yang memang menjadi hak saya!” Aku melangkah menjauh

  • Gairah Suami Kedua   Untuk Apa?

    Tok tok tok!Beberapa saat setelah Daffa pergi, suara ketukan pintu terdengar. Kulirik sekilas pintu berbahan kayu jati, kemudian beralih menatap jam yang menggantung di dinding. Waktu menunjukkan pukul 15.00 WIB. Sepertinya itu Lintang. Tanpa pikir panjang, aku menyuruhnya masuk.“Masuk.”Benar saja, tak lama kemudian, wajah anakku menyembul dari baliknya. Ia masih mengenakan seragam sekolah dengan rambut dicepol asal, sederhana namun terlihat cantik. “Bunda sakit?” Itulah pertanyaan pertama yang dia lontarkan saat melihat selimut menutupi hampir sebagian tubuhku. Aku tersenyum tipis seraya menepuk tempat di sampingku dan berusaha bangkit. “Nggak, Sayang, cuma sedikit pusing aja kok, sini.” Lintang mendekat kemudian memijit kakiku. “Bunda rebahan aja,” cegahnya. Aku kembali merebah. Meskipun rasa sakit di kepala sudah berangsur hilang, namun tubuhku masih sedikit lemas. Kutatap wajah ayu putriku yang terlihat memendam sesuatu. “Kenapa, Nak?”

  • Gairah Suami Kedua   Sisi Lain

    PoV LintangHai, namaku Lintang Utami Atmadja, orang-orang memanggilku Lintang, pengguna lengan palsu yang kerap menjadi sasaran bullying. Selain itu, aku adalah korban dari perceraian kedua orang tuaku—Kelana dan Heru. Saat ini, usiaku menginjak tujuh belas tahun.Hidupku ya begini-begini saja, berangkat sekolah, pulang, kemudian menyaksikan drama bunda dengan suami keduanya, orang yang dulu kupanggil Papa. Sejujurnya, dia adalah sosok yang pernah sangat kuidolakan. Namun, seiring berjalannya waktu, semua perasaan itu berubah menjadi rasa benci yang teramat dalam. Singkatnya, dia adalah penyebab aku kehilangan lengan. Ah, andai dulu bunda tak mengenalnya. Setelah meninggalkan aku dan bunda tiga tahun silam, dia kembali dengan membawa segala drama dan problematika kehidupan. Karena tak punya pilihan, bunda menerima kehadirannya, ya meskipun penuh keterpaksaan. Satu sisi aku keberatan, namun sisi lainnya tak punya solusi atas permasalahan yang terjadi. Alhasil, suka t

  • Gairah Suami Kedua   Bahaya

    “Anak sama emak sama aja, sama-sama jalang, murahan!”Pesan yang diakhiri tanda seru itu menjadi fokusku. Apa maksudnya ini? Mengapa si pengirim membawa-bawa anakku? Kuamati dua belas digit angka yang tertera di layar, berusaha mengenali pemiliknya. Namun, sampai beberapa menit berlalu, aku sangat yakin tak mengenal pemilik nomor tersebut. Tidak mau berlama-lama memendam amarah dan kekesalan, aku segera menghubungi nomor itu. Akan tetapi, nomornya tak aktif. “Mungkin cuma orang iseng,” batinku sembari mengalihkan perhatian pada pesan yang berkaitan dengan produk yang kutawarkan, tak ingin membuang-buang waktu untuk meladeni orang-orang kurang kerjaan. Selama berjam-jam lamanya, aku larut dalam aktivitas tersebut, hingga tak sadar sepasang mata tengah memerhatikan. “Sayang, perut Mona keram lagi, saya harus…”Aku yang semula tengah berbalas pesan dengan salah satu calon pembeli, menghentikan aktivitas tersebut kemudian meletakkan ponsel di atas meja, hingg

  • Gairah Suami Kedua   Pesan Misterius

    Pagi harinya, aku bangun saat sang surya telah meninggi. Aku menggeliat sejenak, mataku mengerjap beberapa kali. Selimut tebal masih menutupi hampir sebagain tubuh. Kilas balik akan kejadian semalam membuatku spontan membuka selimut. Untuk beberapa saat aku terlonjak kala mendapati diriku yang tanpa sehelai benang pun. “Ternyata bukan mimpi. Bodoh kamu, Lan!” rutukku sembari memukul-mukul kepala. Mengingat kejadian tersebut membuatku malu sendiri, wajahku memerah seketika, hingga terdengar suara derit pintu yang seketika mengalihkan perhatian. Krek“Pagi, Sayang,” sapa Daffa seraya duduk di sisi ranjang. Ia mencondongkan tubuh dan mendaratkan kecupan singkat di keningku. Aku tak membalas sapaan itu, tidak juga menatap padanya. Sengaja kupalingkan wajah agar dia tak melihat semburat merah yang tercetak jelas di kedua pipiku. “Tadi sebelum Lintang berangkat sekolah, saya ngobrol sebentar sama dia.” Daffa mengawali pembicaraan. “Bukan ngobrol sih, soalnya d

  • Gairah Suami Kedua   I Love You

    “Daffa adalah ayah dari bayi ini, Lan.”Aku membelalakkan mata, sepersekian detik kemudian dia tertawa keras. “Hahahaha kamu lucu ya kalau kaget gitu.”Dia masih tertawa, sementara aku hanya diam, tak menemukan letak humornya. “Aku cuma bercanda, ayah bayi ini Omnya Daffa, kamu inget, kan?”Kubalas pertanyaan tersebut dengan anggukan. Namun, melihat kedekatan keduanya rasa ragu menghampiri. Ditambah, Sean juga pernah bilang mereka sudah menikah. Apa Mona dan Daffa mengelabuiku?“Lan, kamu ngelamun? Astaga, jangan bilang candaanku barusan dianggap serius?” Mona terkekeh kemudian mengambil punggung tanganku. “Daffa gak mungkin mengkhianati kamu,” sambungnya dengan sorot teduh. “Ya, Mbak, semoga.” Beberapa menit kemudian, Mona berpamitan. Sebelum benar-benar pergi, dia memelukku lebih dulu, hal yang sama ia lakukan juga pada Daffa. Hatiku mencelos namun berusaha menampilkan senyum terbaik. Tepat pukul sebelas, aku membaringkan diri dengan berbagai

  • Gairah Suami Kedua   Pertemuan

    Seraya mengotak-atik ponsel, aku berjalan ke sana kemari, entah sudah berapa kali kutatap benda pintar itu, menunggu kabar dari Lintang yang sedari tadi tidak bisa dihubungi. Sungguh, aku sangat khawatir, lebih-lebih di luar sedang hujan. Aku membuka tirai berkali-kali sembari melihat ke arah jalan, namun tak ada tanda-tanda lalu lalang manusia. Hatiku kian gelisah saat hari semakin gelap. “Kamu udah hubungi pihak sekolah?” tanya Daffa yang terlihat sangat tenang. Lelaki itu menyandarkan punggung di kursi sambil memejamkan mata. “Sudah, sepeda Lintang ada di sekolah, itu yang bikin saya makin khawatir,” jawabku seraya menempelkan ponsel ke telinga, berusaha menghubungi teman-teman Lintang untuk menanyakan keberadaan anakku.Bertepatan dengan itu, adzan magrib berkumandang, aku menggigit bibir bawah, mataku berair seketika. Takut sesuatu yang buruk terjadi pada Lintang, sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. “Sssst, kamu tenang, lebih baik kita beribada

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status