"Eh! Kenapa semuanya pergi?" tanya Adelia dengan mulutnya masih berisi makanan.
Carlton tersenyum.
"Sudahlah jangan pikirkan tentang mereka lagi! sekarang makanlah dengan tenang tak perlu memikirkan hal yang tidak penting seperti mereka," ucap Carlton yang lanjut memasukkan satu sendok makanan ke dalam mulutnya.
Adelia menatap Carlton sejenak, lalu menganggukkan kepalanya.
"Hummm! Kamu benar! Aku tidak perlu memikirkan selain menghabiskan semua makanan ini, hehehe ... Kalau begitu aku lanjutkan lagi. Tapi ...." Adelia merasa canggung saat melihat cara makan Carlton yang terlihat sangat elegan dan dia melihat pada dirinya sendiri yang sembarangan.
"Bahkan saat sedang makan pun, dia terlihat sangat tampan. Tidak seperti aku yang sudah terlihat jelas kalau aku dan dia jauh berbeda," gumam Adelia, dia merasa malu sendiri.
Carlton yang sedang mengunyah pun, menghentikan gerakannya saat melihat Adelia berhenti
Adelia yang terkejut, menatap Carlton menunggu jawaban darinya.Carlton melepas sabuk pengaman yang melingkar di tubuhnya, lalu menoleh ke arah Adelia."Tidak apa-apa sayang! Sudahlah! Cepatlah keluar, bukannya tadi kamu mengatakan kalau kamu hampir terlambat masuk?" ucapnya yang kemudian mendekati Adelia."Ta-tapi Carl, kamu ...." Adelia membelalakkan matanya saat Carlton semakin mendekatinya.Deg! Deg!Detak jantung Adelia kembali berdetak dan bayangan saat mereka berciuman pun, kembali terlukis di pikirannya."Sial! Apakah mungkin dia mau melakukannya lagi?" gumam Adelia.Dia perlahan memejamkan matanya, karena terlalu gugup dan entah kenapa, dia seperti orang yang pasrah.Carlton mengerenyitkan dahinya ketika melihat Adelia memejamkan matanya."Sayang! Kamu kenapa?" tanya yang kemudian.Ceklek!Suara sesuatu yang terlepas dan Adelia segera membuka matanya."Eh! Carl, kamu sedang apa?" tanya Adelia."Aku sedang membantu kamu untuk membuka ini, memangnya mau apa lagi?" jawabnya deng
Carlton menatap kesal petugas resepsionis yang datang kepadanya."Ada apa lagi?" tanyanya.Petugas resepsionis itu tersenyum dan memberi hormat kepada Carlton."Kami minta maaf kepada bapak, karena sudah mengganggu," ucapnya dengan sopan.Membuat rasa kesal Carlton berkurang sedikit."Ya!" jawabnya singkat. Carlton memberikan kunci mobilnya kepada petugas keamanan itu."Ini! Jaga mobil saya dengan baik dan ... Kamu harus ingat, jika saya adalah salah satu petinggi di Perusahaan ini!" ucapnya dengan tegas."Ba-baik pak! Saya minta maaf! Kalau begitu, saya minta izin untuk memindahkan mobil anda," pamit sang petugas keamanan."Ya! Pergilah!" jawab Carlton dengan tangan melambai."Terima kasih pak!" petugas keamanan itu segera pergi dan tersisa petugas resepsionis yang berdiri di depan Carlton."Pak Carlton! Ada yang bisa saya bantu? Maaf sebelumnya, mengapa anda datang sendirian? Biasanya anda datang dengan asisten anda?" tanyanya dengan tatapan menyelidik.Carlton yang malas berbasa b
Adelia mengangguk."Ya, dibatalkan semuanya termasuk rencana pernikahan kami, aku tidak bisa hidup bersama pria yang sudah mengkhianati ketulusan cintaku itu dan aku takut, setelah menikah, Alvin akan melakukan hal semacam itu lagi, karena penyakit selingkuh sulit untuk diobati selain kematian itu yang datang menjadi obatnya." Adelia tersenyum dan memegang tangan Rahma."Terima kasih sudah mau memberitahu aku, maaf kalau aku akan sedikit menyusahkan kamu," ucap Adelia, dia tersenyum menatap Rahma yang jauh lebih naik daripada sahabat yang dia percayai selama ini."Emm ... Ya, sama-sama Adel! Aku harap kamu bisa kuat menghadapi semua ini dan tenang saja, aku pasti akan selalu disamping kamu sampai kamu bisa selesai dengan semuanya." Rahma tersenyum dan itu membuat Adelia merasa senang, karena setidaknya masih ada satu teman yang baik padanya setelah dikhianati sahabat yang dia percaya selama ini.Keduanya berbincang sebentar sampai Adelia merasa cukup tenang, lalu setelah sudah baik-ba
Adelia bersembunyi di salah satu bilik dan dia sangat penasaran dengan panggilan telepon yang hendak di jawab oleh mantan sahabatnya itu."Siapa yang menelepon dia? Apakah itu Alvin?" tebak Adelia secara sembarangan, tapi dia tetap memasang telinganya untuk mendengarkan percakapan Lusi dengan orang yang jadi lawan bicaranya."Ha-halo, iya mami!" jawab Lusi dengan suara gugup dan wajahnya terlihat pucat ketika Adelia mengintip melalui celah kecil dari dalam bilik kamar mandi itu."Mami? Siapa dia? Setahu aku, Lusi memangggil ibunya dengan panggilan mama, bukan Mami?" Adelia semakin penasaran dan dia ingin tahu, siapa Mami itu dan kenapa Lusi terlihat sangat pucat.Entah apa yang dikatakan si mami itu, Lusi langsung panik."Ma-afkan saya mam, saya tidak bermaksud untuk menipu anda, tapi saya benar-benar mengantarkan teman saya itu ke hotel tempat yang mami beritahu dan pagi itu, saya juga melihat kalau teman saya tidak ada dan mengapa jadi wanita lain yang ada bersamanya, sa-saya minta
Saat Carlton sedang terkekeh sendiri.Tiba-tiba saja.Tok' tok' tok'Suara ketukan terdengar dan secepatnya Carlton menghentikan senyuman di wajahnya dan mengubahnya menjadi tegas kembali."Masuk!" teriaknya sambil mematikan layar ponselnya."Mengganggu saja!" umpatnya dengan perasaan sedikit kesal.Krekk!Pintu pun terbuka.Muncullah sosok pria paruh baya tersenyum ramah kepadanya."Pak Carlton! Selamat siang, maaf sudah membuat anda menunggu," ucapnya dengan sopan."Ini sudah mau sore, bukan siang lagi!" ucapnya dengan ketus.Membuat pria bernama Bramantyo langsung memerah karena malu."Emmm ... Maafkan saya pak! Saya pikir ini masih siang tapi ternyata sudah mau sore ya! Hahaha ... Saya jadi malu sendiri," ucapnya dengan tawa paksa walaupun sebenarnya dia merasa kesal di dalam hatinya."Anak muda sialan! Kalau bukan kamu pemilik saham terbesar di Perusahaan ini, kamu tidak mungkin bisa seenaknya menindasku seperti ini!" umpatnya di dalam hati.Bramantyo masih memasang senyum palsu
Setelah Lusi selesai dengan panggilan teleponnya dan dia bergegas pergi meninggalkan kamar mandi menuju tempat yang belum selesai dia bersihkan.Di dalam salah satu bilik di kamar mandi itu.Adelia sedang menangis, karena dia benar-benar sangat kecewa dengan sahabat yang dia sayangi dengan tulus dan dia sangat mempercayai Lusi dengan sepenuh hati."Hiks ... Hiks ... Tuhan! Ini jauh lebih menyakitkan daripada saat aku tahu, kalau dia sudah menjadi selingkuhannya Alvin. Dia ... Dia bahkan tega menjual aku demi keuntungan dia sendiri! Tuhan, apa salah aku? Mengapa Lusi bisa sejahat ini padaku? Kenapa Tuhan?" Adelia terus terisak dengan perasaan kecewa teramat dalam terhadap sahabatnya itu.Hancur! Itulah yang dia rasakan bahkan hatinya sudah berubah mati, karena orang yang paling fia percaya malah menghancurkan hidupnya.Membuat Adelia semakin tenggelam dalam kesedihannya dan melupakan segalanya.Namun.Saat Adelia masih tenggelam dengan kesedihannya.Tiba-tiba saja.Drrrttt ....Ponseln
"Ka-kamu!" Adelia segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya saat dia sadar jika masih ada Siska didepannya."Sial! Ada apa lagi ini? Kenapa dia ada di sini? Bukannya tadi dia ...." Adelia yang sibuk bergumam sendiri langsung tersentak saat Siska menoleh ke arahnya."Pak! Saya membawa karyawati yang bernama Adelia dan kebetulan hanya ada dia saja," ucapnya dengan tatapan tidak suka ke arah Adelia, namun saat beralih ke arah Carlton, dia langsung tersenyum manis mencari perhatian kepadanya.Carlton tak peduli dengan tatapan Siska, tatapan dia hanya tertuju untuk Adelia."Ya! Kamu masuk, saya ingin bicara sama kamu," pinta Carlton dengan senyuman tipis, membuat Adelia bergidik."Sial! Apa maksud dari senyuman dia itu? Kenapa aku merasakan perasaan tidak tenang seperti ada sesuatu yang mau dia lakukan padaku!" gumam Adelia yang segera menundukkan kepalanya, untuk menghindari tatapan Carlton.Siska langsung tertawa senang.
Beberapa detik, Adelia yang merasa canggung hanya diam. Membuat suasana menjadi sunyi, hanya terdengar suara nafas keduanya dan tatapan Carlton tak berpaling sedikitpun darinya."Sial! Mengapa jadi canggung seperti ini? Sekarang aku harus apa?" gumam Adelia, dia menundukkan kepalanya. Carlton tersenyum melihat tingkah Adelia yang masih malu-malu sampai tak berani membalas tatapannya."Lucu sekali!" gumamnya sambil mengeratkan pelukannya."Kenapa tidak berisik lagi? Bukannya tadi, kamu berusaha untuk menghindari aku?" tanya Carlton tepat di dekat telinga Adelia."A-aku ...." Adelia merasakan tubuhnya merinding, karena hembusan nafas dari bibir Carlton."Hahahaha ... Sayang! Kenapa berubah jadi pemalu sih? Tadi saja kamu ...." bibir Carlton langsung dibungkam oleh telapak tangan Adelia."Diam! Kamu berisik sekali, Carl! Kamu belum menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di sini!" Adelia mendongakkan kepalanya dan menatap wajah Carlton."Jelaskan kenapa kamu ada di sini? Lalu, kenapa ta
"Ma ... Pa! Tolong jangan tinggalkan Lia sendirian di sini, Lia butuh mama sama papa," ucapnya dengan mata terpejam, Adelia terus mengeluarkan air matanya."Dia sedang bermimpi tentang kedua orang tuanya?" ucap Carlton, dia pun jadi teringat dengan mendiang kedua orang tuanya, yang sama seperti Adelia, sudah meninggal saat dirinya masih kecil."Sayang, nasib kita sama, kita sama-sama anak yatim piatu."Carlton pun langsung menaruh ponsel Adelia diatas meja nakas dan dia segera berbaring di sebelah Adelia."Sayang, aku memahami perasaan kamu saat ini, kamu pasti kangen kan sama mendiang kedua orang tua kamu, aku ...." Carlton pun ikut sedih, karena dia juga jadi teringat mendiang kedua orang tuanya."Mama, papa! Aku juga kangen kalian," lirihnya.Carlton segera memeluk Adelia."Sayang, kita memiliki nasib yang sama dan semoga saat kita memiliki anak nanti, anak kita tidak memiliki nasib yang sama dan semoga kita diberi panjang umur agar bisa melihat mereka dewasa." Carlton memeluk erat
"Halo!" jawab Carlton dengan nada tegas.Di seberang sana.Jerry yang sedang duduk diatas sofa bersama seorang wanita sexy tertawa penuh kepuasan."Halo keponakan om tersayang! Sedang apa sekarang?" tanyanya.Carlton mengetuk-ngetuk pelan meja di depannya, dia tersenyum tipis."Sedang menikmati kebahagiaan karena ada yang sudah mati-matian merencanakan semuanya dengan susah payah, ternyata rencana gagal total," jawab Carlton.Seketika senyuman Jerry pun menghilang."Brengsek! Berani sekali bocah seperti kamu menyindir saya! Jangan mentang-mentang kamu ....""Santai om, jangan marah-marah seperti itu! Ingat, umur om sudah tidak muda lagi, takutnya Asam urat om kambuh terus tidak bisa menikmati wanita cantik dalam pelukan om saat ini, rugi dong kalau sudah bayar mahal tidak bisa dinikmati, ya kan?" Carlton tertawa mengejek.Jerry semakin kesal mendengarnya."Diam kamu Carl! Berani sekali kamu mengejek saya! Kamu benar-benar anak kurang ajar! Dasar anak kurang didikan ya begini hasilnya,
"I-ini ... Mau apalagi sih dia?" gerutu Adelia, dia langsung kesal ketika melihat pesan yang ternyata dari pria yang sudah mengkhianatinya itu."Cih! Dasar tidak tahu malu, mau apalagi si dia menghubungiku lagi? Memangnya belum puas sudah bersama dengan wanita tidak tahu malu itu?" Adelia terus mengumpat kesal dan rasa kantuknya langsung hilang karena melihat nama itu, padahal dia belum membaca isinya tapi api amarahnya langsung menyala baru melihat namanya saja."Sial! Kenapa harus sekarang sih? Aku mau istirahat tidak bisakah ...." Adelia menghela napas panjang, lalu segera duduk kembali."Sudahlah, aku baca dulu pesan apa yang dia kirimkan padaku," ucapnya sambil membuka kunci layar ponselnya, Adelia pun membaca pesan itu."Eh! Mau apalagi dia?!" raut wajah Adelia seketika berubah jijik ketika melihat pesan dari calon suaminya, lebih tepatnya dia sudah menganggap jika dia sudah menjadi mantan."Cih! Untuk apalagi masih berpura-pura menjadi pria yang setia dan seolah kalau aku satu-
"Berikan!"Carlton mengulurkan tangannya dengan tatapan kesal.Asep langsung bergidik melihat tatapan seram majikannya itu.Glek!"Tuan seram sekali!" gumamnya sambil menelan ludahnya secara kasar.Namun, dia pun segera memberikan ponsel itu ke tangan Carlton."I-ini ponselnya Tuan!" ucapnya dengan tangan bergetar.Carlton segera meraihnya dan dia segera menatap layar ponselnya yang masih menyala."Sial!" umpatnya secara tiba-tiba dan eksprwsu wajahnya lebih menyeramkan dari sebelumnya.Membuat Asep semakin ketakutan dan demi menghindari amarah majikannya, Asep segera pergi meninggalkan ruangan itu.Sedangkan Adelia, dia yang sudah selesai makan pun, bergerak mendekati Carlton karena rasa penasarannya."Carl! Kamu kenapa?" tanyanya sambil perlahan melirik ke arah layar ponsel milik Carlton yang terus mengeluarkan bunyi."Eh! Nomor tidak dikenal," ucap Adelia sambil melirik ke arah Carlton yang masih merengut menahan amarahnya."Carl! Kamu baik-baik saja kan? Apakah kamu merasa adanya
Deg!Seketika detak jantung dari dua pelayan itu, yaitu Lesmana dan Rio berdetak sangat cepat dan keringat dingin langsung membasahi dahinya."Sial! Mengapa Tuan tiba-tiba bicara seperti itu? Nyonya muda kita ini, sungguh telah membuat masalah besar kepada kita!" Bisik Rio sambil menyeka keringat di dahinya, tubuhnya gemetar hebat dan perasaannya semakin tidak tenang, karena takut terjadi masalah besar yang akan mengancam pekerjaannya itu."Aku juga tidak tahu Rio, yang jelas aku senang mendapatkan pujian dari nyonya muda yang mengatakan kita berdua ini tampan! Hehehe ... Itu cukup menyenangkan kan," timpal Lesmana yang malah terkekeh kecil dan dia malah merasa sangat bangga sekali.Rio memutar bola matanya menatap rekannya itu."Sial! Aku juga senang dengan pujian yang tadi dilontarkan oleh nyonya muda, apalagi mendapatkan pujian dari seorang wanita secantik nyonya siapa yang tidak merasa bahagia? Ta-tapi masalahnya, nyonya muda memuji kita di depan Tuan! Ini yang bahaya sekali!" uca
Ding!Seketika keduanya langsung terkejut saat menyadari jika lift itu pun berhenti dan pintu lift pun perlahan terbuka.Membuat Adelia secara refleks mendorong dada Carlton."Carl, kita sudah sampai," ucapnya dengan sedikit gagap, karena jujur Adelia merasa gugup sendiri.Carlton mengulas senyum dan segera memegang tangan Adelia yang tadi mendorong dadanya."Ayo kita keluar sekarang, sayang!" ucapnya sambil mengecup punggung tangan Adelia, Carlton pun menggenggam erat tangannya."Emmm ... Iya!" jawab Adelia, dia semakin gugup dan rasanya detak jantungnya semakin kencang seolah akan keluar dari dadanya."Sial! Tenangkan diri kamu Adel! Kamu jangan sampai membuat malu di depan si brengsek ini!" gumamnya.Tangan Adelia gemetar, saat genggam erat tangan Carlton yang tak mau melepaskannya."Ayo pergi sekarang! Atau ... Kamu mau kembali ke kamar lagi?" ucapnya dengan senyuman nakal yang membuat Adelia langsung bergidik."Eh! Tidak! Aku tidak mau kembali ke kamar! Ayo kita pergi sekarang,"
Carlton terdiam sejenak, dia mendadak diam membuat Adelia ikutan bingung."Carl, kamu kenapa diam? Bagaimana aku harus pergi kalau keadaan aku yang ... Ahemm! seperti ini?" tanya Adelia, dia merasa sangat malu, karena mau bagaimana pun, dia dan Carlton baru kenal beberapa hari saja dan suasana seperti ini, sangat canggung baginya."Emmm ... Tunggu sebentar!"Carlton pun langsung bangun dan membuka lemari pakaiannya.Membuat Adelia semakin bingung."Carl, kamu sedang apa?" tanya Adelia.Carlton menoleh."Mencari pakaian yang bisa kamu gunakan sementara," jawabnya yang kembali menatap isi lemarinya."Haist!"Carlton menghela napas kasar dan tatapan kecewa menyelimutinya saat ini.Adelia mengerenyitkan dahinya."Ada apa Carl?"Carlton menoleh lagi ke arah Adelia."Tidak ada pakaian yang bisa kamu gunakan sayang! Semuanya ... Haistt! Pakaian milikku dan pastinya ...."Carlton ke
"Sial!" umpat Carlton yang kesal, karena ada orang yang menganggu waktu indahnya bersama Adelia.Sedangkan Adelia.Dia perlahan membuka matanya, walaupun terasa cukup berat, dia pun menatap ke arah Carlton."Emmm ... Carl, ada orang, kita seperti ini bukankah kita akan ...." tiba-tiba bibir Adelia langsung dibungkam oleh bibir Carlton, membuat Adelia terbelalak karena terkejut."Ummm ... Carl! Ka-kamu ...."Carlton melepaskan bibirnya, lalu tersenyum sambil mengusap bibirnya yang basah."Jangan takut! Ini rumahku dan di sini hanya ada yang tinggal sendirian, jadi tak perlu merasa khawatir kalau ada orang yang akan menggerebek kita seperti di rumah kamu itu," ucapnya dengan kekehan kecil, Carlton mengecup dahi Adelia."Tunggu sebentar! Aku mau buka pintu dulu sebentar! Tetap seperti ini, jangan mencoba memakai pakaian kamu!" ucap Carlton.Adelia yang sepenuhnya bisa membuka matanya karena terkejut dengan ciuman Car
Adelia membuka matanya dan alangkah terkejutnya saat dia melihat bibir Carlton yang menempel di bibirnya."Ahhh!" Adelia berteriak sambil mendorong dada Carlton.Membuat Carlton terkejut sampai bibirnya terlepas dan tubuhnya mundur cukup jauh."Aduh, sayang! Ka-kamu! Kenapa kamu tiba-tiba mendorong aku sih?" tanyanya dengan tatapan kecewa dan Carlton meringis sambil memegang dadanya."Histtt! Sakit juga," gumamnya."Aku ...." Adelia merasa sangat bersalah saat melihat Carlton memegang dadanya."Carl, maaf sudah mendorong kamu, aku hanya terkejut saat bangun, melihat kamu yang sudah berbuat tidak senonoh padaku." Adelia langsung duduk dan segera melihat pakaiannya."Syukurlah belum ada satu helai yang hilang dari tubuhku," ucapnya sambil menghela napas lega, saat melihat pakaian yang melekat ditubuhnya masih rapi.Carlton mengerenyitkan dahinya."Apa maksud ucapan kamu sayang?" tanyanya dengan tatapan penasa