Naina dan Rafael mulai menyisir tiap koridor laboratorium yang besar itu, satu persatu menjatuhkan musuh yang mereka lewati. Rafael terus saja terkesima dengan kelihaian Naina dalam menggunakan senjata. “Siapa dia sebenarnya?” batin Rafael dalam hati yang tetap mengikuti langkah Naina.Naina bergerak cepat, menendang seorang penjaga hingga terkapar. Rafael hanya bisa terpesona melihat keahliannya. "Kau seperti ninja," gumam Rafael sambil mengusap keringat di dahinya.Naina melirik sekilas, “Fokus, Rafael!”Rafael mencoba meniru gerakan Naina, tapi tangannya gemetar saat memukul musuh, membuatnya hampir terjatuh. "Ck! Jangan ragu ayunkan pukulanmu!" bisik Naina dengan nada tegas namun lembut. Rafael menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya.Naina tanpa ragu menembakkan peluru ke arah dua musuh yang datang dari arah depan, sementara Rafael menunduk menghindari serangan. Suara tembakan bergema di koridor sempit itu, memekakkan telinga mereka."Cepat, ambil senjatanya!" perintah Na
Dor! Dor! Dor!Suara tembakan terus terdengar, “Sial! Kenapa mereka tidak ada habisnya!” seru Naina yang terus menerobos para anak buah Profesor Graaf.Ruangan tertutup yang ternyata berada di bawah tanah membuat mereka kesulitan untuk naik ke atas.Dor! Dor! Dor!“Ughhh!” suara rintihan pelan terdengar tipis membuat Naina menoleh.“Ada apa?!” tanyanya pada Rafael yang berjarak sekitar 3 meter darinya.“Nothing! Cepat jalan!” sahut Rafael sambil memberi kode ke Naina jika ada yang datang.“Ck!” Naina berdecak kesal dan kembali fokus. Ia berusaha mencari jalan keluar. Entah kenapa ia merasa sangat jauh dari pintu utama.Dan tiba-tiba saja, “Bugh!”Naina menoleh dan tidak melihat Rafael di belakang. “Dimana dia?” gumamnya yang terpaksa kembali ke belakang.Ia membelalakkan matanya ketika melihat Rafael tengah terduduk sambil meremas lengannya dengan tangan bersimbah darah. “Shit!” umpat Naina.Naina dengan cepat menekan tangan Rafael untuk menghentikan darahnya, “Apa kau bodoh! Kenapa t
Satu bulan berlalu begitu cepat, Arion dan Emily saat ini sedang berjalan berdampingan menuju ruang meeting. Di mana Reynard dan Felix pun mengikuti mereka dari belakang.“Jadi sampai kapan kau pulang balik Amsterdam, Fel?” tanya Reynard kepada sahabat sekaligus iparnya itu.“Kak Felix! Apa kau lupa kalau aku adalah kakak iparmu?!” celutuk Felix santai, membuat Arion dan Emily tertawa keras.“What the hell! Kau membuatku merinding! Fuck!” sumpah serapah Reynard yang lolos setiap Felix menggodanya dengan fakta status mereka saat ini.“Hahahah! Hahahah!” Emily tertawa keras begitu juga Arion yang tak bisa menahan diri jika sudah membahas status dua sahabatnya itu.Felix terkekeh puas melihat ekspresi Reynard, “Hahahah!”“Damn! Kalian!” kesal Reynard yang merindukan sosok sang istri, “Huft... sayangku... kamu dimana! Suami tampanmu ini di bully!”“Hahahhahaha! Hhahaha!” suara tawa meledak dari Emily, Arion dan Felix, Emily sampai memegang perutnya yang keram karena kekocakan Reynard dan
Sepanjang perjalanan, Felix menyetir kendaraannya dengan pikiran yang berantakan memikirkan perkataan Eleanor tadi. “Paksa Cecil? Bukankah itu namanya aku tidak menghargai pekerjaannya?Felix menghela nafas pelan dan berat. Ia tahu risiko memiliki seorang istri yang workholic, tapi hidup terpisah seperti ini rasanya sangat berat, di mana tiap malam ia ingin tidur sembari memeluk sang istri.Lima belas menit kemudian, Felix mengikuti mobil Reynard dan Arion yang masuk ke dalam parkiran restaurant. “Ck! Aku harus bertanya ke Eleanor!” gumamnya.Restaurant megah dan bangunan klasik menambah kesan elegan restaurant yang saat ini sedang mereka masuki. Pelayan menyambut mereka dengan ramah dan sopan. Eleanor yang sudah lebih dulu melakukan reservasi, berbicara dengan pelayan tersebut, lalu mereka di arahkan ke sebuah meja bulat dengan kursi berisikan 5 orang. “Silahkan Tuan dan Nyonya,” ujar pelayan tersebut sembari memberikan buku menu kepada mereka berlima.Felix yang tidak dapat menahan d
Felix seketika menoleh ke arah Arion, “Bos?” gumamnya meminta izin agar bisa langsung berangkat ke Amsterdam saat ini juga.Arion terdiam, menoleh ke Reynard, “Bukannya jadwal kita padat dalam minggu ini?”Reynard mengangguk mengiyakan, “Benar bos!”Emily menggelengkan kepalanya dan mencubit lengan suaminya, “Sayang?” ucapnya dengan manja, ia tahu betul bagaimana jadwal Arion, memang jadwal sang suami setiap harinya sangat padat, tapi dengan Felix pergi untuk sesaat tidak akan berpengaruh besar. Lagi pula ada dirinya yang selalu siap untuk membantu pekerjaan Arion.Arion mencubit pipi istrinya dengan gemas, “Bercanda sayang.”“Bos?? Jadi?” Felix bersemangat menatap Arion yang memberi lampu hijau.“Ck! Iya! Awas saja kalau kau pulang dengan tangan kosong!” ancam Arion kepada sahabatnya itu.Felix tersenyum semringah dan menaikkan kedua tangannya, mengacungkan dua ibu jarinya, “Siap bos!”“Jemput kakak ku yang keras kepala itu bro!” cicit Reynard.Membuat Emily dan Eleanor tertawa kecil.
Dokter Alana mengambil dua kertas kecil dan menaruh di atas meja, “Selamat Tuan Arion, Nona Emily saat ini hamil, dan usia kehamilannya sekitar 2 minggu."Arion seketika speechless – tak bisa berkata-kata, tertegun mendengar penuturan Dokter Alana.Begitu pun Emily yang langsung menutup mulutnya tidak percaya jika usaha dan semangatnya untuk memberikan Arion momongan akhirnya menjadi kenyataan.Dokter Alana yang melihat pasangan suami istri itu tersenyum lembut dan mengusa lengan Emily, “Selamat buat kamu, hmm?”Arion pun seketika tersadar dan langsung memeluk istrinya itu, “Sayang...! Ini bukan mimpi kan?”Emily terisak bahagia, membalas pelukan suaminya itu, “Hmm, iya sayang.”Cup! Cup! Cup!Arion memberikan ciuman beruntun di wajah Emily, tidak memedulikan keberadaan Dokter Alana dan suster yang ada di sana.“Terima kasih sayang, terima kasih.”Pria tampan berhazel biri itu tak dapat menutupi rasa harunya, matanya berkaca-kaca, lidahnya kelu untuk berbicara banyak.Emily tersenyum k
“Oh Yon... Ah!”Emily menggeliat saat tangan Arion membelai kewanitaannya dari dalam thong renda tipisnya. Jemari Arion memainkan klitnya dan masuk ke dalam liyang intinya tanpa melepaskan cumbuan mereka.Emily membuka kancing kemeja yang dikenakan Arion, melepaskan satu per satu kancing baju suaminya sambil mengusap dada bidang nan panas milik Arion.“Oh my sayang!” Emily menggeliat semakin kuat, erangannya terdengar saat Arion mempercepat gerakan jemarinya.“Sayang...”“Hmm...?” Arion bergumam sambil mencumbu tiap inchi kulit Emily, sembari menurunkan thong yang dikenakan sang istri.Arion meraih tangan Emily dan mengarahkannya untuk memainkan klit, “Ya sayang... Terus....” bisik Arion yang sudah berpindah menjilati telinga Emily, melumat telinga Emily, menggelitik memberi ransangan sambil terus berbisik, lalu turun menjilati pucuk payudara Emily. Mengulumnya dengan kuat.Emily terus memainkan jemarinya di klitnya, matanya tertutup menikmati rasa geli yang menjalar di sekujur tubuhn
Berbeda dengan Felix yang baru saja turun dari pesawat komersil. Ia segera berjalan menuju pintu keluar dan mengambil taksi.Begitu di dalam mobil ia menghubungi seseorang untuk menyiapkan private jet yang akan ia pakai bersama Cecilia nantinya.Setelah memutuskan panggilan telponnya, ia melihat ke layar ponsel lokasi istrinya saat ini, “Masih di kantor...” gumamnya pelan yang langsung meminta driver untuk mengantarnya ke tempat tujuan.“Hah... Semoga berjalan lancar.”***“Apa belum ada pengganti yang cocok mengisi tempatmu Cecil?” tanya Michael yang saat ini sedang berhadapan dengan Cecilia.Cecilia menghela napas dan menaikkan kedua bahunya, “Sampai saat ini sudah ada beberapa yang masuk dalam daftarku, tapi aku ingin mencari beberapa orang lagi yang benar-benar cocok untuk mengganti tempatku.”Michael menaikkan satu alisnya, “Dengan alasan?”“Alasannya? Tentu saja karena ada beberapa point yang masih kurang dari mereka.”“Hah... Cecil, aku tahu kamu selalu ingin semuanya sempurna