Hai hai kesayangan~ tetap dukung kisah Arion Emily dan kawan-kawan ya~ jangan lupa untuk kirim bintang dan tulis ulasan. Love you all ~ salam sayang dari mamazan ❤️
Dua hari berlalu, semua persiapan untuk proses transpalasi Rafael telah selesai di siapkan oleh Profesor Graaf di laboratorium pribadinya. Saat ini Rafael tengah bersiap bersama Naina yang akan mendampinginya selama beberapa hari di laboratorium sebelum Rafael menjalani operasi. “Apa Martin yang akan mengantar kami ke laboratorium Profesor Graaf, pa?” tanya Rafael kepada Fabio. “Orang dari Profesor Graaf yang akan menjemput kalian, karena operasi kamu nantinya bukan di laboratorium yang pernah kamu datangi.” Jawab Fabio. “Baik Pa.” jawab Rafael. “Naina, apa semua barang-barang Rafael sudah kamu siapkan?” tanya Fabio beralih ke Naina yang berdiri di belakang Rafael, mengenakan baju perawat yang press body membuat lekukan tubuh Naina terbentuk dengan jelas. Naina tersenyum, “Sudah Tuan besar.” “Hmm, baiklah. Perhatikan semua keperluan Rafael di sana. Dan jika Profesor memintamu untuk kembali, hubungi Martin untuk menjemputmu.” “Baik Tuan besar.” Tidak lama kemudian, mini van ber
Dua jam berlalu begitu saja, dan selama satu jam itu Naina berhasil mengambil beberapa gambar foto jalanan yang mereka lewati dengan kamera super canggih miliknya, dan hasil foto tersebut langsung sampai kepada rekannya untuk melacak lokasinya secara realtime. Karena dosis obat yang di berikan Naina tidaklah banyak, maka pria yang Ia jebak saat ini tidak merasakan apapun dan hanya berpikir jika nafsu birahinya lah yang telah berpacu saat ini karena melihat tubuh seksi Naina. Dan berkat itu pula ia benar-benar bisa merayu pengawal tersebut. “Jika tuan menginginkan bantuanku, panggil saja aku.” Ujar Naina sambil menyerahkan nomor ponselnya. Setelah pakaiannya rapih dan tak ada jejak perbuatannya tadi, karena hanya ia yang tahu jika tuan mudanya itu bisa melihat. Ia segera menoleh dan mengusap lembut lengan Rafael, “Tuan muda, bangun. Kita akan segera tiba…” ucapnya pelan. Namun, di saat itu pula ia menyuntikkan penawar obat tidur di lengan Rafael. “Tuan muda…?” ia melepaskan handfr
Di kamar apartment milik Felix, terlihat seorang wanita cantik yang baru saja bangun dari tidurnya.Ya, Cecilia sudah dua hari ini tidur di apartment Felix selama ia berada di Berlin, Jerman.Wanita cantik itu tersenyum manis saat melihat wajah Felix yang masih tertidur lelap. Pria tampan itu memeluknya dengan manja dan posesif.Cecilia menaikkan tangannya dan mengusap wajah Felix, ia tidak menyangka dalam dua hari ini Felix benar-benar memegang kata-katanya jika ia tidak melakukan hal lebih dari itu.Meskipun semalam mereka hampir saja kelepasan saat Cecilia beberapa kali mendapatkan puncak orgasme ketika Felix melayaninya dengan mulut dan jari-jari pria itu.Cecilia yang telah di penuhi gairah memegang milik Felix dan bermain di milik pria itu.Namun, Felix dengan kesadaran penuh menatap wajah kekasihnya dan berkata dengan suara beratnya, “Sayang, jika kamu belum mengizinkan aku, please jangan menyentuhnya, aku tidak mau melakukannya sebelum kamu benar-benar yakin padaku.”Kata-kata
“Hem, ayo katakan pada mereka,” ucap Cecilia pelan. Deg! Felix lagi-lagi di buat terkejut dengan penurutan kekasihnya itu, ia mengurai pelukannya dan meraih wajah Cecilia, menangkupnya dan menatap manik indah wanitanya itu. “Apa aku tidak salah dengar, Cecil?” Cecilia menyunggingkan senyuman di wajah manisnya dan mengangguk pelan, “Iya, aku tidak akan menutupi hubungan kita lagi dari orang tua dan orang-orang.” Seperti ada kembang api yang baru saja meledak di dada Felix-bergemuruh, namun ia berusaha bersikap setenang mungkin dan memeluk Cecilia dengan penuh cinta. “Terima kasih sayang.” “Bagaimana kalau kita siap-siap sekarang?” usul Cecilia. Cup! Feli mengecup kening Cecilia dan turun dari tempat tidur, “Ayo sayang.” Serunya semangat dan menarik lembut tangan Cecilia, membantu Cecilia untuk bangun. Cecilia tertawa kecil dan duduk di atas kasur, memperbaiki rambutnya dan berkata, “Kamu mandi duluan Fel, biar aku buat sarapan dulu.” Tanpa aba-aba, Felix membungkuk dan meraih
Di perjalanan tadi, Felix dan Cecilia menyempatkan diri untuk sarapan di salah satu restaurant. Bukan hanya sekedar sarapan biasa, karena tenaga mereka pagi ini benar-benar terkuras.Cecilia memakan sarapan paginya sangat lahap, begitu juga dengan Felix. Hal yang membuat Felix sangat menyukai melihat Cecilia yang tidak pernah gengsi saat makan bersama dirinya.Kekasihnya itu tidak menjaga imagenya, menjadi wanita apa adanya.“Sudah kenyang sayang?” tanya Felix sembari mengecup punggung tangan Cecilia yang sedari tadi tidak ia lepaskan. Hanya menggunakan satu tangan ia mengemudikan mobil marcedes benz miliknya.Cecilia mengangguk pelan, “Sangat!” jawabnya sembari menyunggingkan senyuman manis di wajah cantiknya.Dua puluh lima menit pun berlalu, karena jarak Restaurant yang mereka singgahi tadi tidak jauh dari kediaman orang tua Cecilia, Kenan dan Siska.Pintu gerbang besar terbuka lebar secara otomatis saat mereka tiba. Salah satu security keamanan menyapa mereka dengan memberi hormat
Usai Siska berkata seperti itu terdengar suara derap langkah terburu-buru. “Papa dan mama di mana?” tanya Reynard kepada pelayan rumah yang ia lewati.“Tuan dan Nyonya ada di ruang keluarga.”“Ok!” sahut Reynard sambil menarik lembut tangan kekasihnya.“Rey, kamu yakin?” Eleanor menatap punggung Reynard.Reynard berhenti dan menunggu langkah Eleanor agar mereka sejajar. “Sangat yakin, Lea! Aku akan katakan kepada Papa dan Mama, setelah itu kita pergi ke Ayah dan Ibu kamu, hmm?”Eleanor tersenyum dan mengangguk, “Hmm, terserah kamu saja.”Reynard mengedipkan matanya dan mereka kembali jalan menuju ruang keluarga mansion bergaya Modern Klasik ini.Reynard membuka pintu, “Pa, ma.”Kenan dan Siska menoleh ke asal suara, dan betapa terkejutnya mereka saat melihat Eleanor yang tengah berpegangan tangan dengan putra mereka.“Iya Rey? Dan ada Lea? Halo sayang.” Sahut Siska dan menyapa Eleanor dengan senyuman merekah.“Pagi aunty, pagi uncle.” Eleanor menyapa Kenan dan Siska.“Pagi, Lea.” Jawa
Berbeda dengan keluarga Harold yang saat ini tengah berkumpul di ruang keluarga karena kehadiran Brice dan sang istri. Austin, Bella, Iris, Irina, Arion dan Emily yang kini menjadi anggota keluarga inti bercengkerama dengan tawa yang terus merekah di wajah mereka karena kebanyolan Iris. Karena hari ini Brice bersama sang istri harus kembali ke Amsterdam, serta ia baru saja mendapatkan kabar dari salah satu asistentnnya—Alpha mengenai organisasi yang berkaitan dengan kejadian beberapa tahun silam. “Hem, uncle ada ada sedikit pekerjaan.” Jawab Brice kepada keponakan nomor satunya itu. Beberapa menit kemudian seorang wanita berambut blonde masuk ke dalam kediaman Austin dan menyapa seluruh keluarga lalu berkata, “Tuan Brice, Nyonya, private jet sudah siap.” “Hem, ok Orlin!” sahut Brice kepada asistentnya. Brice bersama sang istri berpamitan kepada Austin, Bella dan anak-anaknya. “Jangan lupa nanti kita berangkat ke Indonesia, Nabila dan yang lainnya memanggil kita untuk liburan di
Felix dan Cecilia saling melempar pandangan dengan kehebohan yang Rose timbulkan. “Hah… jadi ini maksud ayah…” batin Felix yang akhirnya paham dengan perkataan ayahnya.“Ibu tunggu, bukan seperti itu.” Felix mencoba menengahi.Rosa mengerutkan keningnya, “Bukan seperti itu yang seperti apa? Jadi kamu tidak mau menikah dengan Cecilia?”“Eh?” Felix mati kutu, bukan itu maksudnya kepada sang ibu, dan saat ia menoleh ke arah Cecilia, ia dapat melihat gurat kecewa di wajah kekasihnya itu, “Mampus!”“Tentu saja aku menikah dengan Cecilia Ibu, tapi.”“Tapi apa?”Felix menoleh ke Finley, meminta pertolongan kepada sang ayah, namun sirna harapannya saat Finley mengangkat kedua bahunya dan memberi pose semangat kepada dirinya.“Tentu saja hal itu harus aku bicarakan dengan Cecilia, Ibu.” Jelas Felix mencoba memberi pengertian kepada Ibunya itu.Rose dengan lembut menatap Cecilia yang masih duduk di sebelahnya, “Cecilia tidak mau menikah dengan Felix?”“Ya?”“Jadi iya?”“Ah bukan itu maksud Ceci