Share

39. Kabur

Author: Tari suhendri
last update Last Updated: 2024-01-07 21:46:56

"Kau cemburu?" tanya James sumringah.

Aku tidak menjawab, lebih memilih menyelesaikan berkemas. James duduk dengan tenang diranjang dan mengawasi aku dengan wajah konyol.

Astaga James! Kau sudah membuat lubang besar dihatiku dan sekarang aku masih bisa terpesona. Ada apa dengan hatiku yang bodoh ini?

"Aku bisa mengantarmu sayang," James menawarkan diri.

Aku masih punya mobil pemberian mama Rita, untung saja bukan pemberian James. Bagaimana bisa aku kesana kemari tanpa kendaraan pribadi?

Tanpa melihat James lagi. Lebih karena malu ketimbang marah. Aku berjalan cepat masih mengenakan piyama ke garasi. James mencoba mencegahku tapi aku keras kepala.

Setelah berhasil memasukkan koper dan tas, aku masuk ke kursi kemudi. James menatapku tak percaya dan terlihat pasrah. Dia terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi aku sudah tancap gas.

"Alice!"

Aku tidak peduli. Mengemudi dengan perasaan campur aduk.setengah hatiku menyesal karena merindukan James. Tapi harga diri lebih tinggi dari pada
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Gairah Paman Sahabatku   40. Praktek Lapangan panas

    Luna tampak bahagia menjalani rutinitas barunya sebagai pekerja paruh waktu. Perusahaan itu membuat kebijakan yang meringankan pegawai nya yang masih sekolah. Mereka bisa mengatur waktu kerja dengan jam kuliah mereka. Aku bersyukur Luna mendapatkan pekerjaan di perusahaan seperti itu. Biasanya kau bisa mendapatkan paruh waktu hanya sebagai pelayan restoran atau penjaga toko kelontong. Luna sangat beruntung. Aku akui dia memang cukup cerdas. Setiap hari Luna akan menceritakan perusahaan itu seolah ingin membuatku tertarik bergabung. Tapi tujuanku sekolah bukan itu. "kau tau aku ingin membangun karirku sendiri Luna, jadi sepertinya akan butuh waktu lama untuk memikirkan peluang itu," kataku disuatu sore saat kami baru pulang dari kampus.ya, aku tidak menampik ketertarikan terhadap pengalaman kerja yang akan aku dapatkan. Tapi aku belum tertarik. Sesungguhnya aku menikmati menjadi seorang model. Seandainya James tidak terlibat di sana, aku tidak akan mengundurkan diri. Belum lagi m

    Last Updated : 2024-01-10
  • Gairah Paman Sahabatku   42. pengakuan demi pengakuan

    "Alice," Aku mematung saat James memanggil namaku dengan lantang. Darah berdesir hingga membuat wajahku panas dan memerah. Dengan perlahan aku menoleh lebih karena kesopanan."Ya?""Sudah lama kita tidak berjumpa, bisa makan siang bersama nanti?" tanya James sedikit menekan setiap kata-katanya.Aku menghela nafas, "tapi aku datang bersama teman-temanku, tidak mungkin meninggalkan mereka," "Aku tidak bilang kita hanya berdua, Alice," senyuman James mengembang begitu lebarnya.Aku menutup setengah wajahku karena malu. Benar juga ya? Bukankah dia bilang makan bersama bukan makan berdua?.Astaga.. Astaga!!!Aku jadi salah tingkah, semua mata tertuju padaku. Untungnya teman-temanku bukan tipe penggosip. Untuk menjaga harga diri, aku mencoba tersenyum kecut."Itu yang aku maksud tuan Peterson, aku hanya menguji keroyalanmu," kilahku percaya diri.James mengerling padaku, "tentu saja nona muda, kau mendapatkan apa yang kau inginkan," Mr. Rubber menatapku dengan mata melotot. Dia memang ti

    Last Updated : 2024-01-14
  • Gairah Paman Sahabatku   42. Potret memalukan

    Aku melihat kearah yang ditunjuk Carolina. Dan itu pintu keluar. "Aku akan tunjukkan, ayo," Carolina menarik tanganku dengan kegembiraan meluap-luap. Sementara aku seperti orang-orangan sawah.Entah kemana perginya James. Semua karyawannya sedang menikmati makan siang bersama sambil bercengkerama. Saat aku keluar bersama Carolina, mereka melihat kami dengan pandangan aneh.Aku mengalihkan pandangan seraya memperhatikan setiap detail kantor itu. Kami berjalan menyusuri area kantor yang cukup padat tapi memiliki banyak sudut untuk bersantai.Jika kebanyakan kantor memiliki sekat-sekat yang saling terhubung, kantor ini berbeda. Sekat dihilangkan, dan semua karyawan bebas berinteraksi dengan yang lainnya. Terdapat karpet lantai yang aku rasa, jika mereka pegal bisa langsung rebahan disana. Kantor ini lebih mirip playground bagiku. Menyenangkan untuk dilihat.Untuk mengimbangi area terbuka, dinding-dinding kantor itu dibuat klimis berwarna putih tulang. Tidak ada satupun pajangan, lukisa

    Last Updated : 2024-01-15
  • Gairah Paman Sahabatku   43. undangan

    "Kau mencariku?" Tepat saat aku merasa lega, dia menghancurkannya. Untuk apa dia berdiri di dekat parkiran mobil kami? . Dengan kesal aku mengabaikannya.Mr. Rubber menghalangi jalanku dan melotot, "mungkin Mr. Peterson butuh bantuanmu, Alice," "Apa? Dia tidak butuh bantuanku," "Sebenarnya Mr. Rubber, aku ingin menemui anda," timpal James seolah ingin jadi pahlawan.Mr. Rubber memerah dan merasa tersanjung. Dengan cepat dia turun dari bus dan menghampiri James. "Kalian boleh pulang tanpanya, aku yang akan mengantarnya pulang," kata James padaku.Aku hanya mengangguk dan memberitahu supir kami. Aku tidak menoleh lagi ke arah James dan mengambil kursi dekat jendela dengan Luna disampingku."Aku baru saja bertanya pada teman kantorku, dan benar saja," ujar Luna mengipasi wajahnya."Apanya?""James memang atasanku," Aku memutar bola mataku, "tentu saja, Luna. Dimana lagi kau bisa menemukan kantor berisi blonde? Jelaslah pemiliknya satu orang," "Aku jadi merasa bersalah padamu, Alice

    Last Updated : 2024-01-19
  • Gairah Paman Sahabatku   44. Tragedi

    "Sejak kapan kau melakukan itu?" tanyaku marah pada EthanDia terlihat salah tingkah dan menggaruk kepalanya, "maafkan aku Alice, sebenarnya bukan hanya kau saja yang aku ambil gambar," "Lalu kenapa wajahku ada disana?""Karena potretmu yang paling menakjubkan, bahkan itu sudah terjual dan orang yang membelinya sebentar lagi akan datang,""Oh! Kau pikir itu bagus hah? Menjual wajah teman wanitamu agar bisa mendapatkan uang dan ketenaran?" kali ini aku tidak dapat menyembunyikan emosiku.Wajah Ethan memerah. Dia tampak membisu, tidak dapat berkata apa-apa lagi."Sebenarnya...""Apa?" "Aku tidak ingin menjualnya, tapi pria itu memaksa membelinya. Dia bilang daripada orang lain yang menikmati wajahmu," jawab Ethan menunduk.Aku mengerang frustasi. Saat ini kami sedang berada di luar galeri. Aku membawa Ethan ke tempat sepi agar bisa mengeluarkan unek-unek ku."Tenanglah sayang, bukan orang asing yang menikmati wajahmu. Itu aku," suara yang aku kenali memotong percakapan kami dari belak

    Last Updated : 2024-01-23
  • Gairah Paman Sahabatku   45. Luna

    Mobil berhenti di dalam parkiran sebuah gedung perkantoran di pinggir kota Boston. Aku curiga kantor ini juga milik James."Ayo turun," titah James dingin.Aku cepat membuka pintu dan mengikuti berjalan dibelakangnya. Dua penjaga bertubuh bongsor langsung turun dari sebuah mobil jeep dan mengikuti dibelakangku. Bulu romaku meremang. Sikap James seketika berbeda saat sudah sampai disini. Dia menjadi dingin dan terlihat kejam. Aku sedang berpikir untuk mencoba kabur tapi aku harus melihat apa yang ingin James tunjukkan padaku.Dalam hati kecilku, kepercayaan masih tersimpan untuknya.Kami menyusuri basemen di bawah area parkir gedung itu. Semakin gelap saat sampai di anak tangga terakhir. Kedua penjaga dibelakangku langsung menyalakan senter.Aku sebenarnya ingin berjalan sejajar dengan James dan menggandeng tangannya. Aku takut dengan sikapnya yang dingin saat ini.James berhenti di ujung tembok, lalu berbelok ke sebuah ruangan bercahaya remang. Aku langsung mengikutinya dan memperhat

    Last Updated : 2024-01-24
  • Gairah Paman Sahabatku   46. Luka lainnya

    " Luna, katakan saja," pintaku lembut. Aku ingin ini segera selesai dan akan mencoba membujuk James mengobati Luna."Dia seorang mucikari?" tanya James tak sabar. Mata Luna melebar karena terkejut, lalu dia pun menunduk malu. "Lalu kenapa Daisy dibunuh?" "Itu tidak sengaja," Luna mengakui, kelihatannya dia berkata jujur. "Maksudmu?""Saat itu aku datang mencari Alice. Tapi ternyata dia tidak ada disana. Aku sudah merasa lega sampai orang suruhan ayahku datang. Dia begitu marah dan memukuli aku. Entah dari mana Daisy langsung memukul pria itu sampai dia tersungkur. Aku mencoba menyelamatkan Daisy, tapi dia tertembak saat kami akan melompati jendela. Aku terpaksa melarikan diri sendirian," Aku merasa lega ternyata bukan James yang membuat Luna babak belur. Juga karena bukan dia yang membunuh Daisy. Aku tau dia orang baik. "Tapi bagaimana kau tau ayahku mucikari?" tanya Luna keheranan pada James."Itu mudah, aku sudah mengikutimu sejak lama. Bahkan sebelum kau masuk Harvard," jawab

    Last Updated : 2024-01-24
  • Gairah Paman Sahabatku   47. kosong

    Sudah dapat ditebak kemana James akan membawaku. Rumah pinjamannya yang sudah aku tinggalkan selama beberapa bulan belakangan.Tapi James tidak membawaku kesana, hanya dia yang turun lalu masuk lagi ke dalam mobil. Aku terlalu lelah dan kecewa untuk bertanya. Mobil melaju cepat melewati jalanan Boston yang lengang. Sangking mengantuknya, aku pun tidak sadar telah tertidur dengan mata yang masih basah. Jika bisa memilih, aku rasanya tidak ingin bangun lagi.Dalam mimpi saja aku masih bisa merasakan sakit yang teramat sangat hingga membuat nafasku sesak. Apalagi ketika aku bangun nanti, pasti akan lebih sakit. Sempat beberapa kali terbangun, yang aku rasakan hanya hangat dan tangan berat yang memelukku. Lalu aku pun terlelap lagi.Sebuah cahaya silau memaksaku bangun. Kehangatan menyusup dari balik selimutku yang tersingkap. Setelah mengerjapkan mata beberapa kali, aku memutuskan untuk bangun. Benar saja, hatiku masih terasa sakit. Kali ini, rasa sakitnya berlipat ganda. Mungkin kare

    Last Updated : 2024-01-26

Latest chapter

  • Gairah Paman Sahabatku   93. past

    "jangan, tolong jangan Jamesku" raunganku semakin lemah, lebih berupa bisikan putus asa. Sementara James sedang melakukan pertukaran dengan Roran, tim medis datang untuk menjemput wanita hamil itu. Tapi Roran tidak punya belas kasih, bukannya memberikan wanita hamil itu, dia malah menembak James. Dia berteriak kesakitan, membuatku mati rasa. Pandanganku jadi kabur . Setengah mati aku menahan diri agar tetap terjaga, tapi pikiranku tak mampu menahan rasa sakit yang bergejolak. James yang tertembak, tapi aku yang lumpuh. Ingin rasanya aku berlari, tapi aku hanya dapat merangkak. Mencoba menggapai cintaku yang sedang kesakitan.***Hening dan gelap. Rasanya dingin sekali. Aku berdiri di persimpangan jalan yang suram dan dipenuhi daun berguguran. Terkejut saat sekelebatan orang-orang mulai berlarian. Aku dimana? Entahlah, pikirku lelah. James! Dimana James?Aku dengan panik berlarian kesana kemari mencari jejaknya. Berteriak sekuat tenaga memanggil namanya, tapi aku menjadi bisu.

  • Gairah Paman Sahabatku   92. Pembajak

    "sial!" James mengumpat dan berlari kebawah badan pesawat. Sontak semua pembajak keluar dari pesawat sambil membawa senjata mereka. Thomas bergegas masuk kedalam kabin kembali dan mengevakuasi para penumpang. Hatiku mencelos saat James terus dikejar-kejar para pembajak itu. Aku mengerti kenapa Thomas sengaja menyebut nama James, karena hal itu memancing para pembajak mengejarnya dan mengabaikan penumpang lain. Untungnya, tim SWAT yang sudah siap siaga segera berlari mengejar James dan membentuk barikade untuk menghalangi para pembajak itu. Tapi mereta tak gentar, seakan tak takut mati atau mereka tau petugas itu tidak akan langsung menembak mereka.James malah lebih dulu menyelamatkan wanita tua yang sedang bersamanya. Aku ketar-ketir memikirkan siapa gerangan wanita itu. Tiba-tiba saja seseorang berlari menghampiri James, dan kusadari itu adalah Scott. Dia langsung menutupi wanita tua dengan jaket dan memeluknya erat. Sebuah mobil SUV yang tadi menguntitku menghampiri mereka dan

  • Gairah Paman Sahabatku   91. Insiden

    Scott tidak mau bertutur sapa dengan Thomas. Dia bilang, hal itu akan lebih baik bagiku. Dia hanya ingin bertindak dibelakang layar. Tidak secara terang-terangan mendukung rencanaku. Aku manut saja dengan apa yang dikatakan Scott. Dia lebih berpengalaman soal ini dibanding aku. Setidaknya Scott mau menerima tekadku untuk bekerja sama dengan Thomas. "Kau harus memikirkan cara yang bagus untuk membujuk James. Dia akan pulang sekitar jam sepuluh malam""Oke," Dengan bekal arahan dari Scott, aku mengatur rencana agar James mau menerima pendapatku. Dan dengan beberapa bumbu tambahan berupa bujuk rayuan. Aku tau ini tidak akan mudah. ***Jam sembilan malam, aku berangkat ke bandara internasional untuk menjemput James. Ini akan menjadi kejutan, karena James meminta Scott yang menjemputnya. Keadaan sangat kondusif sampai aku berhenti di lampu merah. Sebuah mobil SUV mencurigakan yang aku tau sejak dari rumah sakit terus mengikutiku. Kepalaku jadi panas memikirkan kemungkinan adanya ora

  • Gairah Paman Sahabatku   90. Diskusi

    "Olive" bibirku bergetar, tanpa suara menyebut nama gadis yang sedang terbaring lemah disana. Segera kuhampiri dia, untuk memastikan mungkin aku salah lihat. Tapi kekecewaan mengaliri setiap sel di tubuhku. Itu memang Olive, dia sedang tertidur atau entah kenapa. Matanya terpejam dengan lebam disekitar matanya, juga dibeberapa bagian wajahnya. Aku menoleh kebelakang, tempat Scott sedang diam memperhatikan reaksiku. "Apa yang terjadi?" tanyaku singkat, tak mampu mengucap lebih panjang lagi." Kecelakaan, aku tidak bisa menceritakan detailnya padamu," suara Scott dipenuhi perasaan bersalah. Jadi aku hanya mengangguk. Tak ingin membuatnya semakin sedih. "Olive," kucoba memanggilnya, dan dia membuka mata perlahan. Tersenyum, hal pertama yang dia lakukan ketika sadar aku didepan matanya. "Hai," sapa Olive dengan suara parau. Aku memeluk tubuhnya dan menangis disana. Hampir saja mengutuk keadaan yang sedang kami alami. "Hei, tenanglah. Aku baik-baik saja," Olive mengusap lembut kepa

  • Gairah Paman Sahabatku   89. Rumah sakit

    Karena James masih di Arizona, aku mengajak Thomas kembali kerumah sakit. Dia harus sering-sering menjaga Bella. Apalagi disaat kondisi kejiwaan sangat mengkhawatirkan."Terima kasih," ucap Thomas saat kami sedabg duduk berhadapan disisi Bella. "Jangan sering bilang begitu, nanti tidak ada artinya lagi," jawabku tersenyum. "Tentu, akan ku ingat," "Apakah Bella sudah makan?" "Sudah, dan dia terpaksa diberi obat tidur agar bisa istirahat,"Aku hanya bisa mendesah mendengar hal itu. Kasihan sekali Bella, harus merasakan guncangan mental yang begitu hebat. Aku pernah dengar tentang Babyblues. Dan kurasa, Bella sedang mengalaminya. Bukan hanya bayinya, tapi kondisi Bella lebih mengkhawatirkan lagi. Thomas sempat berpikir untuk memberikan bayi Bella pada orang tua yang siap mengambilnya, tapi dia tidak tega jika suatu saat Bella menginginkan bayinya. "Ini memang pilihan sulit, disatu sisi kita menginginkan kehidupan yang layak untuk bayinya, tapi Bella juga membutuhkan waktu untuk se

  • Gairah Paman Sahabatku   88. Tujuan yang sama

    "sayang," "Apa? Siapa ini?" tanya James terkejut diseberang telepon. "Kau sudah lupa aku hah?" kataku bersungut-sungut. "Bukan begitu, tapi Alice tidak memanggilku begitu," jawab James mengelak dengan sok bijak. "Baiklah, Apakah kau sedang sibuk?" "Jelas sekali sayangku, aku sangat santai saat ini""Kau dimana?" "Di Arizona," "APA?" aku memekik di telepon. Dan yakin James sedang menjauhkan ponsel dari telinganya."Ya, aku sedang santai di Arizona. Menikmati sengatan matahari dikulitku sambil melihat pemandangan proyek yang indah sekali," jawab James sarkas. "Lucu sekali," gerutuku kesal. "Ada apa sayang?" tanya James melembutkan nada bicaranya. Aku tersenyum. "Tunggu sebentar, pacarku sedang membutuhkanku. Ya, kau urus saja dulu itu," kata James tak sabar pada seseorang yang sedang bersamanya. "Apa kau pulang malam ini?" tanyaku genit,"Oh tentu aku pulang jika upah yang kudapat setimpal, sayangku," "Jangan banyak berharap sayaang, aku punya rencana yang sangat bagus untuk

  • Gairah Paman Sahabatku   87. Bella

    Aku menyapa kakak Thomas dengan senyuman malu. Matanya menyiratkan keterkejutan, tapi Thomas menggeleng pelan."Oh ku pikir," katanya tertawa kecil. "Hai, aku Alice," kataku mengulurkan tangan. Dia menjabat tanganku lemah. "Bella. Kalian serasi sekali kau tau," Aku tertawa hambar, melirik Thomas yang juga cekikikan. "Dia hanya bisa dijadikan teman, kak," kata Thomas lembut. "Benarkah? Apakah kau sudah menikah ,Alice?" "Belum,""Kalau begitu masih ada kesempatan yang terbuka," "Kau akan mengerti kalau kuberitahu nama kekasihnya, kak," Bella menaikkan satu alisnya. "James Peterson," Satu nama yang membuat air muka Bella berubah. Tapi dia berhasil menguasai dirinya kembali. Menyunggingkan senyuman yang entah artinya apa. "Well, kalau begitu kau harus berhati-hati dik," "Hmmmm... Sedang aku coba lakukan. Tapi gadis ini sulit sekali kutolak," Bella tertawa keras, sambil memegangi dadanya yang terlihat sakit. "Kalian berbicara seolah aku tidak ada disini," kataku memasang waja

  • Gairah Paman Sahabatku   86. pesona

    Pagi ini berlangsung menyenangkan. Karena si pria megalomaniak itu sudah pergi ke kantor lebih dulu. Aku akhirnya bisa mandi dan sarapan dengan tenang. Beberapa pesan tak penting dari James hanya kubaca sekilas tanpa membalasnya. Aku tak ingin mengganggu pagi yang menyenangkan ini. Hari ini, Scott tidak bisa ikut ke kampus. Dia sedang ada tugas rahasia sejak beberapa hari yang lalu bersama Olive. Aku bahkan tidak dapat menghubungi Olive. Kupikir mereka sedang menyelidiki kapal selam perang milik rusia. Aku memutuskan akan mengendarai mobil sendiri saja. James sudah lama memberiku salah satu mobilnya yang sama sekali belum aku sentuh. Mungkin ini saat yang tepat untuk memanfaatkannya. Setelah membuka garasi yang menghabiskan seperempat bangunan itu, aku mencari -cari kunci mobilku yang tergantung apik dalam kotak kaca. Tak disangka, saat menemukan mobilku, sudah ada kertas yang berisi pesan dari James. "Hati-hati sayang. Aku tau kau akan menggunakannya suatu saat," Begitulah p

  • Gairah Paman Sahabatku   85. Thomas

    Meski gayaku percaya diri, tak urung lutut ku lemas juga. James masuk lebih dulu, sementara aku duduk diruang tunggu. Agensi ini memiliki nama besar. Menaungi banyak artis ternama. Aku merasa bagai semut berjalan dibawah kaki gajah. Tapi jika dipikir, bagus juga jadi semut kan?"Nona Alice?" "Ya?" aku langsung berdiri dengan gugup. Menahan kaki yang semakin gemetar habat. "Silahkan naik kelantai 3," kata seorang resepsionis berambut pirang yang cantik. "Baik," Aku masuk lift, lalu berhenti di lantai 2. Ada seorang pria jangkung, putih dengan garis wajah petak yang tegas. Hidung bagai dipahat dari pualam. Aku berpura-pura memerhatikan ponsel, tidak ingin bicara dengan siapapun. Dia berdehem, dan ikut bersandar disebelahku, "ke lantai tiga?" tanyanya manis sekali. Tentu aku tidak ingin pingsan. "Ya," jawabku singkat. " Apa kau tidak mengenaliku, Alice?" Aku langsung m

DMCA.com Protection Status