Bibir pria tampan itu terasa kaku sehingga ia sulit untuk berbicara."Kenapa Kak?" desak Bella yang sudah tidak sabar lagi.Kevin menarik napas dalam-dalam, "Aku memiliki hubungan dengan Sarah, janin yang ada di dalam kandungannya adalah anakku."Bella menelan saliva dengan kasar, ia hanya bisa terdiam karena bingung harus bicara apa. Jujur saja Bella sangat kecewa kepada Kevin, ia tidak menyangka pria tampan itu tega berbuat sekeji itu. Padahal selama ini Bella sudah menganggapnya sebagai Kakak."Aku minta maaf Bella, semua itu aku lakukan hanya untuk mendapatkan cintamu. Sejak pertama kali bertemu denganmu, aku sudah jatuh hati." Kevin mengungkapkan perasaannya kepada Bella."Tapi bukan begini caranya Kak," protes Bella yang sudah berurai air mata."Iya, aku mengaku salah. Andaikan Ramel mencintaimu dengan tulus dan tidak menyiksamu! Mungkin aku tidak terpikir untuk merebut kamu darinya." Kevin memberitahu alasannya."Dia mencintaiku, dia menyayangiku. Hanya saja ada kesal paham di
"Ramel, foto itu tidak seperti yang kamu banyaknya," ucap Bella.Ramel tersenyum sinis, ia mencengkram kedua pipi Bella, "Tidak seperti yang aku bayangkan?" ucapnya mencibir."Kamu membohongiku untuk menemui Kevin. Kamu hebat Bella, aku tidak menyangka kamu serendah itu," lanjutnya sambil melepaskan cengkeramannya dengan kasar."Aku memang menemui Kevin, tapi itu semua demi kebaikan rumah tangga kita," ucap Bella."Demi kebaikan apa? Bisakah seorang suami menerima istrinya berduaan dan berpelukan dengan pria lain?" Ramel bicara dengan nada lantang."Makanya dengarkan aku dulu," protes Bella."Cukup, jangan membuatku semakin kesal. Pergilah dengan kekasihmu itu, aku ingin memperbaiki hubunganku dengan Sarah." Setelah mengatakan itu Ramel langsung masuk ke dalam kamar.Tubuh Bella terperosok jatuh ke lantai, ia sudah berusaha payah untuk mendapat bukti, tetapi semuanya sia-sia dan tak berarti. Hanya tinggal satu langkah lagi, semua sandiwara dan kebohongan Sarah akan berakhir.Namun us
Bella tiba dikediaman Wijaya tepat pukul 10 malam. Setelah menemui Hendrawan Bella tidak langsung kembali ke kediaman Wijaya, wanita cantik itu masih menemui sahabatnya Rara.Saat turun dari mobil, tiba-tiba mobil Ramel masuk dari gerbang. Bella sengaja mempercepat langkahnya agar tidak bertemu dengan pria tampan itu. Jujur saja, Bella sangat rindu ingin melihat dan duduk di samping suaminya.Tetapi rasa itu harus ia kubur dalam-dalam, karena beberapa hari lagi mereka akan resmi berpisah. "Par..." Pintu kamar Bella terbuka dengan kasar.Tentu membuat Bella yang sedang mengganti pakaian merasa terkejut, ia refleks memasangkan gaun piyama ke tubuhnya."Kamu dari mana Bella?" ucap Ramel dengan nada lantang, "Pulang larut malam seperti ini, apa kamu tidak menghargai aku?" lanjutnya sambil menghampiri Bella."Aku ingin bercerita." Bukannya menjawab pertanyaan Ramel, justru Bella membicarakan hal lain.Ramel tersenyum, "Apa kekasihmu itu mengajakmu menikah?" Nada itu seperti mencibir di t
Satu Minggu telah berlalu, selama ini Bella memilih menginap di Apartemen Tania. Ia kembali ke kediaman Wijaya hanya untuk untuk mandi dan mengganti pakaian. Dalam satu Minggu ini Bella menyibukkan diri dengan kembali kuliah.Sedangkan Ramel menyibukkan diri di kantor, ia tidak jarang melihat Bella ke kampus. Tetapi Ramel memarkirkan mobilnya sedikit jauh agar Bella tidak melihatnya."Kring....kring....kring..." Suara dering ponsel membangunkan Bella di pagi hari.Ia membuka mata dengan malas, sambil tangannya meraba meja kecil yang terletak di samping tempat tidur untuk meraih ponselnya."Iya," ucapnya setelah mengusap layar ponselnya."Apa saya bisa bicara dengan Nona Bella?" suara dari seberang sana."Iya, saya sendiri. Ini dengan siapa?" jawab Bella sembari balik bertanya."Saya pengacara yang akan mendampingi Nona Bella dalam proses perceraian dengan pak Ramel."Mata Bella terbuka sempurna, perasaan sampai saat ini ia belum menghubungi pengacara untuk mendampinginya."Saya tidak
"Ow...ini nikmat Bella."Sarah yang sedang melewati pintu kamar Bella seketika menghentikan langkahnya. Suara erangan itu mengundang rasa penasarannya, Sarah dengan lembut mendorong pintu yang tak tertutup rapat. Matanya terbelalak melihat sepasang mahluk Tuhan yang paling sempurna sedang bertempur di atas tempat tidur.Tanpa menutup pintunya kembali, Sarah bergegas menuruni tangga menuju dapur untuk menghampiri Bibi Inem."Bi," panggil Sarah dengan lantang.Bibi Mina yang sedang memotong sayur untuk persiapan makan malam, segera menghentikan gerakan tangannya."Iya Nyonya," sahut Bibi Mina sambil melangkah menghampiri Sarah yang berdiri di pintu dapur."Air mineral untuk tuan sudah diantar ke kamar?" tanya Sarah."Sudah Nyonya, tapi...." Bibi Inem menghentikan ucapnya, ia tiba-tiba mengigat kalau minuman itu telah diminum Bella."Tapi apa?" desak Sarah dengan wajah kesal."Di minum Nyonya Bella," jawabnya jujur, "Tunggu sebentar Nyonya, aku akan menggantinya. Tadi aku benar-benar lup
Saat kedua wanita cantik itu saling lempar sindiran, tiba-tiba Ramel muncul. Pria tampan itu mengenakkan pakai santai, celana pendek setinggi lutut dengan warna cream pekat dan kaus oblong berawal putih terang."Hem...." Ramel berdehem membuat Bella dan Sarah berhenti bicara."Kita berangkat sekarang?" tanya Bella sambil tersenyum manis.Sebenarnya ia sangat malu untuk menatap mata Ramel, tetapi Bella memberanikan diri karena ada Sarah di sana."Ayo," ajak Ramel dengan lembut."Sayang, mau ke mana?" tanya Sarah yang langsung bangkit dari tempatnya."Antar Bella ke apartemen," jawab Ramel."Aku ikut," pinta Sarah dengan wajah cemberut."Kamu tinggal aja ya? Soalnya Mbok Inem dan Bibi Mina ikut juga. Kalau mereka tidak ikut siapa yang akan mengangkat barang-barang Bella?" tolak Ramel dengan berbagai alasan."Kan, kita bisa pakai mobil yang lain!" protes Sarah yang berkeras untuk ikut."Kamu sedang hamil Sarah, tidak baik sering berkendara. Apa kamu tidak khawatir dengan kandunganmu?" Ra
Bella hanya diam, butiran bening yang terus saja mengalir dari sudut matanya."Apa kau tidak mendengarnya Bella?" tanya Ramel yang terus saja memacu pinggulnya."Katakan jika kamu tidak puas dengan milikku," lanjutnya."Cukup Ramel, cukup." Seiring bersama tangisan."Tidak, aku akan memuaskan kamu, sampai kamu tidak bisa melupakannya dan tak bergairah kepada pria lain," ucap Ramel.Ia terus saja memacu pinggulnya dengan kasar, hingga ujung benda tumpul itu menyemburkan cairan kental ke dalam perut Bella.Setelah itu Ramel membuka ikat tangan Bella, menutupkan selimut ke tubuh polos wanita cantik itu.Tania yang sedari tadi berdiri di balik pintu kamar, tidak berhenti meneteskan air mata. Sebenarnya ia sedih melihat Bella diperlakukan seperti itu, tetapi Tania tahu bahwa Ramel memiliki alasan untuk melakukannya.Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Ramel dan Bella belum juga ke luar dari kamar. Sementara Tania sudah menyiapkan makan siang di atas meja."Bella, Ramel, makan siang sudah siap
"Oma, sebenarnya anak yang ada di dalam kandungan Sarah bukanlah milik Ramel." Akhirnya Bella membuka mulut, ia sudah tidak sanggup lagi menahannya sendiri."Apa?" Tania terkejut bukan main, "Kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Aku tahu dari Kevin, karena Kevin lah ayah dari anak itu." Bella menceritakan semuanya kepada Tania, dari dia menemui Kevin lalu memberitahunya kepada Hendrawan ayah kandung Sarah."Terus, kenapa kamu diam dan malah meminta bercerai dari Ramel?" Tentu Tania bertanya demikian."Begini Oma." Bella menceritakan alasannya menggugat cerai dari Ramel.Tania tercengang, sungguh ia tidak menyangka Bella berani mengambil keputusan yang begitu besar demi pria yang ia cintai."Sayang." Tania meneteskan air mata, dipeluknya Bella dengan erat.Bella menghela napas kasar, "Tolong jangan ganggu aku." Akhirnya Bella membuka mulut, tetapi kedua matanya tetap terpejam."Baiklah," sahut Ramel tanpa membantah.Dikecupnya kening Bella, lalu bangkit dari sisi ranjang dan kembali meny
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia