Panggilannya baru berdering dua kali, tiba-tiba Ramel muncul dari pintu utama. Pria tampan itu terlihat sempoyongan, ia bisa berjalan karena dituntun dua orang pengawal.Mbok Inem segera menaruh ponselnya di atas meja, ia berlari ringan menuju pintu."Tuan kenapa Pak?" tanya Mbok Inem."Tuan terlalu banyak minum Mbok," jawab salah satu pengawal."Ya Tuhan, ayo bawa Tuan ke kamar Pak." Mbok Inem meminta pengawal untuk membawa Ramel ke kamar. Setibanya di kamar, pengawal membaringkan Ramel di atas tempat tidur, sedangkan Mbok Inem menghampiri Bella ke balkon. Wanita cantik itu larut dalam khayalan, sehingga ia tidak menyadari ada orang yang masuk ke kamarnya."Nyonya," panggil Mbok Inem dengan lembut."Iya Mbok," sambil memutar kepala ke arah datangnya suara."Tuan sepertinya sedang mabuk, aku sudah meminta pengawal untuk membawanya ke kamar," ucap Mbok Inem."Baik Mbok, aku akan mengurusnya. Terima kasih ya Mbok.""Iya Nyonya, kalau begitu saya permisi dulu Nyonya." Mbok Inem meningga
Setibanya di kediaman Wijaya, Ramel turun dari mobil sebelum Lukas membukakan pintunya. Kaki jenjangnya melangkah masuk ke dalam rumah, menaiki tangga menuju lantai dua.Pintu kamar yang tidak tertutup rapat, membuat Ramel langsung masuk ke dalam."Mataku sudah ngantuk, aku tutup teleponnya dulu ya Kak Kevin." Kata-kata itu menyambut kedatangan Ramel, seketika amarahnya memuncak mendengar Bella bicara dengan Kevin melalui sambungan telepon."Oh... ternyata kamu seperti ini selama aku tidak di rumah?" Bella refleks memutar kepala ke arah datangnya suara. Ia terkejut melihat Ramel berdiri di bibir pintu dengan posisi kedua tangan terlipat di dada."Ramel, kamu sudah pulang." Bella menaruh ponselnya di atas meja lalu bangkit dari sofa, melangkah menghampiri Ramel yang juga melangkah ke arahnya."Berikan padaku," ucap Ramel sambil menyodorkan telapak tangannya kepada Bella."Maksud kamu?" Bella bertanya karena tidak mengerti apa maksud Ramel."Berikan ponselmu padaku." Ramel bicara deng
Ramel sudah menunggu 30 menit di gerbang, baru Bella muncul bersama Rara dan Kevin. Tentu Ramel semakin kesal melihat pemandangan itu! Apalagi ketiganya terlihat kompak sambil tertawa-tawa."Tin...tin...tin.." Ramel sengaja membunyikan klakson mobilnya.Sesuai harapannya, Bella yang masih berjarak lima meter darinya, refleks memutar mata ke arah datangnya suara."Bel, bukannya itu mobil Ramel?" tanya Rara dengan nada berbisik agar Kevin tidak mendengarnya.Bella menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatannya, "Iya, itu mobil Ramel," ucapnya setelah memastikan."Bicara apa sih?" protes Kevin."Haaaa, gak bicara apa-apa," sahut Rara."Oh iya Ra, kak, aku pulang duluan ya? Sepertinya Tuan Ramel meminta sopirnya untuk menjemput aku," ucap Bella."Benarkah?" tanya Kevin dengan rasa tidak percaya."Iya Kak, itu mobil yang di gerbang," sambil Bella mengarahkan satu jari tangannya ke arah mobil Ramel."Hum, gagal lagi kita pulang bersama. Padahal aku udah sengaja naik motor, biar agak roma
Di bab ini sedikit panas, jadi bijaklah dalam membaca karena cerita ini khusus dewasa."Iya Ramel, ada apa?" sahut Bella yang sedang membersihkan lantai.Seketika itu Sarah ke luar dari kamar mandi, ia langsung menghampiri Ramel ke tempat tidur."Sini, aku ganti pakaian kamu," ucap Sarah sambil berusaha membuka kancing kemeja Ramel."Kamu pulang saja, biar Bella yang mengurusku." Ramel menepis tangan Sarah."Tapi Ramel....""Bella lebih paham dalam mengurusku," sela Ramel yang membuat Sarah tidak melanjutkan kata-katanya."Baiklah," ucap pasrah Sarah.Sebenarnya ia berencana menginap di sana untuk menemani Ramel. Bahkan Sarah sudah memberitahu ayahnya, kalau ia tidak akan pulang dan menginap di kediaman Wijaya. Tetapi karena Ramel mengusirnya! Sarah terpaksa harus pergi."Jangan coba-coba untuk macam-macam, Ramel adalah kekasihku dan hanya milikku seorang," ucap Sarah sebelum pergi.Bella hanya diam, ia mengerutkan kening karena bingung mendengar ucapan Sarah. Gak ada hujan dan gak ad
Saat turun dari tempat tidur, tubuhnya tanpa sengaja menarik selimut. Mata Ramel membulat melihat noda darah di atas seprai, ia terdiam berusaha mengigat apa yang terjadi tadi malam."Apa aku dan Sarah," ucap Ramel dengan lembut, "Ah tidak mungkin," lanjutnya membantah ucapannya sendiri.Ramel sama sekali tidak mengigat apa yang terjadi antara ia dan Bella. Yang ia ingat, Sarah mengajaknya ke kelap malam setelah pulang menjemput Bella dari kampus. "Ah, lupakan saja." Ramel bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah itu ia turun ke lantai satu untuk sarapan."Mbok, di mana Bella?" tanya Ramel sambil menjatuhkan bokongnya di atas kursi."Nyonya baru saja berangkat kuliah, Tuan. Beliau terburu-buru karena terlambat bangun," jawab jujur Mbok Inem."Jadi yang menyiapkan sarapan siapa?" ucap Ramel."Nyonya, Tuan." "Hum.." sahut Ramel.Pria tampan itu mulai menikmati sarapannya, sedangkan di tempat lain Bella dijajah berbagai pertanyaan dari Rara."Bel, kamu kenapa?
"Silahkan duduk Mbak," ucap wanita itu kepada Bella."Terima kasih Mbak, aku berdiri saja," jawab Bella sambil tersenyum manis.Ramel memutar kepala, ditatapnya Bella dengan tatapan dingin sambil tangannya menarik tangga Bella, agar duduk di sampingnya."Bagaimana menurutmu, apa ini bagus?" tanya Ramel kepada Bella, sambil menunjukkan salah satu ponsel terbaru."Iya, bagus," jawab Bella sambil mengangguk."Yang ini saja," ucap Ramel kepada pelayan toko."Baik Pak," sahut wanita itu dengan ramah.Ia memasukkan ponselnya ke dalam paper bag lalu memberikannya kepada Bella. Pelayan toko berpikir kalau Bella adalah sekretaris Ramel. Tentu tidak ada yang tahu kalau Bella adalah istri Ramel, karena sampai saat ini Ramel belum pernah mengumumkan pernikahannya ke publik.Setelah dari toko ponsel, Ramel membawa Bella ke sebuah butik. Di sana terpajang pakaian wanita dan pria dengan harga fantastis. Bukan hanya itu saja, di sana juga ada sepatu, ikat pinggang, tas dan jam tangan.Bella membulat
Setelah 15 menit dalam perjalanan, akhirnya Lukas berhenti di sebuah parkiran hotel bintang lima. Pria tua itu membuka pintu mobil, lalu mempersilahkan Bella untuk turun."Pak, untuk apa Tuan Ramel meminta datang kemari?" tanya Bella yang baru turun dari mobil."Sepertinya ada pertemuan sesama pengusaha, Nyonya," jawab Lukas dengan hormat."Jadi apa hubungannya denganku? Untuk apa dia memintaku datang kemari? Aku kan bukan pengusaha Pak!" ucap Bella."Aku tidak tahu Nyonya," sahut Lukas sambil tersenyum, "Mari Nyonya," lanjutnya mengajak Bella.Keduanya masuk ke dalam hotel, dengan posisi Bella di depan sedangkan Lukas di belakang. Menaiki lift menuju gedung yang terletak di lantai empat puluh.Setibanya di lantai empat puluh, seorang wanita berpakaian seragam menghampiri Bella yang baru ke luar dari lift. Wanita cantik itu membawa Bella masuk ke dalam gedung.Seketika jantung Bella berdegup kencang, tubuh mungilnya tiba-tiba gemetar karena gugup melihat ramainya orang di sana."Ayo N
Setibanya di kamar, Bella dan Ramel saling adu mulut. Bella yang biasanya mengalah, kali ini justru dia yang paling garang."Apa maksudmu pulang dengan Kevin? Apa dia yang menyuruhmu datang ke sana?" tanya Ramel dengan nada sedikit tinggi."Memang kalau Kevin mengantarku pulang, kenapa?" tantang Bella yang duduk di sofa."Bella, kamu itu istriku. Jadi kamu tidak pantas berduaan dengan pria lain. Bukankah aku yang memintamu datang ke sana?" ucap Ramel yang juga duduk di sofa, di hadapan Bella.Bella menegakkan kepala, ditatapnya Ramel dengan tatapan penuh kebencian. Pengumuman yang terucap dari mulut Hendrawan masih terngiang di telinganya hingga saat ini."Jika aku tahu kamu menyuruhku datang ke sana hanya untuk menunjukkan hubunganmu dengan Sarah! Sudah pasti aku tidak akan datang," ucapnya dengan lembut namun penuh penekanan."Jika istri tidak boleh dekat dengan pria lain! Suami juga tidak boleh dekat dengan wanita lain. Jangan terlalu egois Ramel, aku tahu kamu tidak mencintaiku da