Di bab ini sedikit panas, jadi bijaklah dalam membaca karena cerita ini khusus dewasa."Iya Ramel, ada apa?" sahut Bella yang sedang membersihkan lantai.Seketika itu Sarah ke luar dari kamar mandi, ia langsung menghampiri Ramel ke tempat tidur."Sini, aku ganti pakaian kamu," ucap Sarah sambil berusaha membuka kancing kemeja Ramel."Kamu pulang saja, biar Bella yang mengurusku." Ramel menepis tangan Sarah."Tapi Ramel....""Bella lebih paham dalam mengurusku," sela Ramel yang membuat Sarah tidak melanjutkan kata-katanya."Baiklah," ucap pasrah Sarah.Sebenarnya ia berencana menginap di sana untuk menemani Ramel. Bahkan Sarah sudah memberitahu ayahnya, kalau ia tidak akan pulang dan menginap di kediaman Wijaya. Tetapi karena Ramel mengusirnya! Sarah terpaksa harus pergi."Jangan coba-coba untuk macam-macam, Ramel adalah kekasihku dan hanya milikku seorang," ucap Sarah sebelum pergi.Bella hanya diam, ia mengerutkan kening karena bingung mendengar ucapan Sarah. Gak ada hujan dan gak ad
Saat turun dari tempat tidur, tubuhnya tanpa sengaja menarik selimut. Mata Ramel membulat melihat noda darah di atas seprai, ia terdiam berusaha mengigat apa yang terjadi tadi malam."Apa aku dan Sarah," ucap Ramel dengan lembut, "Ah tidak mungkin," lanjutnya membantah ucapannya sendiri.Ramel sama sekali tidak mengigat apa yang terjadi antara ia dan Bella. Yang ia ingat, Sarah mengajaknya ke kelap malam setelah pulang menjemput Bella dari kampus. "Ah, lupakan saja." Ramel bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah itu ia turun ke lantai satu untuk sarapan."Mbok, di mana Bella?" tanya Ramel sambil menjatuhkan bokongnya di atas kursi."Nyonya baru saja berangkat kuliah, Tuan. Beliau terburu-buru karena terlambat bangun," jawab jujur Mbok Inem."Jadi yang menyiapkan sarapan siapa?" ucap Ramel."Nyonya, Tuan." "Hum.." sahut Ramel.Pria tampan itu mulai menikmati sarapannya, sedangkan di tempat lain Bella dijajah berbagai pertanyaan dari Rara."Bel, kamu kenapa?
"Silahkan duduk Mbak," ucap wanita itu kepada Bella."Terima kasih Mbak, aku berdiri saja," jawab Bella sambil tersenyum manis.Ramel memutar kepala, ditatapnya Bella dengan tatapan dingin sambil tangannya menarik tangga Bella, agar duduk di sampingnya."Bagaimana menurutmu, apa ini bagus?" tanya Ramel kepada Bella, sambil menunjukkan salah satu ponsel terbaru."Iya, bagus," jawab Bella sambil mengangguk."Yang ini saja," ucap Ramel kepada pelayan toko."Baik Pak," sahut wanita itu dengan ramah.Ia memasukkan ponselnya ke dalam paper bag lalu memberikannya kepada Bella. Pelayan toko berpikir kalau Bella adalah sekretaris Ramel. Tentu tidak ada yang tahu kalau Bella adalah istri Ramel, karena sampai saat ini Ramel belum pernah mengumumkan pernikahannya ke publik.Setelah dari toko ponsel, Ramel membawa Bella ke sebuah butik. Di sana terpajang pakaian wanita dan pria dengan harga fantastis. Bukan hanya itu saja, di sana juga ada sepatu, ikat pinggang, tas dan jam tangan.Bella membulat
Setelah 15 menit dalam perjalanan, akhirnya Lukas berhenti di sebuah parkiran hotel bintang lima. Pria tua itu membuka pintu mobil, lalu mempersilahkan Bella untuk turun."Pak, untuk apa Tuan Ramel meminta datang kemari?" tanya Bella yang baru turun dari mobil."Sepertinya ada pertemuan sesama pengusaha, Nyonya," jawab Lukas dengan hormat."Jadi apa hubungannya denganku? Untuk apa dia memintaku datang kemari? Aku kan bukan pengusaha Pak!" ucap Bella."Aku tidak tahu Nyonya," sahut Lukas sambil tersenyum, "Mari Nyonya," lanjutnya mengajak Bella.Keduanya masuk ke dalam hotel, dengan posisi Bella di depan sedangkan Lukas di belakang. Menaiki lift menuju gedung yang terletak di lantai empat puluh.Setibanya di lantai empat puluh, seorang wanita berpakaian seragam menghampiri Bella yang baru ke luar dari lift. Wanita cantik itu membawa Bella masuk ke dalam gedung.Seketika jantung Bella berdegup kencang, tubuh mungilnya tiba-tiba gemetar karena gugup melihat ramainya orang di sana."Ayo N
Setibanya di kamar, Bella dan Ramel saling adu mulut. Bella yang biasanya mengalah, kali ini justru dia yang paling garang."Apa maksudmu pulang dengan Kevin? Apa dia yang menyuruhmu datang ke sana?" tanya Ramel dengan nada sedikit tinggi."Memang kalau Kevin mengantarku pulang, kenapa?" tantang Bella yang duduk di sofa."Bella, kamu itu istriku. Jadi kamu tidak pantas berduaan dengan pria lain. Bukankah aku yang memintamu datang ke sana?" ucap Ramel yang juga duduk di sofa, di hadapan Bella.Bella menegakkan kepala, ditatapnya Ramel dengan tatapan penuh kebencian. Pengumuman yang terucap dari mulut Hendrawan masih terngiang di telinganya hingga saat ini."Jika aku tahu kamu menyuruhku datang ke sana hanya untuk menunjukkan hubunganmu dengan Sarah! Sudah pasti aku tidak akan datang," ucapnya dengan lembut namun penuh penekanan."Jika istri tidak boleh dekat dengan pria lain! Suami juga tidak boleh dekat dengan wanita lain. Jangan terlalu egois Ramel, aku tahu kamu tidak mencintaiku da
"Ya Tuhan, apa ini?" tanya Bella kepada dirinya sendiri, sambil menyentuh tanda merah di lehernya."Apa..." Bella berhenti bicara karena mengigat sesuatu.Di matanya terlintas pertempuran panas tadi malam dengan Ramel. Ia mengigat kalau bibir pria tampan itu beberapa kali menempel di lehernya."Um..." Ramel yang tertidur di atas ranjang, menggeliat merenggangkan otot-otot kekarnya.Ia membuka mata dengan malas, lalu menatap Bella yang berdiri di depan meja rias. Wanita cantik itu sedang menempelkan sesuatu ke lehernya, setelah itu bergegas ke ruang ganti."Siapkan air hangat untukku," ucapnya saat Bella ke luar dari ruang ganti, dengan nada khas bangun tidur."Hum, aku akan menyiapkannya," sahut Bella tanpa melihat Ramel. Ia melangkah menuju kamar mandi untuk menyiapkan air hangat."Aow," teriak Bella karena terkejut.Tentu Bella terkejut, saat ia membuka pintu kamar mandi, matanya langsung beradu dengan mata Ramel. Pria tampan itu berdiri tepat di bibir pintu tanpa mengenakan sehelai
Ramel menyeringai puas mendengar ucapan Bella, ia mulai mengambil posisi aman di kedua paha Bella lalu perlahan mendorong miliknya dengan lembut."Ah...hum...." Lagi-lagi Bella mendesah untuk kesekian kalinya, yang membuat Ramel semakin bersemangat dan bergairah.Pria tampan itu tidak berhenti menghentak pinggulnya maju mundur, semakin Bella mendesah semakin cepat gerakan Ramel."Ah...aku sudah tidak kuat lagi, Ramel," teriak Bella dengan nada erotis, saat merasakan sesuatu yang aneh dalam tubuhnya.Wanita cantik itu menggeliat, sepuluh jari tangannya mencakar punggung Ramel. Rasa aneh yang ia rasakan kali ini sungguh berbeda dari sebelumnya."Ow...ssttt...ah..." Kali ini Ramel yang mendesah sambil menggeliat.Cairan kental telah ia semburkan dari ujung benda tumpulnya ke dalam sana. Ia menungkupkan tubuh kekarnya di atas tubuh polos Bella. Napas kedua menderu dan saling beradu, pertempuran kali ini benar-benar membuat sepasang suami istri itu kelelahan, bahkan tubuh keduanya basah ka
Dengan berat hati Bella terpaksa masuk ke dalam mobil. Keduanya duduk di bangku penumpang, sedangkan yang mengemudi sopir yang biasa mengantar Bella ke kampus."Hari ini kamu pulang jam berapa?" Akhirnya Ramel membuka mulut setelah 15 menit di dalam mobil."Seperti biasa," jawab singkat Bella, wanita cantik itu fokus menatap ke luar melalui kaca."Aku tanya jam berapa?" Ramel kembali bertanya."Jam 12 Ramel, tapi kalau ada tambahan mata pelajaran! Mungkin jam satu," jawab Bella yang masih tetap fokus menatap ke arah luar."Kalau bicara itu, lihat aku," ucap Ramel sambil kedua tangannya memutar kepala Bella.Sopir yang duduk di bangku pengemudi tersenyum melihat aksi Ramel. Ini pertama kalinya ia melihat Ramel bersikap seperti itu kepada Bella. Selama ini tuannya itu selalu bersikap kasar dan membentak Bella, namun kali ini nada bicaranya terdengar lembut."Jangan senyum-senyum, fokus saja menyetir." Setelah mengatakan itu, Ramel menarik gorden pembatas.Lalu ditariknya tengkuk Bella,
Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia