Diego duduk di sofanya sambil menggenggam ponselnya erat-erat. Sebuah seringaian terbit di wajahnya, seringaian penuh kemenangan karena ia sudah berhasil mendapatkan Anna dalam genggamannya. Ya, apa pun yang Diego perintahkan, Anna akan menurutinya. Walaupun Anna sering kali membantah dan harus diancam dulu, tapi pada akhirnya, Anna akan menurutinya juga. Namun, kenyataan bahwa Anna begitu takut pada suaminya membuat Diego tidak suka. Diego tidak suka Anna lebih mementingkan suaminya dibanding dirinya. "Aku jadi penasaran bagaimana jadinya kalau Jeremy tahu semua ini, Anna? Bukankah rumah tangga kalian akan berakhir? Sama seperti rumah tangga kita dulu. Dan setelahnya, dia akan membuangmu ...." Sejenak Diego berpikir apa yang akan ia lakukan kalau Anna sudah dibuang oleh suaminya. Akankah balas dendamnya juga berakhir? Tujuan Diego hanya untuk mempermainkan dan menyiksa Anna, tapi Diego juga tidak rela Anna dimiliki oleh orang lain lagi. Diego pun masih memicingkan matanya sambil
Jeremy tidak bisa menahan dirinya lagi. Sejak mengawasi Anna sepanjang hari, Jeremy sudah melihat banyak sekali interaksi yang tidak biasa antara Diego dan Anna. Begitu bodohnya dirinya yang tidak menyadari semuanya dari awal. Tentu saja tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Begitu juga dengan Kenny yang waktu itu tidak mungkin menuduh tanpa dasar yang jelas. Sungguh, Jeremy tidak pernah memikirkan kemungkinan Anna akan berselingkuh dengan Diego, tapi kenyataan di depan matanya sudah tidak bisa dibantah lagi. Bahkan, Jeremy sudah mengambil video perselingkuhan keduanya sampai video di mana Anna pergi ke kamar Diego lalu Diego menciumnya. "Orang bodoh pun tahu apa yang kalian lakukan di kamar selama itu!" geram Jeremy yang awalnya ingin langsung mendobrak pintunya, tapi akhirnya ia hanya menunggu di depan pintu. Hingga pintu itu terbuka dan Jeremy pun langsung berhadapan dengan istrinya di sana. "J-Jeremy?" Anna kehabisan napas. Untuk sesaat, Anna benar-benar merasa tidak bis
Diego tidak pernah menyangka reaksi Jeremy akan seperti ini. Diego bahkan sudah siap menangkap tinju dari Jeremy, tapi pria itu malah memberinya senyuman. Bukan hanya senyuman, tapi Diego paham betul apa arti ucapan pria itu tentang keuntungan sampai Diego pun mengepalkan tangannya geram. Entah pria macam apa sebenarnya yang Anna nikahi ini.Diego pun berusaha tetap tenang dan hanya tersenyum singkat. "Jadi ... keuntungan macam apa yang sedang Anda bicarakan, Pak Jeremy?" seru Diego akhirnya. Lagi-lagi Jeremy tertawa. "Anda sangat pengertian rupanya, Pak Diego." Jeremy langsung mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan rekaman perselingkuhan yang ia miliki, hasil menguntit sepanjang hari. Awalnya, Jeremy hanya merekam agar Anna tidak mengelak. Namun, dalam situasi terjepit, otak manusia selalu bekerja dengan sangat cepat. Begitu juga yang dirasakan oleh Jeremy. Sebuah perselingkuhan yang akhirnya bisa mendatangkan keuntungan baginya. "Aku bisa saja menyebarkan video ini dan nama An
"Cari tahu apa yang terjadi pada Anna, Jovan!" Di depan Jeremy dan Anna, Diego masih bisa menahan ekspresinya, tapi begitu pintu kamar tertutup tadi, tatapan Diego langsung goyah. Diego membenci dirinya yang masih sering terpengaruh karena Anna. Mulut Diego selalu mengatakan tidak peduli, tapi tidak dapat dipungkiri, Diego khawatir apa yang akan dilakukan Jeremy pada Anna setelah semuanya benar-benar terbongkar. Apakah semudah itu Jeremy akan langsung menceraikan Anna? Sungguh, pikiran itu mendadak mengusik Diego. Bahkan, Diego tidak bisa istirahat dan terus meneguk winenya saat menunggu kabar dari Jovan. Hingga akhirnya Jovan pun meneleponnnya. "Pak Jeremy dan Bu Anna sama sekali belum keluar dari kamarnya, Pak. Aku tidak tahu apa yang terjadi di dalam." Diego menggeram sambil menggenggam erat ponselnya. "Tetap awasi sampai tengah malam nanti, Jovan! Laporkan padaku apa pun yang terjadi." "Baik, Pak." D
"Jadi Anna sudah sadar?" "Sudah, Pak. Dari info yang kudengar, Bu Anna baru sadar sore ini. Ada banyak luka akibat kecelakaan, tapi untungnya tidak ada kondisi yang berbahaya sekarang." Diego langsung menghela napas leganya. Sejak kemarin pulang dari resort, Diego menahan dirinya untuk tidak mencari tahu apa pun tentang Anna dan Jeremy. Diego tidak mau terlalu kepo pada urusan rumah tangga orang lain dan Diego juga tidak mau Anna kembali membuatnya terpengaruh. Namun, siang tadi, mendadak Jovan memberi kabar bahwa Anna mengalami kecelakaan saat akan pulang dari resort. Anna menyetir sendiri di tengah malam dalam keadaan mabuk dan meninggalkan Jeremy. Mobil Jeremy yang dibawa Anna pun rusak parah, tapi untungnya Jeremy berhasil menyelamatkan istrinya dan membawanya ke rumah sakit di kota. Diego mendadak gelisah mendengarnya, tapi lagi-lagi ia menahan dirinya agar tidak berlebihan, walaupun Diego terus meminta Jovan melaporkan semua hal padanya. "Syukurlah kalau begitu, Jovan." "A
"Akkhh, Jeremy sialan! Jeremy brengsek!" Anna memekik tertahan di kamarnya malam itu setelah Jeremy pergi meninggalkannya. Tentu saja Jeremy tidak akan repot-repot menginap untuk menemani Anna. Air mata Anna pun tidak bisa berhenti berderai memikirkan mengapa semuanya menjadi seperti ini. Jeremy sangat mengerikan. Bahkan, Jeremy menunjukkan pada Anna foto mobilnya yang rusak parah setelah mengalami kecelakaan di jalan pulang dari resort. Entah bagaimana Jeremy melakukannya dalam semalam, tapi kebohongan ini begitu sempurna. Anna makin terjepit. Ini bukan tentang istri yang tidak dinafkahi lagi, tapi tentang kekerasan dan penyiksaan yang mengerikan. "Bagaimana dia bisa berubah menjadi monster psikopat seperti itu? Apa yang harus kulakukan? Aku disiksa sampai hampir mati, tapi aku harus tetap diam demi keselamatan Darren." "Sampai kapan aku harus diam? Bagaimana kalau nanti dia mengulangi perbuatannya? Bagaimana kalau aku na
Terkadang diam itu emas. Anna sudah sangat paham apa arti dirinya bagi Diego. Karena itu, Anna memilih diam dan tidak lagi menyahuti Diego. Semakin Anna menyahut, jawaban Diego selanjutnya akan lebih menyakitkan, seolah pria itu masuk kembali ke kehidupan Anna hanya untuk menyakitinya. Anna mengembuskan napas panjangnya. "Aku sudah tahu, jadi pergilah karena aku mau tidur." Tanpa mempedulikan Diego lagi, Anna pun membaringkan tubuhnya walau sambil meringis. Anna memilih memunggungi Diego dan memejamkan matanya, walaupun air matanya kembali mengalir di sana. Diego sendiri hanya diam menatap punggung Anna cukup lama, sebelum akhirnya ia mengangguk dan memilih pergi dari sana. Begitu mendengar suara pintu tertutup, tangisan Anna pun mengalir makin deras. *Dua hari berlalu dan Anna akhirnya diijinkan pulang dari rumah sakit. Luka-luka fisiknya sudah membaik, walaupun rasa sakit di hatinya tetap tidak bisa terobati. "Syukurlah kau pulih dengan cepat, Anna. Tidak apa, bekasnya nanti
Anna masih membelalak begitu lebar mendengar ucapan Jeremy. Emosi Anna pun makin terlecut mendengarnya. "Apa ini? Setelah memukuli aku, sekarang kau mau menjualku, hah? Kau mau aku merayu Pak Torro dan tidur dengannya untuk mendapatkan investasi? Kau gila, Jeremy!" "Bukankah kau sudah melakukannya dengan Pak Diego? Apa bedanya melakukannya lagi?" "Tapi aku istrimu, Jeremy!" "Kau yang memulainya duluan, Anna! Dan kalau ternyata cara itu bisa mendatangkan keuntungan bagi kita, mengapa tidak?" Anna menatap tak percaya pada Jeremy. "Kau benar-benar psikopat gila, Jeremy! Jangan harap aku mau menuruti perintahmu! Aku tidak mau! Kau gila! Kau gila!" bentak Anna. "Kau yang membuatku gila, Anna!" bentak Jeremy balik sambil bangkit berdiri dari kursinya. "Kau yang memulai semua ini, tapi kau menyalahkan aku! Justru akulah korbannya yang sudah kau khianati, jadi rasakan sendiri bagaimana akibat dari pengkhianatanmu!" Jeremy segera meraih tas tangan milik Anna yang Anna tinggalkan di kama
"Anna! Anna!" Joyce, teman sekaligus sahabat terbaik Anna, datang melayat ke rumah duka siang itu. Sungguh, Anna ingin acara yang sangat sederhana untuk ibunya. Bukan tidak menghargai ibunya, tapi untuk menjaga privasi karena kematian ibunya bukan dengan cara yang baik dan terlalu banyak aib keluarga di sana. Namun, tidak ada tempat yang bisa digunakan untuk acara sederhana. Anna tidak punya rumah lagi setelah keluar dari rumah Jeremy. Rumah Jeremy sendiri sudah disegel karena pemiliknya berkasus. Jadi, Anna meletakkan jasad ibunya di rumah duka. Anna sempat memberitahu keluarga Martha, barangkali mereka mau datang untuk memberikan penghormatan terakhir. Namun, benar kata Martha, mereka sudah lama menganggap Martha mati karena tidak satu pun keluarga Martha yang datang. Hanya ada Pak Rusli dan beberapa karyawannya yang mengenal Martha, Bik Nim, Diego, Jovan, Anna, dan Darren. Terlalu menyedihkan untuk mengantarkan Martha ke peristirahatan terakhirnya, tapi cukup melegakan karena
"Sial! Aku tidak pernah tahu kalau Diego itu ternyata adalah mantan suami Anna! Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, hah?" "Sejak awal Anna dan Diego sudah membodohi aku? Keduanya sudah saling mengenal dan memang benar berselingkuh di belakangku?" "Bahkan mereka punya anak ... sial! Darren itu anak Diego! Mengapa kau begitu bodoh dan tidak bisa mencari tahu tentang hal seperti itu, Bram!"Jeremy tidak berhenti berteriak kesal setelah Diego dan Anna pulang. Jeremy yang sudah dikembalikan ke selnya pun begitu emosi sampai menendang kaki Bram. Keduanya ditempatkan di satu sel yang sama, sel sementara di kantor polisi, tapi Jeremy sudah hampir gila sekarang. "Anna memukuli aku dan Diego brengsek itu membuat wajahku bengkak! Sial! Buatkan gugatan! Buatkan gugatan untuk perselingkuhan dan penipuan! Mereka menipuku! Mereka menipuku habis-habisan dan tertawa di atas penderitaanku!" Jeremy membentak pengacaranya yang saat ini juga sudah berdiri di depan selnya. "Maaf, Pak. Itu tidak bisa d
"Hasil forensiknya sudah keluar. Dari tanda fisik yang telah diperiksa, dapat disimpulkan bahwa Bu Martha meninggal karena dicekik." Diego dan Anna akhirnya pergi ke rumah sakit menjelang malam itu dan hasil pemeriksaan forensik untuk penyebab utama kematian sudah keluar. "Selain itu, ada bekas darah di kuku Bu Martha yang menunjukkan Bu Martha sempat melakukan perlawanan. Kemungkinan darah tersebut adalah darah dari pelaku saat Bu Martha mencakar lengan sang pelaku," jelas sang dokter lagi. Seorang polisi yang menhandle kasus ini pun mengangguk dan menambahkan keterangannya. "Sesuai instruksi, kami juga langsung mencocokkan sidik jari yang ditemukan dengan sidik jari dari Pak Jeremy, hasilnya cocok. Pak Jeremy menolak melakukan tes DNA untuk darah di kuku Bu Martha, tapi bekas cakaran di lengan Pak Jeremy sudah bisa menjadi bukti kuat." "CCTV rumah sakit juga bisa membuktikan bahwa Pak Jeremy adalah orang terakhir yang keluar dari kamar Bu Martha setelah Bu Martha meninggal. Bu
Anna membuka matanya sambil mengernyit pagi itu. Tubuhnya terasa begitu lelah dan sakit semua. Anna kesulitan bergerak dan rasa di tenggorokannya begitu kering."Hmm, aku tertidur," gumam Anna. "Di mana ini?" Anna masih mengernyit menatap sekelilingnya yang begitu asing. Anna belum pernah ke apartemen Diego sebelumnya. "Akhh ...," rintih Anna saat ia bangkit duduk. Tidak ada siapa-siapa di samping Anna dan ia sendirian di kamar itu, tapi Anna bisa merasakan aroma parfum yang familiar di sana. Parfum yang biasa Diego pakai. "Ini pasti apartemennya. Hmm, kepalaku sakit sekali," gumam Anna lagi. Demam membuat tubuhnya terasa linu dan sakit di semua bagian. Namun, perlahan Anna bangkit dari ranjangnya dan ia langsung bisa mendengar suara ribut dari luar kamar. Suara ribut yang menyenangkan, suara tawa, dan suara teriakan sumringah anak kecil. Suara yang jarang ia dengar di rumah karena Darren tidak berani tertawa terlalu keras saat ada Jeremy. Suara itu pun membuat Anna penasaran d
Martha benar. Semua cerita Martha benar. Diego tidak pernah meragukannya. Hanya saja, barang berharga yang Diego temukan menegaskan kebenaran itu dan membuat Diego makin membenci dirinya yang begitu brengsek. "Maafkan aku, Anna! Maafkan aku! Aku bodoh! Aku sangat bodoh! Maafkan aku!" ucap Diego penuh penyesalan. Cukup lama Diego meredakan tangisannya, sebelum Diego menggantikan Anna baju. Diego menyeka tubuh Anna dengan kain hangat agar wanita itu merasa nyaman lalu memakaikan sepasang baju tidur yang hangat. Anna hanya membawa satu pasang baju tidur. Dua celana panjang dan beberapa atasan. Hanya itu yang ia bawa dalam pelariannya kali ini. "Besok kita akan belanja. Besok kita akan membeli banyak baju untukmu dan Darren," bisik Diego yang terus membelai kepala Anna sayang. Tidak lama kemudian, Anna mulai bergerak gelisah karena mimpi buruknya dan ia mulai mengigau. Namun, Diego langsung memeluk dan menenangkannya. Diego duduk bersandar di ranjang dan memeluk Anna begitu erat sa
Anna tertidur.Anna tidak tahu kapan pastinya ia tertidur dan sudah berapa lama, tapi Anna hanya bisa merasakan linu di sekujur tubuhnya. Anna juga menggigil dan rasanya sama sekali tidak nyaman. "Kau demam, Anna!" Diego baru saja menghentikan mobilnya di parkiran apartemennya malam itu. Sebenarnya jarak antara rumah sakit dan apartemen tidak sejauh itu, tapi Diego memutar lagi arah mobilnya saat melihat Anna yang akhirnya tertidur. Diego ingin Anna bisa tidur lelap dulu agar Diego tinggal menggendongnya nanti, tapi ternyata Diego malah mendapati Anna yang demam. "Kau dengar aku, Anna? Bagaimana rasanya? Apa kita perlu ke rumah sakit lagi?" bisik Diego lembut, mencoba membangunkan Anna yang terlihat menggigil dan tidak nyaman. Namun, Anna menggeleng dan menarik Diego mendekat, berusaha mencari kehangatan karena ia sangat kedinginan. Diego yang masih duduk di mobilnya pun langsung bergerak cepat, membuka sabuk pengaman, turun dari mobil, dan akhirnya menggendong Anna naik ke apar
Diego benar-benar tersentak mendengar ucapan Anna sampai ia menoleh kaget. "Sial, Anna! Apa yang kau katakan, hah?" "Aku serius! Bukankah kau yang duluan menginginkan tubuhku untuk membayar hutang operasi Darren dan investasi di perusahaan Jeremy? Hanya itu yang aku punya. Aku tahu waktu itu aku sudah menolaknya, tapi aku menarik kembali ucapanku, bagaimana kalau kau memakaiku saja sampai kau puas?" Lagi-lagi Anna tertawa begitu frustasi sampai Diego pun menggenggam erat setirnya. Dengan geram, Diego membelokkan mobilnya ke pinggir jalan dan menghentikan mobilnya asal. Anna ikut tersentak. "Ada apa ini? Mengapa kita berhenti di sini? Aku harus menjemput Darren." Diego tidak menyahutinya, tapi Diego membuka sabun pengamannya dan menatap Anna. Diego menangkup wajah Anna dan menatapnya lekat-lekat. Wajah cantik itu masih belum benar-benar hidup. Kedua manik mata indah itu juga tidak menyala, hingga air mata Diego pun ikut menetes. Bukankah saat kita sedang bersedih, hal yang akan
"Anna sialan! Diego sialan! Brengsek semua!" Jeremy tidak berhenti mengumpat saat akhirnya ia terpaksa turun dari pesawat dan ikut dengan polisi. Namun, Jeremy tidak mau terlihat seperti seorang buronan dan ia ingin tetap terlihat terhormat. Jeremy pun berjanji tidak akan kabur, tapi ia menolak diborgol. Polisi mengijinkannya berjalan sendiri dengan pengawasan ketat karena ternyata di bawah pesawat sendiri sudah ada beberapa anggota polisi yang lain. "Berani sekali kalian memperlakukan aku seperti ini! Aku bukan penjahat!" "Silakan dijelaskan di kantor, Pak! Anda juga dipersilakan memanggil pengacara. Tapi selama proses penyelidikan, Anda tidak diijinkan pergi ke luar kota maupun luar negeri." Jeremy tidak banyak bicara lagi, tapi ia tidak berhenti mengirim pesan pada pengacaranya yang dengan cepat sudah menunggu di kantor polisi. Jeremy pikir malam itu ia akan langsung bebas dan pulang ke rumah, tapi sialnya, Martha brengsek itu sebelum meninggal sudah membuat banyak laporan me
"Ibu, jangan khawatir, aku akan menegakkan keadilan itu untuk Ibu. Tenanglah, Ibu! Tenanglah!" "Aku tidak akan melepaskan Jeremy! Aku bersumpah, Ibu! Maafkan aku yang tidak ada di saat-saat terakhir Ibu! Maafkan aku!" Anna kembali memeluk jasad Martha. Bahkan, saat jasad Martha akan dibawa pergi pun Anna masih belum rela melepaskannya. Diego yang melihatnya pun menangkup bahu Anna dari belakang dan berusaha menenangkannya. "Anna, jasad Bu Martha harus segera dipindahkan." "Tidak, jangan pisahkan aku dengan ibuku! Tidak!" "Anna ...." "Aku masih mau bersamanya, aku belum puas bersamanya. Ibu ...." Anna masih menangis lirih, tapi Diego memeluknya dari belakang agar suster bisa memindahkan jasad Martha. "Lepaskan aku, Diego! Lepaskan! Ibu ...," lirih Anna lagi saat melihat jasad Martha akhirnya dibawa pergi dari sana. Bik Nim yang masih di luar kamar sambil menggendong Darren pun hanya bisa menatap sedih pada tubuh Martha yang sudah tertutup sampai ke kepala itu. Jasad Martha di