"Pergi ke mana saja Bu Anna hari ini?" Sopir Jeremy langsung menelepon Jeremy begitu Anna sudah tiba di rumah. Sang sopir bukan hanya bertugas mengantar Anna ke mana pun, tapi juga mengawasi Anna dan melaporkan apa pun yang Anna lakukan. "Ah, Bu Anna hanya ke rumah sakit lalu ke cafe untuk membeli minum, Pak," jawab sang sopir yang berusaha tetap tenang. Tidak mungkin ia mengakui bahwa dirinya tertidur saat sedang bertugas. "Ke cafe? Lalu apa Anna bertemu dengan seseorang di sana?" Sang sopir terdiam sejenak dengan tegang karena ia tidak tahu apa yang terjadi selama ia tidur. Namun, ia tetap menjawabnya dengan tenang untuk menyelamatkan dirinya sendiri. "Tidak ada, Pak. Bu Anna hanya minum dan makan kue bersama Darren dan Bik Nim." Jeremy yang mendengarnya pun mengangguk puas. "Bagus! Selalu laporkan ke mana pun dia pergi!" "Baik, Pak." Sang sopir pun bernapas lega saat akhirnya Jeremy menutup teleponnya.Anna sendiri sedang berada tidak jauh dari pintu rumah saat itu dan ia
Bella masih mematung sambil menggenggam setelan pakaian dalam berwarna merah yang masih baru dengan label merek yang cukup mahal.Alis Bella terangkat. Ia memutar pakaian itu di tangannya, memperhatikan detailnya. Bibirnya membentuk senyum kecil. "Apa ini untukku?" Di saat yang sama, Diego yang masih berkutat dengan pekerjaannya pun mengernyit karena Bella sudah terlalu lama di dalam kamarnya. Memang Diego tidak akan melarang Bella melakukan apa pun, tapi Diego tidak suka Bella terlalu lama di kamarnya karena kamar selalu sangat sensitif bagi Diego. Diego pun segera beranjak dari kursinya dan melangkah ke kamarnya. Ketika Diego membuka pintu, Diego pun langsung mematung melihat Bella yang memegang sepasang pakaian dalam yang pernah Diego beli untuk Anna. Ya, saat Diego mengatakan akan mewujudkan fantasinya dengan Anna, Diego benar-benar bermaksud seperti itu. Bahkan, Diego sengaja membeli pakaian dalam seksi untuk Anna pakai di depannya saat mereka "berbulan madu" ke luar kota. N
Anna masih mematung tidak percaya menatap Diego yang lagi-lagi muncul di hadapannya. Entah takdir apa yang membuat Anna harus selalu bertemu dengan pria itu di mana-mana. Jeremy sendiri ikut mematung kaget. Sama seperti Diego yang saat ini juga mendadak berhenti melangkah. Memang Pak Torro sempat bertanya dengan semangat tentang Angkasa Konstruksi, tapi Diego tidak menyangka tamu Pak Torro adalah Jeremy dan Anna. Sementara Bella yang lebih supel langsung menyapa semuanya. "Selamat malam semuanya! Apa kabar, Pak Torro? Lama kita tidak bertemu!" "Wah, Bu Bella! Ini kejutan sekali melihat Anda di sini, kapan Anda kembali?" "Beberapa hari yang lalu dan aku sengaja ikut ke sini untuk memberi kejutan, semoga Anda tidak keberatan." "Justru aku sangat senang, Bu Bella. Tapi ayo duduk, perkenalkan semuanya! Aku yakin Pak Diego sudah mengenal Pak Jeremy dan Bu Anna karena Pak Diego berinvestasi di Angkasa Konstruksi." Bella yang melihat Anna pun langsung terdiam sejenak, mencoba menginga
Anna berdiri di depan cermin di toilet, menatap bayangannya sendiri dengan mata penuh kelelahan. Anna tidak tahu bagaimana bisa bertahan sepanjang malam ini tanpa meledak. Rasanya semua emosi yang ia pendam selama ini mendesak keluar."Sial! Rasanya aku tidak mau kembali ke ruangan itu!" geram Anna sambil terus menatap cerminnya dan menenangkan dirinya. "Diego brengsek itu ternyata sudah bertunangan selama dua tahun!" "Tapi apa yang aku lakukan? Mengapa aku harus bersikap seperti ini?"Anna tidak tahu lagi bagaimana mengungkapkan perasaannya, tapi Anna terus menenangkan dirinya, sebelum akhirnya ia melangkah keluar. Namun, baru saja ia keluar dari toilet, lengannya sudah dicekal dan ia ditarik pergi menjauh. "Akhh!" pekik Anna kaget. Anna makin membelalak saat melihat Diego yang menariknya. "Apa yang kau lakukan, Diego?" "Siapa yang akan kau goda dengan gaun seperti ini, hmm?" Diego menyusuri tubuh Anna dengan tatapannya. Anna menegang sejenak. Gaunnya memang berlebihan untuk
"Jadi apa yang kau lakukan bersama Pak Diego di luar ruangan, hmm?" Jeremy benar-benar sudah menahan dirinya sejak tadi. Sejak Diego menyusul Anna keluar, kemarahan Jeremy sudah bangkit, tapi ia mati-matian menahannya. Ketika Anna kembali, Jeremy pun terus melirik Anna dengan tajam sampai Anna tidak nyaman. Diego sendiri memilih tidak kembali dan malah menelepon Bella untuk berpamitan. Hanya Jeremy dan Anna yang lanjut mengobrol dengan Pak Torro, hingga akhirnya acara malam itu selesai. Rencana Jeremy menyodorkan Anna berantakan dan Jeremy menyetir seperti kesetanan pulang ke rumah. Hingga begitu masuk ke pintu rumah, Jeremy tidak bisa menahan dirinya lagi dan melampiaskan kemarahannya di ruang tamu. "Apa maksudmu, Jeremy? Aku tidak melakukan apa-apa." "Jangan bohong, Anna! Sekali selingkuh, kau akan terus tertantang untuk selingkuh! Jadi setelah aku tidak mengijinkanmu pergi bebas, kau terus mencari celah untuk berdua dengannya?" "Aku tidak melakukannya, Jeremy! Aku ada di to
Bella baru saja akan melangkah keluar dari kamarnya setelah meletakkan tasnya. Namun, Bella mendadak teringat akan hadiah dari Diego yang ia bawa di dalam tasnya. Sungguh, awalnya bukan maksudnya menyenangkan di ranjang. Bella hanya berpikir untuk menemani Diego minum dan memijatinya. Hanya saja, mengingat pakaian dalam itu membuat otak Bella mendadak liar. Bella bukan gadis polos yang masih perawan, tapi sejak bertunangan dengan Diego, Bella benar-benar menjaga dirinya. "Bukankah kami sudah bertunangan dua tahun? Dan pada akhirnya kami akan menikah juga. Siapa tahu aku bisa membantunya melepaskan penatnya sekaligus mendesaknya untuk segera menikahiku." Bella tersenyum, sebelum ia memakai pakaian dalam itu, membalutnya dengan jubah mandi, lalu keluar dan menunjukkannya pada Diego dengan penuh harap. Diego sendiri langsung mematung kaget melihat tubuh seksi di hadapannya. Untuk sesaat, Diego hanya tetap diam sampai pandangannya mulai buram karena wine dan ia mulai berhalusinasi. Di
Diego menggenggam setirnya erat-erat saat ia melajukan mobilnya pergi dari apartemen. Diego tidak punya tujuan, tapi Diego tahu ia harus menghindar dari Bella. Untuk sesaat, rasa bersalah kembali menyeruak di hati Diego. Bella adalah wanita yang sangat baik, tapi tidak pernah ada cinta sedikit pun dari Diego untuk wanita itu."Haruskah aku mengakhiri semuanya saja? Tapi apa aku akan terlihat seperti orang yang tidak tahu balas budi?" Diego mengembuskan napas panjangnya. Posisinya juga sangat terjepit. Berhubungan karena balas budi sangat menyiksa. Awalnya, Diego pikir selamanya ia tidak akan pernah bertemu Anna lagi dan selamanya ia akan bersama Bella. Diego juga berpikir seandainya mereka bertemu pun, Diego tidak akan goyah lagi karena Diego sangat membenci Anna. Namun, kenyataan memang tidak pernah sesuai dengan yang kita pikirkan. Diego pun terus mengumpati dirinya sendiri dan hanya menyetir berputar-putar begitu lama. Hari pun sudah sangat larut saat Diego akhirnya kembali k
Anna masih meringis sakit di tubuh dan wajahnya, bekas pukulan Jeremy kemarin. Anna pun sampai tidak sanggup mengantar Darren ke sekolah tadi, hanya sopir dan Bik Nim saja. Bik Nim yang sudah mengetahui kejadian semalam pun sampai cemas sendiri melihatnya. Entah sudah berapa kali Bik Nim masuk ke kamar untuk menawarkan Anna makanan atau bertanya apa pun, tapi Anna tidak menjawabnya. Sampai Bik Nim pun tidak tahan lagi berpura-pura tidak tahu. Bik Nim membawa kotak obat ke kamar dan mengunci pintunya. "Biar aku obati, Bu," seru Bik Nim yang sudah duduk di ranjang di samping Anna. "Tolong tinggalkan aku, Bik! Aku sudah bilang aku tidak butuh apa-apa kan? Aku juga tidak perlu diobati," tolak Anna kukuh. Anna berbaring memunggungi Bik Nim, tidak mau pengasuh Darren itu melihat wajahnya lebih lama. Bik Nim pun terdiam sejenak, sebelum ia memberanikan diri bicara. "Aku sudah tahu semuanya, Bu," sahut Bik Nim yang air matanya mengalir tanpa bisa dicegah. "Aku ... melihat Pak Jeremy m
Malam itu, Anna tidak jadi pergi. Rencana Anna untuk pergi dari apartemen Diego batal karena Darren sakit. Bahkan, Anna terpaksa membiarkan Diego naik ke ranjangnya dan tidur bersama Darren karena Darren sama sekali tidak mau ditinggalkan oleh Diego. "Tidurlah di samping Darren, Anna! Dia membutuhkan kedua orang tuanya," seru Diego saat Darren sudah tidur sambil memeluknya. Anna melirik tempat kosong di samping Darren, tapi Anna menggeleng. "Aku akan tidur di luar saja." "Kau tidak mau tidur di samping Darren bukan karena ada aku kan? Jangan bilang kau keberatan tidur di ranjang yang sama denganku? Kita sudah pernah berbagi ranjang, Anna." "Tidak seharusnya hal seperti itu kau katakan saat Darren sedang tidur! Alam bawah sadarnya bisa menyerapnya, Diego! Dan ya, aku keberatan berbagi ranjang denganmu! Sekalipun kita pernah melakukannya, tapi sekarang tidak akan lagi, Diego. Jadi aku akan tidur di luar saja!" "Kau masih tetap keras kepala, Anna! Tapi tidak perlu tidur di luar, t
"Apa maksudmu, Diego? Ini bukan rumahku dan aku tidak bisa tinggal di sini!" bantah Anna. "Ini juga rumahmu dan Darren, Anna! Kalian bisa tinggal di sini selamanya!" "Tidak, Diego! Aku ...." Belum sempat Anna menyelesaikan ucapannya, tapi suara Darren sudah terdengar begitu lemas. "Mama ...," rintih Darren. "Bu, badan Darren panas sekali!" lapor Bik Nim yang sedang menggendong Darren. Saat Darren lemas dan tertidur di mobil tadi, Bik Nim sudah merasa badan Darren hangat. Begitu juga saat Bik Nim menggendong Darren naik ke apartemen. Namun, sekarang rasa panasnya sudah makin panas sampai Bik Nim cemas. "Mama ...," rintih Darren lagi. "Astaga, dia demam?" Anna langsung meletakkan tasnya dan menggendong Darren bersamanya. "Ya ampun, mengapa mendadak panasnya begitu tinggi, Bik?" "Aku juga tidak tahu, mungkin Darren kelelahan. Tadi wajahnya sudah pucat dan dia tidak mau makan apa pun." "Sayang, Darren dengar Mama? Apa yang Darren rasakan?" Anna akhirnya duduk lagi di ranjangn
Perasaan Anna tidak pernah benar setelah kedatangan Bella. Sekalipun Diego terus menemaninya dan membantunya beberapa hari ini, tapi Anna tidak boleh sampai melupakan tentang Bella. Ya, sekarang Diego punya Bella. Kenyataan itu membuat perasaan Anna makin tidak jelas. Anna pun memilih terus menjaga jarak dengan Diego sepanjang sisa hari itu, walaupun Darren dan Diego sudah seperti tidak bisa dipisahkan. "Anna, kau benar-benar harus meneleponku kapan pun kau butuh bantuan. Lalu ... apa kau akan tetap tinggal di apartemen Diego? Bukankah wanita yang tadi adalah tunangan Diego?" Joyce menatap Anna cemas setelah semua acara duka selesai dilakukan. "Tentu tidak, Joyce. Aku akan mencari tempat tinggal lain." "Tinggal di tempatku saja, Anna! Ayolah, jangan sungkan padaku!" Anna mengangguk. "Aku akan menghubungimu nanti. Terima kasih, Joyce." Joyce mengangguk dan memeluk Anna, sebelum ia berpamitan pergi. Anna pun segera mencari Pak Rusli untuk bicara serius. "Maafkan aku yang menanya
"Itu Mama!" seru Darren saat ia baru saja kembali ke ruangan Martha. Diego menggendong Darren agar tidak berlarian di rumah duka. Diego pun bisa melihat Anna yang masih mengobrol dengan seorang wanita yang dari belakang terlihat familiar. Namun, sungguh, Diego tidak berpikir sama sekali bahwa wanita itu adalah Bella. Sampai saat Darren akhirnya memanggil Anna. "Mama ...." Sontak seorang wanita menoleh dan Diego pun sontak menghentikan langkahnya saat tatapannya bertemu dengan tatapan Bella. Untuk sesaat, semuanya hening. Bukan hanya Diego yang mematung, tapi Anna juga. Sampai suara Bella yang terdengar duluan di sana. "Diego? Ternyata kau di sini juga?" seru Bella yang mendadak kembali tersenyum, seolah hatinya begitu tulus tanpa prasangka. Bella pun melangkah mendekati Diego sambil menatap Darren di gendongannya. "Halo, siapa ini, Sayang?" tanya Bella sambil melirik Diego, pria yang dirindukan. Diego sendiri menatap Bella dengan tatapan goyah. Diego belum menjawab apa pun,
"Anna! Anna!" Joyce, teman sekaligus sahabat terbaik Anna, datang melayat ke rumah duka siang itu. Sungguh, Anna ingin acara yang sangat sederhana untuk ibunya. Bukan tidak menghargai ibunya, tapi untuk menjaga privasi karena kematian ibunya bukan dengan cara yang baik dan terlalu banyak aib keluarga di sana. Namun, tidak ada tempat yang bisa digunakan untuk acara sederhana. Anna tidak punya rumah lagi setelah keluar dari rumah Jeremy. Rumah Jeremy sendiri sudah disegel karena pemiliknya berkasus. Jadi, Anna meletakkan jasad ibunya di rumah duka. Anna sempat memberitahu keluarga Martha, barangkali mereka mau datang untuk memberikan penghormatan terakhir. Namun, benar kata Martha, mereka sudah lama menganggap Martha mati karena tidak satu pun keluarga Martha yang datang. Hanya ada Pak Rusli dan beberapa karyawannya yang mengenal Martha, Bik Nim, Diego, Jovan, Anna, dan Darren. Terlalu menyedihkan untuk mengantarkan Martha ke peristirahatan terakhirnya, tapi cukup melegakan karena
"Sial! Aku tidak pernah tahu kalau Diego itu ternyata adalah mantan suami Anna! Bagaimana mungkin itu bisa terjadi, hah?" "Sejak awal Anna dan Diego sudah membodohi aku? Keduanya sudah saling mengenal dan memang benar berselingkuh di belakangku?" "Bahkan mereka punya anak ... sial! Darren itu anak Diego! Mengapa kau begitu bodoh dan tidak bisa mencari tahu tentang hal seperti itu, Bram!"Jeremy tidak berhenti berteriak kesal setelah Diego dan Anna pulang. Jeremy yang sudah dikembalikan ke selnya pun begitu emosi sampai menendang kaki Bram. Keduanya ditempatkan di satu sel yang sama, sel sementara di kantor polisi, tapi Jeremy sudah hampir gila sekarang. "Anna memukuli aku dan Diego brengsek itu membuat wajahku bengkak! Sial! Buatkan gugatan! Buatkan gugatan untuk perselingkuhan dan penipuan! Mereka menipuku! Mereka menipuku habis-habisan dan tertawa di atas penderitaanku!" Jeremy membentak pengacaranya yang saat ini juga sudah berdiri di depan selnya. "Maaf, Pak. Itu tidak bisa d
"Hasil forensiknya sudah keluar. Dari tanda fisik yang telah diperiksa, dapat disimpulkan bahwa Bu Martha meninggal karena dicekik." Diego dan Anna akhirnya pergi ke rumah sakit menjelang malam itu dan hasil pemeriksaan forensik untuk penyebab utama kematian sudah keluar. "Selain itu, ada bekas darah di kuku Bu Martha yang menunjukkan Bu Martha sempat melakukan perlawanan. Kemungkinan darah tersebut adalah darah dari pelaku saat Bu Martha mencakar lengan sang pelaku," jelas sang dokter lagi. Seorang polisi yang menhandle kasus ini pun mengangguk dan menambahkan keterangannya. "Sesuai instruksi, kami juga langsung mencocokkan sidik jari yang ditemukan dengan sidik jari dari Pak Jeremy, hasilnya cocok. Pak Jeremy menolak melakukan tes DNA untuk darah di kuku Bu Martha, tapi bekas cakaran di lengan Pak Jeremy sudah bisa menjadi bukti kuat." "CCTV rumah sakit juga bisa membuktikan bahwa Pak Jeremy adalah orang terakhir yang keluar dari kamar Bu Martha setelah Bu Martha meninggal. Bu
Anna membuka matanya sambil mengernyit pagi itu. Tubuhnya terasa begitu lelah dan sakit semua. Anna kesulitan bergerak dan rasa di tenggorokannya begitu kering."Hmm, aku tertidur," gumam Anna. "Di mana ini?" Anna masih mengernyit menatap sekelilingnya yang begitu asing. Anna belum pernah ke apartemen Diego sebelumnya. "Akhh ...," rintih Anna saat ia bangkit duduk. Tidak ada siapa-siapa di samping Anna dan ia sendirian di kamar itu, tapi Anna bisa merasakan aroma parfum yang familiar di sana. Parfum yang biasa Diego pakai. "Ini pasti apartemennya. Hmm, kepalaku sakit sekali," gumam Anna lagi. Demam membuat tubuhnya terasa linu dan sakit di semua bagian. Namun, perlahan Anna bangkit dari ranjangnya dan ia langsung bisa mendengar suara ribut dari luar kamar. Suara ribut yang menyenangkan, suara tawa, dan suara teriakan sumringah anak kecil. Suara yang jarang ia dengar di rumah karena Darren tidak berani tertawa terlalu keras saat ada Jeremy. Suara itu pun membuat Anna penasaran d
Martha benar. Semua cerita Martha benar. Diego tidak pernah meragukannya. Hanya saja, barang berharga yang Diego temukan menegaskan kebenaran itu dan membuat Diego makin membenci dirinya yang begitu brengsek. "Maafkan aku, Anna! Maafkan aku! Aku bodoh! Aku sangat bodoh! Maafkan aku!" ucap Diego penuh penyesalan. Cukup lama Diego meredakan tangisannya, sebelum Diego menggantikan Anna baju. Diego menyeka tubuh Anna dengan kain hangat agar wanita itu merasa nyaman lalu memakaikan sepasang baju tidur yang hangat. Anna hanya membawa satu pasang baju tidur. Dua celana panjang dan beberapa atasan. Hanya itu yang ia bawa dalam pelariannya kali ini. "Besok kita akan belanja. Besok kita akan membeli banyak baju untukmu dan Darren," bisik Diego yang terus membelai kepala Anna sayang. Tidak lama kemudian, Anna mulai bergerak gelisah karena mimpi buruknya dan ia mulai mengigau. Namun, Diego langsung memeluk dan menenangkannya. Diego duduk bersandar di ranjang dan memeluk Anna begitu erat sa