Anna seketika terdiam mendengar permintaan Bella, permintaan yang menegaskan bahwa Anna hanya masa lalu dan Bella adalah masa depan Diego. Tentu saja Anna tahu hal itu, bahkan Anna sendiri mengatakan hal yang sama. Namun, tetap hatinya berdenyut saat ini. "Itu ... aku yakin kau bisa melakukannya dengan lebih baik, Bella." Anna canggung, tapi untungnya Darren segera menyelamatkannya dari suasana itu. "Mama, ayo pulang! Darren mau main mainan yang dibelikan Aunty Joyce." Darren mendadak berlari menghampiri Anna. "Ah, iya, Sayang." Bella sendiri langsung tersenyum ramah menatap Darren. "Hai, Darren." "Eh, ada Aunty yang kemarin lagi." "Darren ingat siapa nama Aunty?" Darren menggeleng. "Nama Aunty Bella, Darren harus ingat ya." "Aunty Bella. Darren ingat sekarang." "Haha, Darren lucu sekali. Tapi bagaimana kalau ke depannya Darren memanggil aku Mami? Kau kan dipanggil Mama, sedangkan aku Mami. Bagaimanapun dia anak Diego kan?" ucap Bella sambil tertawa sumringah menatap Anna
Joyce mematung menatap pria yang berdiri depan pintu rumahnya malam itu. Diego. Ya, akhirnya Diego datang juga. Kemarin di acara duka Martha, Joyce belum benar-benar sempat menyapa Diego, Joyce hanya menatapnya seperti orang bodoh melihat betapa Diego sudah berubah 180 derajat. Namun, kini, pria itu berdiri tepat di hadapannya dan Joyce merinding merasakan aura Diego yang memang berbeda dari yang dulu. "Aku tidak terkejut kau ada di sini. Menemukan Anna bukan hal yang sulit bagimu sekarang kan? Tadi kau sudah datang dan sekarang kau mencoba peruntunganmu lagi. Tapi aku harus mengatakan maaf karena Anna tidak mau bertemu denganmu dan aku juga tidak akan mengijinkan kau masuk ke rumahku.""Apa kabar, Joyce? Senang bertemu denganmu lagi dan senang melihatmu tetap bersama Anna setelah sekian lama." "Tentu saja aku teman yang setia, tidak sepertimu yang sudah berpaling pada wanita lain." Diego terdiam sejenak, sebelum ia mengangguk. "Ada banyak kisah di dalamnya yang kau tidak tahu,
Anna membelalak mendengar ucapan Diego dan sontak Anna langsung menoleh menatap pria itu. "Kau bilang apa, Diego?" "Kembalilah padaku, Anna! Aku akan memutuskan Bella agar kita bisa kembali bersama." Anna menggeleng. "Kau gila, Diego! Kau gila! Kau mau menempatkan aku sebagai orang ketiga perusak hubungan kalian, hah?" "Tidak ada hubungan yang dirusak, Anna! Aku dan Bella sama sekali tidak seperti yang kau pikirkan." "Kau tidak perlu menjelaskan seperti apa hubungan kalian. Yang aku tahu adalah Bella mencintaimu. Kalian sudah bertunangan selama dua tahun, bahkan Bella sudah mempersiapkan dirinya menjadi istri yang baik untukmu. Sudah waktunya kau menjemput bahagiamu dengan menikahi Bella." "Aku sedang menjemput bahagiaku saat ini, Anna. Tapi bahagiaku bukan Bella! Aku tidak pernah mencintai Bella!" Tatapan Anna goyah. "Apa? Bagaimana kau bisa mengatakannya semudah itu, Diego? Kau setuju bertunangan dengannya tapi kau tidak mencintainya, kau pikir perasaan itu main-main, hah?"
Putus?Selama dua tahun bersama dan saat Bella sudah memikirkan tentang pernikahan, mendadak Diego minta putus hanya karena masa lalu yang akhirnya kembali. Air mata Bella mengalir makin deras. Ada rasa sesak karena sedih dan ada rasa marah luar biasa. Padahal sebelumnya hubungan mereka baik-baik saja. "Kau bicara apa, Diego? Kau bicara apa?" "Maafkan aku, Bella!" "Berhenti minta maaf padaku, Diego!" Nada Bella meninggi. "Aku tidak suka kau meminta maaf padaku, setiap kali kau mengabaikan aku, setiap kali kau melupakan hal penting kita, kau selalu minta maaf. Bahkan, sampai akhirnya seperti ini, kau juga terus meminta maaf." Diego terdiam. Entah bagaimana tepatnya menyebut hubungan pertunangan mereka, tapi begitulah manusia yang melakukan semua tanpa memakai perasaan. Diego sudah berusaha, tapi Diego tidak bisa bersikap lembut seperti kekasih yang lain. Seolah hanya menjalankan kewajibannya, Diego tidak bisa mengingat detail tentang Bella seperti Diego mengingat semua tentang An
Bella terus menangis setelah diputuskan oleh Diego. Bella belum bisa menerimanya sampai ia mengurung diri di kamarnya dan tidak punya gairah untuk pergi bekerja lagi. Sementara Diego malah merasa bebannya langsung terangkat. Tentu saja Diego merasa sangat bersalah pada Bella. Entah bagaimana menebus rasa bersalahnya itu. Luka hati Bella akan terasa sangat menyakitkan, tapi yang bisa menyembuhkannya hanya diri Bella sendiri. Karena itu, Diego pun meninggalkan Bella, membiarkan Bella punya waktu untuk dirinya sendiri. Diego langsung mencari Anna ke rumah Joyce pagi itu, tapi Anna tidak ada. "Darren sudah mulai sekolah dan Anna mengantar Darren ke sekolah," seru Joyce yang menemui Diego pagi itu. "Ah, syukurlah Darren sudah mulai sekolah lagi," seru Diego lega mendengar anaknya mulai menjalani hari normalnya. Diego tidak bicara lagi dan berniat berpamitan, tapi Joyce mendadak bicara lagi. "Aku mendengar pembicaraanmu dengan Anna kemarin. Aku menguping di balik pintu," aku Joyce ju
"Ayo kita pulang, Darren!" ajak Anna setelah Darren puas berpelukan dengan Diego. "Kok pulang, Mama? Darren mau jalan-jalan dulu sama Papa." "Lain kali saja. Mama tidak enak badan." "Mama kok tidak enak badan terus? Ayo kita ke mall, Mama!" Anna melirik Diego sejenak. "Mama tidak mau ke mall, Mama mau pulang saja!" seru Anna yang masih berniat menjaga jarak dengan Diego. "Yah, Darren kan mau jalan-jalan sama Papa dan Mama sama-sama. Mama ikut ya, jangan pulang dulu!" seru Darren sambil menunduk kecewa sampai Diego pun tidak tega melihatnya. "Jangan mengecewakan Darren, Anna! Kau lihat dia begitu senang saat kita menjemputnya sama-sama kan?" Anna mengembuskan napas panjangnya dan kukuh tidak mau ikut. Namun, Darren terus memaksa Anna sampai Darren hampir menangis. Dan Anna akhirnya menyerah. Diego ingin semuanya naik mobilnya, tapi Anna kukuh tidak berani meninggalkan mobil pinjaman. "Kita naik mobil sendiri-sendiri saja!" seru Anna. "Tapi Darren maunya satu mobil sama-sama."
Anna tidak berhenti berdebar sepanjang perjalan pulang kembali ke rumah Joyce. Tadinya Joyce tidak mau memberitahu siapa yang datang, tapi setelah Anna memaksanya, Joyce akhirnya memberitahunya. Begitu juga dengan Anna yang tadinya ingin pulang dan menyelesaikan urusannya sendiri, tapi Diego tidak mengijinkannya. "Jangan ikut campur urusanku, Diego!" "Sudah kubilang urusanmu adalah urusanku juga, Anna! Jadi ayo kita pulang bersama!" Diego kembali menyetir mobil Anna hingga akhirnya mereka tiba di rumah Joyce dan masuk ke sana. "Pelayan meneleponku dan aku segera pulang saat dia datang ke rumah. Hati-hati karena dia datang bukan untuk ramah tamah, Anna!" bisik Joyce, sebelum Anna benar-benar bertemu dengan tamunya. Anna pun langsung melihat seorang wanita paruh baya yang masih cantik di umur tuanya, tapi wajah itu sangat culas dan tidak menyenangkan. Wanita itu adalah Bu Melda, ibu Jeremy yang selama ini tinggal di Singapore bersama ayah Jeremy. "Ibu ...," lirih Anna yang selam
Sejak munculnya ibu Jeremy sampai satu minggu berlalu, kasus Jeremy pun mulai berjalan di tempat. Orang tua Jeremy benar-benar berusaha keras menyelamatkan anaknya dari penjara, tapi Anna juga kukuh memenjarakan Jeremy. Anna ditemani Pak Rusli pun memberikan kesaksian sejujur-jujurnya atas semua kejahatan yang pernah dilakukan Jeremy. Rumah Jeremy sendiri sudah disita, aktivitas perusahaan dihentikan, dan semua yang berhubungan dengan Jeremy dibekukan sementara karena ada dugaan penggelapan dana juga yang akhirnya ikut dilaporkan pihak-pihak yang memang tidak menyukai Jeremy. Mereka menggunakan kesempatan untuk menjatuhkan Jeremy. Namun, dengan semua koneksinya dan pengacara yang lihai, sidang Jeremy bisa terus ditunda dengan banyak alasan. Alasan terbaru adalah karena Jeremy sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Anna yang mendengar berita itu pun begitu geram. "Mereka satu keluarga memang licik. Bahkan, dengan bukti pembunuhan dan KDRT yang sudah begitu jelas saja, sidang masih
Hidup ini bukan sekedar tentang memiliki, tapi tentang memberi dan menerima. Memberi semampu yang bisa kita berikan dengan tulus tanpa mengharap balasan, dan menerima dengan ikhlas tiga hal yang pasti dalam hidup kita. Yang pertama adalah rejeki. Tidak peduli seberapa keras kita berusaha atau sejauh mana kita melangkah, rejeki akan datang sesuai takarannya. Kadang lebih cepat, kadang lebih lambat, tapi selalu cukup sesuai kebutuhan.Yang kedua adalah takdir. Tidak peduli jalan mana yang kita pilih, takdir akan menemukan jalannya sendiri. Ada hal-hal yang bisa kita upayakan, tapi ada pula yang sudah digariskan dan harus diterima dengan kebesaran hati.Dan yang terakhir adalah kematian. Tidak peduli siap atau tidak, kematian akan datang menjemput pada waktunya. Itu adalah kepastian yang mengajarkan kita untuk lebih menghargai setiap detik kehidupan.Dan Anna sudah merasakan semua itu begitu jelas, bahkan juga begitu dekat dengan kematian itu. Saat Anna kehilangan Martha yang tidak
Delapan bulan kehamilan Anna adalah delapan bulan yang paling luar biasa. Berbagai perasaan campur aduk saat ia hamil anak kembar. Ada rasa berlebihan saat ia mulai sensitif, ada rasa mual parah dan tidak nafsu makan, ada rasa pegal luar biasa sampai kesulitan bernapas karena perutnya terlalu sesak, ada rasa sakit juga saat bayinya menendang, sulit berjalan karena perutnya terlalu berat, dan semua masalah lain dalam kehamilan. Namun, di atas semua itu, ada rasa haru, ada rasa bahagia saat ia diperhatikan dan dimanjakan, ada rasa bangga pada suami dan anaknya, dan terlebih ada rasa syukur yang tidak terkira. Tuhan baik dan mengijinkan Anna melewati delapan bulan kehamilan ini tanpa halangan yang berarti. Bahkan, Anna sempat berdebar dan berpikir mungkin kehamilan ini tidak akan sama bagi orang yang pernah melakukan transplantasi hati. Namun, seolah Tuhan berkata dengan restu-Nya, semua hal buruk itu tidak akan berarti apa pun. Dan di sinilah Anna, menantikan saat melahirkan yang s
"Kembar? Ibu akan punya cucu kembar?"Retha memekik senang saat Diego memberitahunya tentang kehamilan Anna. "Benar, cucu Ibu akan bertambah dua sekaligus!" "Ya Tuhan, bagaimana ini? Ibu senang sekali! Oh, Anna, kau hamil anak kembar? Tapi kalian sudah memastikan semuanya baik-baik saja kalau Anna hamil sekarang kan?" "Tenang saja, Ibu, kami sudah memberitahu dokter yang merawat Anna dan tidak ada masalah. Kondisi Anna sendiri juga sangat stabil untuk melanjutkan kehamilan. Tentu saja kami akan melakukan kontrol rutin nantinya." "Oh, syukurlah! Selamat, Sayang! Selamat!" Retha memeluk Diego dan Anna bersamaan. Bukan hanya Retha yang bahagia luar biasa, tapi Joyce dan keluarganya langsung melonjak kegirangan saat Anna meneleponnya dan memberitahu tentang kehamilan ini. Dan yang paling bahagia tentu saja Darren yang baru diberitahu saat anak itu pulang sekolah. "Adiknya dua, Mama? Darren mau punya
Diego pulang keesokan harinya dengan rasa rindu yang luar biasa pada keluarganya. Setiap hari, Diego selalu melakukan video call dengan Anna dan Anna selalu menunjukkan dirinya yang segar, walaupun sebenarnya lemas. Namun, sejak Anna mengetahui hasil tespeknya, Anna benar-benar merasa segar. Bahkan, rasa mual yang ia alami sudah terasa tidak mengganggu lagi. "Yeay, Papa pulang!" seru Darren yang langsung naik ke gendongan Diego. "Halo, Anak Papa! Papa membawa banyak oleh-oleh untukmu!" Diego menciumi anaknya itu. "Yeay, Darren mau oleh-oleh. Mana, Papa?" "Haha, sebentar! Bik, tolong ambilkan yang tas besar itu, itu untuk Darren." Bik Nim langsung mengambilkan tas besar yang dibawa oleh Diego, isinya mainan dan baju baru untuk Darren sampai Darren memekik kegirangan. "Yeay, ada mainan robot! Yeay!" Darren pun heboh sendiri dengan mainan barunya. "Kau pulang, Diego!" sapa Retha juga. "Iya, Ibu! Aku membawakan oleh-oleh untuk Ibu juga. Di sana ada untuk Bik Nim dan untuk Anna
Beberapa waktu berlalu setelah bulan madu dan liburan yang menyenangkan, Diego dan Anna kembali pada aktivitasnya. Darren sendiri akhirnya naik kelas dan anak itu tidak jadi pindah sekolah karena Diego bertekad tetap menyekolahkan anaknya di sekolah yang terbaik. "Aku tidak apa kalau Darren harus pindah ke sekolah yang lebih ringan biayanya, Diego. Bukan karena aku tidak percaya padamu, tapi biaya sekolah Darren yang sekarang benar-benar mahal," kata Anna waktu mereka mendaftarkan Darren ke SD. "Aku paham apa yang kau pikirkan, Sayang, tapi Darren sudah nyaman di sekolah yang sekarang, semua temannya melanjutkan di sekolah yang sama, dan aku juga mau anakku sekolah di sana. Percayalah padaku, aku siap menanggung anakku dan keluarga kita. Jangan pikirkan yang lain karena aku yakin Tuhan akan selalu membuka jalannya untuk kita!" Dan benar saja, sejak Diego dan Anna menikah, rejeki yang berlimpah ruah tidak berhenti memenuhi hidup mereka, mengalir seperti mata air yang tidak pernah h
"Mama, ayo foto!" Dua minggu setelah pernikahan, Diego dan Anna pun lanjut berbulan madu. Tidak lupa mereka membawa Darren dan Bik Nim. Sebenarnya Retha sudah menawarkan diri untuk menjaga cucunya itu agar Diego dan Anna bisa menikmati bulan madu, tapi mereka tidak mau meninggalkan putranya itu. Retha sendiri sudah diajak, tapi ia menolak dan lebih memilih liburan di kampung halamannya saja. Dan di sinilah mereka, bulan madu sekaligus liburan di Bali, pulau yang begitu eksotis dan sangat cocok untuk berlibur. Diego sendiri sebenarnya ingin mengajak Anna ke luar negeri, tapi mati-matian Anna menolak. "Kita sedang merintis karir lagi, untuk apa membuang uang hanya demi liburan? Kemarin pesta nikah saja sudah menghabiskan uang!" omel Anna waktu itu. "Tapi bisnis baru kita sudah mulai jalan, Sayang! Rejeki pengantin itu tidak akan ada habisnya, jadi tidak usah dipikirkan tentang uangnya, kita bisa mencarinya lagi!" "Tetap tidak, Diego! Jangan boros! Kita harus berhemat! Liburan di
"Akhirnya pesta usai juga!" Diego dan Anna akhirnya masuk ke kamar hotel mereka malam itu setelah serangkaian pesta yang panjang. Setelah melakukann pemberkatan nikah di pagi hari dan jamuan makan, mereka kembali menjamu undangan lain di malam hari. Pesta tanpa henti dan kebahagiaan tanpa henti juga. Dan setelah semuanya berakhir, Anna merasa sangat lelah. Anna pun langsung duduk di sofa yang nyaman, sedangkan Diego langsung menghampiri istrinya itu. "Aku akan membuatmu nyaman, Sayang." Dengan cekatan, Diego berjongkok untuk membukakan kedua sepatu Anna, lalu Diego membuka jasnya sendiri, sebelum ia duduk dan mengangkat kaki Anna ke pangkuannya. Diego memijati kaki Anna dengan lembut mulai dari tungkai sampai ke telapak kakinya. "Bagaimana rasanya?" "Hmm, enak sekali." "Bagian mana lagi yang pegal, Sayang? Aku akan memijatinya. Apa punggungmu pegal?" "Hmm, punggungku juga pegal, tapi aku harus melepaskan gaun ini dulu agar lebih nyaman." "Tentu saja, Sayang!" Diego memban
Cinta habis di orang lama. Mungkin ungkapan itu adalah kalimat yang paling tepat menunjukkan apa yang Diego dan Anna rasakan. Saat kehilangan Anna, Diego tidak pernah memikirkan cinta lagi. Di hatinya hanya ada hasrat untuk balas dendam, tapi hanya ada satu nama yang menjadi benci dan cintanya, Anna. Saat Diego kehilangan Anna lagi untuk kedua kalinya, Diego seperti mayat hidup. Cintanya sudah dihabiskan pada Anna dan sisanya hanya melanjutkan hidup. Begitu juga dengan Anna. Setelah kehilangan Diego, tidak ada lagi cinta dan ia hanya hidup untuk Darren. Saat Anna harus meninggalkan Diego untuk kedua kalinya, Anna menyimpan cinta di hatinya tetap untuk satu nama, Diego. Dan sekarang Tuhan mempersatukan mereka kembali. Cinta mereka memang habis di orang lama, tapi mereka saling menemukan dan kembali bersama. Kali ini untuk selamanya. Diego dan Anna bertatapan dengan penuh cinta. Senyum dan air mata bercampur menjadi satu, pancaran kebahagiaan tidak bisa ditutupi dari wajah kedua
"Kau gagah sekali, Diego!" Retha tersenyum sambil merapikan jas yang dipakai Diego pagi itu. Setelah dua bulan mempersiapkan pernikahan, akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Hari ini Diego dan Anna akan menikah lagi. Semua orang begitu antusias menantikan hari ini, termasuk Retha, seorang ibu yang sudah melihat bagaimana anaknya jatuh bangun mencintai wanita yang sama. "Terima kasih, Ibu! Aku bahagia sekali, akhirnya aku mendapatkannya lagi," ucap Diego penuh kesungguhan. Retha mengangguk. "Kau pantas mendapatkannya, Diego. Dan kali ini, Ibu yakin kalian akan bahagia selamanya." "Amin, Ibu!" Diego berpelukan dengan Retha. Hanya dengan restu ibunya itu, Diego bisa berdiri sampai detik ini. Tidak lama kemudian, Diego pun dipanggil memasuki venue acara dan Retha mengantar anaknya itu dengan penuh kebahagiaan. Diego menyapa semua orang yang hadir di acara mereka. Tidak banyak, Diego dan Anna hanya mengundang tidak lebih dari 50 undangan, hanya teman dan klien dekat, termasuk ay