Lelaki itu sangat kuat. Tenaganya sungguh tak seimbang jika dibandingkan dengan Cassandra. Gadis itu sama sekali tak berkutik di dalam dekapannya.
Sayup terdengar dari kejauhan, suara Fritz memanggil namanya. Suara itu menggugah Cassandra untuk berteriak meminta bantuan. Namun saat ia hendak berteriak, tangan lelaki itu dengan sigap membungkamnya.Dengan tenaganya yang kuat, lelaki itu mampu menyeret Cassandra yang meronta ke balik rimbunnya semak di tepi jalanan sepi itu.Suara derik kerikil terdengar saat Fritz melangkah mendekat. Namun mulut Cassandra terkunci oleh tangan besar lelaki itu. Ia menjejak apapun yang ada di sekitarnya untuk menunjukkan keberadaannya. Tapi semuanya sia-sia.Fritz memang melihat semak itu bergerak. Tapi justru karena itu ia berlari menjauh. Kegelapan terlalu menakutkan bagi lelaki muda itu. Apapun bisa menjadi ancaman baginya.Kini tak ada lagi harapan bagi Cassandra. Menyesal pun tak akan ada gunanya. SFritz tiba-tiba saja muncul di tengah-tengah mereka. Bukan hanya rambutnya yang berantakan. Pakaiannya juga tampak kacau dan beberapa lebam terlihat di lehernya. Lelaki muda itu segera menutup pintu kamarnya dengan wajah gelisah ketakutan. Namun sesaat kemudian, ia baru menyadari kehadiran Marco di dalam kamar itu. “Hei! Kenapa dia ada di sini?” protesnya dengan kesal. Baru saja ia merasa mimpinya menjadi kenyataan, tiba-tiba saja lelaki itu seolah memaksanya untuk bangun. Ia merasa kehadiran Marco hanya seperti wasit di antara sepasang kekasih. Dan itu terasa sungguh menyebalkan.“Om Marco nyusul kemari karena perintah papa,” sahut Cassandra datar. “Sekarang katakan padaku, kamu kenapa? Apa terjadi sesuatu?” “Eh … itu. Tadi sewaktu aku mencarimu, tau-tau ada perempuan gila yang menyerangku. Dia tiba-tiba mendekapku dan menciumiku,” omel lelaki muda itu. “Dia melecehkan aku.” Cassandra mengerutkan keningnya. Ia cukup merindi
Marco memeluknya dan terus memagut bibir gadisnya dengan penuh hasrat. Ia melepaskan semua kerinduan yang membuncah di dadanya. Menekan perasaan cintanya, terasa begitu menyiksa bagi lelaki itu. Sesaat Cassandra teralihkan. Ia merasakan gelenyar perasaan yang berbeda. Perasaan yang ingin dinikmatinya lebih lama. Ia balas memagut sementara kedua tangannya melingkar di leher Marco. Dirasakannya tangan besar itu menggerayangi tubuhnya. “Non Sandra!” Tiba-tiba suara Bik Sum terdengar dari dalam rumah. “Non, dimana?”Marco menarik tubuh gadis itu masuk ke dalam air, sengaja untuk menghindar dari pandangan Bik Sum. Apa jadinya jika wanita itu mengetahui hubungan aneh di antara keduanya.“Non Sandra dimana sih?” Bik Sum mengedarkan pandangannya ke sekeliling halaman samping. Tidak ada tanda-tanda nona majikannya berada di sana. Ia menggaruk kepalanya dan berbalik ke dalam rumah. “Apa masih di
Cassandra mendorong Marco. Ia tak ingin Marco menginjak harga dirinya lagi hanya karena rasa cintanya. Ia tak ingin dimanfaatkan lagi. Betapa jahat dan egoisnya Marco karena selama ini mempermainkan perasaannya. Dan betapa bodohnya dirinya, karena telah memberikan segalanya pada lelaki bunglon seperti Marco.“Aku benar-benar bodoh, kan? Aku sudah kasih raga aku sepenuhnya sama Om. Sama laki-laki yang sebenarnya nggak cinta sama aku,” isaknya. “Dan apa yang aku dapat? Bukan cinta, bukan bahagia. Tapi sebuah penderitaan.”Marco menatapnya dengan frustasi tanpa bisa berkata apa-apa. “Aku rasa Om benar,” ucap Cassandra. “Kita harus hentikan semua ini. Sebaiknya kita tidak usah ketemu lagi.” Gadis itu membuka pintu mobil dan membantingnya dengan keras. Marco masih tercengang saat melihat punggung gadis itu semakin menjauh. Dia benar-benar sudah pergi.Setelah cukup lama sibuk dengan pikirannya, Marco tersentak. Bagaimana mungkin ia membiarkan keponakannya keluyuran dengan pakaian seper
“Menikah?” Irfan membelalakkan matanya. Berita yang disampaikan oleh adiknya itu sungguh membuatnya terkejut. “Jadi kalian mau melangsungkan pernikahan di saat Cassandra hilang entah kemana? Kamu mau berbahagia di tengah bencana yang melanda keluarga kita?” Marco mengeraskan rahangnya. Ia tahu dengan pasti bahwa semua ini adalah kesalahannya. Bagaimanapun Cassandra hilang saat bersamanya dan adalah tanggung jawabnya untuk membawanya kembali pulang. “Apa kamu sudah kehilangan kewarasan? Dimana otakmu? Apa wanita itu sudah membuatmu kehilangan akal sehat hingga kamu mau menikahinya di saat situasi sedang sekacau ini?” omel Irfan. “Aku ingin tahu, apa kamu masih bisa tertawa di pesta pernikahanmu jika putriku diketemukan sudah dalam keadaan mati!” Wajah Irfan memerah saking marahnya. “Gila! Tidak akan ada pernikahan sebelum putriku ditemukan!”Raut wajah Bik Sum memucat. Bahkan ketika Irfan membanting kain serbetnya ke atas kursi dan pergi meninggalkan mereka berdua. Ruang makan kelu
Mendengar nama itu disebut, sungguh membuat Zissy kesal. Perasaannya jadi tak karuan. Namun ia tak ingin mengacau di kesempatan seperti ini. Ia menahan perasaannya, namun ia tubuhnya tak dapat berbohong. Hasratnya tiba-tiba saja lenyap. Ia sadar bahwa tidak ada ruang bagi dirinya dalam hati lelaki itu. Walaupun raganya bisa dimilikinya, namun tidak dengan hatinya. Ia hanya mendapatkan cangkang tanpa jiwa. Marco menghujamkan batangnya yang mengeras ke bagian intim wanita itu. Cairan hangat meleleh dari sudut mata wanitanya. Zissy merasakan sakit, bukan hanya di bagian intimnya, tetapi juga di dalam hatinya. Ia merasa semua perjuangannya sia-sia, namun tak ingin melepaskan lelaki yang disukainya itu. Marco tetap memejamkan matanya, sengaja membiarkan fantasi liarnya terpuaskan. Ia terus mengayunkan pinggangnya dengan ritme yang sama, sengaja melepaskan hasrat yang terpendam cukup lama. Namun suara rintihan Zissy membuyarkan fantasinya. “Menjauhlah, jika ada perempuan lain di dekat
“Bapak tidak punya kuasa untuk ikut campur dalam hal ini,” ucap lelaki tua itu. “Mungkin justru teman-teman mereka yang lebih paham tentang hubungan mereka.” Sekali lagi Marco hanya menganggukkan kepalanya. Ia tak tahu lagi bagaimana lagi untuk mencari tahu kebenaran yang terjadi dua puluh tahun silam. Semua fakta benar-benar tertutup rapat. Bahkan ingatannya tentang semua hal yang menyangkut Irfan, sama sekali tak berguna. Ia terlalu acuh pada kakaknya saat itu. Ia terlalu sibuk dengan urusannya sendiri dan mengabaikan semua urusan orang dewasa yang sama sekali tak dipahaminya saat itu. “Mungkin Bapak bisa memberikan beberapa alamat teman seangkatan Kak Irfan? Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan pada mereka.” Marco masih menyimpan sebuah harapan bahwa semua data lama sekolah ini masih lengkap dan tertata rapi.“Ada … ada! Sebentar saya ambilkan,” sahut lelaki tua itu sembari berdiri dari kursinya.Namun harapan itu langsung sirna saat Pak Munir membawa sebuah buku tulis ber
Cassandra tersenyum lebar. Dengan langkah yang mantap, ia memasuki Riverside Garden Apartemen, yang merupakan rumah baru baginya saat ini. Gadis itu menautkan tangannya di lengan Marco, seolah tak ingin lagi terpisah dari pamannya itu. Ruang apartemen dengan gaya minimalis itu, masih terlihat sama seperti saat ditinggalkannya dulu. Masih tetap rapi, seolah tak ada seorangpun yang tinggal di tempat senyaman ini. Cassandra menatap sekelilingnya dan mata itu masih sama, tetap terpaku melihat keindahan pemandangan di balik jendela besar kamar itu. Tiba-tiba terdengar suara lirih terdengar.Marco mengerutkan keningnya. “Kamu … lapar, ya?” Gadis itu menganggukkan kepalanya. “Aku belum makan dari pagi tadi.” “Sudah … sudah.” Marco mendorong tubuh mungil keponakannya masuk ke dalam kamar. “Kamu mandi dulu. Sementara pakai saja apapun yang ada di dalam sana.”Cassandra mencengkram daun pintu, menahan dirinya untuk masuk ke dalam satu-satunya kamar tidur di tempat itu. “Lalu Om mau kemana?
Zissy menatap gadis dihadapannya tanpa berkedip. Ia sama sekali tak menduga akan bertemu dengan salah satu siswanya di apartemen calon suaminya. Ia sangat terkejut, apalagi saat ia melihat gadis itu memakai kemeja pria yang bisa ditebak dengan mudah siapa pemiliknya. Zissy merasakan sakit di dadanya. Ia merasa Marco telah mengkhianatinya. Marco telah mempermainkan perasaannya. Bukankah dia sudah berjanji untuk menikahinya. Cassandra tidak kalah terkejutnya. Ia tak mengira jika dosennya itu bakal berkunjung ke apartemen pamannya. Walau ia tahu itu bukan yang pertama kalinya, tapi ia tidak menduga bahwa ia akan muncul kali ini.“Kenapa kamu ada di sini? Dan … baju itu, kenapa kamu pakai bajunya?” teriak Zissy penuh amarah. “Apa yang sudah kalian berdua lakukan?” Mendengar keributan itu, Marco pun keluar dari kamarnya. Lelaki itu masih menggunakan kimononya dengan satu tangan memegang handuk untuk mengeringkan rambutnya. “Zissy? Kenapa kamu kemari?” tanya Marco yang juga terkejut. La
Sepasang insan itu menikmati kebersamaan mereka. Tak ada lagi kecemasan dalam pikiran mereka. Semua keraguan dan kecemasan yang beberapa hari terakhir dirasakannya, menghilang dalam sekejap. Keduanya seakan berlomba untuk saling memuaskan satu sama lain dalam degup irama jantung yang sama kencangnya.“Om,” desah suara itu memanggil kekasihnya. Marco menghentikan hentakannya. Ia menatap wajah lelah istrinya yang telah dipacunya beberapa menit berlalu. Dikecupnya bibir merahnya dengan senyuman mengembang. “Sampai kapan kamu akan memanggilku seperti itu?” godanya. “Apa kamu ingin semua orang menganggapmu sugarbaby ku?” Cassandra menarik sudut bibirnya, memberikan seulas senyuman manjanya. “Suamiku. Atau sayangku. Mana yang lebih baik menurutmu?” Marco memautkan jari jemari ke tangan istrinya. Sepasang matanya seakan tersenyum lembut bersama dengan bibirnya.“Keduanya terdengar sexy, asal keluar dari bibirmu,” bisiknya. Lelaki itu kembali mencumbu istrinya, menyerangnya dengan gelit
Marco terkesiap saat melihat Cassandra di depan pintu. Ia tidak menduga Cassandra harus terlibat dalam masalah ini. Seharusnya semua rencananya berhasil, jika saja Dave tidak dengan sengaja membawa istrinya ke tempat itu. Ia bahkan dapat melihat senyum lelaki itu saat mengikuti langkah Cassandra masuk ke dalam kamarnya. Namun Marco tidak ingin semua rencananya berantakan. Ia segera menutup pintu sesaat setelah Dave masuk. Dan pertunjukan utama pun dimulai. Cassandra melihat seorang gadis, kedua tangannya terikat menjadi satu dan Rexy sedang berdiri tepat di hadapannya. “Om Rexy? Dan kamu … bukankah kamu Shereen? Apa yang kalian bertiga lakukan di kamar ini?” Tentu saja Cassandra kebingungan melihat keberadaan mereka di tempat itu. Semua pikiran buruk tentang perselingkuhan suaminya, langsung dimentahkan karena kehadiran Rexy. “Tidak, bukan seperti itu pertanyaannya, Sandra,” sahut Rexy. “Seharusnya kamu minta Dave menjelaskan semuanya. Bagaimana ia tahu Marco ada di hotel ini
“Ngapain kamu bawa aku kemari?” Cassandra menatap curiga lelaki di sampingnya. Ia mulai gelisah. Perasaannya makin tak tenang saat lelaki itu memutar kemudinya memasuki lobi hotel berbintang empat itu. “Seperti yang aku katakan. Aku punya janji minum dengan Indra, interior desainer yang aku ceritakan tadi,” sahut Dave dengan tenangnya. Cassandra menatap lelaki itu dengan sudut matanya. Ia terus memperhatikan gerak-gerik lelaki yang dikenal dengan sifat buruknya – pemain wanita.Dave tersenyum tipis saat mengetahui Cassandra menatapnya penuh kecurigaan. “Apa?” tanyanya sembari tertawa terkekeh. “Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kamu mulai menyadari bahwa teman kamu yang satu ini terlihat tampan?” Cassandra mengalihkan perhatiannya. “Iya, sebenarnya kamu cukup tampan. Tapi –” “Tapi? Tapi apa?”“Kenapa kamu sampai sekarang belum juga menikah?” ungkap Cassandra karena tak tahan lagi dengan sikap lelaki itu. Lelaki itu tersenyum lebar. “Karena aku sedang menunggu seseorang. Se
“Aku akan segera pulang setelah melakukan survey lokasi.” Marco mengatakan dengan jelas alasan kepergiannya kepada istrinya. “Hanya satu malam, Sayang.” “Tapi ….” Cassandra mendecak kesal. “Aku benci tidur sendirian, Om.”“Aku janji, seandainya nanti semuanya selesai tidak terlalu larut, aku akan langsung kembali,” sahut Marco. Cassandra mengerucutkan bibirnya. Seandainya saja Marco mengajaknya, ia pasti mau ikut bersamanya. Tapi ia malu untuk terlihat posesif terhadap suaminya. “Baiklah. Kabari aku setelah kamu sampai di tujuan,” pinta Cassandra. Marco menganggukkan kepalanya, tanda menyetujui permintaan istrinya. “Tentu saja,” ucapnya. Ditatapnya wajah manis perempuan yang ada di dalam pelukannya. Rasa hangat pelukan Marco, membuat perasaan gelisah di hati Cassandra memudar. Hatinya seharian ini memang merasa tak tenang, seperti merasakan sebuah firasat buruk tentang suaminya. Namun ia tak bisa menemukan sesuatu yang tak seharusnya. Bahkan dia percaya suaminya tak akan pernah
Shereen mengunci pintu ruang kerja Marco. Dengan liar kedua tangannya mengunci ciumannya dari belakang tengkuk Marco. Perempuan itu memeluk Marco dan melumat bibir lelaki itu dengan penuh hasrat.“Hentikan Shereen,” lirih lelaki itu. Marco meraih pinggang ramping gadis itu dan menyentakkannya agar ia melepaskan pelukannya.Tak bisa disangkal, sebagai seorang pria normal tentu saja penampilan dan sentuhan sensual gadis itu membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Marco seakan dibawa ke sebuah petualangan baru yang tak pernah dirasakannya sebelumnya. “Bukankah ini menyenangkan?” bujuk gadis itu. “Hentikan semua omong kosong ini. Aku sudah punya–”“Istri? Aku tidak menyuruhmu menikahiku,” sambung Shereen yang tak mau mendengar sebuah penolakan. “Aku cuma ingin seseorang ada di sisiku ketika aku kesepian. Ada seseorang yang peduli padaku saat aku kesakitan.”“Keluarlah.” Marco menyingkirkan sepasang tangan yang masih enggan lepas dari lehernya itu. “Keluarlah sebelum aku memanggil sek
Cassandra berjalan selangkah demi selangkah mendekati Marco. Sepasang matanya menatap laki-laki itu dengan tatapan dinginnya. Tatapan dingin yang membuat jantung Marco seakan hampir berhenti berdetak. “Mati aku! Apa dia tahu sesuatu? Sepertinya Shereen tidak main-main dengan ancamannya.”Dengan kedua tangannya, Cassandra mendorong tubuh Marco, hingga membuat tubuh lelaki yang tidak siap menghadapinya itu limbung dan jatuh terjengkang. Marco menelan kasar salivanya. Panik! Itu yang saat ini dirasakannya. Apalagi saat melihat Cassandra yang seakan tak mau melepaskannya. Namun tiba-tiba ia merasakan sentuhan lembut di bagian tengah tubuhnya. Bagian yang masih berdiri menantang itu, kini berada dalam genggaman tangan Cassandra. Sentuhannya bahkan membuat jagoan Marco itu semakin mengeras. “Tadi … kamu kenapa?” tanya Marco ragu, “apa ada yang salah?”Cassandra menggelengkan kepalanya. “Aku cuma nggak nyaman aja, ruangannya terlalu sempit dan … keras.” Marco menghela napas lega. Ia ta
Aroma jasmin menguar di ruangan yang terasa hangat itu. Suara air yang mengalir memenuhi bak mandi, menyamarkan debaran jantung keduanya. Marco dapat merasakan betapa lembut dan lembabnya kulit kekasihnya, saat tangannya menyentuh tubuhnya. Ia dapat merasakan hasratnya yang membara saat tubuh mereka bersentuhan. Marco menangkup sepasang tangannya di dada kekasihnya, merasakan sensasi kenyal yang mempermainkan hasratnya. Lelaki itu mendaratkan kecupannya di leher jenjang istrinya, merasakan denyutan nadi yang seolah menjerit saat disentuhnya. Suara desah lolos dari bibir Cassandra. Dengan pasrah, ia menyandarkan kepalanya ke dada suaminya dan memberikan keleluasaan baginya untuk menikmati tubuhnya. Ia sungguh menikmati permainan tangan suaminya dan sentuhan basah di lehernya menciptakan percikan-percikan yang membangkitkan hasratnya. Lelaki itu memutar tubuh kekasihnya. Ditatapnya wajah cantik yang tak pernah bosan dilihatnya itu. “Aku mencintaimu Sandra, cuma kamu. Biar apapun ya
Marco mengerjapkan matanya. Ia benar-benar terkejut ketika menyadari dirinya berada di tempat yang sama sekali asing baginya. Ia mencoba mengingat kejadian terakhir yang tersimpan di memorinya. Suara gemericik air, menyadarkan dirinya bahwa ia tidak sendirian. Lelaki itu semakin terkejut ketika melihat beberapa foto yang terpampang di dinding ruangan itu. “Om sudah sadar rupanya.” Suara itu terdengar seiring dengan pintu kamar mandi yang terbuka. “Sher!” Marco menyadari bahwa dirinya berada di dalam apartemen Shereen, seorang model terpilih perusahaannya. Ia masih ingat bagaimana gadis itu menelponnya dengan ketakutan. Gadis itu tersenyum lebar. “Aku tahu Om akan datang. Aku tahu, Om akan meninggalkan istri Om buat aku,” ucapnya dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. “Persis seperti yang Dave katakan.”“Dan yang lebih penting, alam seakan mendukung niatku. Om pingsan tepat di depan pintu apartemenku.”Marco segera bangkit dari sofa, tempatnya terbaring tadi. Ia menatap gadi
Shereen mengulurkan tangannya. Mendengar tawaran yang menguntungkan seperti ini, tentu saja tidak mungkin disia-siakan olehnya. Bukan karena ia tidak menginginkan kompensasi pembatalan kontrak bernilai ratusan juta itu, tapi ia sadar jika ia membatalkan sebuah kontrak bernilai besar seperti ini akan membuat namanya juga menjadi buruk. Tidak akan ada lagi orang yang berani menawarkan kontrak apapun kepadanya. Selain itu, firasat Shereen mengatakan bahwa Marco akan menuruti apapun keinginannya. Marco sudah berada di dalam genggaman tangannya. “Om yakin?” tanya gadis itu. “Om akan melindungi aku, menjaga aku dalam setiap kegiatan yang akan aku lakukan?” Marco menganggukkan kepala menyetujui ucapan Shereen, walau ia tahu itu tidak mungkin dilakukannya. Pekerjaannya cukup banyak, dan waktu sepanjang dua puluh empat jam bahkan tidak akan cukup jika harus ditambah dengan tugas sebagai seorang bodyguard. Tapi ia tetap menganggukkan kepalanya, yang terpenting gadis di hadapannya tidak mem