"I-iya mas," jawab Renata dengan terbata.Bibirnya memucat, dia sungguh bingung harus bagaimana harapannya kini hanya Dion, kalau sampai Dion tidak membaca pesannya habis sudah, semua akan terbongkar malam ini.Dengan rasa yang berkecamuk di dalam dadanya Renata naik ke atas motor. "Jangan lupa pegangan ya sayang," kata Andika.Tak ingin membuat istrinya menunggu lama, Andika segera menyalakan mesin motornya namun saat akan berangkat Andika malah mematikan mesin motornya."Kok dimatikan mas?" tanya Renata."Alamat serta nama tempat kerja kamu apa dan dimana? aku kan tidak tau kamu kerja dimana." Andika menjawab pertanyaan Renata dengan pertanyaan balik.DegWajah Renata memucat, dia semakin gugup sehingga tubuhnya bergetar hebat. Dia benar-benar takut jika Andika tahu kalau pekerjaan sampingannya sebagai teman ranjang atasannya sendiri."Itu lo mas cafe yang di sana," ucap Renata dengan menunjuk arah kanan."Namanya cafe apa sayang?" tanya Andika lagi.Renata yang bingung tanpa sadar
Renata menatap Dion dengan tatapan sayu, dirinya sangat tersentuh dengan apa yang Dion ucapakan namun tidak semudah itu menggantikan Andika, bagi Renata Andika adalah segalanya meski kini ada Dion juga di dalam hatinya."Untuk saat ini aku masih belum siap mas, aku tidak mau menyakiti hatinya dan juga menyakiti Vera istri kamu," ucap Renata."Aku tidak ingin merusak pernikahan kamu mas," sambung Renata.Dion menangkupkan kedua tangannya di wajah kekasihnya, dia mencoba meyakinkan Renata jika Vera perlahan menghilang dari hatinya."Aku mencintai kamu sayang kalau pun aku harus berpisah dengan Vera itu tidak masalah bagiku. Cintaku untuknya telah mati, itu semua juga karena dirinya sendiri," ungkap Dion."Aku lelaki biasa yang butuh cinta, coba kamu bayangkan seharian aku sibuk dengan pekerjaan tentu saat pulang aku ingin bercanda, bercerita dengan pasanganku namun semua itu tidak aku dapat dari Vera," sambungnya.Raut wajah Dion berubah menjadi mendung, selama tiga tahun dirinya sangat
Renata menggelengkan kepala, dirinya kini sungguh dilema hingga lagi-lagi dia memilih untuk diam.Dengan wajah yang berderai air mata, Renata menangkupkan tangannya di wajah Andika."Mas percayalah apapun yang aku lakukan itu demi kamu, aku sangat mencintai kamu dengan sepenuh hatiku," bujuk Renata.Andika yang tau tau harus bagaimana hanya diam dengan tatapan nanar, dia tak tau harus mempercayai kata hatinya atau ucapan sang istri."Aku sangat mencintai kamu mas," kata Renata mencoba meyakinkan Andika yang hanya diam saja."Meski kini ada pak Dion di dalam hatiku juga," sambung Renata dalam hati.Renata terisak di depan Andika, dia benar-benar tak sanggup jika kehilangan Andika meski apa yang dilakukannya dengan Dion juga tidak bisa dimaafkan.Iba melihat sang istri, Andika memeluk Renata dengan erat, andaikan dirinya tidak mengindap sakit kanker mungkin dirinya yang bekerja untuk mencari nafkah bukan sebaliknya dan tentunya dia tidak akan diusik oleh kecurigaan seperti ini."Aku jug
Sepanjang perjalanan keluar kota, Renata hanya diam menatap luar jendela sembari melihat titik titik air hujan yang menempel di kaca mobil.Kenangan indah dengan sang suami menyeruak masuk ke dalam pikirannya, dirinya sungguh tak sanggup jika Andika tau semua lalu pergi meninggalkannya.Tak terasa air matanya merembes keluar, Dion yang tak sengaja melihat Renata menangis segera menepikan mobilnya."Kamu kenapa menangis sayang?" tanya Dion dengan panik.Renata segera menghapus air matanya kemudian menatap Dion dengan tatapan sendunya."Tidak apa-apa mas," jawab Renata."Yakin tidak apa-apa?" Dion meyakinkan Renata.Renata mengelus lengan Dion mencoba menyakinkan kalau dirinya tidak kenapa-kenapa."Ayo jalankan mobilnya kembali," ucap Renata dengan tersenyum.Dion kembali melajukan mobilnya dan beberapa waktu kemudian mereka telah tiba di kota tujuan mereka. Dion dan Renata mampir di sebuah mall di kota tersebut untuk makan dan istirahat sebentar."Ayo ikut aku."Dion menarik Renata mas
Vera memutuskan untuk menunda keberangkatannya, dirinya sungguh tidak tenang karena Dion pergi keluar kota bersama Renata."Kenapa kamu bohong mas, katanya mau mengantarkan aku tapi kenapa malah keluar kota bersama dengan Renata."Air mata Vera merembes keluar, dirinya tidak sanggup jika Dion memiliki hubungan dengan Renata, meskipun Vera lebih mementingkan karirnya namun dia sangat mencintai Dion.Dengan deraian air mata Vera berdiri di balkon kamarnya, pikirannya sudah melayang kemana-mana memikirkan hal yang tidak-tidak.Tepat pukul delapan malam mobil Dion memasuki halaman rumahnya. Lelah habis melakukan perjalanan jauh membuatnya memarkir mobil sembarang.BrakDion menutup mobilnya dengan keras kemudian dirinya masuk ke dalam dan memerintahkan supir agar memarkirkan mobilnya ke garasi.Setelahnya Dion pergi ke kamar karena dirinya sangat lelah dan gerah karena habis dari luar kota.Saat masuk ke dalam kamarnya, Dion sangat kaget karena mendapati Vera ada di dalam."Sayang kamu ti
Semalaman Andika tidak bisa tidur, hatinya sangat sakit meski belum menemukan bukti yang pasti namun keyakinan kalau sang istri selingkuh 99.99 persen yang mana kurang 0.1 lagi menjadi 100 persen.Andika melihat wajah lelah Renata, dia sungguh tak tau harus bagaimana lagi, cinta yang begitu dalam pada Renata membuat Andika perih, hatinya bak ditusuk-tusuk belati."Ya Tuhan kenapa engkau menyembuhkan aku jika engkau memberi aku sakit yang lain," batin Andika.Mata Andika membasah, dirinya sungguh tak sanggup jika hal ini harus terjadi."Kenapa sayang, kenapa kamu tega." Andika terus saja bermonolog dengan dirinya sendiri.Pagi datang dengan cepat, Renata perlahan membuka matanya dia melihat sampingnya berharap Andika yang dilihatnya namun yang ada hanya bantal tak bertuan.Dengan malas Renata beranjak lalu turun guna mencari keberadaan sang suami."Mas Dika.... Mas." Renata berteriak memanggil suaminya."Iya sayang,"Andika yang berada di dapur berteriak juga untuk menjawab panggilan d
"A....Aku beli cincin itu untuk....""Untuk Renata." Vera melanjutkan ucapan Dion.Dion dan Vera nampak saling memandang, hatinya yang sakit membuat mata Vera membasah sedangkan Dion yang sudah ketahuan hanya diam dengan tatapan bingungnya."Kalian punya hubungan kan?" tanya Vera lalu membuang tatapannya."Iya," jawab Dion.Dunia Vera terasa runtuh mendengar pengakuan Dion, hatinya perih dan sakit hingga tubuhnya goyah dan hampir saja jatuh untung Dion segera menangkap tubuh Vera."Tega kamu mas," kata Vera yang mencoba melepas tangan Dion."Aku bisa apa, sekuat-kuatnya aku bertahan kembali lagi aku ini pria yang butuh belaian, butuh perhatian dan butuh pelepasan tapi kamu tidak sadar akan hal itu," sahut Dion.Vera terisak mendengar ucapan Dion, dia tahu dan sadar akan hal itu namun bukannya Dion sendiri yang mau menerima hal itu sebelum mereka menikah dulu?"Tapi bukannya kamu setuju akan permintaan aku dulu mas lalu kenapa sekarang kamu berselingkuh?" tanya Vera."Awalnya aku hanya
Renata hanya diam mematung menatap Andika, air matanya kini merembes keluar melihat Andika yang sudah tau semuanya."Ayo pulang, kita bicara di rumah," kata Andika dengan menangis dalam senyuman.Senyuman yang Andika ukirkan menunjukkan betapa sakit hatinya namun dia mencoba menahan amarahnya supaya tidak menyakiti Renata."Mas kamu ngapain di sini?" tanya Renata dengan air mata yang terus mengalir."Jemput kamu," jawab Andika."Oh ya kamu sudah ijin apa belum?" tanya Andika.Renata hanya diam tak berkata apa-apa sedangkan Andika tiba-tiba tertawa sambil terisak. Dirinya membalikan badan dan menyembunyikan tangisnya di dinding."Pasti belum, karena Dion sekarang masih tidur pulas, lelah setelah gulat semalam," Andika menjawab sendiri pertanyaannya.Hati Renata sangat perih mendengar ucapan Andika, andaikan dia yang berada di posisi Andika pasti dia tidak akan terima.Andika yang tidak kuat lagi memutuskan jalan terlebih dahulu meninggalkan Renata yang masih berdiri di tempatnya."Mas
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes