Sepulang kerja Renata langsung datang ke rumah sakit namun sebelumya Renata membeli roti, susu serta buah untuk Andika.
"Halo mas," senyuman terukir di bibir Renata karena hari ini dirinya bisa bebas dari Dion sejenak.
"Halo sayang," balas Andika.
Renata meletakkan makanan yang dibawa di atas nakas lalu dirinya mendekati sang suami yang duduk di atas bed sambil bersandar di kepala bed.
"Gimana mas keadaan kamu hari ini?" tanya Renata.
"Aku baik sayang, sangat baik malah," jawab Andika dengan tersenyum.
"Syukurlah mas, Dokter bilang apa?" tanya Renata lagi.
"Dokter bilang kalau sel kanker dalam tubuhku sudah hilang sehingga besok pagi aku sudah boleh pulang," jawab Andika.
Renata yang sangat senang langsung memeluk Andika, dia bersyukur karena Tuhan menyembuhkan sang suami. Itu artinya pengorbanannya tidak sia-sia meski kini dirinya malah terjerat birahi Dion atasannya.
"Terima kasih Tuhan," gumam Renata.
Di sisi lain Renata sangat bahagia karena Andika telah sembuh namun di sisi lain dia takut kalau Andika bertanya lebih akan pekerjaannya, dimana dia bekerja dan lain-lain.
"Hey malah melamun." Andika membuyarkan lamunan Renata.
"Hehe nggak kok, aku tuh senang aja kamu udah sembuh mas," sahut Renata dengan tersenyum.
"Iya sayang dan setelah ini kehidupan kita akan normal kembali," tukas Andika.
Andika dan Renata mengobrol asik, mereka bak sepasang kekasih yang lama memendam rindu yang menggebu di dada.
Tak terasa malam sudah larut, Renata yang belum membersihkan diri segera membersihkan diri. Dia memakai daster seperti kalau di rumah.
"Yuk kita istirahat mas tapi sebelumnya minum obat dulu," kata Renata.
"Iya sayang," sahut Andika.
Rindu yang mendalam pada sang istri membuat Andika meminta sang istri untuk tidur satu bed dengannya, sudah lama mereka tidak tidur bersama meski nanti harus tidur dengan miring karena sempitnya bed pasien di rumah sakit.
"Dengar, mulai besok aku tidak akan membiarkan kamu tidur sendiri lagi," kata Andika yang seketika langsung membuat Renata tersenyum ketir.
"Iya mas, tapi aku harus bekerja," sahut Renata.
Wajah Andika yang ceria kini berubah jadi murung, dia lupa kalau Renata harus bekerja setiap malam.
"Ah iya, padahal aku ingin kehidupan kita seperti dulu lagi sayang, semenjak aku sakit aku jarang memberikan nafkah batin padamu bahkan nafkah lahir pun aku berhenti memberinya," tukas Andika dengan mata yang basah.
Dada Renata terasa sesak mendengar ucapan Andika, apa mungkin semua bisa seperti dulu lagi? dirinya telah berhianat membagi tubuhnya dengan pria lain. Rasa bersalah pasti akan menyelimutinya entah sampai kapan.
"Semua akan normal mas, aku bekerja malam sebulan ini saja setelahnya setiap malam aku akan di rumah," sahut Renata.
Andika mengangguk senang, dia tidak tega melihat istrinya kerja siang dan malam mencari uang untuk dirinya.
"Aku juga akan bekerja kembali sayang, tidak akan aku biarkan kamu kerja sendiri, bila perlu kamu juga resign dari kantor," pungkas Andika.
Renata mengangguk, mereka berdua tidur saling peluk di satu bed yang kecil dan sempit.
Di sisi lain Dion dan Jerry mengobrol terkait meeting di luar kota yang sengaja Dion undur. Dion mengundur meeting karena Renata tidak bisa ikut dengannya.
"Apa karena Renata, anda mengundur meeting penting tadi pak Dion?" tanya Jerry.
"Iya, udara di sana sangat dingin nggak enak kalau nggak ada yang menemani tidur," jawab Dion yang membuat Jerry menggelengkan kepala.
Jerry sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran Dion, apa jangan-jangan Dion baper dengan hubungan terlarangnya dengan Renata?
"Apa anda memiliki perasaan dengan Renata pak?" tanya Jerry.
Dion nampak gugup, apa memang benar dirinya baper dengan kebersamaan mereka?
"Enggaklah, aku telah membantunya jadi wajar kalau dia melayani aku," jawab Dion mengelak.
Jerry hanya tersenyum tipis, dia ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya kalaupun memang ada rasa jika Dion tidak bisa mengendalikannya maka akan ada perang besar dalam rumah tangga Dion maupun Renata.
"Syukurlah kalau tidak ada perasaan pak," sahut Jerry.
Pagi hari datang sangat cepat perasaan baru satu jam memejamkan mata alarm di ponsel Renata sudah berbunyi.
Andika yang bangun terlebih dahulu memandangi wajah cantik istrinya yang masih memejamkan mata.
"Aku sangat rindu saat-saat seperti ini bangun tidur dan melihatmu," gumam Andika.
Andika menyibak rambut panjang Renata lalu dia berkali-kali mencium kening sang istri dan akibat ulahnya Renata terbangun.
"Mas, udah bangun?" tanyanya sambil menguap.
"Iya sayang, baru saja," jawab Andika.
"Oh ya aku pulang bareng sama kamu saja ya," imbuh Andika.
"Tapi aku kan jam tujuh harus berangkat atau gini saja aku minta ijin sama bos aku dulu baru setelah itu aku kembali ke sini dan mengantar kamu pulang." Renata melakukan penawaran.
"Iya sayang," sahut Andika.
"Biar Dokter periksa kamu dulu mas," timpal Renata.
Andika mengangguk.
Pukul setengah delapan Renata berangkat ke kantor, dia sangat senang karena Andika sudah diperbolehkan untuk pulang.
Setibanya di kantor Renata segera mengerjakan pekerjaannya dan saat bersamaan datanglah Mira teman baik Renata di kantor.
"Rajin sekali," kata Mira yang mengagetkan Renata.
"Eh Mira, iya nih aku mau ijin soalnya. Suami aku sudah dibolehkan pulang," sahut Renata.
"Sudah sembuh ya Ren?" tanya Mira.
"Sudah," jawab Renata.
Mira ikut senang, Mira adalah satu-satunya teman Renata di kantor entah mengapa yang lainnya enggan untuk berteman dengan Renata apalagi Renata beberapa kali dipanggil bos malah membuat mereka semakin iri.
Pukul sembilan Renata pergi ke ruangan Dion, dia ingin meminta ijin untuk pulang sebentar.
Tok
tok
tok
Renata mengetuk pintu dan tanpa melihat siapa yang mengetuk pintu Dion mempersilahkan masuk.
Perlahan Renata masuk, dia berdiri di seberang Dion.
"Pak Dion," panggil Renata.
Dion menghentikan aktivitasnya lalu menoleh, melihat Renata yang sudah berdiri di hadapannya membuat Dion senang.
"Iya, ada apa?" tanyanya.
"Saya mau ijin pulang pak, nanti secepatnya saya kembali lagi," jawab Renata.
Dion mengerutkan alisnya, untuk apa Renata ijin pulang? kalau pun mau ijin seharusnya bukan langsung ke Dion.
"Kamu sudah ijin atasan kamu?" tanya Dion.
"Nggak akan diijinkan pak, oleh sebab itu saya ijin pak Dion langsung," jawab Renata.
Dion tersenyum sembari menatap Renata dengan lekat.
"Kalau aku juga tidak mengijinkan bagaimana?" tanya Dion yang membuat Renata menatapnya.
"Pak saya mohon pak," pinta Renata.
Dion malah tertawa dan lagi-lagi Renata dibuat bingung.
"Aku hanya bercanda, pulanglah." Dion memberi ijin pada Renata untuk mengurusi suaminya.
"Tapi ingat, jatahku hari ini. Nanti sore ikut denganku keluar kota mungkin besok siang baru kembali," sambung Dion.
"Baik pak. Ya sudah saya pamit dulu," sahut Renata.
Baru berapa langkah Dion memanggil Renata.
"Renata," panggil Dion.
Renata menghentikan langkahnya lalu membalikan badan.
"Ada apa lagi pak?" tanya Renata.
"Kemari sebentar," jawab Dion.
Renata kembali berdiri di hadapan Dion sedangkan Dion menepuk pahanya mengkode Renata untuk duduk di pangkuannya.
Renata membolakan mata tentu dirinya enggan untuk mengikuti kemauan Dion mengingat ini adalah kantor.
"Pak ini kantor saya mohon jangan aneh-aneh, saya nggak mau ada rumor buruk tentang kita," tolak Renata.
"Opsi kamu hanya mengikuti kemauan aku Renata, nggak boleh menolak," kata Dion.
Mau nggak mau Renata mengikuti kemauan Dion dia segera duduk di pangkuan bosnya tersebut.
"Entah kenapa aku selalu ingin mencium aroma tubuh wanita ini," batin Dion sambil mendengus jenjang leher Renata.
"Pak sudah pak, ini kantor pak kalau ada yang masuk bagaiamana." Renata mencoba menghentikan bosnya.
Dion pun akhirnya melepas Renata, tak ingin Dion menginginkan hal lebih Renata memutuskan untuk segera keluar dari ruangan Dion.
Selepas kepergian Renata Dion mengusap rambutnya dengan kasar.
"Renata, beraninya kamu membuatku kecanduan! Aku tidak akan tinggal diam, akan kubuat kamu juga merasakan hal yang sama!"
Halo Kak, gimana kabarnya....Pasti baik Ya Maaf nih untuk baru mampir baru bisa menyapa, sekalian mau promosi nih Kak, novel baru yang tak kalah seru. Judulnya, "Hasrat Big boss : Dari upik abu menjadi milikmu." Jangan lupa mampir ya kak. Makasih
Dion terjebak sendiri, alih-alih ingin menyalurkan hasrat tapi kini dia malah kecanduan dengan tubuh bawahannya sendiri. Lantas bagaimana dengan ucapannya dulu? yang melarang Renata untuk tidak baper? dia pun kini seperti menjilat ludahnya sendiri.Tak ingin Andika menunggu lama, Renata bergegas pergi ke rumah sakit, pikirannya bercabang kemana-mana antara Dion dan Andika yang membuatnya semakin tak menentu.Tak terasa motor sudah memasuki kawasan rumah sakit, Renata segera memarkir motornya lalu dia menuju resepsionis untuk melunasi sisa biaya administrasi perawatan Andika."Totalnya 225 juta." Suster memberikan daftar list pembayaran pada Renata.Melihat mahalnya biaya pengobatan penyakit kanker membuat Renata menghela nafas padahal sebelumnya dia juga mengeluarkan uang untuk biaya operasi dan lain-lain.Sederet tindakan tindakan untuk pasien yang banyak memakan biaya, mulai kemoterapi, radioterapi, terapi hormon hingga terapi target dan lain-lainnya ini membuat Renata menggelengkan
Dion hanya diam menahan makian Renata, tak bisa dipungkiri hati kecilnya membenarkan ucapan Renata. Dirinya memang keterlaluan tapi bagaimana lagi rasa ingin memiliki sudah tersirat di dalam pikiran Dion.Tanpa menjawab perkataan Renata Dion meminta Jerry untuk masuk dan melanjutkan perjalanan mereka kembali.Renata yang masih kesal duduk menjauh dari Dion, dia melemparkan tatapannya keluar jendela hingga mobil yang mereka tumpangi tiba di sebuah hotel yang sudah dibooking oleh Dion sebelumnya.Dion dan Renata saling diam sehingga suasana nampak canggung."Jerry kita meeting jam berapa?" tanya Dion."Dua jam lagi pak, mengingat klien kita juga ada jadwal meeting lain," jawab Jerry."Giring mereka ke sini saja," sahut Dion."Baik Pak," tukas Jerry.Sesampainya di kamar hotel, Renata pergi membersihkan diri dan ganti baju, dia memakai daster supaya tubuhnya lebih relax.Dion memandangi Renata yang baru keluar dari kamar mandi, hasratnya langsung keluar saat melihat Renata yang hanya mem
Renata yang habis digempur habis-habisan oleh Dion kesulitan untuk berjalan, bagian sensitifnya yang perih membuatnya berjalan dengan sangat pelan-pelan."Aaaauwww perih sekali." Renata merintih kesakitan saat bagian sensitifnya terkena air seninya."Milik pak Dion besar sekali sehingga goa milikku dedel duel tak karu-karuan," gerutunya lalu membuka keran shower.Dengan pelan-pelan Renata menggosok bagian sensitifnya menghilangkan sisa cairan miliknya dan milik Dion yang mungkin masih menempel.Setelah mandi, Renata keluar dengan handuk kecil yang menutupi tubuhnya. Lalu dirinya mengambil pakaian untuk dipakai.Saat hendak memakai pakaiannya sebuah tangan menyusup masuk dan memeluknya dari belakang."Pagi sayang," bisik Dion."Pagi pak Dion," balas Renata.Dion mengendus jenjang leher putih Renata, dia menghirup aroma sabun yang menempel di leher wanitanya."Segar sekali, kenapa mandi nggak bangunkan aku." Dion terus saja mengendus leher Renata."Mana saya berani pak membangunkan Anda
"Mas, kamu ngapain kesini?" tanya Renata setelah melerai pelukannya dengan Andika. "Aku kangen sayang dan ada yang ingin aku tanyakan," jawab Andika. Dion menatap Renata dan Andika dingin. Dia nampak tidak suka akan kedatangan Andika di kantornya. "Renata kalau temu kangennya sudah, segera masuk dan kembali bekerja, saya tidak mau permasalahan pribadi dibawa ke kantor," kata Dion dengan kesal. Vera mencoba menenangkan Dion dengan menepuk bahunya. "Biarin dong sayang bijaklah sedikit dengan bawahan," bujuknya. "Iya tapi ini jam kantor," sahut Dion. Mungkin yang tidak tau akan menganggap Dion kurang bijak pada bawahannya namun padahal yang terjadi adalah rasa cemburu yang mulai muncul dan menggerogoti hati Dion. "Aku beri waktu lima belas menit setelah itu kembali bekerja," kata Dion. Andika menatap Dion tidak suka, bagaimana bisa Renata bekerja dan meminjam uang pada bos seperti Dion? "Baik pak, saya akan mengobrol dengan suami saya dulu lima belas menit setelah itu baru saya
Vera terdiam menatap Dion yang kini sudah kembali ke meja kerjanya, apa yang tengah terjadi dengan suaminya? biasanya Dion tidak seperti ini. Vera mulai merasa ada yang berbeda dengan sang suami.Dengan air mata yang mengalir Vera memakai pakaiannya kembali, hidup terkadang tidak sesuai ekspektasi, dia ingin pernikahannya dengan Dion baik-baik saja, dia ingin Dion setia padanya tanpa banyak menuntut namun kini sikap Dion telah berubah.Setelah memakai pakaiannya Vera duduk di seberang Dion sembari menatap sang suami yang menyibukkan diri di depan laptop miliknya."Kamu kan sudah berjanji untuk selalu setia sayang," kata Vera.Dion menghentikan jari jemarinya yang asik menari di atas keyboard lalu menatap Vera dengan tatapan yang sulit diartikan."Aku selalu setia padamu, selalu mencintai kamu dengan segenap jiwa ragaku sayang," sahut Dion."Bohong, aku tau kamu telah bercinta dengan wanita lain," tukas Vera.Dion menghela nafas lalu beranjak dari kursi kebesarannya."Jadi menurut kamu
Renata hanya mematung mendapati pelukan dari Dion, dia tidak menerima maupun menolak pelukan dari atasannya tersebut.Pertengkarannya semalam dengan Andika benar-benar membuat Renata takut. Bagi Renata Andika adalah segalanya namun jika Dion terus menerobos masuk dan menghancurkan dinding pertahanannya, Renata tak tau lagi harus bagaimana. Sudah pasti cinta akan hadir dalam hatinya."Kamu kenapa diam saja?" tanya Dion yang terus mengendus leher Renata.Renata yang bingung harus bagaimana memilih tidak menjawab pertanyaan Dion, meski kini dirinya telah meremang karena sentuhan Dion."Pak, kita sudahi saja permainan gila ini, saya takut kalau suami saya akan tau begitu pula dengan istri anda," kata Renata.Dion melepas pelukannya, dia tidak setuju kalau Renata ingin menyudahi permainan mereka karena menurut perjanjian Renata masih punya hutang kurang lebih dua puluh lima malam lagi."Kalau kamu ingin berhenti, bagaimana dengan hutang kamu dua puluh lima malam? semalam seratus juta, dua
Andika bingung dengan pikirannya sendiri hingga dia memutuskan untuk tidak jadi membuntuti Renata.arrrggggg"Biarlah, ingat Dika istrimu kerja bukannya main-main di luar sana." Andika menguatkan dirinya sendiri yang bertentangan dengan hati kecilnya.Renata yang baru saja tiba di hotel segera berlari menuju kamar hotel Dion, dia masuk dengan nafas yang memburu.Sesaat setelah masuk langsung saja Dion menangkapnya, tanpa aba-aba Dion langsung menyerang Renata.Kecupan demi kecupan Dion layangkan di wajah serta leher Renata, hasratnya yang sudah di ubun-ubun membuatnya tak tahan saat melihat Renata."Aku sangat menginginkan kamu sayang," bisiknya.Renata yang menunda hasratnya juga nampak langsung bereaksi dengan serangan Dion, kedua insan ini sama-sama keluar rumah dengan hasrat yang terus memburu."Saya juga Pak Dion," sahut Renata dengan memejamkan matanya mencoba menikmati sentuhan Dion yang membuatnya selalu melayang.Dion membawa tubuh Renata ke tempat tidur, dia membaringkan Ren
Entah berapa lama mobil Dion muter-muter cari restoran hingga akhirnya dia menyerah dan memutuskan untuk mau makan di pinggir jalan."Ah setelah ini aku akan cek up ke Vera," gumamnya.Renata menatap Dion dengan kesal, sok sekali padahal bahannya juga sama seperti yang dijual di restoran. Bahannya juga nasi, ayamnya juga ayam bukan ayam jadi-jadian, bumbu juga dari rempah-rempah Indonesia, apa masalahnya?Seusai menatap Dion, Renata turun dengan menggelengkan kepala.Dion berjalan menuju gerobak penjual nasi goreng, tiba-tiba langkah Dion berhenti setelah membaca nama nasi goreng tersebut."Astaga, apaan-apaan ini, dah tau nasi gorengnya tidak enak kenapa masih dijual?" gerutunya dengan lalu membalikkan badan hendak menuju mobil kembali.Renata menarik tangan Dion yang menggandeng tangannya."Aku terlanjur pengen makan nasi goreng itu, kalau kamu gak mau ya gak usah makan," kata Renata.Dion menghela nafas merasa kesal dengan Renata."Sayang kamu nggak lihat namanya, Nasi goreng tak e
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes