"Mas, kamu ngapain kesini?" tanya Renata setelah melerai pelukannya dengan Andika. "Aku kangen sayang dan ada yang ingin aku tanyakan," jawab Andika. Dion menatap Renata dan Andika dingin. Dia nampak tidak suka akan kedatangan Andika di kantornya. "Renata kalau temu kangennya sudah, segera masuk dan kembali bekerja, saya tidak mau permasalahan pribadi dibawa ke kantor," kata Dion dengan kesal. Vera mencoba menenangkan Dion dengan menepuk bahunya. "Biarin dong sayang bijaklah sedikit dengan bawahan," bujuknya. "Iya tapi ini jam kantor," sahut Dion. Mungkin yang tidak tau akan menganggap Dion kurang bijak pada bawahannya namun padahal yang terjadi adalah rasa cemburu yang mulai muncul dan menggerogoti hati Dion. "Aku beri waktu lima belas menit setelah itu kembali bekerja," kata Dion. Andika menatap Dion tidak suka, bagaimana bisa Renata bekerja dan meminjam uang pada bos seperti Dion? "Baik pak, saya akan mengobrol dengan suami saya dulu lima belas menit setelah itu baru saya
Vera terdiam menatap Dion yang kini sudah kembali ke meja kerjanya, apa yang tengah terjadi dengan suaminya? biasanya Dion tidak seperti ini. Vera mulai merasa ada yang berbeda dengan sang suami.Dengan air mata yang mengalir Vera memakai pakaiannya kembali, hidup terkadang tidak sesuai ekspektasi, dia ingin pernikahannya dengan Dion baik-baik saja, dia ingin Dion setia padanya tanpa banyak menuntut namun kini sikap Dion telah berubah.Setelah memakai pakaiannya Vera duduk di seberang Dion sembari menatap sang suami yang menyibukkan diri di depan laptop miliknya."Kamu kan sudah berjanji untuk selalu setia sayang," kata Vera.Dion menghentikan jari jemarinya yang asik menari di atas keyboard lalu menatap Vera dengan tatapan yang sulit diartikan."Aku selalu setia padamu, selalu mencintai kamu dengan segenap jiwa ragaku sayang," sahut Dion."Bohong, aku tau kamu telah bercinta dengan wanita lain," tukas Vera.Dion menghela nafas lalu beranjak dari kursi kebesarannya."Jadi menurut kamu
Renata hanya mematung mendapati pelukan dari Dion, dia tidak menerima maupun menolak pelukan dari atasannya tersebut.Pertengkarannya semalam dengan Andika benar-benar membuat Renata takut. Bagi Renata Andika adalah segalanya namun jika Dion terus menerobos masuk dan menghancurkan dinding pertahanannya, Renata tak tau lagi harus bagaimana. Sudah pasti cinta akan hadir dalam hatinya."Kamu kenapa diam saja?" tanya Dion yang terus mengendus leher Renata.Renata yang bingung harus bagaimana memilih tidak menjawab pertanyaan Dion, meski kini dirinya telah meremang karena sentuhan Dion."Pak, kita sudahi saja permainan gila ini, saya takut kalau suami saya akan tau begitu pula dengan istri anda," kata Renata.Dion melepas pelukannya, dia tidak setuju kalau Renata ingin menyudahi permainan mereka karena menurut perjanjian Renata masih punya hutang kurang lebih dua puluh lima malam lagi."Kalau kamu ingin berhenti, bagaimana dengan hutang kamu dua puluh lima malam? semalam seratus juta, dua
Andika bingung dengan pikirannya sendiri hingga dia memutuskan untuk tidak jadi membuntuti Renata.arrrggggg"Biarlah, ingat Dika istrimu kerja bukannya main-main di luar sana." Andika menguatkan dirinya sendiri yang bertentangan dengan hati kecilnya.Renata yang baru saja tiba di hotel segera berlari menuju kamar hotel Dion, dia masuk dengan nafas yang memburu.Sesaat setelah masuk langsung saja Dion menangkapnya, tanpa aba-aba Dion langsung menyerang Renata.Kecupan demi kecupan Dion layangkan di wajah serta leher Renata, hasratnya yang sudah di ubun-ubun membuatnya tak tahan saat melihat Renata."Aku sangat menginginkan kamu sayang," bisiknya.Renata yang menunda hasratnya juga nampak langsung bereaksi dengan serangan Dion, kedua insan ini sama-sama keluar rumah dengan hasrat yang terus memburu."Saya juga Pak Dion," sahut Renata dengan memejamkan matanya mencoba menikmati sentuhan Dion yang membuatnya selalu melayang.Dion membawa tubuh Renata ke tempat tidur, dia membaringkan Ren
Entah berapa lama mobil Dion muter-muter cari restoran hingga akhirnya dia menyerah dan memutuskan untuk mau makan di pinggir jalan."Ah setelah ini aku akan cek up ke Vera," gumamnya.Renata menatap Dion dengan kesal, sok sekali padahal bahannya juga sama seperti yang dijual di restoran. Bahannya juga nasi, ayamnya juga ayam bukan ayam jadi-jadian, bumbu juga dari rempah-rempah Indonesia, apa masalahnya?Seusai menatap Dion, Renata turun dengan menggelengkan kepala.Dion berjalan menuju gerobak penjual nasi goreng, tiba-tiba langkah Dion berhenti setelah membaca nama nasi goreng tersebut."Astaga, apaan-apaan ini, dah tau nasi gorengnya tidak enak kenapa masih dijual?" gerutunya dengan lalu membalikkan badan hendak menuju mobil kembali.Renata menarik tangan Dion yang menggandeng tangannya."Aku terlanjur pengen makan nasi goreng itu, kalau kamu gak mau ya gak usah makan," kata Renata.Dion menghela nafas merasa kesal dengan Renata."Sayang kamu nggak lihat namanya, Nasi goreng tak e
Vera menatap Dion dengan hati perih, kenapa sekarang baru dipermasalahkan oleh Dion? padahal dulu saat mereka memutuskan untuk menikah Dion bersedia dan berjanji untuk menerima karirnya.Sebagai Direktur di rumah sakit dia bekerja tentu membuat Vera sibuk apalagi hari kerjanya hanya lima belas hari mengingat lima belas hari berikutnya dia gunakan untuk mengurusi rumah sakitnya yang berada di timur tengah."Kalau tau begini aku nggak akan membuka hati untukmu," gumam Vera lalu mengusap air matanya.Dulu Vera memang sudah mengutarakan semuanya pada Dion kalau dirinya tidak ingin memiliki anak terlebih dahulu serta keinginannya untuk fokus ke karir, saat itu tanpa ragu Dion menerima semuanya dengan alasan dirinya juga sibuk dengan pekerjanya namun kenapa baru berjalan tiga tahun semua sudah berubah?Vera yang merasa sakit hati mengemudikan mobilnya muter-muter tak menentu hingga jalan ke rumah sakit Vera sampai lupa.Melihat jam ditangannya membuat Vera melajukan mobil dengan kecepatan a
Dion nampak berpikir lalu dia mengemukakan pertanyaan yang sama pada Renata."Apa kamu bisa meninggalkan suami kamu?" tanya Dion balik.Ekspresi Renata sama dengan Dion, bagi Renata Andika adalah segalanya meski kini banyak yang tergeser karena kehadiran Dion dalam hidupnya.Melihat ekspresi Renata sangat jelas kalau dirinya tidak bisa meninggalkan Andika."Berat ya meninggalkan suami kamu," kata Dion dengan senyuman ketir, entah mengapa hatinya sakit tau kalau Renata berat akan suaminya.Renata diam tak menjawab atau menunjukan jawaban dengan pergerakan tubuhnya, tentu tidak ada niat sedikit pun untuk meninggalkan Andika, demi Andika dirinya rela menjual diri pada Dion."Kalau aku, bisa meninggalkan istri aku demi kamu tapi aku tau kamu tidak akan meninggalkan suami kamu jadi ya aku akan bertahan dengan Vera meski kini perlahan posisinya tergeser dengan hadirmu," ungkap Dion.DegRenata sungguh tak percaya Dion rela meninggalkan Vera istrinya demi dirinya yang hanya staf biasa di kan
Dion melajukan mobilnya kembali, Vera nampak tidak asing dengan jalan yang dilewati Dion bagaimana tidak ini adalah jalan menuju rumah sakit tempatnya bekerja. "Inikan rumah sakit tempat aku bekerja?" Vera bermonolog dengan dirinya sendiri. Dion dan Renata keluar dengan membawa bunga yang tadi dia beli, dia masuk ke dalam rumah sakit. Dion pergi ke ruangan Vera sedangkan Renata menunggu di loby sambil memainkan ponselnya. Vera berjalan masuk, dia melihat Renata seorang diri di bangku tunggu, pertanyaannya dimana Dion? Bola mata Vera memutar mencari keberadaan Dion dan ternyata dari kejauhan nampak Dion dari arah berlawanan dengan menenteng bunga yang tadi dia beli. Vera mematung menatap Dion yang berjalan ke arahnya, dia masih bertanya-tanya ada apa ini? kenapa Dion malah datang ke rumah sakit? Kini Dion tepat di depannya, dengan senyuman yang mengembang dirinya memberikan buket bunga yang tadi dia beli. "Maafkan aku yang telah marah-marah padamu pagi tadi," ucap Di
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes