Entah siapa yang harus disalahkan dalam hal ini, apakah Renata, Dion, Andika atau Vera istri Dion? yang jelas apapun yang mereka lakukan tidak ada niatan untuk menyakiti pasangan masing-masing, terlebih Renata yang ingin menyelamatkan suami tercintanya.
Mereka tidak mau terjebak dalam situasi yang seperti ini namun kembali lagi semua sudah digariskan untuk mereka, sebuah takdir yang mengharuskan seperti ini.Pagi sekali Renata sudah bangun, bola matanya memutar menatap Dion yang masih memejamkan mata di sampingnya."Anda begitu sempurna pak Dion, saya takut kalau terus terusan bercinta dengan anda, saya akan memiliki perasaan lebih," gumam Renata.Hatinya mulai bimbang, meski selama ini dia selalu membayangkan Andika saat bercinta dengan Dion namun belaian Dion tetap berbeda dengan Andika yang mana perlahan dia tidak bisa lagi mendatangkan bayangan Andika.Tak ingin terjebak dalam perasaannya, Renata beranjak dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Dalam kamar mandi Renata mengguyur tubuhnya di bawah pancuran shower, dirinya menggosok tubuhnya dengan banyak sabun supaya aroma percintaan panasnya dengan Dion menghilang."Maafkan aku mas Dika," batin Renata.Setelah mandi, Renata bersiap pergi dari kamar hotel karena tugas melayani Dion sang atasan sudah selesai. "Saya pamit Pak." Dia menatap Dion yang masih setia dengan mimpinya.Renata melajukan motornya pergi ke rumah sakit, sebenarnya Andika ingin pulang namun dokter masih ingin memantau sel kanker di tubuhnya, apa sel itu masih ada atau sudah benar-benar hilang."Mas." Dengan manja Renata memanggil Andika yang duduk di atas bed.Andika menoleh dengan senyum termanisnya, dia sangat senang karena Renata sudah datang."Sayang kamu sudah pulang?" tanya Andika."Iya mas, aku sengaja pulang cepat," jawab Renata."Kenapa tidak setiap hari pulang cepat, aku sungguh rindu denganmu sayang," ucap Andika yang membuat Renata tersenyum ketir sambil mengangguk.Sebenarnya dia juga sangat merindukan sang suami tapi bagaimana lagi ketidakberdayaan membuatnya terjebak dalam situasi yang sulit."Maafkan aku mas," sahut Renata dengan mata yang basah.Hatinya perih kala mengingat jika dirinya telah berkhianat, menodai janji sakral tiga tahun yang lalu saat mereka memutuskan untuk menikah dan saling setia."Maaf diterima tapi peluk dan cium dulu," tukas Andika tersenyum.Dengan segera Renata memeluk sang suami, hatinya hancur ketika Andika mendekapnya, tangisnya pecah mengingat kelakuannya yang seperti seorang wanita rendahan.Bagiamana tidak setiap malam dia selalu berada dalam dekapan lelaki lain."Sayang kok nangis sih," protes Andika lalu melerai pelukannya.Andika meletakkan kedua tangannya di kedua pundak Renata, dia menatap Renata dengan tatapan yang tak biasa."Ada apa?" tanya Andika dengan khawatir.Renata tersenyum dalam tangis sembari menatap Andika yang juga menatapnya."Aku nggak papa mas," jawab Renata."Nggak apa-apa kok nangis, jangan berbohong sayang," sahut Andika."Nggak berbohong mas," timpal Renata.Tangan Andika tergerak untuk mengusap air mata istrinya kemudian dia memeluk Renata lagi dengan erat."Maafkan aku mas," batin Renata.Waktu sudah menunjukan pukul tujuh, waktunya bagi Renata untuk ke kantor yang artinya dia harus meninggalkan suaminya kembali."Mas aku kantor dulu ya, nanti sore aku usahakan pulang cepat, malam ini aku juga gak ada kerjaan," kata Renata yang membuat Andika senang.Senyum merekah di bibir Andika, sudah lama dia dan Renata tidak menghabiskan waktu bersama karena sakit dan juga kesibukan Renata."Aku tunggu ya, sebenarnya aku bosan jika terus terusan di rumah sakit," sahut Andika."Iya nanti kalau udah sembuh bisa pulang kok," timpal Renata.Setelah mengecup kening dan mencium punggung tangan sang suami Renata berjalan keluar, dia segera berangkat karena takut kalau telat.Setibanya di kantor, Renata langsung menuju meja kerjanya dan segera bekerja pikirannya hari ini hanya ingin pulang cepat supaya bisa menemani sang suami.Waktu terus berlalu, tak terasa sudah waktunya untuk makan siang. Renata yang sangat lapar rencannya ingin makan di depot yang tidak jauh dari kantornya."Makan siang dulu ah," gumam Renata.Dalam pikirannya, dia membayangkan soto ayam yang pedas dengan perasan jeruk nipis ditambah banyak koya serta kerupuk udang."Hmmmmm pasti enak siang-siang gini makan soto." Saliva Renata terus mengalir membayangkan makanan yang ingin dibelinya.Baru beberapa langkah berjalan Jerry dari belakang memanggilnya."Renata," panggil Jerry.Renata segera menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. "Ada apa pak Jerry?" tanya Renata."Dipanggil pak Dion," jawab Jerry.Mendengar Jerry bilang kalau dirinya dipanggil Dion membuat keinginan untuk makan lenyap sudah, soto panas dengan aneka pelengkapnya sirna sudah, yang ada kini kebimbangan kembali serta rasa bersalah yang besar terhadap suami."Ada urusan apa pak?" tanya Renata."Kurang paham, kamu bisa tanya dengan pak Dion langsung," jawab Jerry.Renata menghela nafas, dia memiliki firasat kalau Dion pasti meminta jatahnya malam ini padahal Renata sudah ada janji dengan Andika untuk menghabiskan malam bersama.Dengan langkah malas Renata pergi ke ruangan Dion.Setibanya di depan ruangan Dion, Renata mengetuk pintu dan menyapa Dion yang sibuk di meja kerjanya."Siang pak," sapa Renata.Dion beranjak dari kursi kebesarannya dan meminta Renata untuk masuk. Dia menggiring Renata untuk duduk di sofa."Kenapa anda memanggil saya pak?" tanya Renata."Nanti malam aku ada urusan keluar kota, aku ingin kamu menemani aku," jawab Dion.Renata menatap Dion dengan tatapan yang tak biasa, kenapa Dion berubah pikiran? bukankah dia sendiri yang bilang kalau dirinya akan meminta jatahnya setiap dua hari sekali tapi kenapa sekarang berubah?"Pak saya barus menjaga suami saya pak, saya sudah berjanji dengannya malam ini," protes Renata."Tapi aku juga membutuhkan kamu Renata," sahut. Dion."Tapi saya tidak bisa pak," tukas Renata.Renata dan Dion sama-sama terdiam, Dion merasa kesal karena Renata menolak ajakannya sedangkan Renata juga merasa kesal pada Dion yang tidak mengerti keadaanya."Gini saja, kamu pulang sekarang dan temani suami kamu dan nanti pukul empat aku jemput di rumah sakit." Dion mencoba bernegosiasi."Mohon maaf pak, kalau saya pulang sekarang hanya hanya memiliki waktu tiga jam untuk suami saya." Renata mencoba menolak.Dion menghela nafas, meski kesal tapi dia tidak memaksakan kehendaknya daripada Renata terus kepikiran suaminya yang nantinya membuat kualitas bercinta mereka tidak nikmat."Baiklah, tapi besok jatahku, suami kamu nggak boleh mengganggu," sahut Dion dengan kesal."Baik pak," sahut Renata.Karena sudah tidak ada yang dibicarakan Renata pamit undur diri daripada Dion berubah pikiran yang memaksanya untuk ikut dengannya keluar kota."Ya sudah pak, saya pamit dulu karena saya mau makan siang," pamit Renata."Iya," ucap Dion.Dengan segera Renata keluar dari ruangan Dion, benar saja nafsu makannya kini telah hilang dan untuk mengganjal perutnya Renata membuat teh di pantry.Di dalam ruangnnaya, Dion merasa sangat kesal entah mengapa kini dirinya ingin selalu bersama Renata.Setiap malam dia ingin bawahannya tersebut untuk selalu menemaninya mengabiskan malam. "Besok malam kamu milik aku Renata."Sepulang kerja Renata langsung datang ke rumah sakit namun sebelumya Renata membeli roti, susu serta buah untuk Andika."Halo mas," senyuman terukir di bibir Renata karena hari ini dirinya bisa bebas dari Dion sejenak."Halo sayang," balas Andika.Renata meletakkan makanan yang dibawa di atas nakas lalu dirinya mendekati sang suami yang duduk di atas bed sambil bersandar di kepala bed."Gimana mas keadaan kamu hari ini?" tanya Renata."Aku baik sayang, sangat baik malah," jawab Andika dengan tersenyum."Syukurlah mas, Dokter bilang apa?" tanya Renata lagi."Dokter bilang kalau sel kanker dalam tubuhku sudah hilang sehingga besok pagi aku sudah boleh pulang," jawab Andika.Renata yang sangat senang langsung memeluk Andika, dia bersyukur karena Tuhan menyembuhkan sang suami. Itu artinya pengorbanannya tidak sia-sia meski kini dirinya malah terjerat birahi Dion atasannya."Terima kasih Tuhan," gumam Renata.Di sisi lain Renata sangat bahagia karena Andika telah sembuh namun di sisi lain d
Dion terjebak sendiri, alih-alih ingin menyalurkan hasrat tapi kini dia malah kecanduan dengan tubuh bawahannya sendiri. Lantas bagaimana dengan ucapannya dulu? yang melarang Renata untuk tidak baper? dia pun kini seperti menjilat ludahnya sendiri.Tak ingin Andika menunggu lama, Renata bergegas pergi ke rumah sakit, pikirannya bercabang kemana-mana antara Dion dan Andika yang membuatnya semakin tak menentu.Tak terasa motor sudah memasuki kawasan rumah sakit, Renata segera memarkir motornya lalu dia menuju resepsionis untuk melunasi sisa biaya administrasi perawatan Andika."Totalnya 225 juta." Suster memberikan daftar list pembayaran pada Renata.Melihat mahalnya biaya pengobatan penyakit kanker membuat Renata menghela nafas padahal sebelumnya dia juga mengeluarkan uang untuk biaya operasi dan lain-lain.Sederet tindakan tindakan untuk pasien yang banyak memakan biaya, mulai kemoterapi, radioterapi, terapi hormon hingga terapi target dan lain-lainnya ini membuat Renata menggelengkan
Dion hanya diam menahan makian Renata, tak bisa dipungkiri hati kecilnya membenarkan ucapan Renata. Dirinya memang keterlaluan tapi bagaimana lagi rasa ingin memiliki sudah tersirat di dalam pikiran Dion.Tanpa menjawab perkataan Renata Dion meminta Jerry untuk masuk dan melanjutkan perjalanan mereka kembali.Renata yang masih kesal duduk menjauh dari Dion, dia melemparkan tatapannya keluar jendela hingga mobil yang mereka tumpangi tiba di sebuah hotel yang sudah dibooking oleh Dion sebelumnya.Dion dan Renata saling diam sehingga suasana nampak canggung."Jerry kita meeting jam berapa?" tanya Dion."Dua jam lagi pak, mengingat klien kita juga ada jadwal meeting lain," jawab Jerry."Giring mereka ke sini saja," sahut Dion."Baik Pak," tukas Jerry.Sesampainya di kamar hotel, Renata pergi membersihkan diri dan ganti baju, dia memakai daster supaya tubuhnya lebih relax.Dion memandangi Renata yang baru keluar dari kamar mandi, hasratnya langsung keluar saat melihat Renata yang hanya mem
Renata yang habis digempur habis-habisan oleh Dion kesulitan untuk berjalan, bagian sensitifnya yang perih membuatnya berjalan dengan sangat pelan-pelan."Aaaauwww perih sekali." Renata merintih kesakitan saat bagian sensitifnya terkena air seninya."Milik pak Dion besar sekali sehingga goa milikku dedel duel tak karu-karuan," gerutunya lalu membuka keran shower.Dengan pelan-pelan Renata menggosok bagian sensitifnya menghilangkan sisa cairan miliknya dan milik Dion yang mungkin masih menempel.Setelah mandi, Renata keluar dengan handuk kecil yang menutupi tubuhnya. Lalu dirinya mengambil pakaian untuk dipakai.Saat hendak memakai pakaiannya sebuah tangan menyusup masuk dan memeluknya dari belakang."Pagi sayang," bisik Dion."Pagi pak Dion," balas Renata.Dion mengendus jenjang leher putih Renata, dia menghirup aroma sabun yang menempel di leher wanitanya."Segar sekali, kenapa mandi nggak bangunkan aku." Dion terus saja mengendus leher Renata."Mana saya berani pak membangunkan Anda
"Mas, kamu ngapain kesini?" tanya Renata setelah melerai pelukannya dengan Andika. "Aku kangen sayang dan ada yang ingin aku tanyakan," jawab Andika. Dion menatap Renata dan Andika dingin. Dia nampak tidak suka akan kedatangan Andika di kantornya. "Renata kalau temu kangennya sudah, segera masuk dan kembali bekerja, saya tidak mau permasalahan pribadi dibawa ke kantor," kata Dion dengan kesal. Vera mencoba menenangkan Dion dengan menepuk bahunya. "Biarin dong sayang bijaklah sedikit dengan bawahan," bujuknya. "Iya tapi ini jam kantor," sahut Dion. Mungkin yang tidak tau akan menganggap Dion kurang bijak pada bawahannya namun padahal yang terjadi adalah rasa cemburu yang mulai muncul dan menggerogoti hati Dion. "Aku beri waktu lima belas menit setelah itu kembali bekerja," kata Dion. Andika menatap Dion tidak suka, bagaimana bisa Renata bekerja dan meminjam uang pada bos seperti Dion? "Baik pak, saya akan mengobrol dengan suami saya dulu lima belas menit setelah itu baru saya
Vera terdiam menatap Dion yang kini sudah kembali ke meja kerjanya, apa yang tengah terjadi dengan suaminya? biasanya Dion tidak seperti ini. Vera mulai merasa ada yang berbeda dengan sang suami.Dengan air mata yang mengalir Vera memakai pakaiannya kembali, hidup terkadang tidak sesuai ekspektasi, dia ingin pernikahannya dengan Dion baik-baik saja, dia ingin Dion setia padanya tanpa banyak menuntut namun kini sikap Dion telah berubah.Setelah memakai pakaiannya Vera duduk di seberang Dion sembari menatap sang suami yang menyibukkan diri di depan laptop miliknya."Kamu kan sudah berjanji untuk selalu setia sayang," kata Vera.Dion menghentikan jari jemarinya yang asik menari di atas keyboard lalu menatap Vera dengan tatapan yang sulit diartikan."Aku selalu setia padamu, selalu mencintai kamu dengan segenap jiwa ragaku sayang," sahut Dion."Bohong, aku tau kamu telah bercinta dengan wanita lain," tukas Vera.Dion menghela nafas lalu beranjak dari kursi kebesarannya."Jadi menurut kamu
Renata hanya mematung mendapati pelukan dari Dion, dia tidak menerima maupun menolak pelukan dari atasannya tersebut.Pertengkarannya semalam dengan Andika benar-benar membuat Renata takut. Bagi Renata Andika adalah segalanya namun jika Dion terus menerobos masuk dan menghancurkan dinding pertahanannya, Renata tak tau lagi harus bagaimana. Sudah pasti cinta akan hadir dalam hatinya."Kamu kenapa diam saja?" tanya Dion yang terus mengendus leher Renata.Renata yang bingung harus bagaimana memilih tidak menjawab pertanyaan Dion, meski kini dirinya telah meremang karena sentuhan Dion."Pak, kita sudahi saja permainan gila ini, saya takut kalau suami saya akan tau begitu pula dengan istri anda," kata Renata.Dion melepas pelukannya, dia tidak setuju kalau Renata ingin menyudahi permainan mereka karena menurut perjanjian Renata masih punya hutang kurang lebih dua puluh lima malam lagi."Kalau kamu ingin berhenti, bagaimana dengan hutang kamu dua puluh lima malam? semalam seratus juta, dua
Andika bingung dengan pikirannya sendiri hingga dia memutuskan untuk tidak jadi membuntuti Renata.arrrggggg"Biarlah, ingat Dika istrimu kerja bukannya main-main di luar sana." Andika menguatkan dirinya sendiri yang bertentangan dengan hati kecilnya.Renata yang baru saja tiba di hotel segera berlari menuju kamar hotel Dion, dia masuk dengan nafas yang memburu.Sesaat setelah masuk langsung saja Dion menangkapnya, tanpa aba-aba Dion langsung menyerang Renata.Kecupan demi kecupan Dion layangkan di wajah serta leher Renata, hasratnya yang sudah di ubun-ubun membuatnya tak tahan saat melihat Renata."Aku sangat menginginkan kamu sayang," bisiknya.Renata yang menunda hasratnya juga nampak langsung bereaksi dengan serangan Dion, kedua insan ini sama-sama keluar rumah dengan hasrat yang terus memburu."Saya juga Pak Dion," sahut Renata dengan memejamkan matanya mencoba menikmati sentuhan Dion yang membuatnya selalu melayang.Dion membawa tubuh Renata ke tempat tidur, dia membaringkan Ren
Begitulah mereka, Arion selalu membuat kakaknya cemburu tapi semua hanya candaaan. Banyak sekali urusan yang harus mereka tangani, dan setelah semuanya selesai, mereka menyerahkan kepada pimpinan kantor cabang tersebut urusan selebihnya. Hari-hari berlalu dengan cepat, Arsen kini sudah berusia empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan cerdas, di usianya yang baru empat tahun Arsen sudah bisa membaca dan menulis, dia juga menghafal dengan cepat sesuatu yang dia pelajari. "Anak kalian, sangat pintar. Rencananya kalian akan menyekolahkan dia dimana?" tanya Renata. "Belum kepikiran Ma, pengennya Arsen sekolah di rumah saja jadi Arini bisa terus mengawasinya." Dion dan Renata tampak tidak setuju dengan keputusan menantu mereka, namanya anak perlu bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Arsen bukanlah anak introvert jadi pendidikan luar rumah mungkin yang terbaik. "Bersekolah diluar dan kumpul banyak teman sangat bagus untuk perkembangan anak Arini." Arini ters
Kamar mereka layaknya kamar pengantin baru, apa yang dipersiapkan Aron jauh lebih baik daripada apa yang disiapkannya kemarin. Aron berjalan menuju meja, meninggalkan Arini yang masih membatu di belakang pintu. Pria itu menyalakan lilin dan berjalan menuju sang istri. "Happy anniversary Sayang, semoga kita langgeng sampai maut memisahkan." Arini benar-benar terharu dengan apa yang dilakukan oleh sang suami, dia tidak menyangka jika dirinya yang mendapatkan kejutan. Seusai meniup lilin Aron meletakkan kuenya kembali kemudian menggandeng tangan istrinya menuju tempat tidur. "Aku sudah memberimu kejutan sekarang mana kejutan untukku," bisik Aron sambil tersenyum licik. Segera Arini tahu maksud dari sang suami, "Kejutanku telah usai Mas." Tatapannya terlihat menggoda. Aron tidak menerima alasan apapun malam ini Arini harus memberinya kejutan. "Baiklah Mas." Wanita itu turun dari tempat tidurnya, dia menghilang di balik dinding dan entah apa yang akan dilakukannya. Beberapa saa
Awalnya hanya sebagian saja pegawai yang diminta untuk kembali bekerja, namun semakin membludaknya permintaan pasar membuat Arion dan Aron harus memanggil semua pegawai yang dulu dirumahkan oleh mereka. "Harus diakui perusahaan kita bisa normal seperti sedia kala semua karena Papa kita." bibir Arion tersenyum tipis mengingat jasa Papa dan omnya. "Benar, kita tanpa mereka tidak ada apa-apanya Arion, meskipun usia mereka sudah senja namun jiwa serta strategi bisnis mereka tidak ada tandingannya," sahut Aron. ##### Hari ini adalah hari anniversary Arini dan juga Aron, dan rencananya Arini akan memberi kejutan kepada suaminya. "Arini yakin Ma, kalau Mas Aron lupa dengan anniversary kami," celetuk Arini ketika berbincang dengan mama mertuanya. "Lelaki memang gitu, Papa juga sering lupa dengan hari anniversary kami," sahut Renata. Renata meminta kepada Arini agar tidak marah kepada Aron, banyaknya pekerjaan di kantor mungkin membuat sang anak tidak mengingat hal-hal seperti ini. "Iy
"Ayo Mas tidur ngapain kamu berdiri disini?" Arini terus menarik tangan Aron agar kembali ke tempat tidur. Aron yang penasaran dengan ponsel sang istri nampak menepis tangan Arini. Melihat ponsel sang istri yang terus menyala membuat Aron ingin melihat siapa yang terus-terusan mengirim pesan. "Aku penasaran dengan ponsel kamu yang terus menyala kelihatannya ada banyak pesan masuk." Bukannya kembali ke tempat tidur, Aron malah mengambil ponsel sang istri. Seketika Arini menyusul dan berusaha mengambil ponselnya. "Mas kembalikan ponsel aku," rengeknya. "Ada apa?" tanya Aron. Arini pasrah, jika dia harus dihukum lagi dia pun siap. Saat membaca pesan yang dikirim Dania serta Kania sontak membuat Aron menatap Arini tapi wanita itu segera mengalihkan pandangannya bahkan perlahan dia membalikkan badan agar bisa kabur. "Mau kemana kamu!" suara bariton Aron membuat Arini tersentak kaget, tanpa membalikan badannya dia menoleh sambil meringis. "Aku mau tidur Mas." "Yakin mau tidur?" t
Ketiga wanita tersebut meringis, salah satu dari mereka bergegas mematikan TV. "Sudah selesai reuniannya?" tanya Arini. "Sudah dari tadi," jawab Aron. "Kenapa dimatikan TVnya, bukankah kalian bertiga sangat menyukai film tadi," sahut Jimmy. "Sudah selesai kok Mas." Berbeda dengan Aron dan juga Jimmy, Arion hanya terdiam sembari menatap sang istri. Hening sejenak hingga Arini berceletuk, "Memangnya kenapa sih, kami kan cuma lihat drakor." Para suami saling pandang, menurut mereka para istri melanggar dan melakukan penyelewengan, memang hanya ngefans tapi mereka tetap menyukai pria lain. "Lihat drakornya tidak masalah yang jadi masalah adalah ketika kalian menyukai aktor dari film tersebut." "Apalagi istriku malam ini akan menghalu," sambung Jimmy. Para istri hanya bisa menggelengkan kepala dengan sikap posesif suami mereka. "Sudahlah mengalah saja," bisik Arini. Berhubung acara sudah selesai Aron dan Arion membawa para istri mereka pulang. Di dalam mobil baik Aron maupun A
"Papa dan Om Dion selalu bisa kami andalkan, meski usia tidak muda lagi tapi kalian benar-benar the best." Anak dan papa itu saling berpelukan, Rea dan Dania sangat terharu dengan apa yang mereka lihat. Tak hanya Arion, Aron juga melakukan hal yang sama dia mengajak kedua orang tuanya untuk makan malam diluar ya itung-itung merayakan keluarnya produk baru mereka. "Ngapain sih Aron kita makan diluar, tadi para Bibi di rumah sudah masak banyak," protes Renata. Dia merasa sayang dengan makanan yang dimasak art di rumah. "Makanannya biar dimakan mereka Ma," sahut Aron. Aron memilih restoran steak ternama, di restoran ini tersedia aneka daging premium, mulai daging impor maupun daging lokal tersedia di sini. "Mama pesan daging biasa saja Aron," kata Renata. "Semua Aron pesankan daging Wagyu Ma," sahut Aron. "Baiklah." Meski menjadi istri seorang Dion selama bertahun-tahun tapi Renata tidak lupa asalnya, dia masih enggan memilih makanan yang mahal, baginya gizi yang terkandung di da
Tanda tanya seolah berterbangan di atas kepala Arini, dia merasa ambigu dengan suami halu yang dimaksud oleh Aron."Suami halu apaan sih Mas!" protes Arini."Kamu kan suka melihat drakor pasti ada salah satu aktor yang kamu sukai," sahutnya."Nggak cuma satu tapi banyak." Mulai malam ini Aron melarang Arini untuk menyukai para aktor Korea, dia tidak suka jika istrinya memiliki suami halu seperti apa yang dikatakan oleh Arion."Kamu tuh keterlaluan sekali sih Mas! aku tuh memang ngefans sama mereka tapi aku tidak pernah mengidamkan mereka menjadi suami halu," maki Arini lalu masuk ke dalam kamar.Malam yang romantis harus menjadi malam yang menyebalkan, ini semua gara-gara tuduhan Aron terhadap Arini."Yang selalu menjadi suami halu aku, itu kamu! yang selalu aku mimpikan, itu kamu! bukan aktor Korea." Ucapan Arini membuat Aron senyum-senyum sendiri. Ternyata apa yang dikatakan Arion tidak terjadi pada istrinya hingga dia menyesal telah membuat sang istri kesal."Karena kamu telah me
"Iya Pa, kerja sama dengan salah satu negara yang saat ini terlibat perang sudah Aron batalkan, saham terus anjlok, pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat pengembalian barang, jika dibiarkan terus produk kita sendiri yang kena imbasnya," jelas Aron. Memang dalam kasus ini serba salah, putus atau lanjut tetap berdampak terhadap perusahaan, terlebih masyarakat sangat pro dengan negara yang mayoritas muslim. "Keputusan yang bagus, meski sulit di awal tapi papa yakin ke depan kita bisa mengembalikan itu semua dengan produk kita sendiri tanpa ada pembagian saham dengan negara lain." Keputusan Aron dan Arion didukung penuh oleh Dion. Setelah berbincang dengan Aron, Dion berencana menemui Andika, dia ingin mengajak sang adik untuk membantu anak-anak mereka. "Besok datanglah ke rumah Andika, ada yang ingin aku bicarakan." Pesan singkat Dion kirim untuk sang adik. Tak menunggu waktu lama bagi Andika untuk membalas dan balasannya pasti iya. Malam itu Aron sibuk di ruang kerjanya, di
Para pegawai yang sudah dinonaktifkan melakukan demo besar-besaran, mereka tidak terima jika mereka di rumah kan oleh perusahaan. Aron dan Arion merasa sangat pusing dengan masalah yang melanda perusahaan mereka, masalah internal belum juga menemukan solusi sekarang muncul lagi masalah eksternal. "Bagaimana kak ini?" tanya Arion yang mulai was-was dengan pendemo. "Entahlah, memangnya apa yang bisa kita lakukan, kerjasama dengan negara itu sudah terputus." "Tapi kalau terus didiamkan mereka mengganggu pekerja lainnya Kak." Arini yang datang untuk mengantar makan siang tampak terkejut dengan adanya pendemo di depan kantor. Dia bertanya kepada beberapa security yang berjaga. "Kenapa pada berdemo pak?" tanya Arini. "Mereka tidak bersedia di rumahkan Nyonya," jawab security. Hari ini nampak manggut-manggut dengan jawaban security, kemudian dia berjalan masuk ke dalam. "Mas Kenapa kalian diamkan saja para pendemo itu kan kasihan mereka berdiri di depan kantor terus menerus!" protes