Bagus tetap tidak bisa menolak untuk pulang ke rumah. Sekilas ia mengingat bagaimana kecewanya Nora kepadanya tadi pagi. Terlebih, ia merasa bersalah sudah membuat Nora kecewa. Wanita berjilba terlihat berbaring di atas dipan rumah sakit. Selang oksigen masih terpasang. Dua jam yang lalu, dokter mengatakan jika hidupnya tidak lama lagi. Ya, akibat ia meneguk racun sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Bagus semakin merasa bersalah, kedua tangannya mengenggam erat tangan Atun. Tangan wanita itu begitu dingin, berharap Bagus masih bisa mendengar suara sang mantan kekasih. Kedua orang tua Atun terlihat pasrah akan segalanya. Sebelum menikahi Juragan yang bernama Sukir. Malam harinya, Atun meneguk racun dan meminumnya sampai tandas. Wanita itu ikhlas jika dirinya ditakdirkan mati, karena tidak bisa hidup dengan pria yang dicintai. Dengan keadaan koma, Juragan itu mau tidak mau, tidak jadi menikahi Atun. Ia rela kehilangan Atun, karena wanita itu sudah sekarat, dan lebih baik ia menc
Gemuruh hujan di luar rumah sakit menemani Bagus yang memandang lembut wajah Atun. Kekasih idaman hatinya saat ini sudah sah menjadi miliknya. Bagus menyadari jika ia adalah pria yang bodoh, memberikan janji pada dua wanita yang mengisi hidupnya. Kali ini ia merasa berat untuk memberitahukan Atun, jika ia sudah menikah dengan wanita lain. Begitu sebaliknya, ia tidak sanggup membuat luka di hati Nora, jika dirinya sudah menikah dengan wanita yang sudah ia akui akan cintanya. "Ya Tuhan, bagaimana caranya memberi tahu mereka?" bisiknya. Suara petir menggelegar, mengejutkan hati Bagus. Detik ini, ia teringat akan wajah Nora. Ingin rasanya ia kembali menemui istrinya di rumah! Tetapi, Atun masih membutuhkannya saat ini. 'Maafkan Aku, Nora!' bisiknya sedih. Sementara itu, Nora merasa tidak tenang. Suaminya belum kembali, dengan cuaca gelap dan hujan yang terus-menerus mengguyur kota yang ia tempati. Bayangan Bagus sekilas membuatnya gelisah. Ketakutan hatinya seakan nyata. Nora semakin
Pelukan itu begitu berarti bagi Temy. Akhirnya ia berhasil menemukan Nora yang tinggal di sebuah pedesaan. Tampilan modisnya kini berubah menjadi sosok Nora yang sederhana. Bukan high-heels lagi yang ia gunakan melainkan, alas kaki biasa pada umumnya. Nora mendorong tubuh Temy, berusaha menyingkir dan pergi. Entah mengapa wanita itu tampak tidak suka dengan kehadiran Temy saat ini. "Nora, aku ingin bertemu denganmu! Bisakah kita bicara?!" tanya Temy tegas. Nora tidak menggubris, sesekali ia mengusap wajahnya yang basah karena air hujan. "Pergi! Aku tidak ingin melihatmu lagi, kau sama saja seperti yang lain, kau senang bukan melihatku seperti ini?!" seru Nora, membuat Temy sedikit terkejut dengan ucapan wanita itu. "Aku mencarimu, karena aku peduli denganmu!" balas Temy. Sehingga membuat Nora terdiam menatap kedua bola matanya. "Tolong Nora, bisakah kita bicara?" tanya Temy sekali lagi. Nora terlihat bingung, tampak ia pun tidak tahu bagaimana jalan pulang menuju rumah Bagus. B
Bagaimana bisa ia harus melupakan rasa sukanya pada sang istri pertama. Kali ini ia memiliki waktu senggang, untuk melihat bagaimana keadaan Nora. Seorang Bagus tidak tenang jika dirinya tidak dapat melihat bagaimana dengan keadaan cinta keduanya saat ini. Langkahnya terhenti sampai di pintu depan, sekilas dahinya berkerut saat tangannya mencoba membuka pintu rumahnya. "Terkunci!" cetusnya. Seketika Bagus menjadi panik, ia takut jika Nora menguncinya dari dalam, karena ia tahu jika wanita itu bisa berbuat apa saja yang terlintas dibenaknya. "Buka pintunya Nora!" teriak Bagus, tak sabar. Cukup lama Bagus berdiri di depan pintu rumahnya. Ia juga mencari keberadaan sang ibu yang turut tidak terlihat saat ini. Keadaan sudah mulai terang, hujan yang terus mengguyur perlahan menghilang tanpa pesan. Suara seseorang membuatnya terkejut, di mana Rusi datang dengan tergopoh-gopoh setelah pandangannya menemukan sosok Bagus. "Ibu!" panggilnya. "Nora! Nora hilang!" ucapnya. Sesaat wanita it
Cinta ditolak tidak berarti seorang Temy harus melepaskan Nora begitu saja, hampir 2 tahun ia menunggu jawaban Nora akan perasaan cintanya yang jatuh hati pada pandangan pertama, ketika mereka bertemu. Seluk beluk Nora membuat Temy menyukai wanita itu, sayangnya saat itu Nora terlihat begitu mencintai Revan, tanpa paksaan Temy memilih untuk melihat bagaimana hubungan Nora kedepan. Temy paham jika Revan adalah pria bereng*ek dan tidak akan puas dengan satu wanita, maka itu ia mampu bersikap tenang jika Revan bukanlah orang yang setia. Namun, dirinya kalah cepat saat ini dengan sosok Bagus. Entah bagaimana Nora bisa menikahi pria itu. Temy melempar sepatunya ke sembarang tempat. Tidak dapat diduga jika Nora mau hidup bersama pria seperti Bagus. Sedikit rasa kecewanya, karena sampai detik ini pun ia tidak bisa merebut hati wanita itu. "Aku sangat yakin, Nora tidak akan lama hidup bersama pria itu, wanita itu tidak bisa hidup tanpa harta! Jangan remehkan aku Nora!" ucapnya, saat dirinya
Aura wajah Nora yang begitu tegang membuat Bagus semakin salah tingkah. Debaran halus menyelimuti hati Nora, ia merasa gelisah dan terus mencoba menebak isi pikiran suaminya itu. Mereka saling diam sejak kejadian Bagus melihat Nora bertemu dengan Temy di pasar. Kecurigaan mulai muncul dibenak seorang Bagus. Namun apapun itu, ia tidak boleh gegabah, selama Nora bisa berkata jujur dengannya. Helaan napas terdengar begitu kasar dari Bagus. "Sedang apa kau bisa bertemu dengan pria itu?!" Suara Bagus begitu serak, kedua matanya benar-benar terlihat lelah. "Apa kau sakit?!" tanya Nora. "Jangan mengelak pembicaraan kita, Nora!""Hal apa yang harus aku jawab? Tentang Temy, kami tidak sengaja bertemu!" celetuk Nora kesal. Denyut jantungnya berdetak kencang, melihat tatapan tajam sang suami, Nora merasa tidak enak hati. Pasalnya kejadiannya bersama Temy terus berputar di ingatannya. "Tidak sengaja? Aku tidak tahu harus percaya atau tidak, tetapi aku tidak suka jika kau berhubungan denganny
Bagus merasa puas menikmati kebersamaannya dengan Nora, wajah istrinya itu membuatnya semakin jatuh cinta. Kebohongan yang sudah ia lakukan akan menjadi rahasianya sendiri. Ia melirik ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukkan langit berubah biru dan cerah. Ia bangkit dan bergegas melakukan ibadahnya, setelah selesai. Sejenak ia duduk di bibir ranjang sambil menatap Nora, ia tidak menyangka jika cintanya pada Nora terus bertambah, setelah menikah dengan Atun. Kulit Nora yang putih, wajahnya terlihat ayu, kenikmatan semalam membuatnya candu. Sayangnya, hari ini ia harus bekerja menafkahi dua wanita yang sudah menjadi istrinya. Berkali-kali, ia meminta maaf di dasar lubuk hatinya. Berkali-kali ia juga meminta ampun karena telah membohongi kedua istrinya. Sungguh ia mengakui dirinya adalah pria pengecut, tapi ia berusaha untuk membahagiakan keduanya, apalagi saat ini Atun membutuhkannya, membutuhkan cintanya. "Maaf Nora!" desisnya. Ia tidak tega membangunkan Nora, sekilas ia hanya m
"Abang dari mana saja? Mengapa kemarin Abang tidak menjemputku di rumah sakit?" Atun bertanya dengan lirih. "Abang, banyak urusan. Sehat-sehat Sayang, kamu harus cepat pulih!" tutur Bagus. Atun merasa senang, sebelumnya ia tidak pernah mengira jika ajal sudah menjemputnya dan bisa bertemu kembali dengan Bagus di tempat yang berbeda. Namun sang Khalik, membuat skenario indah untuknya membawa Bagus kembali ke sisinya dan menjadi suaminya. "Mengapa kau senyum-senyum?!" Semburat merah mewarnai wajah Atun, Bagus merasa heran dengan tingkah istrinya itu. "Alhamdulilah, doaku terkabul Bang! Abang kembali ke sisiku, kita bisa menikah, aku benar-benar bahagia!"jawabnya. Bagus terdiam, ia tidak tersenyum mendengar Atun yang begitu bahagia. "Tapi caramu itu tidak baik, Tun! Kau tahu, bagaimana jika seandainya takdir berkata lain? Tolong pikirkan perasaan kedua orang tuamu!" balas Bagus. "Kenapa Abang marah? Aku melakukan ini, karena aku tidak bisa hidup tanpa Abang, aku tidak mau menika