Pelukan itu begitu berarti bagi Temy. Akhirnya ia berhasil menemukan Nora yang tinggal di sebuah pedesaan. Tampilan modisnya kini berubah menjadi sosok Nora yang sederhana. Bukan high-heels lagi yang ia gunakan melainkan, alas kaki biasa pada umumnya. Nora mendorong tubuh Temy, berusaha menyingkir dan pergi. Entah mengapa wanita itu tampak tidak suka dengan kehadiran Temy saat ini. "Nora, aku ingin bertemu denganmu! Bisakah kita bicara?!" tanya Temy tegas. Nora tidak menggubris, sesekali ia mengusap wajahnya yang basah karena air hujan. "Pergi! Aku tidak ingin melihatmu lagi, kau sama saja seperti yang lain, kau senang bukan melihatku seperti ini?!" seru Nora, membuat Temy sedikit terkejut dengan ucapan wanita itu. "Aku mencarimu, karena aku peduli denganmu!" balas Temy. Sehingga membuat Nora terdiam menatap kedua bola matanya. "Tolong Nora, bisakah kita bicara?" tanya Temy sekali lagi. Nora terlihat bingung, tampak ia pun tidak tahu bagaimana jalan pulang menuju rumah Bagus. B
Bagaimana bisa ia harus melupakan rasa sukanya pada sang istri pertama. Kali ini ia memiliki waktu senggang, untuk melihat bagaimana keadaan Nora. Seorang Bagus tidak tenang jika dirinya tidak dapat melihat bagaimana dengan keadaan cinta keduanya saat ini. Langkahnya terhenti sampai di pintu depan, sekilas dahinya berkerut saat tangannya mencoba membuka pintu rumahnya. "Terkunci!" cetusnya. Seketika Bagus menjadi panik, ia takut jika Nora menguncinya dari dalam, karena ia tahu jika wanita itu bisa berbuat apa saja yang terlintas dibenaknya. "Buka pintunya Nora!" teriak Bagus, tak sabar. Cukup lama Bagus berdiri di depan pintu rumahnya. Ia juga mencari keberadaan sang ibu yang turut tidak terlihat saat ini. Keadaan sudah mulai terang, hujan yang terus mengguyur perlahan menghilang tanpa pesan. Suara seseorang membuatnya terkejut, di mana Rusi datang dengan tergopoh-gopoh setelah pandangannya menemukan sosok Bagus. "Ibu!" panggilnya. "Nora! Nora hilang!" ucapnya. Sesaat wanita it
Cinta ditolak tidak berarti seorang Temy harus melepaskan Nora begitu saja, hampir 2 tahun ia menunggu jawaban Nora akan perasaan cintanya yang jatuh hati pada pandangan pertama, ketika mereka bertemu. Seluk beluk Nora membuat Temy menyukai wanita itu, sayangnya saat itu Nora terlihat begitu mencintai Revan, tanpa paksaan Temy memilih untuk melihat bagaimana hubungan Nora kedepan. Temy paham jika Revan adalah pria bereng*ek dan tidak akan puas dengan satu wanita, maka itu ia mampu bersikap tenang jika Revan bukanlah orang yang setia. Namun, dirinya kalah cepat saat ini dengan sosok Bagus. Entah bagaimana Nora bisa menikahi pria itu. Temy melempar sepatunya ke sembarang tempat. Tidak dapat diduga jika Nora mau hidup bersama pria seperti Bagus. Sedikit rasa kecewanya, karena sampai detik ini pun ia tidak bisa merebut hati wanita itu. "Aku sangat yakin, Nora tidak akan lama hidup bersama pria itu, wanita itu tidak bisa hidup tanpa harta! Jangan remehkan aku Nora!" ucapnya, saat dirinya
Aura wajah Nora yang begitu tegang membuat Bagus semakin salah tingkah. Debaran halus menyelimuti hati Nora, ia merasa gelisah dan terus mencoba menebak isi pikiran suaminya itu. Mereka saling diam sejak kejadian Bagus melihat Nora bertemu dengan Temy di pasar. Kecurigaan mulai muncul dibenak seorang Bagus. Namun apapun itu, ia tidak boleh gegabah, selama Nora bisa berkata jujur dengannya. Helaan napas terdengar begitu kasar dari Bagus. "Sedang apa kau bisa bertemu dengan pria itu?!" Suara Bagus begitu serak, kedua matanya benar-benar terlihat lelah. "Apa kau sakit?!" tanya Nora. "Jangan mengelak pembicaraan kita, Nora!""Hal apa yang harus aku jawab? Tentang Temy, kami tidak sengaja bertemu!" celetuk Nora kesal. Denyut jantungnya berdetak kencang, melihat tatapan tajam sang suami, Nora merasa tidak enak hati. Pasalnya kejadiannya bersama Temy terus berputar di ingatannya. "Tidak sengaja? Aku tidak tahu harus percaya atau tidak, tetapi aku tidak suka jika kau berhubungan denganny
Bagus merasa puas menikmati kebersamaannya dengan Nora, wajah istrinya itu membuatnya semakin jatuh cinta. Kebohongan yang sudah ia lakukan akan menjadi rahasianya sendiri. Ia melirik ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukkan langit berubah biru dan cerah. Ia bangkit dan bergegas melakukan ibadahnya, setelah selesai. Sejenak ia duduk di bibir ranjang sambil menatap Nora, ia tidak menyangka jika cintanya pada Nora terus bertambah, setelah menikah dengan Atun. Kulit Nora yang putih, wajahnya terlihat ayu, kenikmatan semalam membuatnya candu. Sayangnya, hari ini ia harus bekerja menafkahi dua wanita yang sudah menjadi istrinya. Berkali-kali, ia meminta maaf di dasar lubuk hatinya. Berkali-kali ia juga meminta ampun karena telah membohongi kedua istrinya. Sungguh ia mengakui dirinya adalah pria pengecut, tapi ia berusaha untuk membahagiakan keduanya, apalagi saat ini Atun membutuhkannya, membutuhkan cintanya. "Maaf Nora!" desisnya. Ia tidak tega membangunkan Nora, sekilas ia hanya m
"Abang dari mana saja? Mengapa kemarin Abang tidak menjemputku di rumah sakit?" Atun bertanya dengan lirih. "Abang, banyak urusan. Sehat-sehat Sayang, kamu harus cepat pulih!" tutur Bagus. Atun merasa senang, sebelumnya ia tidak pernah mengira jika ajal sudah menjemputnya dan bisa bertemu kembali dengan Bagus di tempat yang berbeda. Namun sang Khalik, membuat skenario indah untuknya membawa Bagus kembali ke sisinya dan menjadi suaminya. "Mengapa kau senyum-senyum?!" Semburat merah mewarnai wajah Atun, Bagus merasa heran dengan tingkah istrinya itu. "Alhamdulilah, doaku terkabul Bang! Abang kembali ke sisiku, kita bisa menikah, aku benar-benar bahagia!"jawabnya. Bagus terdiam, ia tidak tersenyum mendengar Atun yang begitu bahagia. "Tapi caramu itu tidak baik, Tun! Kau tahu, bagaimana jika seandainya takdir berkata lain? Tolong pikirkan perasaan kedua orang tuamu!" balas Bagus. "Kenapa Abang marah? Aku melakukan ini, karena aku tidak bisa hidup tanpa Abang, aku tidak mau menika
Menjelang malam, rumah sederhana yang tempati kini terlihat sunyi sepi, selalu menjadi pemandangan hidup setiap sore hari Nora kembali dari pekerjaan. Ia menaruh banyak sekali barang belanjaan yang diberikan oleh Temy. Ia sudah mencoba menolak dengan halus, sayangnya pria itu tetap keras kepala dan memaksanya untuk menerimanya. Entah harus bergembira atau bersedih, ia merasa tidak senang mendapatkan ini semua, walaupun ia sendiri pernah merasakan bagaimana bahagianya dulu hidup dengan kemewahan. Enam hari menjadi asisten pribadi, bukan masalah yang rumit. Justeru Nora ditunjuk untuk memimpin rapat khusus dari perusahaan Temy. Ia memang tidak bisa lepas dari gaya hidupnya yang dulu. Namun, pikirannya terus berputar memikirkan bagaimana jika Bagus mengetahui ini semua. Rasa rindu pada suaminya itu membuatnya kembali bersedih. Ternyata hidup Bagus jauh berbeda seperti dirinya. Pria itu mau bekerja apa saja, agar ia bisa mendapatkan hasil jerih payahnya sendiri. Nora merasa kesepian,
Hari minggu, hari di mana Bagus harus menemui Nora. Ia benar-benar sudah tidak bisa menahan rasa rindu, sehingga rona wajah bahagia terpancar pada Bagus. Atun tersenyum memperhatikan sikap suaminya itu. Pria itu tampak tersenyum jika sedang bercermin dan sesekali ia bertanya bagaimana akan penampilannya hari ini. "Abang tetap tampan, makannya aku jatuh cinta sampai saat ini!" ucapnya, membuat Bagus mendadak merasa salah tingkah. "Bisa saja kamu Tun!" balas Bagus, yang berjalan ke arahnya. "Abang, cuma satu hari kan Abang pergi ke kota? Besok malam Abang sudah kembali kan?" tanya Atun, wanita itu mendadak cemas akan kepergian Bagus. 'Maaf ya Tun! Aku tidak pergi keluar kota, melainkan bertemu istriku yang lain!' bisiknya di dalam hati. "Iya, besok malam Abang pasti pulang! Jaga pola makanmu ya, jangan sampai telat. Hari selasa waktunya kita mengecek kembali bagaimana perkembangan kesehatanmu.""Iya Bang, aku akan menuruti perkataan Abang. Abang hati-hati ya!"Bagus sudah siap untuk
Semalaman Nora tidak bisa tidur, menjelang acara ijab qabul ia hanya mampu berdoa agar semua pelaksanaan pernikahannya lancar. Namun satu hal yang membuatnya merasa aneh saat ini. Temy tidak mengabarinya sama sekali sejak kemarin, dan hanya Rion yang rela menjaga dan menunggunya sampai malam. Jemarinya mengusap layar ponsel, ia akan mencoba menghubungi Temy sekali lagi, dan lagi-lagi hanya suara operator wanita yang menjawab panggilannya. "Kemana kamu Tem?" Rasa takut dan cemas menjadi satu dalam lubuk hatinya. Pasrah karena sudah lelah menghubungi Temy, akhirnya rasa kantuk menghampirinya dan membuatnya terlelap pagi hari ini. Sementara itu di tempat lain, Bagus baru saja menyelesaikan solat subuhnya. Kemarin Temy sudah pergi, pria itu benar-benar pergi ke Korea dan menyerahkan segalanya pada Bagus. Pakaian pengantinnya yang berwarna putih begitu indah bagi Bagus. Sekilas, ia mengingat bagaimana pernikahannya bersama Nora dulu, pakaian seragam sopirnya. Ia hanya tersenyum kecil
Pagi-pagi buta sekali Nora sudah bersiap untuk hari ini. Sudah tiga hari ini Nora tidak pergi ke rumah Temy. Ia terpaksa, karena dengan begini, ia bisa fokus pada Temy, calon suaminya. Dan dua hari lagi adalah hari pernikahannya bersama Temy, saat itu juga ia akan melepas statusnya sebagai seorang janda. Ia menatap dirinya di depan cermin, perlahan ia membuang napasnya. Walaupun Bagus hadir sebagai Rion, ia tidak mungkin meninggalkan Temy. Temy adalah pria yang selalu baik kepadanya, tiada salahnya jika ia pun berkorban demi membalas semua kebaikan Temy. Agenda hari ini adalah mencoba gaun pengantin di butik, dengan rancang desain terkenal. Temy sudah menyiapkan segalanya dengan cepat. Acara ijab qabul akan dilakukan di rumah Nora, dan Temy berjanji akan memberi kejutan pada pesta malam pernikahan mereka. Suara deru mobil terdengar jelas memasuki halaman. Nora bergegas untuk turun dan menemui Temy. Nora berlari ke pintu utama, di sana sudah terlihat Rion yang berdiri dengan tangan k
"Nora berhenti, dengarkan aku dulu!" teriak Temy. Nora terus berlari menjauh, ia tidak mau berhubungan kembali dengan Temy atau Bagus lagi. "Ini semua bisa kita bicarakan baik-baik, jangan pergi lagi Nora." Temy tidak putus asa, ia akan terus mengejar Nora dan tidak akan pernah membiarkannya menghilang. Nora berhenti dan napasnya tersengal, ia baru menyadari jika sudah berlari jauh sekali. Dan ia tampak terkejut melihat Temy tengah berlari mengejarnya. "Kenapa kamu mengikutiku?" Nora memandang kesal ke arah Temy, namun pria itu tetap tersenyum dan berjalan menghampirinya. "Aku ingin menjelaskan semuanya Nora! Maaf aku tidak memberitahumu sejak awal, tapi memang ia adalah adikku!""Kamu bohong, apa ini rencana kamu? Kamu mau membuat aku lebih tidak bisa melupakan dia?""Dengar dulu! Dia adikku Nora, bertahun-tahun kami berpisah. Apa kau lebih tega, membiarkan saudara kandungku terus menjadi orang lain, dia lupa siapa dirinya yang sebenarnya!"Nora terdiam, Temy pun terdiam."Kemba
Seperti kata dokter, sesekali Bagus menginggau dan berteriak dalam tidak sadarkan diri. Temy rasa, Bagus sedang bermimpi tentang masa lalu, hingga terkadang ia harus diberi obat penenang oleh perawat yang menjaganya. Nora tidak pernah bosan untuk menghubungi Temy, sayangnya Temy belum siap menceritakan tentang Bagus kepada Nora. Jemari Bagus bergerak perlahan, kedua matanya terbuka perlahan. Terlihat jelas langit-langit kamar berwarna putih. Temy bangkit dari duduknya, menyambut suka cita Bagus sudah siuman. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Temy, tak sabar. Bagus terdiam, ia menatap Temy dengan jelas. Senyumnya merekah, ia mengenali Temy dan berusaha bangun untuk melihat sekelilingnya. "Hati-hati!"Temy membantu Bagus, ia merasa bingung dengan sikap Bagus sesaat setelah siuman. "Dimana aku?" Bagus melihat ke sekelilingnya. "Kau di rumah sakit, kepalamu terbentur, dan kau merasakan sakit kepala yang begitu hebat, hingga membuatmu tidak sadarkan diri selama lima hari!""Kau tetap s
Temy memejamkan kedua matanya, lalu menghembuskan napasnya kasar. Kedua bahunya bersandar pada daun pintu ruangan di mana Bagus tengah di periksa oleh dokter. Kini segalanya harus bisa ia terima jika takdir mempertemukannya dengan Bagus, adik kandung yang selalu ia cari sejak dulu. "Tak ku sangka jika kamu adikku! Bibi Rusi membohingiku, entah mengapa sebabnya!"Temy mengambil ponselnya, senyumnya mengembang seketika melihat gambar Nora yang terlihat bahagia di layar ponselnya. "Haruskah aku membiarkan Nora bersama Bagus? Padahal, hubungan ini sudah lama ku nantikan!"Air mata Temy menetes perlahan, ia hanya ingin berkumpul dengan orang-orang yang ia cintai. Sampai ia harus bisa menerima pria yang ia anggap sebagai penganggu hubungannya kini adalah adik yang sangat ia rindukan. "Pak Temy!"Mendengar seseorang memanggilnya, Temy segera menghapus air matanya dan berdiri menghadap dokter yang menangani Bagus. "Bagaimana dengan dia?""Tenang saja, keadaan kini membaik, dia merasakan sa
Air matanya mengalir perlahan, memori indah bersama Bagus terulang jelas kini, ada rasa rindu menelusuk di dalam hatinya pada sang mantan suami. Air hujan perlahan membasahi gelapnya ibu kota malam ini. Lima jarinya menghapus air mata di pipi, dan tak lama senyum terukir ketika pria disebelahnya menatap penuh cinta. "Kau suka hujan Nora? Sejak tadi pagi sampai malam, kau tidak pernah lepas untuk melihat hujan deras ini!"Wanita berambut panjang itu menampilkan senyum manisnya. “Karena hujan mengingatkanku pada Bagus!” Suasana menjadi hening sekejap. "Nora, kamu melamun?""Oh, ya Tem! Aku menyukai hujan, terkadang cuacanya membuat hatiku tenang dan damai!"Temy mengangguk, secangkir cappucino ia berikan untuk calon istrinya. "Untukmu, supaya kau tetap hangat!""Terima kasih!"Nora tersenyum sipu, pandangannya menyelidik ke arah Temy, yang terlihat gagah dan berwibawa. Entah mengapa wajah dari dekatnya begitu persis dengan wajah Bagus. “Ayolah Nora, kau sudah berjanji untuk melupa
"Baringkan dia disana," perintah seorang pria bertubuh tinggi dan berbadan kekar yang berdiri di ambang pintu. Kedua pria yang membawa Bagus hanya mengangguk dan menuruti perintah sang atasan. "Lalu, apa yang akan kita lakukan Bang?" Salah satu pria yang merupakan anak buah Temy terlihat ragu, karena Bagus terlihat begitu lemah saat ini. "Biarkan saja dia! Kunci semua jendela, dan pintu ini, besok pagi Tuan akan datang!""Baik Bang!" jawab pria yang lainnya. Bagus membuka matanya perlahan, ia merasakan pusing yang kini tengah menderanya. Ia juga meringis kesakitan pada hidung yang masih mengeluarkan darah. "Sial! Siapa sebenarnya mereka? Apa salahku sampai aku dihukum begini?" desisnya. Pelan-pelan ia mengedarkan pandangannya ke arah sekeliling kamar yang luas dan besar. Ranjang yang empuk di kamar itu membuatnya sedikit nyaman untuk saat ini. Perlahan ia bangkit dan berusaha untuk menyeimbangkan diri. "Tempat siapa? Ah, kepalaku sakit sekali!" Bagus meringis kesakitan, nampak s
Pandangannya tertutup oleh kain berwarna hitam, lengan Nora mengapit pada lengan Temy. Semilir angin berhembus mengenai kulitnya. Malam ini entah Temy merencanakan hal yang akan menjadi kejutan untuk Nora. Suara desiran ombak membuat Nora terus menerka-nerka keberadaannya saat ini. "Satu, dua, tiga, buka mata mu!" Nora membuka perlahan setelah kain yang dipasangkan terlepas oleh Temy. Pemandangan laut pada malam hari mampu mengukir senyum Nora. Gaun hitam bermotif brukat semakin menambah aura yang terus membuat Temy memuji kecantikannya di dalam hati. "Wow Temy, apa semua ini kau yang membuatnya?" tanyanya. Nora begitu terpukau, ketika melihat dua kursi kayu dengan meja yang menyajikan beberapa makanan yang sudah disiapkan pria tampan itu. "Kamu suka? Syukurlah, jadi semuanya tidak sia-sia!" ujar Temy. Nora hanya membalas setiap perlakuan Temy dengan senyuman, pemandangan indah ini harus bisa diabadikan. Nora mengambil ponselnya, dengan malu-malu Nora meminta Temy untuk berpose m
Rasa penat dan duka masih terasa. Angin yang berhembus kencang mampu menemani kesendirian Bagus saat ini. Kedua bibirnya menyesap rokok kecil yang menyelip di tengah dua jarinya. Dua jam yang lalu ia sudah berusaha ikhlas mengirimkan doa agar Atun tenang dan bahagia di surga. Dan apapun itu, Bagus harus bisa melangkah lagi mencari jalan yang baru untuk kehidupannya kedepan. Meninggalkan segala suka dan dukanya tentang masa lalunya bersama Atun. Mengambil langkah panjang untuk mencari seperti apa kehidupan selanjutnya. Bagus kembali ke rumah miliknya. Harusnya di rumah itu masih ada sosok Nora. Namun, kisah mereka pun sudah kandas.Seperti biasa, ia akan bersiap untuk bekerja di tempat Furqon. Pekerjaannya sudah lama sekali terbengkalai, walaupun malam hari, ia harus bisa menyelesaikan pekerjaannya sebagai tukang kayu. Bagus berangkat menuju gudang Furqon, gudang Furqon saat ini sudah berpindah dekat dengan hutan, agar tidak terdengar suara bising yang menganggu tetangga sekitar ruma