Vina memandang Sergio dengan wajah yang tegar, mencoba menemukan titik kebahagiaan di tengah pilihan sulit yang harus mereka hadapi. "Aku mengerti, Gio. Aku tahu kita akan melalui ini bersama. Meski sulit dan penuh rintangan, aku percaya cinta kita akan membimbing kita menuju kebahagiaan."Sergio memandang Vina dengan tatapan hangat, wajahnya mulai terlihat lebih tenang. "Terima kasih atas pengertianmu, Vina. Kita akan melawan segala rintangan ini, bersama. Sampai saatnya tiba, kita akan menyatakan kebahagiaan kita kepada dunia.""Lalu, kita akan ke mana, Gio? Bukankah di sini kita tidak akan aman?" tanya Vina."Kita akan mengunjungi Rubby. Dia kecelakaan, maka dari itu, aku menjemputmu. Semoga, keluarga Vortex tidak menutup akses bandara agar kita bisa pergi dan melarikan diri dari negara ini."Wanita itu terkejut mendengar kabar itu dari Sergio. "Kecelakaan? Lantas, bagaimana keadaannya?" tanya Vina dengan panik."Aku belum tahu. Maka dari itu, kita kembali. Dan di sana, bukan tempa
Silvana meraih piyama dan segera keluar dari kamar. Dia menunggu kedatangan Sergio, namun pria itu tidak kunjung datang."Di mana Sergio?" tanya Silvana kepada salah satu bawahan yang berjaga di pintu utama."Tuan dari semalam sudah pergi, Nyonya. Aku pikir, tuan ada urusan," jawab bawahan tersebut.Silvana menggigit bibir bawahnya, berpikir. "Kemana? Apakah dia pergi ke keluarga Emerson?" gumam Silvana.Silvana memutar tubuhnya dan kembali ke ke kamar. Sesampainya di dalam kamar, wanita itu meraih ponsel lalu mencari nomor kontak Sergio."Maaf, nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan."Wanita itu semakin gelisah. Setelah pria itu membuat menahan hasrat semalaman, pria itu meninggalkan Silvana begitu saja? Sepertinya Silvana tidak terima dia diperlakukan seperti ini.Silvana kembali mencari nomor kediaman Emerson. Tak lama, nada penghubung telepon pun berbunyi."Halo, kediaman Emerson." Terdengar seseorang menyapa dari seberang."Tolong sambungkan kepada Julius!""Baik, N
Di kantor polisi, Debora dibawa ke ruangan interogasi. Di sana, penyidik Carl bersiap untuk mengajukan sejumlah pertanyaan terkait insiden kecelakaan yang menimpa Rubby dan peran Carlos serta sindikatnya dalam kejadian tersebut. Suasana tegang mengisi ruangan tersebut.Carl duduk di depan Debora, membuka berkas yang ada di atas meja, lalu mulai memulai sesi interogasi."Baik, Nyonya Debora. Mari kita mulai pembicaraan ini dengan jujur. Kami sudah mengetahui keterlibatanmu dalam insiden yang Nyonya Rubby alami. Sekarang, ceritakan bagaimana Carlos dan sindikatnya terlibat dalam penabrakan terhadap mobil Tuan Elvano yang saat itu terparkir? Bukankah Tuan Elvano adalah anak Anda? Lantas, mengapa Anda tega melakukan hal tersebut?" tanya Carl dengan suara penuh penekan.Debora menatap Carl dengan tatapan sedih dan ketakutan, air mata mengalir membasahi pipinya. Dia menarik napas, lalu mulai menceritakan semua yang terjadi."Awalnya, aku hanya ingin mengungkap pembunuhan suamiku. Aku tahu R
"Apa?! Sergio melarikan diri?" Silvana begitu terkejut saat menyadari bahwa pria yang baru saja menjadi suaminya satu hari kini melarikan diri bersama wanita lain."Iya, Nyonya. Kami sudah melacak daftar nama penumpang dan ada nama Tuan Sergio," lapor seorang bawahan Silvana.Wanita itu menggerakkan giginya dengan kedua rahang mengeras. "Bugh!" Silvana menghantam kepalan tinjunya pada pegangan kursi. "Beraninya kau mempermainkan aku, Sergio!" Silvana mengerang penuh emosi.Silvana berdiri dari duduknya dengan wajah yang tampak emosional. "Antar aku ke kediaman Emerson!" perintah Silvana sambil melangkah gusar.***"Gio, aku sungguh merasa bersalah kepada Rubby. Semoga saja Rubby segera sembuh," ucap Vina dengan perasaan khawatir saat pasangan itu kini sedang duduk di sebuah kursi anyaman rotan sambil berpelukan di atas balkon.Dengan pandangan lurus, Sergio menjawab, "Jangan terlalu memikirkan nasib orang lain, Vina. Apa kau tahu, masalah kita jauh lebih besar daripada Rubby. Kita har
"Apa yang kamu katakan? Cerai? Itu tidak akan pernah terjadi, Rubby!" tolak Elvano dengan tegas.Rubby tidak menjawab, dia memalingkan wajahnya ke arah lain. Mencoba menghindari tatapan Elvano kepada dirinya."Rubby, lihat kemari! Mengapa tiba-tiba kamu ingin meminta cerai? Kau sadarkah aku mencintaimu? Lantas kenapa, di saat kau sadar, kau ingin cerai denganku?" Elvano mencoba meraih wajah istrinya yang membuang pandangannya.Ketika Rubby berbalik, wajahnya penuh dengan air mata. Air mata kesedihan karena dia tidak bisa hamil dan melahirkan keturunan bagi Patrice."Paman, apa yang kamu sembunyikan? Tolong katakan! Paman, mengapa kamu menyembunyikan hal penting ini dariku?" tanya Rubby dengan bibir bergetar.Elvano menangkup kedua pipi Rubby yang syok. Jujur, melihat wanita seperti demikian, hati Elvano begitu menjerit. Tanpa sadar, air mata itu pun menitik. "Cinta, sayang. Dengar aku, ya! Aku tidak bermaksud menyembunyikan apa-apa darimu. Aku hanya ingin kamu sembuh agar kamu tidak k
Malam itu, ada rasa tegang di udara. Setiap agen yang terlibat dalam kasus ini tahu betapa pentingnya penangkapan Carlos dan sindikatnya, dan semangat mereka untuk mendapatkan keadilan tidak dapat digoyahkan."Kita harus cepat dan akurat," kata seorang petugas, "Kita tidak bisa mengambil risiko Carlos melarikan diri.""Benar," sahut rekan petugas tersebut. "Semakin lama sindikat ini berkeliaran, semakin banyak orang yang menjadi korban mereka."Setelah beberapa hari kerja keras, polisi berhasil mengungkap beberapa lokasi yang diduga merupakan markas sindikat Carlos. Mereka menyiapkan pasukan yang ada dan merencanakan penggerebekan untuk menghentikan sindikat ini sekaligus.Akhirnya, tiba saat yang ditunggu-tunggu, tim polisi bersiap untuk melakukan penggerebekan serentak ke berbagai lokasi. Setiap anggota yang terlibat merasa bangga dan siap untuk berjuang demi kebenaran."Ingatlah, kita berjuang untuk keadilan dan keamanan bagi masyarakat," ujar seorang petugas yang berpengalaman kep
"Rubby, tolong jangan seperti ini. Lihatlah dirimu yang begitu kurus," ucap Vina saat dia datang menjenguk sahabatnya itu.Rubby menatap taman dengan pandangan kosong. Tidak tahu harus bagaimana dia menyikapi keadaan dirinya yang tidak mempunyai rahim. Kedatangan Vina, membuat luka hati Rubby menganga saat melihat kandungan Vina yang memasuki 4 bulan.Vina menatap Rubby dengan keprihatinan, kemudian duduk di sampingnya dan memegang tangan Rubby. "Aku tahu kamu sedih, Rubby. Tapi kamu harus tetap bertahan dan jangan melukai dirimu sendiri," ucap Vina lembut.Air mata Rubby jatuh mengalir di pipinya, namun dia mencoba tersenyum. "Terima kasih sudah datang, Vina. Tapi, aku merasa seperti ini adalah sebuah hukuman untukku. Aku merasa tidak adil."Vina menggenggam tangan Rubby erat, mencoba memberikan dukungan. "Kamu tidak sendiri, Rubby. Kami semua disini untuk kamu. Mungkin saat ini masih sulit bagimu untuk menerima kenyataan ini, tapi percayalah bahwa hidup ini tidak selalu adil dan kit
"Hmm... Lepas!"Vina mencoba berteriak, namun suaranya tertutup oleh tangan yang membekap mulutnya. Tidak sempat melihat wajah orang yang menghampirinya, Vina merasa ketakutan dan panik. Seluruh tubuhnya mengejang, mencoba melepaskan diri dari cengkraman orang itu.Akan tetapi, kekuatan tangan pria itu begitu kekar hingga Vina tidak kuat melepaskan diri. Apalagi, dengan kondisinya yang tengah mengandung."Masuk!" pria misterius itu mendorong tubuh Vina ke dalam mobil saat tubuh wanita itu semakin lemah karena efek obat bius.Setelah memastikan wanita tersebut sudah tidak bergerak, mobil pun melaju meninggalkan kawasan rumah sakit. ***Sementara di kediaman Patrice, Sergio berdiri dari duduknya saat melihat jika malam sudah semakin larut."Bro, aku pulang dulu. Kasihan Vina, mungkin dia butuh istirahat," pamit Sergio kepada kedua temannya itu.Andre yang ingin memberikan waktu kepada Elvano pun juga ikut berpamitan. Elvano, tidak merespon apa-apa hanya mengangguk pelan dan kembali dud