Di kantor polisi, Debora dibawa ke ruangan interogasi. Di sana, penyidik Carl bersiap untuk mengajukan sejumlah pertanyaan terkait insiden kecelakaan yang menimpa Rubby dan peran Carlos serta sindikatnya dalam kejadian tersebut. Suasana tegang mengisi ruangan tersebut.Carl duduk di depan Debora, membuka berkas yang ada di atas meja, lalu mulai memulai sesi interogasi."Baik, Nyonya Debora. Mari kita mulai pembicaraan ini dengan jujur. Kami sudah mengetahui keterlibatanmu dalam insiden yang Nyonya Rubby alami. Sekarang, ceritakan bagaimana Carlos dan sindikatnya terlibat dalam penabrakan terhadap mobil Tuan Elvano yang saat itu terparkir? Bukankah Tuan Elvano adalah anak Anda? Lantas, mengapa Anda tega melakukan hal tersebut?" tanya Carl dengan suara penuh penekan.Debora menatap Carl dengan tatapan sedih dan ketakutan, air mata mengalir membasahi pipinya. Dia menarik napas, lalu mulai menceritakan semua yang terjadi."Awalnya, aku hanya ingin mengungkap pembunuhan suamiku. Aku tahu R
"Apa?! Sergio melarikan diri?" Silvana begitu terkejut saat menyadari bahwa pria yang baru saja menjadi suaminya satu hari kini melarikan diri bersama wanita lain."Iya, Nyonya. Kami sudah melacak daftar nama penumpang dan ada nama Tuan Sergio," lapor seorang bawahan Silvana.Wanita itu menggerakkan giginya dengan kedua rahang mengeras. "Bugh!" Silvana menghantam kepalan tinjunya pada pegangan kursi. "Beraninya kau mempermainkan aku, Sergio!" Silvana mengerang penuh emosi.Silvana berdiri dari duduknya dengan wajah yang tampak emosional. "Antar aku ke kediaman Emerson!" perintah Silvana sambil melangkah gusar.***"Gio, aku sungguh merasa bersalah kepada Rubby. Semoga saja Rubby segera sembuh," ucap Vina dengan perasaan khawatir saat pasangan itu kini sedang duduk di sebuah kursi anyaman rotan sambil berpelukan di atas balkon.Dengan pandangan lurus, Sergio menjawab, "Jangan terlalu memikirkan nasib orang lain, Vina. Apa kau tahu, masalah kita jauh lebih besar daripada Rubby. Kita har
"Apa yang kamu katakan? Cerai? Itu tidak akan pernah terjadi, Rubby!" tolak Elvano dengan tegas.Rubby tidak menjawab, dia memalingkan wajahnya ke arah lain. Mencoba menghindari tatapan Elvano kepada dirinya."Rubby, lihat kemari! Mengapa tiba-tiba kamu ingin meminta cerai? Kau sadarkah aku mencintaimu? Lantas kenapa, di saat kau sadar, kau ingin cerai denganku?" Elvano mencoba meraih wajah istrinya yang membuang pandangannya.Ketika Rubby berbalik, wajahnya penuh dengan air mata. Air mata kesedihan karena dia tidak bisa hamil dan melahirkan keturunan bagi Patrice."Paman, apa yang kamu sembunyikan? Tolong katakan! Paman, mengapa kamu menyembunyikan hal penting ini dariku?" tanya Rubby dengan bibir bergetar.Elvano menangkup kedua pipi Rubby yang syok. Jujur, melihat wanita seperti demikian, hati Elvano begitu menjerit. Tanpa sadar, air mata itu pun menitik. "Cinta, sayang. Dengar aku, ya! Aku tidak bermaksud menyembunyikan apa-apa darimu. Aku hanya ingin kamu sembuh agar kamu tidak k
Malam itu, ada rasa tegang di udara. Setiap agen yang terlibat dalam kasus ini tahu betapa pentingnya penangkapan Carlos dan sindikatnya, dan semangat mereka untuk mendapatkan keadilan tidak dapat digoyahkan."Kita harus cepat dan akurat," kata seorang petugas, "Kita tidak bisa mengambil risiko Carlos melarikan diri.""Benar," sahut rekan petugas tersebut. "Semakin lama sindikat ini berkeliaran, semakin banyak orang yang menjadi korban mereka."Setelah beberapa hari kerja keras, polisi berhasil mengungkap beberapa lokasi yang diduga merupakan markas sindikat Carlos. Mereka menyiapkan pasukan yang ada dan merencanakan penggerebekan untuk menghentikan sindikat ini sekaligus.Akhirnya, tiba saat yang ditunggu-tunggu, tim polisi bersiap untuk melakukan penggerebekan serentak ke berbagai lokasi. Setiap anggota yang terlibat merasa bangga dan siap untuk berjuang demi kebenaran."Ingatlah, kita berjuang untuk keadilan dan keamanan bagi masyarakat," ujar seorang petugas yang berpengalaman kep
"Rubby, tolong jangan seperti ini. Lihatlah dirimu yang begitu kurus," ucap Vina saat dia datang menjenguk sahabatnya itu.Rubby menatap taman dengan pandangan kosong. Tidak tahu harus bagaimana dia menyikapi keadaan dirinya yang tidak mempunyai rahim. Kedatangan Vina, membuat luka hati Rubby menganga saat melihat kandungan Vina yang memasuki 4 bulan.Vina menatap Rubby dengan keprihatinan, kemudian duduk di sampingnya dan memegang tangan Rubby. "Aku tahu kamu sedih, Rubby. Tapi kamu harus tetap bertahan dan jangan melukai dirimu sendiri," ucap Vina lembut.Air mata Rubby jatuh mengalir di pipinya, namun dia mencoba tersenyum. "Terima kasih sudah datang, Vina. Tapi, aku merasa seperti ini adalah sebuah hukuman untukku. Aku merasa tidak adil."Vina menggenggam tangan Rubby erat, mencoba memberikan dukungan. "Kamu tidak sendiri, Rubby. Kami semua disini untuk kamu. Mungkin saat ini masih sulit bagimu untuk menerima kenyataan ini, tapi percayalah bahwa hidup ini tidak selalu adil dan kit
"Hmm... Lepas!"Vina mencoba berteriak, namun suaranya tertutup oleh tangan yang membekap mulutnya. Tidak sempat melihat wajah orang yang menghampirinya, Vina merasa ketakutan dan panik. Seluruh tubuhnya mengejang, mencoba melepaskan diri dari cengkraman orang itu.Akan tetapi, kekuatan tangan pria itu begitu kekar hingga Vina tidak kuat melepaskan diri. Apalagi, dengan kondisinya yang tengah mengandung."Masuk!" pria misterius itu mendorong tubuh Vina ke dalam mobil saat tubuh wanita itu semakin lemah karena efek obat bius.Setelah memastikan wanita tersebut sudah tidak bergerak, mobil pun melaju meninggalkan kawasan rumah sakit. ***Sementara di kediaman Patrice, Sergio berdiri dari duduknya saat melihat jika malam sudah semakin larut."Bro, aku pulang dulu. Kasihan Vina, mungkin dia butuh istirahat," pamit Sergio kepada kedua temannya itu.Andre yang ingin memberikan waktu kepada Elvano pun juga ikut berpamitan. Elvano, tidak merespon apa-apa hanya mengangguk pelan dan kembali dud
"Owh...!" Vina mengerang merasakan kepalanya yang sakit luar biasa. "Aku di mana?" Vina memaksakan matanya yang masih terasa berat menyisir keadaan ruangan.Saat iris mata Vina melihat keadaan ruangan di mana dia terbangun, degup jantungnya seakan berhenti berdetak ketika dia menyadari jika kedua tangannya terpasung pada rantai besi dengan kedua kakinya disanggah hingga terbuka lebar."Lepas! Tolong, aku di mana? Lepaskan aku!" Vina menjerit dengan histeris saat dia menyadari jika dirinya kini berada di ruang bedah."Hei... Siapa saja yang mendengarkanku, tolong aku! Apa yang kalian inginkan?" Vina semakin menjerit dengan kencang, ketika dia menyadari situasinya saat ini.Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat, membuat Vina semakin panik. Pintu ruangan itu terbuka perlahan, dan dari balik pintu muncul sosok yang mengejutkan."Hush, Vina... Tenanglah, karena aku akan mengeluarkan anak yang ada di dalam perutmu," kata sosok itu sambil memasuki ruangan. Dia memakai jubah putih d
Sergio mengangguk tegas. "Ayo, kita segera melakukannya. Kita tidak bisa kehilangan waktu lebih lama lagi. Demi Tuhan, Elvano, aku tidak akan sanggup kehilangan Vina dan bayiku.""Tenangkan dirimu, aku sedang berusaha. Apakah kita harus menghubungi Andre? Aku takut jika Silvana membawa anak buahnya dari negaranya.""Kurasa dia tidak akan repot-repot membawa bawahannya. Karena dia tentu mempunyai uang untuk membayar pembunuh!"Elvano mengangguk. "Baik, aku akan menghubungi tim," jawab Elvano.Elvano segera menghubungi semua anak buahnya dan memberikan instruksi untuk memulai pencarian. Mereka semua menyadari betapa pentingnya menemukan Vina secepat mungkin.Tidak ingin disia-siakan, Sergio, Elvano, dan anak buah mereka mencari segala info dan petunjuk yang mereka bisa. Andre dan polisi yang turut bergabung dalam pencarian."Ada info baru dari beberapa sumber," kata Andre saat berbicara dengan Elvano melalui telepon. "Aku menemukan sinyal ponsel Vina yang berhenti di depan rumah sakit.
Di ballroom hotel, Rubby, Elvano, Vina dan Sergio. Dua pasangan suami istri itu sedang menunggu dengan antusias. Mereka membawa anak-anak mereka, Amora dan Vincent, di gendongan mereka. Mereka ingin melihat Lisa dan Andre yang akan menikah tidak sabar melihat penampilan ratu dan raja untuk hari ini.Elvano, memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Monster kecil, kita pernah melewati banyak halangan. Mulai dari sebuah ikatan kontrak hingga berjanji untuk bersama selamanya. Maaf, jika selama ini aku belum bisa membahagiakanmu," bisak Elvano ketika dia melihat dekorasi pernikahan Andre dan Lisa yang tampak begitu mewah. Rubby menggendong Amora yang sedang tertidur pun menjawab, "Kita sudah berkomitmen, Paman. Pernikahan yang kita lakukan di dekat pantai juga cukup manis dan berkesan untukku. Dan sekarang, aku bahagia memilikimu, Paman. Semoga kebahagiaan kita terus terjaga hingga akhir hayat kita." Elvano mengecup lembut pipi Monster Kecilnya. "Terima kasih, Monster Kecil. Karena sudah m
Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Di ballroom hotel, dekorasi pernikahan sudah siap. Bunga-bunga putih dan merah muda menghiasi meja dan kursi tamu. Di panggung, ada pelaminan yang megah dengan tirai-tirai putih dan lampu-lampu berkilau. Di sana, Andre dan Lisa akan mengucapkan janji suci mereka sebagai suami istri.Di ruang rias, Lisa duduk di kursi roda dengan gaun pengantin putih yang indah. Rambutnya yang pendek dihiasi dengan mahkota bunga. Wajahnya yang pucat tampak berseri-seri dengan senyum bahagia. Hari ini, ia akan menikah dengan Andre, dokter yang telah menemaninya selama ia menderita kanker otak. Andre adalah cinta pertama dan terakhirnya. Ia tidak peduli jika hidupnya tidak akan lama lagi. Yang penting, ia bisa merasakan cinta sejati dari Andre.Lisa menatap wajahnya di pantulan cermin dengan senyuman yang selalu terbit dibibirnya. "Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku akan menikah dengan Andre, pria yang paling aku cintai di dunia ini.
Rubby dan Vina berjalan masuk ke gedung pernikahan yang megah dan mewah. Mereka adalah sahabat dari Lisa, mempelai wanita yang akan menikah besok dengan Andre. Mereka datang untuk membantu mengurus persiapan acara, seperti dekorasi, catering, dan undangan."Wow, lihat itu!" Vina menunjuk ke langit-langit yang dipenuhi dengan balon berwarna-warni. "Ini pasti ide Lisa. Dia suka sekali balon.""Ya, dia memang anak kecil yang besar." Rubby tertawa. "Tapi aku suka dekorasinya. Simpel tapi manis. Seperti Lisa dan Andre.""Mereka memang pasangan yang serasi. Aku senang mereka akhirnya menemukan jodoh masing-masing." Vina menghela napas. "Aku harap mereka bahagia selamanya.""Amin." Rubby mengangguk. "Eh, tapi kita juga harus bahagia, lho. Kita punya suami yang sayang dan anak-anak yang lucu.""Iya, iya. Kita juga beruntung." Vina mengakui. "Tapi kadang aku kangen masa-masa kita masih single dan bebas.""Ha, ha. Kau masih ingat malam terakhir kita sebelum menikah?" Rubby mengingatkan. "Kita b
"Aku pasti bisa!" Seru Andre mencoba menyemangati dirinya sendiri. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menekan bel rumah Lisa. Dia merasa gugup dan deg-degan, karena hari ini Andre akan menemui orang tua Lisa untuk meminta restu pernikahan mereka. Setelah lamaran yang Andre lakukan beberapa hari yang lalu, Andre memutuskan untuk menemui orang tua Lisa menyampaikan perihal pernikahan yang akan dilangsungkan. Setelah mendapatkan izin, akhirnya Lisa hanya menjalani rawat jalan. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka, dan Andre disambut oleh seorang wanita paruh baya yang ramah. Dia adalah ibu Lisa. "Andre, selamat datang. Kami sudah menunggumu," kata ibu Lisa. Wanita paruh baya itu memeluk Andre erat. "Ayo, Nak. Masuk! Ayah Lisa sudah menunggu." wanita tersebut mengajak Andre masuk ke dalam rumah setelah melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Bu. Maaf jika saya mengganggu," kata Andre sopan."Tidak mengganggu sama sekali. Ayo, masuk. Suamiku dan Lisa sudah menunggu di ruang
"Paman, apakah Andre dan Lisa akan bahagia? Atau ... Ada di antara satu yang akan menghilang di antara mereka?" tanya Rubby. Saat ini, Rubby dan Elvano sudah kembali ke kediaman setelah merayakan acara lamaran Andre dan Lisa. Rubby, mengelus-ngelus jakung suaminya itu dengan manja. Elvano yang sedang memainkan helaian rambut istrinya itu pun menjawab, "kita do'akan mereka yang terbaik. Semoga, saat Lisa menikah dengan Andre, penyakit Lisa diangkat oleh Tuhan." Rubby mengangguk, dia membenamkan wajahnya di dada Elvano. "Paman, apakah cintamu tetap utuh untukku?" tanya Rubby. Elvano medekap tubuh monster kecilnya semakin erat ke dalam pelukan. "Satu saja aku belum bisa membahagiakannya, bagaimana bisa cintaku dapat terbagi?"Rubby merasakan getaran baik dari tubuh Elvano dan mengabaikan gejolak dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Elvano dengan mata sayu. "Terima kasih, paman. Aku merasa sangat beruntung memiliki paman sepertimu."Elvano tersenyum, menepuk ringan pipi
"Yey! Selamat untuk kalian berdua!"Setelah Andre selesai melamar Lisa, para sahabatnya yang merupakan bagian dari rencana keluar dari persembunyian mereka. Mereka merasa senang dan gembira seperti Andre karena rencana tersebut sukses dilakukan. Sergio, Elvano, Vina, dan Rubby bergabung dengan Andre dan Lisa. "Wah, bro, selamat, ya! Semoga acara ke depannya lancar seperti jalan tol bebas hambatan!" ucap Elvano sambil mengulurkan tangannya ke arah Andre. Andre tersenyum bahagia, dia tidak menyangka jika momen tersebut terlaksana juga. Andre pun menyambut uluran tangan Elvano. "Thanks, ya! Tanpa kalian acara lamaran ini mungkin tidak akan berjalan dengan lancar," ucap Andre. Sergio menepuk-nepuk pundak Andre dengan gembira. "Jadi, kita sudah tidak akan berebutan wanita lagi ya, Ndre. Semoga bahagia!" ucap Sergio dengan semangat. Andre mengalihkan pandangannya ke arah Sergio. "Thanks bro. Aku merasa bersyukur memiliki kalian," jawab Andre. Sergio dan Elvano pun memeluk tubuh Andre.
Vina, Rubby, Sergio, dan Elvano berjalan menuju taman yang akan mereka dekorasi untuk acara lamaran Andre dan Lisa. Mereka membawa berbagai peralatan seperti balon, lilin, bunga, dan spanduk bertuliskan "Will You Marry Me?"."Ayo, cepat-cepat! Kita harus selesai sebelum Andre dan Lisa datang. Ini adalah hari yang sangat penting bagi mereka," ucap Vina sambil menggenggam erat sejumlah balon warna-warni. Rubby menimpali dengan senyum ceria, "Tentu saja, Vina. Kita akan membuat taman ini menjadi tempat yang tak terlupakan bagi keduanya."Sergio membuka kotak berisi lilin-lilin indah. "Kita perlu menyusunnya dengan rapi. Lilin-lilin ini akan memberikan sentuhan romantis saat malam tiba," kata Sergio seraya meletakkan lilin-lilin di meja yang telah mereka siapkan.Elvano menggantungkan spanduk dengan hati-hati. "Semua harus terlihat sempurna. Andre dan Lisa pasti akan terkejut dan bahagia melihat usaha kita," ujarnya penuh semangat.Saat mereka sibuk merapikan dekorasi, Vina menyelipkan p
"Andre!" Lisa berteriak saat melihat kekasihnya itu menampar pipi Gina. Andre sudah cukup sabar menghadapi sikap Gina selama ini. Seumur hidup, baru kali ini Andre mendaratkan tangannya kepada wanita. Dada Andre tampak naik turun, sedangkan Gina, tertunduk memegangi pipinya yang terasa perih. Gina tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan tamparan dari Andre. "Gina, selagi aku masih punya kesabaran, tolong tinggalkan ruangan ini," ujar Andre. Gina mengangkat wajahnya, menatap Andre dengan mata berkaca-kaca. "Paman, kau lebih memilih wanita kanker itu daripada aku, hah?! Selama kita berhubungan, kau tidak sekasar ini! Kenapa kau menamparku?!" ujar Gina di sela tangisnya. Lisa, wanita yang terkena kanker otak itu pun mencoba untuk bangun, dia mengusap punggung Andre, pria yang kini sedang dilanda amarah. "Ndre, kuasai dirimu," bisik Lisa lemah. Andre memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gina, hubungan kita sudah berakhir." Andre pun berlutut di hadapan Gina. Hal tersebut me
Dua bulan kemudian..."Apakah Kamu sekarang merasa lebih baik?" tanya Andre ketika pria itu menemani Lisa di taman belakang rumah sakit. Setelah mengambil keputusan yang berat, akhirnya Lisa diterbangkan ke Jakarta. Setelah menjalani perawatan intensif dan mencari dokter kanker yang bagus, kondisi Lisa pelan-pelan membaik. Walaupun kini kepala wanita itu telah botak akibat kemo. Namun, kecantikannya masih bisa terpancar dari wajahnya yang pucat. Lisa tersenyum lebar, "Terima kasih, Andre. Aku memang merasa lebih baik sekarang."Andre mengambil tempat di samping Lisa dan mengamati wajahnya. Meskipun terlihat lelah, Lisa tetap terlihat cantik dengan alis mata yang rapi dan senyum manis di bibirnya."Apa kabar yang lain?" tanya Lisa sambil menatap Andre.Andre mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, "Semua orang baik-baik saja." "Syukurlah jika mereka semua baik-baik saja." "Kamu jangan terlalu lama-lama di luar, ya. Nanti kalau kamu kena angin dan sakit lagi bagaimana?" ucap Andr