"Olivia, apa kamu tidak ingin mencari pengganti Toni? Lihat Rubby, walaupun wanita itu mandul dan tidak akan pernah melahirkan anak, dia begitu bahagia dengan suami konglomerat seperti Elvano. Dan lihat dirimu yang menyedihkan ini?"
Olivia yang sedang sarapan pagi itu di kediaman Almero pun menghentikan sendoknya. Wanita itu menatap tajam ke arah Soraya. Sudah beberapa kali ibunya terus menerus menyinggungnya perihal jodoh."Bu, aku sedang tidak ingin membicarakan masalah ini. Ibu tahu? Aku sedang sibuk menyusun skripsi ku. Tidak ada waktu untuk memikirkan hal semacam itu," jawab ketus Olivia.Soraya memutar bola matanya malas mendengar ucapan putrinya. Sejak meninggalkan kediaman Anderson, Soraya, Almero dan Olivia menetapkan di sebuah perumahan elite.Dan sejak itu pula, Soraya meminta Oliva untuk berhenti berkuliah karena putrinya itu sudah tidak akan pernah menjadi penerus jadi untuk apa membuang waktu menjadi sarjana"Anda siapa? Kenapa kita harus bertemu di hotel seperti ini?" Olivia bertanya saat ia menemui pria misterius yang menelponnya. Pria paru baya yang duduk di kursi kulit mengenakan handuk kimono itu berjalan ke arah Olivia yang duduk di pinggir ranjang. Olivia tampak gelisah saat pria tua itu mendekatinya dengan ekspresi cabul yang pria itu berikan kepada Olivia. "Tenang Olivia, aku tahu masalah yang kamu hadapi sekarang. Apakah kau ingin seperti kakak tirimu, Rubby? Jika demikian, aku bisa mengabulkannya," ucap pria itu yang kini sudah duduk di samping Olivia. Dengan sedikit menggeser tubuhnya, Olivia menatap ragu kepada pria tua yang jelas belum dia ketahui namanya itu. "Maaf, Om. Kalau boleh tahu, Om siapa? Kenapa anda berpikir jika aku ingin seperti Rubby?" tanyanya dengan hati-hati. Bibir pria itu tampak melengkung, memberikan senyuman penuh maksud dan tujuan. "Bukankah kau terusir dari keluarga Anderson?" Olivia tertunduk, dia me
Setelah memandikan peluh dari aktivitas kenikmatan yang telah mereka lakukan, pria yang masih menyembunyikan nama dan identitasnya itu menatap ke arah Olivia dengan kepuasan atas apa yang pria itu terima dari Olivia. "Kamu lumayan liar di atas ranjang, Olivia," ucap pria itu sambil menggunakan pakaiannya kembali. Olivia yang masih menutupi tubuhnya dengan selimut tebal menatap ke arah pria paruh baya itu dengan wajah datar. "Ku harap, anda tidak lupa dengan kesempatan yang telah kita berdua buat," ucap Olivia. Pria itu duduk di atas ranjang sambil mencengkram lembut pipi Olivia, pria itu menatap ke dalam mata wanita itu. "Aku bukan pria yang mudah lupa dengan janji, Olivia," ucap pria itu dengan nada memprovokasi.Olivia menggigit bibirnya, mencoba untuk mengendalikan kekesalannya. Ia menarik selimut lebih erat ke tubuhnya, mencoba menghilangkan rasa tidak nyaman yang muncul setelah apa yang terjadi beberapa waktu yang mereka berdua lakukan.
"Amora, Nak, Maam dulu, yuk. Mama suapin," seru Rubby saat melihat putrinya tengah bermain di dalam ruangan yang dikhususkan untuk tempat Amora bermain. "Tidat mau, Mam. Mola mau main," jawab gadis kecil itu tidak memperdulikan Rubby yang menempelkan bubur yang dia blender dengan sayur dan hati ayam. "Nanti mainnya dilanjut lagi, ya, Sayang. Sekarang, Mora maam dulu. Katanya mau cepat besar?" bujuk Rubby. Amora menggelengkan kepalanya, mencoba menghindari sendok yang menempel di bibirnya. "Tidat mau, Mola beyum lapal!" tolak Amora sambil memanyunkan bibirnya. Rubby menghela nafas berat, dia berdiri lalu menonjok-nonjok boneka yang ada di sekitar Amora. Amora yang melihat itu pun terkejut. Gadis kecil segera berdiri. "Mama napa? Napa Mama memutul Doly?" tanya Amora dengan mata berkaca-kaca melihat boneka kesayangannya dipukul oleh Rubby. "Mama kesal, Mama sudah lelah buatin Mora makanan. Tapi Mora tidak menghargai Mama dan juga makana
Elvano tengah berkutat dengan berkas-berkasnya. Hari ini, sepertinya laporan perusahaan begitu menumpuk. Padahal, Elvano sudah berjanji kepada Amora untuk mengajak keluarga kecil mereka jalan-jalan. "Sampai kapan pekerjaan ini selesai?" Elvano melirik jam di pergelangan tangannya. Rasa rindu dengan kepada Rubby dan Amora membuat Elvano merasa semakin tergesa-gesa. Dia merasa waktu berjalan begitu lambat, seolah-olah jam di pergelangan tangannya berhenti bergerak.Elvano menghela nafas panjang, mencoba meredakan rasa frustrasinya. Dia meraih secangkir kopi yang sudah dingin di meja kerjanya, menyeruputnya pelan sambil menatap tumpukan berkas yang masih harus dia selesaikan.Tok tok tokElvano terperanjat mendengar suara ketukan ruangan. "Masuk!" Perintah Elvano. Pintu pun terbuka, dan Mark melangkah masuk ke dalam ruangan di mana Elvano berada. "Tuan, Nona Olivia ingin bertemu dengan anda." lapor Mark. Elvano mengerutkan alisny
"Kamu kenapa, Monster Kecil? Kenapa terlihat sangat cemas?" tanya Elvano yang kini sedang duduk di gazebo belakang kediaman ditemani oleh Rubby.Dengan meremas kedua tangannya gelisah, Rubby pun menjawab, "tadi siang Amy, ibu kandung Amora menelpon, Paman. Wanita itu meminta uang 50 juta. Jika kita tidak memberikan uang tersebut, mereka akan mencabut hak adopsi Amora." "Apa?!" Elvano terkejut. "Tapi mengapa mereka meminta uang sebesar itu? Bukankah kita sudah membayar biaya adopsi dengan jumlah yang sudah ditentukan?"Rubby menghela nafas berat. "Mungkin ada masalah keuangan di pihak mereka, Paman, atau mungkin mereka memanfaatkan situasi untuk mendapatkan lebih banyak uang karena mereka tahu jika Paman adalah seorang Presdir di sebuah perusahaan terbesar," jawab Rubby.Elvano yang mendengar jawaban Monster Kecilnya pun tersenyum sinis. "Mereka pikir dengan statusku sebagai presdir, mereka bisa meminta uang dengan seenaknya udel mereka? Dikira me
"Maafkan aku, Paman Dokter. Jika penolakanku membuat Paman Dokter kecewa. Bisakah Paman memaafkanku?" ucap Gina lirih menatap Andre dengan tatapan sayu. "Sudahlah, kesempatan sudah aku berikan. Jika kamu masih ingin bertahan, silahkan. Jika tidak, silahkan pergi. Dan satu hal lagi, jangan lupa untuk terus mengkonsumsi pil kontrasepsi. Karena aku tidak ingin kamu hamil. Dan jangan pernah berpikir jika kamu harus mengandung benihku!" tegas Andre. Gina tertunduk mendengar penuturan Andre. Itu terasa sangat menyakitkan hatinya merasa terkoyak. Jika dia tahu dari awal, dia tidak akan menolak pria yang menggunakan jas lab itu. "Hah...!" Gina membuang nafas panjang. "Baiklah Paman Dokter, aku tidak akan hamil anakmu," jawabnya lirih. "Bagus. Jika kamu berpikir demikian. Jadi sekarang, segera bersihkan semua kekacauan yang ada di sini sebelum para pasien berkunjung!" "Baik," jawab Gina, dia segera turun dari bed pasien dan melepaskan seprei
"Untuk apa Ayah harus tahu? Aku sudah cukup dewasa. Jadi berhenti memperlakukan aku seperti Anak kecil lagi!" bentak Olivia. Olivia membalikkan tubuhnya berlalu, dia merasa sakit hati akibat tamparan yang dirinya terima. Almero yang melihat sikap Olivia seperti itu, pria paruh bayah tersebut segera mengejar. "Olivia, dengarkan Ayah! Berhenti!" Almero berteriak lantang melihat Olivia berlalu. Olivia tak memperdulikan teriakan Ayahnya dan terus melangkah cepat menjauh. Air mata mulai membanjir di wajahnya, campur aduk dengan rasa marah dan kekecewaan yang memenuhi hatinya. Setelah beberapa langkah, Olivia berbalik dan melihat Ayahnya yang mencoba mengejarnya. "Ayah, aku sudah dewasa! Aku bisa mengatur hidupku sendiri, tidak perlu ikut campur! Apa yang aku lakukan, aku tentu sudah memikirkan resikonya!" pekik Olivia. Wanita itu kembali melangkah tanpa menunggu jawab dari Almero. "Olivia! Kamu memang anak pembangkang. Ayah bilang berhent
Pagi hari saat matahari sudah menampakkan dirinya menyapa para penduduk bumi, Amora terbangun dari tidurnya. "Mama...!" Panggil gadis kecil sambil melangkah ke arah pintu kamarnya. "Krek!" Amora keluar dari kamar menuju ke kamar orang tuanya. "Mama... Papa!" Panggil Amora di depan pintu kamar. Di dalam kamar, Rubby terperanjat kaget saat mendengar panggilan Amora. Rubby bergegas hendak bangun. Namun tangan Elvano masih melingkar di pinggang wanita itu. Rubby tersenyum menatap Elvano, dia mengusap lembut pipi Suaminya lalu pelan-pelan menyingkirkan tangan Elvano dari pinggangnya. Berharap, suaminya itu tidak terbangun dengan gerakan pelan yang Rubby lakukan. "Mmm...." Elvano mengeram dengan kepala menggeliat beberapa kali lalu membuka matanya yang masih terasa amat berat itu menatap ke arah Rubby. "Monster Kecil, kamu mau ke mana?" Tanya Elvano dengan suara serak. "Amora menangis di depan pintu, Paman. Maka dari itu, aku mau