Para penjenguk itu telah pergi. Glenn dengan sigap membawa Bella menuju ke toilet yang ada di dalam kamar tersebut. Kini, Bella mendudukkan tubuh di atas toilet duduk dengan wajah datar. Tatapannya hanya polos dan tidak sadar akan apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri.
Glenn kemudian melepas celana Bella dan membersihkan semuanya menggunakan waslap dan sabun. Ya, Glenn melakukan itu semua itu sendiri. Tidak ada rasa jijik ataupun enggan pada pria agung yang biasa dilayani bak seorang Pangeran tersebut.
Namun, di balik wajahnya yang datar, sejuta rasa pilu sedang berusaha disembunyikan olehnya. Pria itu benar-benar akan memberikan dan melakukan apa saja untuk gadis itu agar bisa sembuh. Bahkan, ia telah mendatangkan berbagai profesor untuk bekerjasama dengan Arthur, meskipun hasilnya masih nihil.
Bella tersenyum sendu menatap Glenn, "Terima kasih," ujar Bella secara tiba-tiba.
"Untuk apa?" Glenn berusaha memberikan wajah datar dan tenang seolah seda
Bunyi alat pemantau tanda vital yang terpasang di tubuh Bella berbunyi nyaring di ruang ICU. Penurunan saturasi oksigen yang dialami Bella menjadi kian drastis. Napasnya semakin lama semakin tersengal dengan kedua mata terbuka lebar."Bella, apa kau bisa mendengarku?!" pekik dr. Arthur yang tidak dijawab oleh Bella.Jangankan untuk menjawab, untuk mengambil napas saja terasa begitu berat dan menyesakkan bagi Bella. Gadis itu merasakan sakit yang teramat sangat. Ia tidak tahu jika semuanya akan menjadi sesakit ini. Seolah terdapat ribuan jarum yang menghujam dada hingga ulu hatinya."Mulai epinephrine!" Arthur mengambil suntikan untuk memasukkan obat itu pada selang yang terhubung dalam tubuh Bella.Salah satu perawat dengan sigap naik ke atas tempat tidur Bella untuk memberikan kompresi dada pada gadis tersebut. Perawat itu mengeratkan dan mengaitkan kedua jari-jari tangannya dan melakukan penekanan dada sedalam 5-6 sentimeter pada Bella.Nam
Bella menoleh ke belakang dengan mengulas sebuah senyuman, "Hai ... Emma!"Ya, gadis itu memang memiliki wajah yang begitu mirip dengan Emma. Dengan rambut hitamnya yang pendek sebahu, wajahnya yang imut, serta tubuh mungilnya yang terbalut dengan pakaian sederhana Eropa abad pertengahan, gadis itu juga sedang mengulas senyuman manis kepada Bella."Syukurlah saya tidak membuat Anda menunggu lama, Lady. Sangat sulit untuk beralasan pada kepala pelayan agar bisa keluar dari mansion Duke Marthin." Emma menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.Bella tersenyum tipis masih dengan jemari lentiknya yang kembali mengelus surai kepala kuda hitamnya, "Tidak apa-apa, Emma. Ayahku dan Dorothy si kepala pelayan itu memang begitu ketat. Beruntung aku memiliki pelayan sepertimu yang mau bekerjasama denganku."Kuda hitam yang sedang dielus Bella tiba-tiba meringkik. Keempat kakinya melangkah, berjalan ke depan. Kuda itu menuju pinggir sungai kemudian menunduk untuk me
Emma begitu terkesiap sebelum akhirnya berbisik lirih dengan ekspresi wajah khawatir, "Duke Marthin akan marah besar jika mengetahui Anda masuk ke dalam tempat seperti itu, Lady."Bella justru menghela napas malas, "Maka dari itu, jangan sampai dia mengetahuinya, Emma. Apa kau tak melihat jika kini penyamaranku telah sempurna?" Bella merentangkan kedua tangan memperlihatkan jubah hijau botol yang membalut tubuhnya sembari mengangkat dagu memperlihatkan sebuah kumis palsu di atas mulutnya."Mari kita pergi!" Bella langsung melangkah mendahului Emma dengan wajah berseri-seri. Sedangkan Emma justru menunjukkan wajah yang berbeda yaitu pucat pasi sembari menggigit bibir bawahnya sendiri. Gadis mungil itu berjalan mengikuti Bella dari belakang sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, memeriksa keadaan dengan perasaan was-was.~~~Bella berjalan melewati pintu kayu ke dalam sebuah ruangan bergaya klasik. Beberapa meja bundar berukuran sedang beserta kursi-kur
Hallo 1.000.000 pembaca GCBT (tetapi nol-nya hilang semua) hohoho. Salam kenal dan salam sayang dari author Lullaby :) Adakah pembaca yang sudah sampai di bab akhir dan membaca intermezo ini? Sepertinya tidak ada karena nol-nya sudah hilang semua alias hanya tersisa satu pembaca yaitu author sendiri yang baca intermezo ini (sambil nangis di pojokan). Namun, jika kelak barangkali siapapun itu ada pembaca yang sudah sampai di sini, maka author hanya ingin mengingatkan jika novel ini ber-genre fantasi. Jadi, kemungkinan bab yang berjudul puzzle-puzzle tidak dapat dipercepat karena memang bab tersebut adalah inti dari novel ini, yaitu berlatar Eropa zaman dahulu. Author menyadari jika tidak semua pembaca suka dengan cerita abad klasik dan lebih menyukai novel berlatar modern seperti zaman Bella Marlene sebelumnya. Namun, sekali lagi jika ini adalah novel fantasi dan outline yang sudah dibuat memang seperti ini. M
Tescara memberi isyarat untuk menaikkan taruhannya. Kini, sepuluh tumpuk koin chip berwarna orange dipertaruhkan oleh pria itu. Sedangkan Bella menghela napas halus. Meskipun gadis itu telah mengetahui ronde pertama permainan mereka akan berakhir seperti apa jika melihat gelagat dari Tescara yang berani mempertaruhkan banyak koin, tetapi Bella tetap enggan mundur dari permainan.Bella memberi isyarat pada Emma yang berdiri di belakangnya untuk mengikuti alur permainan. Beruntung, di dalam kantung kain putih yang sejak awal Emma bawa terdapat banyak koin emas yang ia dapat dari jatah bulanan Duke Marthin. Kini, sepuluh tumpuk koin chip juga dipertaruhkan oleh Bella.Kemudian sang bandar menyajikan dua kartu berikutnya di atas meja dan membukanya, kartu As Sekop dan As Keriting. Bella seketika melempar dua kartu di tangannya."Full house!" ujar si bandar dengan suara meninggi saat melihat tiga kartu As dan dua kartu Keriting yang didapatkan oleh Bella.Deng
Bella memacu kuda hitamnya menyusuri hutan untuk kembali ke mansion kediaman Duke Marthin. Sedangkan Emma yang duduk di belakang Bella tidak ada hentinya untuk terkekeh kecil. Gadis mungil itu begitu merasa senang akan kemenangan Bella di Rodenbar sebelumnya.Namun, saat sedang sibuk tersenyum, Emma tiba-tiba mengernyitkan dahi. Ia seketika menoleh ke belakang karena merasa jika ada yang mengikuti mereka."Lady! Sepertinya ada yang mengikuti kita," bisik Emma pada Bella saat memacu kuda.Gadis berambut cokelat hazel itu justru tersenyum tipis, "Aku sudah mengetahuinya. Tentu saja mereka tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja, Emma," desis Bella bersamaan dengan kedua tangannya yang menghentakkan tali kekang kuda. Bella berusaha mengecoh seorang penguntit yang diam-diam mengikutinya dari belakang.Hingga akhirnya, Bella dan Emma yang tengah menunggang Horsie kini bersembunyi di balik pohon besar. Seorang pria bertubuh kekar yang menunggang kuda
Bella melangkah masuk ke dalam sebuah kamar bergaya Eropa klasik dengan nuansa yang lebih didominasi warna putih. Terlihat berbagai ukiran seni Romawi yang ada di bagian langit-langit kamar, lukisan-lukisan indah yang juga berbingkai putih, serta sebuah dipan yang dihiasi dengan tiang tinggi di bagian sudut-sudutnya. Kamar itu terkesan elegan dan mewah.Di dalam kamar itu, juga terdapat seorang wanita cantik yang sedang terbaring di atas dipan dengan balutan gaun tidur berwarna putih tulang. Bella segera mendudukkan tubuh di pinggiran dipan tersebut. Sebelah tangan Bella kemudian menggenggam erat tangan wanita yang terbaring di sampingnya dengan sudut bibir terangkat ke atas, mengulas senyum. Wanita itu adalah Liliana, Ibu kandung Bella."Apakah ada sesuatu yang terjadi denganmu, Sayang?" ujar Liliana dengan lembut yang entah mengapa begitu peka.Bella mengernyit, "Memang apa yang sedang terjadi denganku, Ibu? Tidak ada yang terjadi denganku. Apa kau tidak melih
"Apakah ada orang di sana?"Tidak ada jawaban. Bella dan Emma hanya saling melemparkan pandangan dengan bola mata membeliak. Raut wajah menegang seketika terlukis di wajah cantik keduanya. Terdengar suara langkah kaki Dorothy yang sedang berjalan mendekat, membuat Bella dan Emma kian bergidik ngeri. Tentu saja sebuah hukuman dari Duke Marthin telah siap menanti jika Dorothy sampai melapor.Namun, sepertinya Dewi Fortuna sedang berada di sisi dua gadis itu. Tiba-tiba terdengar suara pekikan yang memanggil Dorothy sambil berlari, "Kepala pelayan!" Seorang wanita pelayan bawahan Dhoroty berlari menghampiri sembari menjinjing bawahan seragam pelayannya yang berwarna hitam putih dengan kedua tangan."Ada apa?" Dorothy menajamkan mata.Dengan napas terengah-engah, wanita pelayan itu membungkuk dengan kedua tangan yang bertengger di kedua lutut, kelelahan. Menegakkan tubuh, pelayan tersebut justru mendekatkan bibirnya untuk berbisik lirih pada Dorothy.
Alhamdulillah ... penulis dapat merampungkan cerita GCBT sesuai dengan plot yang sudah ada di dalam kepala. Bagaimana dengan endingnya? Maaf jika ending cerita ini cukup berbeda dengan kebanyakan novel yang diakhiri dengan ritual pernikahan, bulan madu, dan memiliki bayi. Kalian bisa mengimajinasikan kebahagiaan itu sendiri untuk kisah Bella dan Glenn yang sudah berakhir bahagia ️ Dan sesuai dengan janji penulis sebelumnya berkaitan dengan giveaway, penulis akan memilih satu dari komentar yang terbaik dan mendapat paket bingkisan dari penulis. Namun, penulis juga akan memberi hadiah transfer atau pulsa senilai @50.000 pada bebe
Langit malam seketika menyambut netra seorang gadis yang berada dalam gendongan pria yang dicintainya. Wajah gadis itu memucat dan tidak ada lagi semburat warna di wajahnya. Warna-warna itu telah pergi bersama dengan sebuah kehormatan yang dimiliki. Gadis itu adalah Bella yang hanya menunggu hitungan detik untuk kematiannya. Pandangan Bella yang mulai meremang berusaha menatap sayu pada ukiran wajah tampan pria yang dicintainya dari bawah sinar rembulan dan langit malam yang bertabur bintang. Sayangnya, jiwa gadis itu telah terbunuh sebelum belati tajam mengiris pembuluh darah arteri karotis di lehernya. Jika Tuhan memberikannya kesempatan, gadis itu ingin mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria tampan yang kini sedang ia lihat di bawah sinar rembulan, sosok pria yang selalu menjadi perisai di hidupnya, sosok pria yang tetap datang di saat-saat terakhir, dan sosok pria yang merupakan Pangeran berkuda putihnya. Namun, takdir berkata lain. Takdir itu
Pintu terbuka dengan suara nyaring karena terbentur dinding. Pangeran Glenrhys berdiri di ambang pintu dengan aroma kematian yang tersebar di wajah. Bella dapat melihat keterkejutan dan rasa sakit hati yang terpancar di riak-riak mata pria yang dicintainya tersebut. Tiba-tiba, Bella merasakan ujung pisau di lehernya. "Majulah selangkah dan kau akan melihat pisauku tertancap di leher wanitamu, Kakak." Pangeran Stefan tersenyum menyeringai dengan belati lipat di tangannya yang diarahkan di leher Bella. Pangeran Glenrhys membeku. "Apa yang kau inginkan, Stefan?" Suaranya tenang, tetapi terlihat betapa tajamnya tatapan Pangeran Glenrhys pada adik tirinya. Percayalah! Bella justru merasa ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Rasa malu, trauma, hina, dan marah kini bergejolak dalam darahnya dan merasuk hingga tulangnya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika seseorang yang ia cintai—Pangeran Glenrhys akan melihatnya dalam kondisi tanpa sehelai benan
✍️ Hallo, bab ini menurut penulis akan cukup dark. Jika tidak suka, bisa diskip meskipun bab ini cukup vital dan juga merupakan inti dari cerita. ~~~ Bella kembali membuka mata. Kedua tangan dan kakinya masih terikat dengan tali. Mulutnya juga tersumpal dengan kain. Masih terbalut gaun mewah dengan bawahan mengembang, wajah Bella sudah tampak lusuh meskipun kecantikanya masih tetap terlihat. Sudah berhari-hari Bella diculik dan disekap oleh Pangeran Stefan. Berkali-kali Pangeran gila itu menyatakan cinta dan berkali-kali pula Bella menolaknya dan meludah di wajah Pangeran tersebut. Bella berusaha membebaskan diri dari ikatannya, tetapi tak satupun ikatan itu mengendur. Gadis itu benar-benar ingin kabur dan melarikan diri dari Pangeran mengerikan yang terobsesi padanya. Saat masih berusaha melepas ikatan tali, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit, pertanda seseorang telah membukanya. Sosok pria berdiri di ambang pintu. Ya, pria itu ad
Pangeran Glenrhys menaiki kereta kuda kala baru saja keluar dari kapal yang membawanya dari London. Pangeran itu menuju istana untuk bertemu dengan Ratu Cecilia. Turun dari kereta kuda, langkah Pangeran Glenrhys menyusuri taman istana barat untuk menuju aula Ratu.Hingga akhirnya, Pangeran itu telah tiba di depan pintu kamar Ratu. Jemari panjangnya mulai terulur dan membuka pintu ganda kamar yang seketika memperlihatkan seorang wanita yang sedang terbaring di atas tempat tidur.Pangeran Glenrhys melangkah mendekat, "Apakah kau sudah meminum obatmu?" Suara bariton yang terdengar begitu dalam keluar dari mulut Pangeran tersebut.Ratu Cecilia yang awalnya memejamkan mata mulai membuka kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik dan seketika memperlihatkan iris mata biru yang indah, mirip seperti iris mata milik Pangeran Glenrhys. Wanita cantik itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum menatap sang putra yang tiba-tiba datang mengunjunginya."Obat
Secret~Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang dan bertopi fedora memasuki salah satu ruang kamar yang berada di istana. Ia menunduk sopan kala berhadapan dengan seorang Pangeran yang duduk santai di peraduannya dengan sebatang cerutu di tangannya. Pria paruh baya itu adalah Pollux. Sedangkan Pangeran itu adalah Stefanus Aldrich."Dia sudah menyetujuinya, My Lord. Duchess Marimar bersedia berada di pihak kita. Semua rencana sudah kita bicarakan dan tinggal menunggu waktunya."Senyuman menyeringai tergambar di bibir Pangeran Stefan. Sebelah tangannya mulai mendekatkan sebatang cerutu di bibir merah mudanya. Menyesap sari pati tembakau, Pangeran itu mengembuskannya secara perlahan, "Bagus, Pollux. Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku tidak sabar bersama dengannya," desis Pangeran Stefan masih dengan senyuman menyeringai yang belum memudar.Hingga akhirnya, hari itu pun tiba. Hari di mana Enzo menjemput Bella yang sedang berada di markas
Secret~Hari ini adalah jadwal dilakukannya penyulingan air di Desa Oldegloe sebagai upaya penyelematan dari wabah seperti yang telah dicetuskan Bella di rumah kesehatan bersama Derek sebelumnya. Pangeran Glenrhys sedang bersiap menuju Desa dan melihat kembali beberapa bahan-bahan penyulingan dari alam yang berada di kereta kuda. Bahan-bahan itu akan di bawa ke desa seperti yang diminta oleh Bella. Sedangkan Bella dan Emma sudah berangkat terlebih dahulu ke desa menaiki kuda.Pangeran Stefan yang juga berada di mansion kediaman Duke Arandel diam-diam memandangi Pangeran Glenrhys dari kejauhan. Berhiaskan wajah datar, Pangeran itu merasa muak dengan sikap Pangeran Glenrhys yang menangani semua masalah penduduk dengan tangannya sendiri. Terlebih, ia juga geram kala belakangan ini Pangeran Glenrhys menjadi semakin dekat dengan Bella. Tak lama, langkahnya mendekat."Sepertinya kakakku cukup sibuk akhir-akhir ini. Apakah aku perlu membantu?" Senyuman menggemask
Secret~Apakah kalian pernah mendengar sebuah kisah tentang obsesi maniak cinta yang melenceng dari jalurnya dan bisa berakhir tidak sehat atau biasa dikenal dengan Obsessive Compulsive Disorder atau OCD? Ya, hal itu yang dialami Aaron di kehidupan Bella Marlene di masa depan.Namun, bukankah seseorang yang terobesi pada kekasihnya memang sudah biasa dan sering terjadi? Dan kini ... apakah kalian pernah mendengar cerita tentang sebuah obsesi maniak pada ibunya sendiri? Bahkan, cerita itu pernah menjadi sebuah legenda di Indonesia, Sangkuriang.Anehnya, hal itu justru dialami oleh seorang anak berusia sepuluh tahun. Ayolah, bagaimana mungkin anak sekecil itu mengetahui hal semacam cinta? Tidak. Anak itu bahkan tidak tahu apa itu cinta. Yang dia tau, hanyalah ibunya yang selalu membuatnya merasa nyaman dan dia ingin selalu bersama sang ibu.Bukankah hal itu wajar? Bukankah setiap Anak memang ingin selalu dekat bersama sang ibu? Benar, setiap Ana
Tiba-tiba terdengar suara keributan yang memekakkan telinga dan menembus alam bawah sadar Bella. Gadis itu lantas membuka kelopak mata dan mendapati dirinya masih berada di dalam kereta kuda. Namun, kereta kuda itu berhenti dan justru berganti dengan berbagai macam suara jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang yang saling beradu dan berdesing di telinga. Dan, di mana Emma? Hanya Bella yang ada di dalam kereta kuda tersebut.Layaknya Cinderella, Bella keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca yang terbalut sempurna di tubuhnya. Namun, kini yang ada di depan mata Bella bukanlah pemandangan indah berupa istana sang pangeran yang akan digunakan Cinderella berdansa hingga jam dua belas malam, tetapi justru hal mengerikan di mana para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Ya, Enzo dan Emma kini tergeletak di atas permukaan tanah.Manik mata Bella seketika membulat. Tubuhnya mematung dengan kedua tangan gemetaran. Dihampirinya Emma y