Bella memacu kuda hitamnya menyusuri hutan untuk kembali ke mansion kediaman Duke Marthin. Sedangkan Emma yang duduk di belakang Bella tidak ada hentinya untuk terkekeh kecil. Gadis mungil itu begitu merasa senang akan kemenangan Bella di Rodenbar sebelumnya.
Namun, saat sedang sibuk tersenyum, Emma tiba-tiba mengernyitkan dahi. Ia seketika menoleh ke belakang karena merasa jika ada yang mengikuti mereka.
"Lady! Sepertinya ada yang mengikuti kita," bisik Emma pada Bella saat memacu kuda.
Gadis berambut cokelat hazel itu justru tersenyum tipis, "Aku sudah mengetahuinya. Tentu saja mereka tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja, Emma," desis Bella bersamaan dengan kedua tangannya yang menghentakkan tali kekang kuda. Bella berusaha mengecoh seorang penguntit yang diam-diam mengikutinya dari belakang.
Hingga akhirnya, Bella dan Emma yang tengah menunggang Horsie kini bersembunyi di balik pohon besar. Seorang pria bertubuh kekar yang menunggang kuda
Bella melangkah masuk ke dalam sebuah kamar bergaya Eropa klasik dengan nuansa yang lebih didominasi warna putih. Terlihat berbagai ukiran seni Romawi yang ada di bagian langit-langit kamar, lukisan-lukisan indah yang juga berbingkai putih, serta sebuah dipan yang dihiasi dengan tiang tinggi di bagian sudut-sudutnya. Kamar itu terkesan elegan dan mewah.Di dalam kamar itu, juga terdapat seorang wanita cantik yang sedang terbaring di atas dipan dengan balutan gaun tidur berwarna putih tulang. Bella segera mendudukkan tubuh di pinggiran dipan tersebut. Sebelah tangan Bella kemudian menggenggam erat tangan wanita yang terbaring di sampingnya dengan sudut bibir terangkat ke atas, mengulas senyum. Wanita itu adalah Liliana, Ibu kandung Bella."Apakah ada sesuatu yang terjadi denganmu, Sayang?" ujar Liliana dengan lembut yang entah mengapa begitu peka.Bella mengernyit, "Memang apa yang sedang terjadi denganku, Ibu? Tidak ada yang terjadi denganku. Apa kau tidak melih
"Apakah ada orang di sana?"Tidak ada jawaban. Bella dan Emma hanya saling melemparkan pandangan dengan bola mata membeliak. Raut wajah menegang seketika terlukis di wajah cantik keduanya. Terdengar suara langkah kaki Dorothy yang sedang berjalan mendekat, membuat Bella dan Emma kian bergidik ngeri. Tentu saja sebuah hukuman dari Duke Marthin telah siap menanti jika Dorothy sampai melapor.Namun, sepertinya Dewi Fortuna sedang berada di sisi dua gadis itu. Tiba-tiba terdengar suara pekikan yang memanggil Dorothy sambil berlari, "Kepala pelayan!" Seorang wanita pelayan bawahan Dhoroty berlari menghampiri sembari menjinjing bawahan seragam pelayannya yang berwarna hitam putih dengan kedua tangan."Ada apa?" Dorothy menajamkan mata.Dengan napas terengah-engah, wanita pelayan itu membungkuk dengan kedua tangan yang bertengger di kedua lutut, kelelahan. Menegakkan tubuh, pelayan tersebut justru mendekatkan bibirnya untuk berbisik lirih pada Dorothy.
"B-baik kami akan melakukan apa saja. M-memang apa yang harus kami lakukan, Lady?"Bella berdesis lirih, "Mudah saja, kalian cukup merahasiakan tentang kedatanganku ke mari. Anggap semua pembicaraan kita tadi tidak pernah terjadi.""I-itu saja?!" Tampak raut wajah terkesiap di kedua wajah si penjaga. Tentu saja mereka akan melakukannya dengan senang hati. Itu adalah syarat paling mudah yang pernah mereka dengar jika berurusan dengan seorang bangsawan.Bella mengangguk elegan kemudian melewati mereka begitu saja, diikuti Emma yang berjalan di belakangnya dengan menatap tajam kedua si penjaga. Ya, gadis bersurai cokelat itu memang telah memperkirakan semuanya. Ia sengaja membawa tanda pengenal.Di sisi lain, Bella juga tidak ingin membuat keributan karena ia juga keluar dari mansion Duke Marthin secara diam-diam. Gadis itu hanya ingin menakut-nakuti dua penjaga menyebalkan itu dan memastikan kedatangannya di tempat ini aman, tidak diketahui.Ki
Benito membawa Bella melewati sebuah lorong rahasia yang ada di lantai dua Mylos. Pencahayaan temaram menyergap lorong tersebut. Sumber cahaya hanya berasal dari lilin-lilin yang terletak di tempat lilin kuno berwarna kuning keemasan bercabang tiga yang ada di sepanjang lorong.Benito yang berjalan di depan Bella kemudian membuka sebuah pintu, "Silakan masuk, Lady," ujar pria paruh baya tersebut dengan senyuman ramah pada Bella yang sedang menatapnya.Bella mengangguk dan tersenyum dengan sopan. Langkahnya mulai masuk ke dalam ruangan seraya mengedarkan pandangan. Sementara Benito menutup pintu ruangan itu dan melenggang pergi.Kembali menoleh ke depan, Bella justru melihat ruangan yang dipenuhi dengan buku-buku kuno yang tertata rapi di dalam rak-rak buku yang berjejer dan menjulang tinggi. Ruangan itu justru tampak seperti sebuah perpustakaan.Di ujung ruangan tersebut, terdapat sebuah meja dengan dua kursi kayu mahoni yang saling berh
Meletakkan kembali sebatang cerutu di atas asbak, pria itu kemudian menegakkan tubuh. Ya, ia sedikit terkejut dengan pertanyaan Bella. Sebab, sesungguhnya dia memang Tescara—sebuah nama samaran yang terkenal di wilayah Carpania dan juga Rodenbar Casino. Bahkan, bangsawan yang sering mendatangi Mylos juga tidak ada yang mengetahui indentitas sebenarnya dari pria berjubah hitam tersebut. "Ternyata kau lebih menarik dari dugaanku. Gadis bangsawan sepertimu pernah memasuki tempat seperti Rodenbar." Bella mengangkat sebelah alis, "Apakah itu begitu penting? Kuyakin kau adalah Tescara. Apakah tebakanku benar?" Pria itu tersenyum menyeringai, "Dan apakah jawabanku juga begitu penting untukmu, Lady? Aku tidak menyangka jika kau menaruh perhatian pada seorang rendahan sepertiku." "Perhatian?" Bella membeliak, "Kurasa kepercayaan dirimu terlalu tinggi, Tuan. Bagaimana mungkin aku menaruh perhatian pada pria yang sangat menyebalkan dan arogan bahkan di awal pert
Tiga hari setelahnya. Beberapa putri bangsawan kini tengah terduduk di sebuah meja bulat berukuran cukup besar yang berlapis taplak putih berenda yang ada di taman kediaman Duke Marthin.Berbagai macam camilan yang terdiri dari kue-kue kering seperti muffin, cookies, potongan tart strawberry beserta teko dan cangkir putih tertata rapi di atas meja tersebut. Mereka sedang menikmati pesta minum teh di taman yang ditumbuhi ratusan bunga mawar, di dekat air mancur.Bunga mawar yang ada di taman itu memang identik dengan simbol keluarga Duke Marthin yang juga melambangkan bunga mawar. Para keluarga bangsawan memiliki simbol tersendiri untuk melambangkan keluarga mereka. Sedangkan istana kerajaan Aldovia berlambangkan mahkota emas."Anda semakin hari semakin terlihat cantik, Lady. Bahkan, gaun merah yang Anda kenakan saat ini membuat Anda terlihat seperti bunga mawar yang elegan," ujar seorang putri bangsawan bernama Anne pada Bella yang duduk di sebelahny
"Ayah ...." Bella terkesiap sebelum akhirnya tersenyum kikuk, "Sedang apa Ayah di sini?" tanya Bella mengalihkan pembicaraan."Aku hanya sedang berjalan-jalan," jawab Duke Marthin dengan wajah datar. "Dan kau sendiri? Bukankah sekarang sedang ada jamuan teh di taman?"Bella kembali membeliak sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "A-aku ... hanya sedang tidak enak badan dan ingin berjalan-jalan sebentar untuk mencari udara segar, Ayah."Duke Marthin menukikkan sebelah alis, masih berhiaskan dengan wajah datar. Pria paruh baya yang tampak berwibawa dan ditemani oleh seorang Ksatria di belakangnya itu memperlihatkan ekspresi sedikit curiga, "Bukankah jika tidak enak badan lebih baik kau gunakan untuk beristirahat di kamarmu, Bella?"Bella menghela napas panjang. Sepertinya kali ini ia tidak bisa bersenang-senang dengan Emma karena tertangkap basah oleh ayahnya. "Emm ... ya, sepertinya kau benar, Ayah. Lebih baik aku pergi ke kamarku untuk beri
"Kurasa kita tidak cukup dekat untuk saling bercerita tentang hal itu, Aurora," jawab Bella lempeng berhiaskan dengan wajah datar."Emm ... aku hanya penasaran saja tentang perasaanmu yang akan bertunangan dengan seorang Pangeran Neraka. Percayalah! Aku benar-benar turut berbahagia atas pertunanganmu dengannya, Bella. Kuharap kau berbahagia." Aurora tersenyum miring dan terlihat begitu menyebalkan.Bella menghela napas jengah dan tetap menampilkan seraut wajah datar. Gadis itu benar-benar tidak ingin berdebat dengan wanita laknat di hadapannya. Sedangkan Aurora terus menerbitkan senyuman miring di bibirnya. Gadis bersurai pirang kemerahan itu merasa senang jika melihat Bella menderita.Hingga akhirnya, kereta kuda yang membawa mereka telah sampai pada tujuan, yaitu istana Kekaisaran Aldovia. Kereta kuda itu sedang memasuki halaman istana yang cukup luas dan tampak sangat indah. Meskipun di malam hari, lampu-lampu kuning di sepanjang jalan halaman istana tetap ma
Alhamdulillah ... penulis dapat merampungkan cerita GCBT sesuai dengan plot yang sudah ada di dalam kepala. Bagaimana dengan endingnya? Maaf jika ending cerita ini cukup berbeda dengan kebanyakan novel yang diakhiri dengan ritual pernikahan, bulan madu, dan memiliki bayi. Kalian bisa mengimajinasikan kebahagiaan itu sendiri untuk kisah Bella dan Glenn yang sudah berakhir bahagia ️ Dan sesuai dengan janji penulis sebelumnya berkaitan dengan giveaway, penulis akan memilih satu dari komentar yang terbaik dan mendapat paket bingkisan dari penulis. Namun, penulis juga akan memberi hadiah transfer atau pulsa senilai @50.000 pada bebe
Langit malam seketika menyambut netra seorang gadis yang berada dalam gendongan pria yang dicintainya. Wajah gadis itu memucat dan tidak ada lagi semburat warna di wajahnya. Warna-warna itu telah pergi bersama dengan sebuah kehormatan yang dimiliki. Gadis itu adalah Bella yang hanya menunggu hitungan detik untuk kematiannya. Pandangan Bella yang mulai meremang berusaha menatap sayu pada ukiran wajah tampan pria yang dicintainya dari bawah sinar rembulan dan langit malam yang bertabur bintang. Sayangnya, jiwa gadis itu telah terbunuh sebelum belati tajam mengiris pembuluh darah arteri karotis di lehernya. Jika Tuhan memberikannya kesempatan, gadis itu ingin mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria tampan yang kini sedang ia lihat di bawah sinar rembulan, sosok pria yang selalu menjadi perisai di hidupnya, sosok pria yang tetap datang di saat-saat terakhir, dan sosok pria yang merupakan Pangeran berkuda putihnya. Namun, takdir berkata lain. Takdir itu
Pintu terbuka dengan suara nyaring karena terbentur dinding. Pangeran Glenrhys berdiri di ambang pintu dengan aroma kematian yang tersebar di wajah. Bella dapat melihat keterkejutan dan rasa sakit hati yang terpancar di riak-riak mata pria yang dicintainya tersebut. Tiba-tiba, Bella merasakan ujung pisau di lehernya. "Majulah selangkah dan kau akan melihat pisauku tertancap di leher wanitamu, Kakak." Pangeran Stefan tersenyum menyeringai dengan belati lipat di tangannya yang diarahkan di leher Bella. Pangeran Glenrhys membeku. "Apa yang kau inginkan, Stefan?" Suaranya tenang, tetapi terlihat betapa tajamnya tatapan Pangeran Glenrhys pada adik tirinya. Percayalah! Bella justru merasa ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Rasa malu, trauma, hina, dan marah kini bergejolak dalam darahnya dan merasuk hingga tulangnya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika seseorang yang ia cintai—Pangeran Glenrhys akan melihatnya dalam kondisi tanpa sehelai benan
✍️ Hallo, bab ini menurut penulis akan cukup dark. Jika tidak suka, bisa diskip meskipun bab ini cukup vital dan juga merupakan inti dari cerita. ~~~ Bella kembali membuka mata. Kedua tangan dan kakinya masih terikat dengan tali. Mulutnya juga tersumpal dengan kain. Masih terbalut gaun mewah dengan bawahan mengembang, wajah Bella sudah tampak lusuh meskipun kecantikanya masih tetap terlihat. Sudah berhari-hari Bella diculik dan disekap oleh Pangeran Stefan. Berkali-kali Pangeran gila itu menyatakan cinta dan berkali-kali pula Bella menolaknya dan meludah di wajah Pangeran tersebut. Bella berusaha membebaskan diri dari ikatannya, tetapi tak satupun ikatan itu mengendur. Gadis itu benar-benar ingin kabur dan melarikan diri dari Pangeran mengerikan yang terobsesi padanya. Saat masih berusaha melepas ikatan tali, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit, pertanda seseorang telah membukanya. Sosok pria berdiri di ambang pintu. Ya, pria itu ad
Pangeran Glenrhys menaiki kereta kuda kala baru saja keluar dari kapal yang membawanya dari London. Pangeran itu menuju istana untuk bertemu dengan Ratu Cecilia. Turun dari kereta kuda, langkah Pangeran Glenrhys menyusuri taman istana barat untuk menuju aula Ratu.Hingga akhirnya, Pangeran itu telah tiba di depan pintu kamar Ratu. Jemari panjangnya mulai terulur dan membuka pintu ganda kamar yang seketika memperlihatkan seorang wanita yang sedang terbaring di atas tempat tidur.Pangeran Glenrhys melangkah mendekat, "Apakah kau sudah meminum obatmu?" Suara bariton yang terdengar begitu dalam keluar dari mulut Pangeran tersebut.Ratu Cecilia yang awalnya memejamkan mata mulai membuka kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik dan seketika memperlihatkan iris mata biru yang indah, mirip seperti iris mata milik Pangeran Glenrhys. Wanita cantik itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum menatap sang putra yang tiba-tiba datang mengunjunginya."Obat
Secret~Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang dan bertopi fedora memasuki salah satu ruang kamar yang berada di istana. Ia menunduk sopan kala berhadapan dengan seorang Pangeran yang duduk santai di peraduannya dengan sebatang cerutu di tangannya. Pria paruh baya itu adalah Pollux. Sedangkan Pangeran itu adalah Stefanus Aldrich."Dia sudah menyetujuinya, My Lord. Duchess Marimar bersedia berada di pihak kita. Semua rencana sudah kita bicarakan dan tinggal menunggu waktunya."Senyuman menyeringai tergambar di bibir Pangeran Stefan. Sebelah tangannya mulai mendekatkan sebatang cerutu di bibir merah mudanya. Menyesap sari pati tembakau, Pangeran itu mengembuskannya secara perlahan, "Bagus, Pollux. Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku tidak sabar bersama dengannya," desis Pangeran Stefan masih dengan senyuman menyeringai yang belum memudar.Hingga akhirnya, hari itu pun tiba. Hari di mana Enzo menjemput Bella yang sedang berada di markas
Secret~Hari ini adalah jadwal dilakukannya penyulingan air di Desa Oldegloe sebagai upaya penyelematan dari wabah seperti yang telah dicetuskan Bella di rumah kesehatan bersama Derek sebelumnya. Pangeran Glenrhys sedang bersiap menuju Desa dan melihat kembali beberapa bahan-bahan penyulingan dari alam yang berada di kereta kuda. Bahan-bahan itu akan di bawa ke desa seperti yang diminta oleh Bella. Sedangkan Bella dan Emma sudah berangkat terlebih dahulu ke desa menaiki kuda.Pangeran Stefan yang juga berada di mansion kediaman Duke Arandel diam-diam memandangi Pangeran Glenrhys dari kejauhan. Berhiaskan wajah datar, Pangeran itu merasa muak dengan sikap Pangeran Glenrhys yang menangani semua masalah penduduk dengan tangannya sendiri. Terlebih, ia juga geram kala belakangan ini Pangeran Glenrhys menjadi semakin dekat dengan Bella. Tak lama, langkahnya mendekat."Sepertinya kakakku cukup sibuk akhir-akhir ini. Apakah aku perlu membantu?" Senyuman menggemask
Secret~Apakah kalian pernah mendengar sebuah kisah tentang obsesi maniak cinta yang melenceng dari jalurnya dan bisa berakhir tidak sehat atau biasa dikenal dengan Obsessive Compulsive Disorder atau OCD? Ya, hal itu yang dialami Aaron di kehidupan Bella Marlene di masa depan.Namun, bukankah seseorang yang terobesi pada kekasihnya memang sudah biasa dan sering terjadi? Dan kini ... apakah kalian pernah mendengar cerita tentang sebuah obsesi maniak pada ibunya sendiri? Bahkan, cerita itu pernah menjadi sebuah legenda di Indonesia, Sangkuriang.Anehnya, hal itu justru dialami oleh seorang anak berusia sepuluh tahun. Ayolah, bagaimana mungkin anak sekecil itu mengetahui hal semacam cinta? Tidak. Anak itu bahkan tidak tahu apa itu cinta. Yang dia tau, hanyalah ibunya yang selalu membuatnya merasa nyaman dan dia ingin selalu bersama sang ibu.Bukankah hal itu wajar? Bukankah setiap Anak memang ingin selalu dekat bersama sang ibu? Benar, setiap Ana
Tiba-tiba terdengar suara keributan yang memekakkan telinga dan menembus alam bawah sadar Bella. Gadis itu lantas membuka kelopak mata dan mendapati dirinya masih berada di dalam kereta kuda. Namun, kereta kuda itu berhenti dan justru berganti dengan berbagai macam suara jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang yang saling beradu dan berdesing di telinga. Dan, di mana Emma? Hanya Bella yang ada di dalam kereta kuda tersebut.Layaknya Cinderella, Bella keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca yang terbalut sempurna di tubuhnya. Namun, kini yang ada di depan mata Bella bukanlah pemandangan indah berupa istana sang pangeran yang akan digunakan Cinderella berdansa hingga jam dua belas malam, tetapi justru hal mengerikan di mana para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Ya, Enzo dan Emma kini tergeletak di atas permukaan tanah.Manik mata Bella seketika membulat. Tubuhnya mematung dengan kedua tangan gemetaran. Dihampirinya Emma y