Glenn menggenggam erat sebelah tangan Bella yang sedang tidak sadarkan diri di ruang intensif VVIP Shiloams Hospital. Dengan kepala menunduk dan tangannya yang sedang menggenggam diletakkan di puncak kepala, Glenn kini kembali terlihat begitu kacau. Sudah beberapa jam berlalu sejak ia hanya duduk dengan posisi seperti itu.
Glenn sama sekali enggan untuk beranjak dan meninggalkan Bella. Tak lama, ia merasakan sebuah gerakan pada jemari lentik yang sedang ia genggam. Kelopak mata gadis itu kemudian mengerjap hingga akhirnya terbuka.
Bella sedikit tersadar dan merasakan tangannya sedang digenggam oleh telapak tangan yang lebar dan hangat. Gadis itu mengedarkan pandangan dan melihat seorang pria duduk di kursi yang ada di samping tempat tidurnya.
Glenn menatapnya dengan lekat. Tatapan mereka bertemu. Kini, wajah Glenn terlihat begitu kacau. Seraut wajah penuh kekhawatiran terlihat jelas serta sebuah rasa takut yang begitu dalam begitu terpancar dan memen
Dokter Arthur yang khusus menangani Bella kini sedang duduk di dalam ruangannya yang ada di Shiloams Hospital. Namun, tidak hanya dr. Arthur seorang diri yang berada di dalam ruangan tersebut. Seorang pria dengan wajah dingin juga duduk tepat di depan mejanya.Netra biru pria itu terasa begitu menghunus dan seakan mengintimidasi setiap perkataan yang akan keluar dari mulut Arthur. Tatapan matanya terkunci dengan berbagai kekalutan yang sedang disembunyikan dengan rapi. Ya, pria itu adalah Glenn yang hendak mendengar penjelasan Arthur.Sedang dokter senior tersebut menelan saliva yang seolah tertahan di kerongkongan dan menghela napas dalam-dalam. Sedikit berdeham untuk menunjukkan wibawanya, ia segera membuka suara, "Jadi, kami sedang menyelidiki sesuatu yang disuntikkan pada Nona Bella ketika diculik sebelumnya," papar Arthur."Lalu?" sahut Glenn dengan alis mata menukik, seolah tidak mengizinkan perkataan buruk apapun keluar dari mulut Arthur.
Di dalam sebuah ruang petak sederhana dengan beberapa butir obat pil yang diletakkan di dalam mangkuk kecil di atas nakas, sebuah gelas berisi air minum dan makanan yang sama sekali tidak terjamah, serta hanya ada sebuah ranjang kecil di dalam sepetak ruang yang cukup gelap dan sunyi.Terduduk seorang pria yang melipat kedua kaki di atas ranjang dengan pandangan lurus ke depan. Pria itu menatap jendela kecil yang menjadi satu-satunya ventilasi sekaligus sumber cahaya. Berhari-hari telah ia lalui hanya dengan kegiatan membosankan seperti itu. Bibir yang biasa tersenyum palsu kini hanya bungkam berhiaskan wajah datar.Tirai jendela kecil yang berkibar karena tertiup oleh angin di pagi hari tetap tidak mengalihkan fokus pandangan netra hijau pria tersebut. Pikiran pria itu sedang berkelana, memikirkan hal yang semestinya tidak ia pikirkan.Tak lama, pintu ruangan di mana pria itu berada tiba-tiba terbuka. Seorang sipir dengan wajah datar dan tidak acuh
Satu bulan kemudian. Bella berjalan di lorong Rumah Sakit mengenakan setelan seragam pasien sembari menggeret sebuah tiang infus beroda yang masih meneteskan cairan dari botol infus ke selang infus yang terhubung di tangannya. Wajah gadis itu terlihat pucat dan tidak sesegar sebelumnya, kantung matanya terlihat cekung dan lebih gelap, tubuhnya juga tampak lebih kurus. Tentu saja itu semua karena virus buatan yang terus menggerogotinya. Bella sedang berjalan seorang diri menuju ruang intensif di mana Emma berada. Bella ingin mengunjungi dan melihat keadaan sahabatnya yang masih dalam kondisi koma. Ya, Bella begitu merindukan Emma. Setelah merengek pada Glenn melalui panggilan video kala pria itu masih berada di LV company, akhirnya Glenn menyetujui permintaan Bella dengan catatan menunggunya sebentar lagi yang akan kembali ke Shiloams dan menemaninya. Namun, Bella sungguh merasa tidak sabar dan justru pergi sendiri. Membuka pintu ruang intensif di mana E
Glenn duduk di ruangan dr. Arthur dengan seraut wajah frustrasi. Pria itu telah menceritakan semua yang terjadi kepada Bella yang tiba-tiba tidak mengingatnya. Kini, gadis itu sudah berada di dalam kamarnya dan tertidur pulas. Sedang Glenn sendiri masih dalam keadaan was-was.Arthur yang baru saja melakukan pemeriksaan pada Bella sedang membaca hasilnya dan akan memberitahukan hasil tersebut kepada Glenn, "Jadi, seperti yang telah kau ketahui jika efek dari virus itu sudah mulai bekerja pada otaknya." Arthur menghela napas panjang, "Perkembangan pengobatan yang kami lakukan juga semakin lama semakin tidak ada perubahan padanya. Jadi—""Aku akan merobek mulutmu jika kau berani melanjutkannya. Aku tidak ingin mendengar suatu hal buruk yang akan terjadi padanya," sahut Glenn dengan air muka merah padam.Sedangkan Arthur hanya bisa menghela napas dalam-dalam sembari menampilkan seraut wajah pasrah. Glenn mengepalkan tangannya erat seraya beranjak berdiri
Miss Dorothy dan Barbara seketika saling melempar pandangan kala mendengar pertanyaan mengejutkan yang keluar dari mulut Bella. Bagaimana bisa gadis itu melupakan mereka? Ya, hal itu yang ada di kepala masing-masing para penjenguk tersebut."Ehm ... i-iya," jawab Dorothy dengan wajah canggung dan kaku."Pasti kalian sangat mengkhawatirkanku. Maafkan aku karena telah membuat kalian terkejut," imbuhnya yang membuat Miss Dorothy dan Barbara kembali melemparkan pandangan.Miss Dorothy masih memasang wajah canggung, "Ehm ... t-tidak apa, Bella." Wanita paruh baya berambut sebahu dan pirang itu menjawab sekenanya sembari membuang wajah ke sembarang arah.Bella tersenyum senang kemudian memegang tangan Barbara yang ada di samping tempat tidurnya, "Terima kasih sudah menjengukku. Tadi kau bilang jika namamu Barbara bukan?" Manik mata Bella berbinar, "Kau sangat cantik, Barbara. Kalian berdua sangat serasi," imbuhnya seraya beralih menatap Max dan Barbara se
Para penjenguk itu telah pergi. Glenn dengan sigap membawa Bella menuju ke toilet yang ada di dalam kamar tersebut. Kini, Bella mendudukkan tubuh di atas toilet duduk dengan wajah datar. Tatapannya hanya polos dan tidak sadar akan apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri.Glenn kemudian melepas celana Bella dan membersihkan semuanya menggunakan waslap dan sabun. Ya, Glenn melakukan itu semua itu sendiri. Tidak ada rasa jijik ataupun enggan pada pria agung yang biasa dilayani bak seorang Pangeran tersebut.Namun, di balik wajahnya yang datar, sejuta rasa pilu sedang berusaha disembunyikan olehnya. Pria itu benar-benar akan memberikan dan melakukan apa saja untuk gadis itu agar bisa sembuh. Bahkan, ia telah mendatangkan berbagai profesor untuk bekerjasama dengan Arthur, meskipun hasilnya masih nihil.Bella tersenyum sendu menatap Glenn, "Terima kasih," ujar Bella secara tiba-tiba."Untuk apa?" Glenn berusaha memberikan wajah datar dan tenang seolah seda
Bunyi alat pemantau tanda vital yang terpasang di tubuh Bella berbunyi nyaring di ruang ICU. Penurunan saturasi oksigen yang dialami Bella menjadi kian drastis. Napasnya semakin lama semakin tersengal dengan kedua mata terbuka lebar."Bella, apa kau bisa mendengarku?!" pekik dr. Arthur yang tidak dijawab oleh Bella.Jangankan untuk menjawab, untuk mengambil napas saja terasa begitu berat dan menyesakkan bagi Bella. Gadis itu merasakan sakit yang teramat sangat. Ia tidak tahu jika semuanya akan menjadi sesakit ini. Seolah terdapat ribuan jarum yang menghujam dada hingga ulu hatinya."Mulai epinephrine!" Arthur mengambil suntikan untuk memasukkan obat itu pada selang yang terhubung dalam tubuh Bella.Salah satu perawat dengan sigap naik ke atas tempat tidur Bella untuk memberikan kompresi dada pada gadis tersebut. Perawat itu mengeratkan dan mengaitkan kedua jari-jari tangannya dan melakukan penekanan dada sedalam 5-6 sentimeter pada Bella.Nam
Bella menoleh ke belakang dengan mengulas sebuah senyuman, "Hai ... Emma!"Ya, gadis itu memang memiliki wajah yang begitu mirip dengan Emma. Dengan rambut hitamnya yang pendek sebahu, wajahnya yang imut, serta tubuh mungilnya yang terbalut dengan pakaian sederhana Eropa abad pertengahan, gadis itu juga sedang mengulas senyuman manis kepada Bella."Syukurlah saya tidak membuat Anda menunggu lama, Lady. Sangat sulit untuk beralasan pada kepala pelayan agar bisa keluar dari mansion Duke Marthin." Emma menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.Bella tersenyum tipis masih dengan jemari lentiknya yang kembali mengelus surai kepala kuda hitamnya, "Tidak apa-apa, Emma. Ayahku dan Dorothy si kepala pelayan itu memang begitu ketat. Beruntung aku memiliki pelayan sepertimu yang mau bekerjasama denganku."Kuda hitam yang sedang dielus Bella tiba-tiba meringkik. Keempat kakinya melangkah, berjalan ke depan. Kuda itu menuju pinggir sungai kemudian menunduk untuk me
Alhamdulillah ... penulis dapat merampungkan cerita GCBT sesuai dengan plot yang sudah ada di dalam kepala. Bagaimana dengan endingnya? Maaf jika ending cerita ini cukup berbeda dengan kebanyakan novel yang diakhiri dengan ritual pernikahan, bulan madu, dan memiliki bayi. Kalian bisa mengimajinasikan kebahagiaan itu sendiri untuk kisah Bella dan Glenn yang sudah berakhir bahagia ️ Dan sesuai dengan janji penulis sebelumnya berkaitan dengan giveaway, penulis akan memilih satu dari komentar yang terbaik dan mendapat paket bingkisan dari penulis. Namun, penulis juga akan memberi hadiah transfer atau pulsa senilai @50.000 pada bebe
Langit malam seketika menyambut netra seorang gadis yang berada dalam gendongan pria yang dicintainya. Wajah gadis itu memucat dan tidak ada lagi semburat warna di wajahnya. Warna-warna itu telah pergi bersama dengan sebuah kehormatan yang dimiliki. Gadis itu adalah Bella yang hanya menunggu hitungan detik untuk kematiannya. Pandangan Bella yang mulai meremang berusaha menatap sayu pada ukiran wajah tampan pria yang dicintainya dari bawah sinar rembulan dan langit malam yang bertabur bintang. Sayangnya, jiwa gadis itu telah terbunuh sebelum belati tajam mengiris pembuluh darah arteri karotis di lehernya. Jika Tuhan memberikannya kesempatan, gadis itu ingin mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria tampan yang kini sedang ia lihat di bawah sinar rembulan, sosok pria yang selalu menjadi perisai di hidupnya, sosok pria yang tetap datang di saat-saat terakhir, dan sosok pria yang merupakan Pangeran berkuda putihnya. Namun, takdir berkata lain. Takdir itu
Pintu terbuka dengan suara nyaring karena terbentur dinding. Pangeran Glenrhys berdiri di ambang pintu dengan aroma kematian yang tersebar di wajah. Bella dapat melihat keterkejutan dan rasa sakit hati yang terpancar di riak-riak mata pria yang dicintainya tersebut. Tiba-tiba, Bella merasakan ujung pisau di lehernya. "Majulah selangkah dan kau akan melihat pisauku tertancap di leher wanitamu, Kakak." Pangeran Stefan tersenyum menyeringai dengan belati lipat di tangannya yang diarahkan di leher Bella. Pangeran Glenrhys membeku. "Apa yang kau inginkan, Stefan?" Suaranya tenang, tetapi terlihat betapa tajamnya tatapan Pangeran Glenrhys pada adik tirinya. Percayalah! Bella justru merasa ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Rasa malu, trauma, hina, dan marah kini bergejolak dalam darahnya dan merasuk hingga tulangnya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika seseorang yang ia cintai—Pangeran Glenrhys akan melihatnya dalam kondisi tanpa sehelai benan
✍️ Hallo, bab ini menurut penulis akan cukup dark. Jika tidak suka, bisa diskip meskipun bab ini cukup vital dan juga merupakan inti dari cerita. ~~~ Bella kembali membuka mata. Kedua tangan dan kakinya masih terikat dengan tali. Mulutnya juga tersumpal dengan kain. Masih terbalut gaun mewah dengan bawahan mengembang, wajah Bella sudah tampak lusuh meskipun kecantikanya masih tetap terlihat. Sudah berhari-hari Bella diculik dan disekap oleh Pangeran Stefan. Berkali-kali Pangeran gila itu menyatakan cinta dan berkali-kali pula Bella menolaknya dan meludah di wajah Pangeran tersebut. Bella berusaha membebaskan diri dari ikatannya, tetapi tak satupun ikatan itu mengendur. Gadis itu benar-benar ingin kabur dan melarikan diri dari Pangeran mengerikan yang terobsesi padanya. Saat masih berusaha melepas ikatan tali, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit, pertanda seseorang telah membukanya. Sosok pria berdiri di ambang pintu. Ya, pria itu ad
Pangeran Glenrhys menaiki kereta kuda kala baru saja keluar dari kapal yang membawanya dari London. Pangeran itu menuju istana untuk bertemu dengan Ratu Cecilia. Turun dari kereta kuda, langkah Pangeran Glenrhys menyusuri taman istana barat untuk menuju aula Ratu.Hingga akhirnya, Pangeran itu telah tiba di depan pintu kamar Ratu. Jemari panjangnya mulai terulur dan membuka pintu ganda kamar yang seketika memperlihatkan seorang wanita yang sedang terbaring di atas tempat tidur.Pangeran Glenrhys melangkah mendekat, "Apakah kau sudah meminum obatmu?" Suara bariton yang terdengar begitu dalam keluar dari mulut Pangeran tersebut.Ratu Cecilia yang awalnya memejamkan mata mulai membuka kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik dan seketika memperlihatkan iris mata biru yang indah, mirip seperti iris mata milik Pangeran Glenrhys. Wanita cantik itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum menatap sang putra yang tiba-tiba datang mengunjunginya."Obat
Secret~Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang dan bertopi fedora memasuki salah satu ruang kamar yang berada di istana. Ia menunduk sopan kala berhadapan dengan seorang Pangeran yang duduk santai di peraduannya dengan sebatang cerutu di tangannya. Pria paruh baya itu adalah Pollux. Sedangkan Pangeran itu adalah Stefanus Aldrich."Dia sudah menyetujuinya, My Lord. Duchess Marimar bersedia berada di pihak kita. Semua rencana sudah kita bicarakan dan tinggal menunggu waktunya."Senyuman menyeringai tergambar di bibir Pangeran Stefan. Sebelah tangannya mulai mendekatkan sebatang cerutu di bibir merah mudanya. Menyesap sari pati tembakau, Pangeran itu mengembuskannya secara perlahan, "Bagus, Pollux. Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku tidak sabar bersama dengannya," desis Pangeran Stefan masih dengan senyuman menyeringai yang belum memudar.Hingga akhirnya, hari itu pun tiba. Hari di mana Enzo menjemput Bella yang sedang berada di markas
Secret~Hari ini adalah jadwal dilakukannya penyulingan air di Desa Oldegloe sebagai upaya penyelematan dari wabah seperti yang telah dicetuskan Bella di rumah kesehatan bersama Derek sebelumnya. Pangeran Glenrhys sedang bersiap menuju Desa dan melihat kembali beberapa bahan-bahan penyulingan dari alam yang berada di kereta kuda. Bahan-bahan itu akan di bawa ke desa seperti yang diminta oleh Bella. Sedangkan Bella dan Emma sudah berangkat terlebih dahulu ke desa menaiki kuda.Pangeran Stefan yang juga berada di mansion kediaman Duke Arandel diam-diam memandangi Pangeran Glenrhys dari kejauhan. Berhiaskan wajah datar, Pangeran itu merasa muak dengan sikap Pangeran Glenrhys yang menangani semua masalah penduduk dengan tangannya sendiri. Terlebih, ia juga geram kala belakangan ini Pangeran Glenrhys menjadi semakin dekat dengan Bella. Tak lama, langkahnya mendekat."Sepertinya kakakku cukup sibuk akhir-akhir ini. Apakah aku perlu membantu?" Senyuman menggemask
Secret~Apakah kalian pernah mendengar sebuah kisah tentang obsesi maniak cinta yang melenceng dari jalurnya dan bisa berakhir tidak sehat atau biasa dikenal dengan Obsessive Compulsive Disorder atau OCD? Ya, hal itu yang dialami Aaron di kehidupan Bella Marlene di masa depan.Namun, bukankah seseorang yang terobesi pada kekasihnya memang sudah biasa dan sering terjadi? Dan kini ... apakah kalian pernah mendengar cerita tentang sebuah obsesi maniak pada ibunya sendiri? Bahkan, cerita itu pernah menjadi sebuah legenda di Indonesia, Sangkuriang.Anehnya, hal itu justru dialami oleh seorang anak berusia sepuluh tahun. Ayolah, bagaimana mungkin anak sekecil itu mengetahui hal semacam cinta? Tidak. Anak itu bahkan tidak tahu apa itu cinta. Yang dia tau, hanyalah ibunya yang selalu membuatnya merasa nyaman dan dia ingin selalu bersama sang ibu.Bukankah hal itu wajar? Bukankah setiap Anak memang ingin selalu dekat bersama sang ibu? Benar, setiap Ana
Tiba-tiba terdengar suara keributan yang memekakkan telinga dan menembus alam bawah sadar Bella. Gadis itu lantas membuka kelopak mata dan mendapati dirinya masih berada di dalam kereta kuda. Namun, kereta kuda itu berhenti dan justru berganti dengan berbagai macam suara jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang yang saling beradu dan berdesing di telinga. Dan, di mana Emma? Hanya Bella yang ada di dalam kereta kuda tersebut.Layaknya Cinderella, Bella keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca yang terbalut sempurna di tubuhnya. Namun, kini yang ada di depan mata Bella bukanlah pemandangan indah berupa istana sang pangeran yang akan digunakan Cinderella berdansa hingga jam dua belas malam, tetapi justru hal mengerikan di mana para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Ya, Enzo dan Emma kini tergeletak di atas permukaan tanah.Manik mata Bella seketika membulat. Tubuhnya mematung dengan kedua tangan gemetaran. Dihampirinya Emma y