Bella berjalan bersama Duke Marthin di taman bunga mawar. Seorang pria paruh baya yang masih terlihat tampan itu sejak tadi hanya bergeming dan memandangi bunga-bunga yang berada di taman kediamannya. Sesungguhnya, pria itu juga begitu merindukan Bella dan memiliki banyak pertanyaan yang bersarang di otak tentang keadaan putrinya tersebut. Namun, semua itu hanya tersimpan rapi di dalam otaknya dan sangat sulit untuk diungkapkan.
"Apakah kabar Ayah baik-baik saja?" Bella mencetus keheningan saat berjalan di samping Duke Marthin.
Duke Martin mengangguk tidak jelas, "Ya, aku baik-baik saja, Bella. Bagaimana denganmu? Ayah telah mendengar banyak hal tentangmu saat kau melakukan misi di desa terpencil itu. Dan, untuk Aurora ... Ayah benar-benar tidak menyangka dia akan melakukan hal itu."
Bella menarik sudut bibirnya, tersenyum tipis, "Semuanya sudah berlalu. Lagi pula, dia juga akan segera mendapat hukuman."
Duke Marthin kembali bergeming. Sedikit guratan kes
Kuda putih yang ditunggangi oleh Pangeran Glenrhys dan Bella berhenti di pusat kota Grivendor. Pusat kota itu tidak pernah sepi meskipun di sore hari. Bahkan, semakin malam justru menjadi semakin ramai. Berbagai penduduk dari kalangan rakyat biasa hingga bangsawan kini tengah hilir mudik memenuhi alun-alun kota yang menjual berbagai macam keperluan. Tidak hanya untuk berbelanja, berbagai hiburan juga ada di sana.Pangeran Glenrhys dan Bella berjalan beriringan melewati penduduk yang masih berlalu lalang. Terdapat beberapa gadis muda berpakaian bangsawan yang menghalangi jalan di depan sebuah butik. Mereka usai berbelanja gaun-gaun mewah di butik tersebut.Sementara Pangeran Glenrhys dan Bella berusaha keras untuk melewati mereka yang sedang berkerumun dan menghalangi jalan. Bella sedikit merasa lega karena dengan jubah hitam yang dikenakan sang pangeran, para gadis itu tidak dapat melihat wajah tampan Pangeran itu yang dapat berpotensi menimbulkan keributan. Ya,
Sebuah cahaya kilatan petir membelah langit sore yang mulai menghitam dan disusul dengan suara petir menggelegar yang seketika memekakkan telinga. Di bawah langit mendung itu, terdapat cukup banyak penduduk dengan pakaian bergaya renaisans yang tengah berkumpul dengan tatapan fokus pada sebuah panggung kayu di depan mereka.Sebuah alat penggal terbuat dari kayu berbentuk persegi yang berukuran cukup besar dengan mata tajam pisau di bagian atasnya serta lubang sebesar kepala yang berada di bawahnya, menjadi satu-satunya objek di atas panggung yang membuat sekujur tubuh bergidik ngeri.Tak lama, dua orang pria petugas pancung menyeret seorang wanita berambut pirang kemerahan. Mereka membawa wanita dengan penampilan lusuh dan menyedihkan itu di atas panggung dan menjadi tontonan bagi para penduduk di bawahnya. Ya, wanita itu adalah Aurora dan saat ini akan menerima hukuman eksekusi.Di bawah sana, di antara para penduduk, terdapat Marimar yang juga ikut
Beberapa hari telah berlalu, tetapi Bella terus mengurung diri di dalam kamar. Kepergian Aurora justru membuat gadis itu merasa kehilangan dengan awan kesedihan yang terus merasuk di kepala. Tidak jarang Bella memberi perintah pada Emma untuk mengirim surat dan menanyakan keadaan Marimar. Bahkan, beberapa surat yang dikirim oleh Pangeran Glenrhys pada Bella yang kini sedang berada di perbatasan juga telah diabaikan. Emma memasuki kamar Bella dengan sebuah nampan berisi cukup banyak hidangan lezat. Gadis mungil itu seketika menghela napas panjang kala melihat sang putri yang lagi dan lagi menutup diri dengan selimut tebal di atas ranjang. Meletakkan nampan di atas meja, Emma berjalan mendekat kepada Bella. "Makan siang Anda telah tiba, Lady. Saya sengaja membawakan beberapa kue favorit Anda dengan rasa yang manis. Saya dengar akhir-akhir ini gula menjadi cukup langka. Tapi untungnya, istana masih memiliki persediaan gula cukup banyak." Hening. Tidak ada
Bella berjalan-jalan sore di taman istana ditemani dengan Emma yang berjalan di belakang seperti biasa. Gadis itu menghirup napas dalam-dalam, merasakan udara segar yang menguar di taman bunga mawar yang ada di paviliun istana timur. Saat ini adalah pertama kali Bella keluar kamar sejak beberapa hari gadis itu hanya mengurung diri dan bersembunyi di balik selimut tebal tempat tidurnya.Menoleh ke belakang, Bella melihat Emma yang tampak kelelahan. Kantung mata gadis mungil itu bahkan terlihat cembung seperti sering begadang. Sebab, beberapa hari ini Emma memang tidur malam hanya sebentar untuk menyelesaikan novel terlarang yang dipinjam oleh Bella."Sepertinya meminum secangkir teh sambil duduk-duduk santai di sore yang cerah ini akan menyenangkan." Bella menoleh ke belakang sembari mengulas senyum."Baik, saya akan menyiapkannya untuk Anda."Bella menggeleng, "Tidak hanya untukku, tetapi untukmu juga, Emma. Ugh! Minum teh sendirian sangat membosankan. Ma
Pangeran Stefan, Bella, dan Emma duduk di bangku taman paviliun barat. Mereka menikmati teh bersama dengan Pangeran Stefan yang kini sedang menjadi pembicara. Sedangkan Bella dan Emma mendengarkan dengan seksama."Apakah mereka memang tidak akur?" Bella bertanya sembari menatap lekat wajah Pangeran Stefan.Pangeran Stefan memperlihatkan seraut wajah tenang, "Emm ... hubungan antara Pangeran Glenrhys dan Ratu Cecilia memang sedikit bermasalah."Bella mengangguk-angguk tidak jelas, "Apakah mereka memiliki masalah?""Tentu saja, Lady." Pangeran Stefan menjawab dengan santai."Masalah apa itu?" Bella terlihat penasaran tingkat tinggi."Untuk itu, lebih baik kau tanyakan langsung padanya. Bukankah kau adalah kekasihnya?" Pangeran Stefan tersenyum simpul sembari mengedipkan sebelah mata, menggoda Bella.Ya, Pangeran Glenrhys memang memiliki masalah rumit dengan Ratu. Mereka berdua sangat jarang berbicara. Tentu saja itu semua karena sebuah
Tiba-tiba Bella melihat sosok siluet yang mirip dengan Pangeran Glenrhys. Sosok itu menarik sudut bibirnya dan menghasilkan sebuah senyuman tipis yang indah di wajah tampan pria tersebut. Bella yang memasang wajah datar sembari memandanginya hanya bergumam rendah, "Senyuman itu sangat cocok di wajahnya. Tapi sayang, dia selalu saja memasang wajah dingin dan datar." Bella terkekeh kecil.Perlahan, jemari lentik gadis cantik bersurai cokelat itu terulur dan menyentuh alis mata sosok pria tersebut. Jemarinya mengusap alis hitam tebal itu dengan gerakan lembut. Tak hanya sampai di situ, jemari itu turun dan menyapu tulang hidungnya yang mancung. Masih belum puas, jemari itu kemudian turun lagi dan menyentuh bibir cerah kemerahan sosok pria tersebut dengan gerakan sensual.Namun, kembali sudut bibir itu tertarik ke atas dan melengkung indah kala jemari lentik Bella masih berada di bibir tersebut. Tubuh Bella seketika mematung. Manik mata cokelatnya membeliak lebar. Tubuhnya
Sebuah kereta kuda berhenti tepat di halaman mansion Duke Marthin. Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang turun dari kereta kuda dan menapakkan sepatu hitamnya yang mengkilap di permukaan paving halaman.Mengedarkan pandangan, pria itu berjalan dengan sebuah tongkat kayu kecil di sebelah tangan. Topi fedora panjang juga menempel di pucuk kepala rambut hitamnya yang panjang. Penampilan pria itu tidak terlihat seperti rakyat biasa dan bisa dibilang seperti pria bangsawan.Setelah masuk di aula mansion, beberapa pelayan yang melihat kedatangannya sontak membungkuk dengan sopan. Namun, tidak dengan seorang wanita berambut pirang kemerahan yang terduduk di sofa beludru dengan raut wajah muram. Wanita itu adalah Marimar yang seketika berdiri tanpa minat dan mempersembahkan wajah datar."Bukankah aku sudah membalas suratmu dan berkata tidak ingin bertemu dengan siapapun, Tuan Pollux?" desis Marimar menyebut nama Pollux.Ya, pria itu bernama Pollux. Salah
Seorang pelayan mengucurkan teh chamomile dari teko ke dalam cangkir putih bermotif bunga di hadapan Bella. Kini, gadis bersurai cokelat itu sedang berada di taman istana bagian barat bersama Ratu yang duduk di hadapannya. Ya, Ratu Cecilia mengundang Bella untuk minum teh bersama. "Aku ingin mengucapkan selamat atas kemenanganmu dalam misi pelatihan, Lady. Kudengar kau memberikan tekhnologi baru untuk mengubah air menjadi bersih. Kurasa kau memang berbakat dan pantas menjadi seorang Ratu masa depan." Ratu Cecilia berujar dengan senyuman teduh yang tiada henti menghiasi wajah cantiknya. Bella mengangguk dengan sopan, "Terima kasih banyak, Your Majesty." Ratu Cecilia tersenyum dengan fokus mata tertuju pada bunga-bunga indah yang ada di taman, "Kudengar kau juga cukup dekat dengan Pangeran Glenrhys. Bahkan, dia bersedia memperlihatkan jati dirinya di hadapan semua orang juga berkat dirimu." Ratu beralih dan menatap pada Bella, "Kau sungguh beruntung, Lady
Alhamdulillah ... penulis dapat merampungkan cerita GCBT sesuai dengan plot yang sudah ada di dalam kepala. Bagaimana dengan endingnya? Maaf jika ending cerita ini cukup berbeda dengan kebanyakan novel yang diakhiri dengan ritual pernikahan, bulan madu, dan memiliki bayi. Kalian bisa mengimajinasikan kebahagiaan itu sendiri untuk kisah Bella dan Glenn yang sudah berakhir bahagia ️ Dan sesuai dengan janji penulis sebelumnya berkaitan dengan giveaway, penulis akan memilih satu dari komentar yang terbaik dan mendapat paket bingkisan dari penulis. Namun, penulis juga akan memberi hadiah transfer atau pulsa senilai @50.000 pada bebe
Langit malam seketika menyambut netra seorang gadis yang berada dalam gendongan pria yang dicintainya. Wajah gadis itu memucat dan tidak ada lagi semburat warna di wajahnya. Warna-warna itu telah pergi bersama dengan sebuah kehormatan yang dimiliki. Gadis itu adalah Bella yang hanya menunggu hitungan detik untuk kematiannya. Pandangan Bella yang mulai meremang berusaha menatap sayu pada ukiran wajah tampan pria yang dicintainya dari bawah sinar rembulan dan langit malam yang bertabur bintang. Sayangnya, jiwa gadis itu telah terbunuh sebelum belati tajam mengiris pembuluh darah arteri karotis di lehernya. Jika Tuhan memberikannya kesempatan, gadis itu ingin mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria tampan yang kini sedang ia lihat di bawah sinar rembulan, sosok pria yang selalu menjadi perisai di hidupnya, sosok pria yang tetap datang di saat-saat terakhir, dan sosok pria yang merupakan Pangeran berkuda putihnya. Namun, takdir berkata lain. Takdir itu
Pintu terbuka dengan suara nyaring karena terbentur dinding. Pangeran Glenrhys berdiri di ambang pintu dengan aroma kematian yang tersebar di wajah. Bella dapat melihat keterkejutan dan rasa sakit hati yang terpancar di riak-riak mata pria yang dicintainya tersebut. Tiba-tiba, Bella merasakan ujung pisau di lehernya. "Majulah selangkah dan kau akan melihat pisauku tertancap di leher wanitamu, Kakak." Pangeran Stefan tersenyum menyeringai dengan belati lipat di tangannya yang diarahkan di leher Bella. Pangeran Glenrhys membeku. "Apa yang kau inginkan, Stefan?" Suaranya tenang, tetapi terlihat betapa tajamnya tatapan Pangeran Glenrhys pada adik tirinya. Percayalah! Bella justru merasa ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Rasa malu, trauma, hina, dan marah kini bergejolak dalam darahnya dan merasuk hingga tulangnya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika seseorang yang ia cintai—Pangeran Glenrhys akan melihatnya dalam kondisi tanpa sehelai benan
✍️ Hallo, bab ini menurut penulis akan cukup dark. Jika tidak suka, bisa diskip meskipun bab ini cukup vital dan juga merupakan inti dari cerita. ~~~ Bella kembali membuka mata. Kedua tangan dan kakinya masih terikat dengan tali. Mulutnya juga tersumpal dengan kain. Masih terbalut gaun mewah dengan bawahan mengembang, wajah Bella sudah tampak lusuh meskipun kecantikanya masih tetap terlihat. Sudah berhari-hari Bella diculik dan disekap oleh Pangeran Stefan. Berkali-kali Pangeran gila itu menyatakan cinta dan berkali-kali pula Bella menolaknya dan meludah di wajah Pangeran tersebut. Bella berusaha membebaskan diri dari ikatannya, tetapi tak satupun ikatan itu mengendur. Gadis itu benar-benar ingin kabur dan melarikan diri dari Pangeran mengerikan yang terobsesi padanya. Saat masih berusaha melepas ikatan tali, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit, pertanda seseorang telah membukanya. Sosok pria berdiri di ambang pintu. Ya, pria itu ad
Pangeran Glenrhys menaiki kereta kuda kala baru saja keluar dari kapal yang membawanya dari London. Pangeran itu menuju istana untuk bertemu dengan Ratu Cecilia. Turun dari kereta kuda, langkah Pangeran Glenrhys menyusuri taman istana barat untuk menuju aula Ratu.Hingga akhirnya, Pangeran itu telah tiba di depan pintu kamar Ratu. Jemari panjangnya mulai terulur dan membuka pintu ganda kamar yang seketika memperlihatkan seorang wanita yang sedang terbaring di atas tempat tidur.Pangeran Glenrhys melangkah mendekat, "Apakah kau sudah meminum obatmu?" Suara bariton yang terdengar begitu dalam keluar dari mulut Pangeran tersebut.Ratu Cecilia yang awalnya memejamkan mata mulai membuka kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik dan seketika memperlihatkan iris mata biru yang indah, mirip seperti iris mata milik Pangeran Glenrhys. Wanita cantik itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum menatap sang putra yang tiba-tiba datang mengunjunginya."Obat
Secret~Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang dan bertopi fedora memasuki salah satu ruang kamar yang berada di istana. Ia menunduk sopan kala berhadapan dengan seorang Pangeran yang duduk santai di peraduannya dengan sebatang cerutu di tangannya. Pria paruh baya itu adalah Pollux. Sedangkan Pangeran itu adalah Stefanus Aldrich."Dia sudah menyetujuinya, My Lord. Duchess Marimar bersedia berada di pihak kita. Semua rencana sudah kita bicarakan dan tinggal menunggu waktunya."Senyuman menyeringai tergambar di bibir Pangeran Stefan. Sebelah tangannya mulai mendekatkan sebatang cerutu di bibir merah mudanya. Menyesap sari pati tembakau, Pangeran itu mengembuskannya secara perlahan, "Bagus, Pollux. Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku tidak sabar bersama dengannya," desis Pangeran Stefan masih dengan senyuman menyeringai yang belum memudar.Hingga akhirnya, hari itu pun tiba. Hari di mana Enzo menjemput Bella yang sedang berada di markas
Secret~Hari ini adalah jadwal dilakukannya penyulingan air di Desa Oldegloe sebagai upaya penyelematan dari wabah seperti yang telah dicetuskan Bella di rumah kesehatan bersama Derek sebelumnya. Pangeran Glenrhys sedang bersiap menuju Desa dan melihat kembali beberapa bahan-bahan penyulingan dari alam yang berada di kereta kuda. Bahan-bahan itu akan di bawa ke desa seperti yang diminta oleh Bella. Sedangkan Bella dan Emma sudah berangkat terlebih dahulu ke desa menaiki kuda.Pangeran Stefan yang juga berada di mansion kediaman Duke Arandel diam-diam memandangi Pangeran Glenrhys dari kejauhan. Berhiaskan wajah datar, Pangeran itu merasa muak dengan sikap Pangeran Glenrhys yang menangani semua masalah penduduk dengan tangannya sendiri. Terlebih, ia juga geram kala belakangan ini Pangeran Glenrhys menjadi semakin dekat dengan Bella. Tak lama, langkahnya mendekat."Sepertinya kakakku cukup sibuk akhir-akhir ini. Apakah aku perlu membantu?" Senyuman menggemask
Secret~Apakah kalian pernah mendengar sebuah kisah tentang obsesi maniak cinta yang melenceng dari jalurnya dan bisa berakhir tidak sehat atau biasa dikenal dengan Obsessive Compulsive Disorder atau OCD? Ya, hal itu yang dialami Aaron di kehidupan Bella Marlene di masa depan.Namun, bukankah seseorang yang terobesi pada kekasihnya memang sudah biasa dan sering terjadi? Dan kini ... apakah kalian pernah mendengar cerita tentang sebuah obsesi maniak pada ibunya sendiri? Bahkan, cerita itu pernah menjadi sebuah legenda di Indonesia, Sangkuriang.Anehnya, hal itu justru dialami oleh seorang anak berusia sepuluh tahun. Ayolah, bagaimana mungkin anak sekecil itu mengetahui hal semacam cinta? Tidak. Anak itu bahkan tidak tahu apa itu cinta. Yang dia tau, hanyalah ibunya yang selalu membuatnya merasa nyaman dan dia ingin selalu bersama sang ibu.Bukankah hal itu wajar? Bukankah setiap Anak memang ingin selalu dekat bersama sang ibu? Benar, setiap Ana
Tiba-tiba terdengar suara keributan yang memekakkan telinga dan menembus alam bawah sadar Bella. Gadis itu lantas membuka kelopak mata dan mendapati dirinya masih berada di dalam kereta kuda. Namun, kereta kuda itu berhenti dan justru berganti dengan berbagai macam suara jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang yang saling beradu dan berdesing di telinga. Dan, di mana Emma? Hanya Bella yang ada di dalam kereta kuda tersebut.Layaknya Cinderella, Bella keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca yang terbalut sempurna di tubuhnya. Namun, kini yang ada di depan mata Bella bukanlah pemandangan indah berupa istana sang pangeran yang akan digunakan Cinderella berdansa hingga jam dua belas malam, tetapi justru hal mengerikan di mana para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Ya, Enzo dan Emma kini tergeletak di atas permukaan tanah.Manik mata Bella seketika membulat. Tubuhnya mematung dengan kedua tangan gemetaran. Dihampirinya Emma y