Senja tengah menampakkan siluet jingganya dari sela-sela dedaunan yang menembus dataran hutan. Embusan angin sore tengah membelai dedaunan serta rerumputan hingga membuat mereka menari mengikuti terpaan. Suara tapak kuda kini terdengar beradu di tengah hutan belantara itu. Sementara kuda yang tengah berlari itu sedang mengantar Bella dan Claude kembali pulang ke kediaman Duke Arandel.
"Jadi, apakah karena itu kau berjalan-jalan di hutan dan mengabaikan keselamatanmu sendiri?" terka Claude dengan pandangan lurus ke depan, mengendalikan kuda putihnya.
Bella menghela napas panjang, "Ya, aku berniat untuk memberikannya pada ibuku. Tapi sepertinya mereka lebih membutuhkan." Bella menyunggingkan senyum di atas sudut bibirnya.
Percayalah! Kini Bella sedang merasa gelisah karena tidak lagi memiliki bunga hitam di tangannya. Namun, gadis itu berusaha untuk menyembunyikan semua kegelisahannya. Ia hanya bisa berharap jika Javier dan dokter kerajaan lainnya berhasi
Bella yang sedang berjalan di mansion Duke Arandel ingin cepat-cepat sampai di kamarnya. Gadis itu sudah tidak sabar merebahkan diri di atas dipan yang nyaman. Dalam satu hari ini jadwalnya cukup padat. Setelah mengikuti jamuan minum teh bersama keempat selir Duke dan yang lainnya, Bella langsung pergi ke Desa Oldegloe hingga sore hari. Dan, sekarang Bella baru saja tiba dari desa tersebut dan ingin beristirahat sejenak."Saya sudah menyiapkan air hangat beserta aromaterapi untuk Anda membersihkan diri, Lady," kata Emma yang berjalan di belakang Bella.Bella mengangguk dan membuka pintu kamarnya saat ia telah tiba di depan ruang kamar. Masuk ke dalam kamar, hanya satu yang ingin Bella tuju, yaitu dipan empuk di ruangan itu."Anda harus membersihkan diri dulu, Lady. Setelahnya Anda juga harus makan malam bersama yang lainnya." Emma yang melihat bola mata Bella tertuju pada dipan seketika mengingatkan.Bella menghela napas panjang, "Aku ingin tidur dan berg
Acara makan malam bersama di mansion kediaman Duke Arandel pun telah tiba. Ruangan mewah bernuansa Romawi Kuno itu telah terisi oleh penghuni mansion yang telah mengelilingi meja makan berbentuk bundar: Duke Arandel, Bella, Claude, Pangeran Stefan, Aurora, Beatrice, dan keempat istri Duke Arandel.Berbagai hidangan juga telah tersaji di atas meja. Bella mengedarkan pandangan dan berhenti pada menu olahan steak daging rusa yang baru saja didapat dari hasil buruan salah satu pelayan laki-laki Duke. Gadis bersurai cokelat itu melahapnya dengan riang. Namun, perasaannya tiba-tiba menjadi tidak nyaman, seolah sedang ditatap oleh seseorang.Kepala cantik gadis itu terangkat dan mengedar. Benar saja, seorang gadis berambut emas yang duduk di seberangnya tengah menatapnya dengan tatapan mata laser. Tentu saja ia adalah Beatrice yang sedang memberikan kode dari tatapannya agar Bella memulai aksinya.Bella berusaha keras untuk tidak memutar bola mata malas. Kepala gadis i
Atmosfer kecanggungan tengah menyergap ke seluruh penjuru kamar Bella yang disediakan di mansion kediaman Duke Arandel. Sebuah jam kayu antik berukuran cukup besar dan bertengger di sudut ruang sedang memperlihatkan jarum yang menunjuk pada angka sembilan bergaya romawi.Kini, Bella tidak berada di dalam kamar itu seorang diri. Tidak juga bersama Emma, si pelayan mungil yang selalu ada di sisinya. Namun, dengan seorang pria yang sedang duduk santai di kursi kayu mahoni kamarnya, layaknya seorang Raja yang tengah duduk di peraduannya.Tentu saja pria itu adalah Claude atau bisa disebut dengan Pangeran Glenryhs yang tidak lain Pangeran Kedua, atau bisa juga Tescara, atau lebih dikenal Pangeran Neraka. Oh astaga! Banyak sekali namanya.Claude duduk bersandar seraya menghirup tembakau di dalam cerutu miliknya. Pria itu bersikap seolah menjadi sang empu ruangan tersebut. Sementara Bella yang duduk di kursi depannya hanya mengerutkan kening dengan menyilangkan k
Dengan wajah merona berhiaskan pita bermodel jaring-jaring putih yang menutup sebagian wajah cantiknya, Bella tengah menunduk di dalam sebuah kereta kuda. Sejak kejadian perenggutan ciuman pertama tadi malam, gadis itu enggan berkuda bersama Claude untuk menuju Desa Oldegloe. Ya, Bella memilih menaiki kereta kuda sendiri agar tidak berdekatan dengan sosok prajurit tersebut. Namun anehnya, debaran mengganggu masih tersisa di dada gadis itu. Bayangan-bayangan ciuman mendebarkan pun masih merasuk di kepala cantiknya. Bahkan, kalimat vulgar tentangnya juga masih terngiang-ngiang di otaknya. 'Ck! Memangnya mengapa jika aku tidak lihai melakukannya? Apakah hal itu begitu penting hingga nantinya akan tercatat dalam sejarah kekaisaran?' rutuk Bella dalam hati dengan wajah frustrasi. "Apa yang sedang kau pikirkan, Lady?" Sebuah pertanyaan tiba-tiba menyadarkan Bella dalam lamunan. Bella terkesiap dengan kepalanya yang seketika terangkat. Ia melihat seora
Aurora berjalan dengan elegan diikuti seorang pelayan dan Rudolf yang berjalan di belakangnya. Gadis itu memasuki sebuah rumah kesehatan yang kini menjadi markas yang disediakan untuknya di Desa Wolfo. Mereka sedang mempersiapkan beberapa persembahan yang akan diberikan kepada Tuhan dan para Dewa yang mereka percayai."Apakah semuanya sudah siap, Rudolf?" tanya Aurora memastikan segalanya."Sudah, Lady. Persiapan persembahan sudah sempurna."Aurora mengangguk pelan sembari bersedekap dengan satu tangan memainkan ujung kuku, "Bagus. Lalu bagaimana dengan mereka yang ada di ruang isolasi?"Rudolf berbisik lirih, "Mereka semua sudah dihabisi, Lady. Kita tidak perlu khawatir lagi karena tidak akan ada yang bisa ditulari."Aurora tersenyum tipis, "Bagus. Lalu bagaimana dengan rencana kita? Apa kau sudah melakukannya?"Rudolf menyeringai dan kembali berbisik lirih di telinga Aurora, "Itu juga sudah beres, Lady. Anda tidak perlu khawatir karena baw
"Bagaimana jika kita mencoba melakukan penyulingan air?" Bella mencetus dengan nada tenang, tetapi penuh keyakinan."Penyulingan air?" Derek tampak kebingungan."Aku baru mendengarnya, Kakak. Sebab yang kutahu hanyalah seruling bambu. Apakah penyulingan air dan seruling bambu bersaudara?" celetuk Beatrice yang kembali membuat Bella tidak nyaman karena sebutan Kakak."Ehm ... itu semacam cara membuat air kotor menjadi bersih." Bella yang sebelumnya begitu yakin tiba-tiba menjadi sedikit ragu.Sementara Claude menatap Bella dengan netra birunya yang terlihat teduh dan penuh harap. Pria itu seolah sedang mentransfer keyakinan kepada Bella, "Bisakah kau menjelaskannya?" tanya pria itu dengan suaranya yang terdengar dalam.Bella menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, "Ehm, jadi ...."~~~Sepuluh tahun yang lalu. Seorang gadis kecil berambut cokelat tengah berlarian dengan riang di dalam hutan yang terletak tidak jauh da
Piip-Piip-Piip! Bunyi ventilator yang digunakan untuk memonitor tanda vital terdengar tiada henti. Terdapat seorang wanita muda yang terbaring lemah tidak berdaya. Sebuah alat medis yang membantunya untuk tetap bernapas itu dihubungkan dengan selang yang dimasukkan lewat rongga mulut wanita tersebut dan membuatnya tampak kian memprihatinkan. Wanita itu adalah Bella. Tidak lama, seorang pria tampan bertubuh jangkung masuk ke dalam ruang intensif yang ditempati oleh wanita muda tersebut. Pria itu meletakkan sebuket bunga mawar putih segar ke dalam sebuah vas kosong yang sudah terisi sedikit air. Ya vas bunga itu memang sudah terisi sedikit air, pertanda bahwa setiap hari seseorang tidak pernah lupa untuk mengganti bunga indah di dalamnya. Aroma mewangi dari bunga mawar pun perlahan mulai menyerbak di ruang intensif bersamaan dengan pria jangkung yang mendudukkan tubuh tepat di samping ranjang sang wanita. Sudah satu minggu lamanya wanita itu terbaring koma. Sep
"Aaaaaaaakh!" Bella memekik kesakitan kala Emma tidak sengaja menggunakan tenaga penuh ketika mengompres pelipisnya dengan air es. "Pelan-pelan, Emma! Mengapa kau menekan bongkahan es itu seperti sedang menggunakan tenaga dalam?" "Astaga ma-maafkan saya, Lady. Saya hanya terlalu bersemangat dan terkejut. Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa kening Anda bisa jadi seperti ini?" cecar Emma seperti seorang induk yang mengkhawatirkan anaknya. Bella menghela napas pendek dan kasar, "Entahlah ... tiba-tiba saja mereka mengepung dan menyerang. Namun yang jelas ... ada sesuatu yang tidak beres." Bella bergeming sejenak seolah sedang berpikir, "Perlahan aku akan mencari tahu," imbuhnya yang kemudian mengernyit kesakitan. Emma yang masih sibuk menempelkan sebongkah kantung kain dingin di pelipis Bella menggelengkan kepala sembari berdecak, "Mengapa mereka sungguh menyeramkan, Lady?" Bella mengedikkan bahu tidak acuh. Mulutnya enggan berkomentar karena merada ada
Alhamdulillah ... penulis dapat merampungkan cerita GCBT sesuai dengan plot yang sudah ada di dalam kepala. Bagaimana dengan endingnya? Maaf jika ending cerita ini cukup berbeda dengan kebanyakan novel yang diakhiri dengan ritual pernikahan, bulan madu, dan memiliki bayi. Kalian bisa mengimajinasikan kebahagiaan itu sendiri untuk kisah Bella dan Glenn yang sudah berakhir bahagia ️ Dan sesuai dengan janji penulis sebelumnya berkaitan dengan giveaway, penulis akan memilih satu dari komentar yang terbaik dan mendapat paket bingkisan dari penulis. Namun, penulis juga akan memberi hadiah transfer atau pulsa senilai @50.000 pada bebe
Langit malam seketika menyambut netra seorang gadis yang berada dalam gendongan pria yang dicintainya. Wajah gadis itu memucat dan tidak ada lagi semburat warna di wajahnya. Warna-warna itu telah pergi bersama dengan sebuah kehormatan yang dimiliki. Gadis itu adalah Bella yang hanya menunggu hitungan detik untuk kematiannya. Pandangan Bella yang mulai meremang berusaha menatap sayu pada ukiran wajah tampan pria yang dicintainya dari bawah sinar rembulan dan langit malam yang bertabur bintang. Sayangnya, jiwa gadis itu telah terbunuh sebelum belati tajam mengiris pembuluh darah arteri karotis di lehernya. Jika Tuhan memberikannya kesempatan, gadis itu ingin mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria tampan yang kini sedang ia lihat di bawah sinar rembulan, sosok pria yang selalu menjadi perisai di hidupnya, sosok pria yang tetap datang di saat-saat terakhir, dan sosok pria yang merupakan Pangeran berkuda putihnya. Namun, takdir berkata lain. Takdir itu
Pintu terbuka dengan suara nyaring karena terbentur dinding. Pangeran Glenrhys berdiri di ambang pintu dengan aroma kematian yang tersebar di wajah. Bella dapat melihat keterkejutan dan rasa sakit hati yang terpancar di riak-riak mata pria yang dicintainya tersebut. Tiba-tiba, Bella merasakan ujung pisau di lehernya. "Majulah selangkah dan kau akan melihat pisauku tertancap di leher wanitamu, Kakak." Pangeran Stefan tersenyum menyeringai dengan belati lipat di tangannya yang diarahkan di leher Bella. Pangeran Glenrhys membeku. "Apa yang kau inginkan, Stefan?" Suaranya tenang, tetapi terlihat betapa tajamnya tatapan Pangeran Glenrhys pada adik tirinya. Percayalah! Bella justru merasa ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Rasa malu, trauma, hina, dan marah kini bergejolak dalam darahnya dan merasuk hingga tulangnya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika seseorang yang ia cintai—Pangeran Glenrhys akan melihatnya dalam kondisi tanpa sehelai benan
✍️ Hallo, bab ini menurut penulis akan cukup dark. Jika tidak suka, bisa diskip meskipun bab ini cukup vital dan juga merupakan inti dari cerita. ~~~ Bella kembali membuka mata. Kedua tangan dan kakinya masih terikat dengan tali. Mulutnya juga tersumpal dengan kain. Masih terbalut gaun mewah dengan bawahan mengembang, wajah Bella sudah tampak lusuh meskipun kecantikanya masih tetap terlihat. Sudah berhari-hari Bella diculik dan disekap oleh Pangeran Stefan. Berkali-kali Pangeran gila itu menyatakan cinta dan berkali-kali pula Bella menolaknya dan meludah di wajah Pangeran tersebut. Bella berusaha membebaskan diri dari ikatannya, tetapi tak satupun ikatan itu mengendur. Gadis itu benar-benar ingin kabur dan melarikan diri dari Pangeran mengerikan yang terobsesi padanya. Saat masih berusaha melepas ikatan tali, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit, pertanda seseorang telah membukanya. Sosok pria berdiri di ambang pintu. Ya, pria itu ad
Pangeran Glenrhys menaiki kereta kuda kala baru saja keluar dari kapal yang membawanya dari London. Pangeran itu menuju istana untuk bertemu dengan Ratu Cecilia. Turun dari kereta kuda, langkah Pangeran Glenrhys menyusuri taman istana barat untuk menuju aula Ratu.Hingga akhirnya, Pangeran itu telah tiba di depan pintu kamar Ratu. Jemari panjangnya mulai terulur dan membuka pintu ganda kamar yang seketika memperlihatkan seorang wanita yang sedang terbaring di atas tempat tidur.Pangeran Glenrhys melangkah mendekat, "Apakah kau sudah meminum obatmu?" Suara bariton yang terdengar begitu dalam keluar dari mulut Pangeran tersebut.Ratu Cecilia yang awalnya memejamkan mata mulai membuka kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik dan seketika memperlihatkan iris mata biru yang indah, mirip seperti iris mata milik Pangeran Glenrhys. Wanita cantik itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum menatap sang putra yang tiba-tiba datang mengunjunginya."Obat
Secret~Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang dan bertopi fedora memasuki salah satu ruang kamar yang berada di istana. Ia menunduk sopan kala berhadapan dengan seorang Pangeran yang duduk santai di peraduannya dengan sebatang cerutu di tangannya. Pria paruh baya itu adalah Pollux. Sedangkan Pangeran itu adalah Stefanus Aldrich."Dia sudah menyetujuinya, My Lord. Duchess Marimar bersedia berada di pihak kita. Semua rencana sudah kita bicarakan dan tinggal menunggu waktunya."Senyuman menyeringai tergambar di bibir Pangeran Stefan. Sebelah tangannya mulai mendekatkan sebatang cerutu di bibir merah mudanya. Menyesap sari pati tembakau, Pangeran itu mengembuskannya secara perlahan, "Bagus, Pollux. Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku tidak sabar bersama dengannya," desis Pangeran Stefan masih dengan senyuman menyeringai yang belum memudar.Hingga akhirnya, hari itu pun tiba. Hari di mana Enzo menjemput Bella yang sedang berada di markas
Secret~Hari ini adalah jadwal dilakukannya penyulingan air di Desa Oldegloe sebagai upaya penyelematan dari wabah seperti yang telah dicetuskan Bella di rumah kesehatan bersama Derek sebelumnya. Pangeran Glenrhys sedang bersiap menuju Desa dan melihat kembali beberapa bahan-bahan penyulingan dari alam yang berada di kereta kuda. Bahan-bahan itu akan di bawa ke desa seperti yang diminta oleh Bella. Sedangkan Bella dan Emma sudah berangkat terlebih dahulu ke desa menaiki kuda.Pangeran Stefan yang juga berada di mansion kediaman Duke Arandel diam-diam memandangi Pangeran Glenrhys dari kejauhan. Berhiaskan wajah datar, Pangeran itu merasa muak dengan sikap Pangeran Glenrhys yang menangani semua masalah penduduk dengan tangannya sendiri. Terlebih, ia juga geram kala belakangan ini Pangeran Glenrhys menjadi semakin dekat dengan Bella. Tak lama, langkahnya mendekat."Sepertinya kakakku cukup sibuk akhir-akhir ini. Apakah aku perlu membantu?" Senyuman menggemask
Secret~Apakah kalian pernah mendengar sebuah kisah tentang obsesi maniak cinta yang melenceng dari jalurnya dan bisa berakhir tidak sehat atau biasa dikenal dengan Obsessive Compulsive Disorder atau OCD? Ya, hal itu yang dialami Aaron di kehidupan Bella Marlene di masa depan.Namun, bukankah seseorang yang terobesi pada kekasihnya memang sudah biasa dan sering terjadi? Dan kini ... apakah kalian pernah mendengar cerita tentang sebuah obsesi maniak pada ibunya sendiri? Bahkan, cerita itu pernah menjadi sebuah legenda di Indonesia, Sangkuriang.Anehnya, hal itu justru dialami oleh seorang anak berusia sepuluh tahun. Ayolah, bagaimana mungkin anak sekecil itu mengetahui hal semacam cinta? Tidak. Anak itu bahkan tidak tahu apa itu cinta. Yang dia tau, hanyalah ibunya yang selalu membuatnya merasa nyaman dan dia ingin selalu bersama sang ibu.Bukankah hal itu wajar? Bukankah setiap Anak memang ingin selalu dekat bersama sang ibu? Benar, setiap Ana
Tiba-tiba terdengar suara keributan yang memekakkan telinga dan menembus alam bawah sadar Bella. Gadis itu lantas membuka kelopak mata dan mendapati dirinya masih berada di dalam kereta kuda. Namun, kereta kuda itu berhenti dan justru berganti dengan berbagai macam suara jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang yang saling beradu dan berdesing di telinga. Dan, di mana Emma? Hanya Bella yang ada di dalam kereta kuda tersebut.Layaknya Cinderella, Bella keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca yang terbalut sempurna di tubuhnya. Namun, kini yang ada di depan mata Bella bukanlah pemandangan indah berupa istana sang pangeran yang akan digunakan Cinderella berdansa hingga jam dua belas malam, tetapi justru hal mengerikan di mana para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Ya, Enzo dan Emma kini tergeletak di atas permukaan tanah.Manik mata Bella seketika membulat. Tubuhnya mematung dengan kedua tangan gemetaran. Dihampirinya Emma y