Pangeran Alex membawa Aurora menuju ke lantai dansa. Bella baru saja selesai berdansa dan berjalan dengan elegan untuk keluar dari kerumunan bangsawan yang masih hanyut dalam musik dan keintiman kegiatan dansa mereka.
Tak lama, Bella berpapasan dengan Pangeran Alex dan Aurora yang tengah berjalan sembari bergandengan tangan dari arah depan. Pangeran Alex lantas menatap Bella dan menganggukkan sedikit kepala dengan senyuman untuk menyapa, "Selamat atas pertunanganmu, Lady Bella."
Bella tersenyum seraya merendahkan tubuh sembari membentangkan gaunnya dengan sopan, "Terima kasih banyak, Pangeran."
Sedikit melirik ke arah Aurora, gadis berambut pirang kemerahan itu justru berwajah pongah dengan senyum merekah penuh kemenangan. Gadis itu sedang memamerkan pada Bella jika ia akan berdansa dengan Pangeran Alex. Namun, Bella tidak memedulikannya.
Bella kembali menatap Pangeran Alex dan menunduk untuk berpamitan, "Jika begitu saja undur diri dulu, Pang
"Ya, tentu saja benar, Pangeran. Semua yang ada di wajah cantiknya sebenarnya hanyalah sebuah topeng." Aurora tiba-tiba memasang seraut wajah sedih, "Bahkan, dia sebenarnya sering melukai perasaan Ibu saya yang begitu menyayanginya," ujarnya masih dengan menampilkan wajah sedih yang dibuat-buat.Pangeran Alex mengernyitkan dahi, "Benarkah? Aku baru mendengar ada hal semacam itu tentang keluarga Duke Marthin. Yang kudengar putri pertama dari Duke begitu menyayangi ibunya yang sedang sakit," paparnya dengan wajah sedikit terkejut dengan pernyataan yang tiba-tiba diberikan Aurora, meskipun ia tidak pernah memintanya.Aurora diam-diam menggemeratakkan gigi. Gadis itu merasa tidak suka karena Pangeran tampan di hadapannya justru terlihat sedang meragukannya. Masih dengan berdansa bersama dengan jarak yang begitu dekat, Aurora kembali memasang wajah sedih yang dibuat-buat, "Ya, sebenarnya itu semua hanyalah rumor, Pangeran. Hal itu membuat saya sangat sedih. Tapi meskipun be
"A-apa?! Mengapa ia tiba-tiba ingin bertemu denganku, Ayah? Bahkan tidak ada pemberitahuan apapun sebelumnya." Bella tampak terkesiap dengan netra cokelat membeliak menatap Duke Marthin.Pria dengan setelan jas mahal abad pertengahan dan tampak berwibawa itu mengedikkan bahu, "Aku telah menyuruh para pelayan menyiapkan semuanya di taman. Kalian bisa menikmati waktu minum teh bersama. Kau segera bersiap-siaplah untuk mendandani diri. Sebentar lagi pelayanmu akan ke mari untuk membantumu. Sementara aku akan mengajaknya berjalan-jalan sebentar," papar Duke Marthin yang kemudian membalik tubuh dan melenggang pergi.Bella masih tetap tercenung dengan tatapan kosong, 'Astaga! Apakah aku tidak salah dengar? Pangeran Neraka yang menyebalkan itu datang ke mari?'~~~Dengan balutan gaun berwarna lavender, Bella kini berjalan menuju taman untuk bertemu dengan Pangeran Neraka. Sedangkan Emma berjalan di belakang Bella seperti biasanya. Berbeda dengan sebelumnya kala
Kembali di taman kediaman Duke Marthin yang ditumbuhi ratusan bunga mawar. Sayup-sayup embusan angin kini membelai sepasang pria dan wanita yang saling duduk berhadapan. Bella masih menampilkan raut wajah terkesiap dengan kedua kelopak mata mengerjap, "Peraturan apa yang Anda maksud, Pangeran?"Pangeran Glenrhys yang sebelumnya duduk bersandar sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada, perlahan menegakkan tubuh. Kini, kedua tangannya menopang dagu dengan pandangan lurus ke depan, menatap Bella, "Kau harus memberikan kesetiaanmu padaku, Lady Bella," desisnya rendah.Bella mengernyit, "A-apa?!""Ya, meskipun hal itu memang sudah menjadi kewajibanmu untuk memberikan kesetiaanmu padaku, tetapi aku akan memberimu beberapa peraturan.""P-peraturan?" Bella masih menampilkan kernyitan di dahinya.Pangeran Glenrhys mengangguk elegan, "Peraturannya, kau hanya harus hidup seakan tidak ada. Sebagai gantinya, aku tidak akan menyakitimu dan juga memb
Hari ini adalah saatnya. Sebentar lagi, pesta debutante akan segera dimulai. Para gadis bangsawan yang telah memasuki usia dewasa sedang bersiap-siap di masing-masing kediaman mereka. Sebuah penampilan terbaik dan gaun terbaik tentu saja akan mereka tampilkan untuk bertemu dengan sang ratu.Semuanya begitu sibuk dan antusias. Bahkan, kereta kuda yang berlalu lalang di alun-alun Grivendor kini juga menjadi lebih ramai dari biasanya. Alun-alun Grivendor merupakan pusat kota di mana banyak kebutuhan untuk debutante para bangsawan dicari.Dan kini, kita beralih di kediaman Duke Marthin. Seorang gadis berambut pirang kemerahan tengah menundukkan tubuh dengan kedua telapak tangan bertumpu di atas permukaan meja. Dia adalah Aurora yang sedang menahan napas karena berusaha memakai korset dengan susah payah. Para pelayan berusaha menarik tali korset itu di belakangnya dengan sekuat tenaga.Pablo yang juga berada di ruangan itu hanya bisa menatap Aurora dengan raut
Di dalam aula istana milik sang ratu, para bangsawan sudah berkumpul dan menjadi satu. Suara terompet saxophone yang menandakan dimulainya acara membuat beberapa bangsawan yang sebelumnya sibuk dengan kegiatan mereka seketika terdiam berhiaskan wajah antusias.Seorang pria paruh baya yang merupakan petugas kerajaan tampak sedang berdiri dengan membawa sebuah gulungan kertas berwarna putih tulang. Dengan rambut sedikit panjang berwarna putih keriting dan diikat dengan sehelai benang, pria paruh baya itu membusungkan dada untuk mulai memanggil nama-nama putri bangsawan yang akan menghadap sang ratu."Lady Luna Mariposa, putri dari bangsawan Marquis Sancez .... Silakan menghadap sang ratu!" pekiknya dengan suara meninggi memanggil nama Luna yang juga berada di aula tersebut.Luna Mariposa, seorang gadis cantik dengan rambut hitam sebahu yang sebelumnya ikut dalam jamuan minum teh di kediaman Bella lantas terkesiap dengan wajah sedikit menegang. Gadis itu meng
Mereka bertiga telah menghadap sang ratu. Marimar sedikit mundur ke belakang untuk lebih menonjolkan Aurora dan Bella yang sama-sama memasuki usia dewasa dan hendak dinilai oleh sang ratu. Dua gadis itu kemudian memberikan salam dengan sopan sembari tersenyum menawan.Ratu menatap ke arah Aurora terlebih dahulu dengan membalas senyuman gadis tersebut, "Kau terlihat sangat cantik, Lady Aurora. Tatapan matamu menunjukkan sebuah ambisi yang begitu dalam. Namun, satu pesan dariku, jangan sampai ambisimu merusak segalanya. Kau akan damai jika menghadapi semua takdir seperti air," tutur Ratu Cecilia, masih dengan senyuman.Aurora mengangguk dengan sopan, "Terima kasih banyak, Your Majesty. Saya akan mengingat pesan Anda dengan baik," jawabnya lembut sembari menunduk.Kini, Ratu Cecilia beralih dan menatap ke arah Bella yang tengah menatapnya dengan senyuman. Namun, jangan salah! Bella kini sedang berusaha menyembunyikan kegugupan di balik wajahnya. Kedua manik mata pe
Beberapa penduduk tampak berlalu lalang di salah satu bangunan yang ada di pusat Kota Grivendor—Ring De Claire—tempat yang biasa digunakan untuk pertandingan gulat. Seorang pria berpakaian klasik dengan topi fedora panjang dan juga sebuah tongkat di tangannya, sedang berdiri tepat di samping sebuah papan yang bertuliskan dua nama pria yang akan bertarung di pertandingan gulat."Pertarungan hari ini, Will Mondrich lawan Billie Gillispie," ucap pria itu pada penduduk yang berlalu lalang.Sedangkan tidak jauh dari pria itu, terdapat dua orang gadis yang hanya berdiri dan terus melihat ke arahnya. Mereka berdua terlihat gamang dan terus mengamati, seolah sedang berpikir untuk masuk atau tidak.Seorang gadis terbalut dengan setelan jas pria, topi fedora panjang yang digunakan untuk menyembunyikan rambut cokelatnya yang digulung, serta kumis di atas mulutnya. Sedang yang satunya seorang gadis mungil yang terbalut gaun indah dan pita jaring di rambut pendek
Bella dan Emma kini tengah berada di toko kue langganan yang sering mereka kunjungi, yaitu toko kue milik Madam Kelly. Berbagai macam kue dipajang di dalam lemari kaca model abad pertengahan. Emma memilih tart lemon kecil kesukaannya. Sedangkan Bella justru hanya bergeming dan tidak memilih apa-apa. Gadis itu tidak merasa lapar."Apakah Anda kebingungan memilih kue, Lady? Jika benar, maka biar saya bantu untuk memilihkannya," bisik Emma lirih saat melihat majikannya yang hanya diam saja.Bella seketika beralih menatap Emma, "Ehm ... tidak, Emma. Aku tidak lapar. Kau nikmati saja kue mu dan duduklah di sebelah sana! Pesanlah minuman juga dan nanti kau bisa membayar dengan koin yang ada di kantung putih yang kau bawa. Aku ingin membeli sesuatu terlebih dahulu," ujar Bella yang berpamitan secara tiba-tiba.Emma mengernyit, "Membeli apa, Lady?"Bella berpikir sejenak, "Ehm ... pena bulu angsa. Aku membutuhkan pena baru untuk membalas surat para bangsawan yang
Alhamdulillah ... penulis dapat merampungkan cerita GCBT sesuai dengan plot yang sudah ada di dalam kepala. Bagaimana dengan endingnya? Maaf jika ending cerita ini cukup berbeda dengan kebanyakan novel yang diakhiri dengan ritual pernikahan, bulan madu, dan memiliki bayi. Kalian bisa mengimajinasikan kebahagiaan itu sendiri untuk kisah Bella dan Glenn yang sudah berakhir bahagia ️ Dan sesuai dengan janji penulis sebelumnya berkaitan dengan giveaway, penulis akan memilih satu dari komentar yang terbaik dan mendapat paket bingkisan dari penulis. Namun, penulis juga akan memberi hadiah transfer atau pulsa senilai @50.000 pada bebe
Langit malam seketika menyambut netra seorang gadis yang berada dalam gendongan pria yang dicintainya. Wajah gadis itu memucat dan tidak ada lagi semburat warna di wajahnya. Warna-warna itu telah pergi bersama dengan sebuah kehormatan yang dimiliki. Gadis itu adalah Bella yang hanya menunggu hitungan detik untuk kematiannya. Pandangan Bella yang mulai meremang berusaha menatap sayu pada ukiran wajah tampan pria yang dicintainya dari bawah sinar rembulan dan langit malam yang bertabur bintang. Sayangnya, jiwa gadis itu telah terbunuh sebelum belati tajam mengiris pembuluh darah arteri karotis di lehernya. Jika Tuhan memberikannya kesempatan, gadis itu ingin mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria tampan yang kini sedang ia lihat di bawah sinar rembulan, sosok pria yang selalu menjadi perisai di hidupnya, sosok pria yang tetap datang di saat-saat terakhir, dan sosok pria yang merupakan Pangeran berkuda putihnya. Namun, takdir berkata lain. Takdir itu
Pintu terbuka dengan suara nyaring karena terbentur dinding. Pangeran Glenrhys berdiri di ambang pintu dengan aroma kematian yang tersebar di wajah. Bella dapat melihat keterkejutan dan rasa sakit hati yang terpancar di riak-riak mata pria yang dicintainya tersebut. Tiba-tiba, Bella merasakan ujung pisau di lehernya. "Majulah selangkah dan kau akan melihat pisauku tertancap di leher wanitamu, Kakak." Pangeran Stefan tersenyum menyeringai dengan belati lipat di tangannya yang diarahkan di leher Bella. Pangeran Glenrhys membeku. "Apa yang kau inginkan, Stefan?" Suaranya tenang, tetapi terlihat betapa tajamnya tatapan Pangeran Glenrhys pada adik tirinya. Percayalah! Bella justru merasa ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Rasa malu, trauma, hina, dan marah kini bergejolak dalam darahnya dan merasuk hingga tulangnya. Gadis itu tidak pernah menyangka jika seseorang yang ia cintai—Pangeran Glenrhys akan melihatnya dalam kondisi tanpa sehelai benan
✍️ Hallo, bab ini menurut penulis akan cukup dark. Jika tidak suka, bisa diskip meskipun bab ini cukup vital dan juga merupakan inti dari cerita. ~~~ Bella kembali membuka mata. Kedua tangan dan kakinya masih terikat dengan tali. Mulutnya juga tersumpal dengan kain. Masih terbalut gaun mewah dengan bawahan mengembang, wajah Bella sudah tampak lusuh meskipun kecantikanya masih tetap terlihat. Sudah berhari-hari Bella diculik dan disekap oleh Pangeran Stefan. Berkali-kali Pangeran gila itu menyatakan cinta dan berkali-kali pula Bella menolaknya dan meludah di wajah Pangeran tersebut. Bella berusaha membebaskan diri dari ikatannya, tetapi tak satupun ikatan itu mengendur. Gadis itu benar-benar ingin kabur dan melarikan diri dari Pangeran mengerikan yang terobsesi padanya. Saat masih berusaha melepas ikatan tali, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit, pertanda seseorang telah membukanya. Sosok pria berdiri di ambang pintu. Ya, pria itu ad
Pangeran Glenrhys menaiki kereta kuda kala baru saja keluar dari kapal yang membawanya dari London. Pangeran itu menuju istana untuk bertemu dengan Ratu Cecilia. Turun dari kereta kuda, langkah Pangeran Glenrhys menyusuri taman istana barat untuk menuju aula Ratu.Hingga akhirnya, Pangeran itu telah tiba di depan pintu kamar Ratu. Jemari panjangnya mulai terulur dan membuka pintu ganda kamar yang seketika memperlihatkan seorang wanita yang sedang terbaring di atas tempat tidur.Pangeran Glenrhys melangkah mendekat, "Apakah kau sudah meminum obatmu?" Suara bariton yang terdengar begitu dalam keluar dari mulut Pangeran tersebut.Ratu Cecilia yang awalnya memejamkan mata mulai membuka kelopak mata yang dinaungi bulu mata lentik dan seketika memperlihatkan iris mata biru yang indah, mirip seperti iris mata milik Pangeran Glenrhys. Wanita cantik itu menarik sudut bibirnya dan tersenyum menatap sang putra yang tiba-tiba datang mengunjunginya."Obat
Secret~Seorang pria paruh baya berambut hitam panjang dan bertopi fedora memasuki salah satu ruang kamar yang berada di istana. Ia menunduk sopan kala berhadapan dengan seorang Pangeran yang duduk santai di peraduannya dengan sebatang cerutu di tangannya. Pria paruh baya itu adalah Pollux. Sedangkan Pangeran itu adalah Stefanus Aldrich."Dia sudah menyetujuinya, My Lord. Duchess Marimar bersedia berada di pihak kita. Semua rencana sudah kita bicarakan dan tinggal menunggu waktunya."Senyuman menyeringai tergambar di bibir Pangeran Stefan. Sebelah tangannya mulai mendekatkan sebatang cerutu di bibir merah mudanya. Menyesap sari pati tembakau, Pangeran itu mengembuskannya secara perlahan, "Bagus, Pollux. Aku sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Aku tidak sabar bersama dengannya," desis Pangeran Stefan masih dengan senyuman menyeringai yang belum memudar.Hingga akhirnya, hari itu pun tiba. Hari di mana Enzo menjemput Bella yang sedang berada di markas
Secret~Hari ini adalah jadwal dilakukannya penyulingan air di Desa Oldegloe sebagai upaya penyelematan dari wabah seperti yang telah dicetuskan Bella di rumah kesehatan bersama Derek sebelumnya. Pangeran Glenrhys sedang bersiap menuju Desa dan melihat kembali beberapa bahan-bahan penyulingan dari alam yang berada di kereta kuda. Bahan-bahan itu akan di bawa ke desa seperti yang diminta oleh Bella. Sedangkan Bella dan Emma sudah berangkat terlebih dahulu ke desa menaiki kuda.Pangeran Stefan yang juga berada di mansion kediaman Duke Arandel diam-diam memandangi Pangeran Glenrhys dari kejauhan. Berhiaskan wajah datar, Pangeran itu merasa muak dengan sikap Pangeran Glenrhys yang menangani semua masalah penduduk dengan tangannya sendiri. Terlebih, ia juga geram kala belakangan ini Pangeran Glenrhys menjadi semakin dekat dengan Bella. Tak lama, langkahnya mendekat."Sepertinya kakakku cukup sibuk akhir-akhir ini. Apakah aku perlu membantu?" Senyuman menggemask
Secret~Apakah kalian pernah mendengar sebuah kisah tentang obsesi maniak cinta yang melenceng dari jalurnya dan bisa berakhir tidak sehat atau biasa dikenal dengan Obsessive Compulsive Disorder atau OCD? Ya, hal itu yang dialami Aaron di kehidupan Bella Marlene di masa depan.Namun, bukankah seseorang yang terobesi pada kekasihnya memang sudah biasa dan sering terjadi? Dan kini ... apakah kalian pernah mendengar cerita tentang sebuah obsesi maniak pada ibunya sendiri? Bahkan, cerita itu pernah menjadi sebuah legenda di Indonesia, Sangkuriang.Anehnya, hal itu justru dialami oleh seorang anak berusia sepuluh tahun. Ayolah, bagaimana mungkin anak sekecil itu mengetahui hal semacam cinta? Tidak. Anak itu bahkan tidak tahu apa itu cinta. Yang dia tau, hanyalah ibunya yang selalu membuatnya merasa nyaman dan dia ingin selalu bersama sang ibu.Bukankah hal itu wajar? Bukankah setiap Anak memang ingin selalu dekat bersama sang ibu? Benar, setiap Ana
Tiba-tiba terdengar suara keributan yang memekakkan telinga dan menembus alam bawah sadar Bella. Gadis itu lantas membuka kelopak mata dan mendapati dirinya masih berada di dalam kereta kuda. Namun, kereta kuda itu berhenti dan justru berganti dengan berbagai macam suara jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang yang saling beradu dan berdesing di telinga. Dan, di mana Emma? Hanya Bella yang ada di dalam kereta kuda tersebut.Layaknya Cinderella, Bella keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca yang terbalut sempurna di tubuhnya. Namun, kini yang ada di depan mata Bella bukanlah pemandangan indah berupa istana sang pangeran yang akan digunakan Cinderella berdansa hingga jam dua belas malam, tetapi justru hal mengerikan di mana para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Ya, Enzo dan Emma kini tergeletak di atas permukaan tanah.Manik mata Bella seketika membulat. Tubuhnya mematung dengan kedua tangan gemetaran. Dihampirinya Emma y