Arianne menelpon ke rumah dan memberitahukan Mary kalau dia tidak akan pulang untuk makan malam karena dia harus bekerja lembur.Mary mengomelinya, karena khawatir tubuhnya tidak akan kuat jika dia lembur.Saat Eric keluar dari ruang kerjanya untuk membuat teh sekitar jam delapan malam, dia terkejut saat dia melihat Arianne masih ada di kantor. “Kenapa kau belum pulang?”Arianne menjawab dengan acuh tak acuh. “Aku hanya duduk disini saja seharian, pekerjaanku tidaklah berat. Ini sama sekali tidak melelahkan. Aku bisa mengatasinya. Jika aku merasa tidak sehat, aku akan pulang lebih awal. Jangan khawatirkan aku.”Eric tetap saja khawatir. “Ini sudah jam delapan lewat. Kita akan bekerja setidaknya sampai jam setengah sepuluh. Jadi kau boleh pulang sekarang tidak apa-apa.”Arianne melirik ke arahnya sebelum akhirnya mematikan komputernya dan mengemasi barangnya. Sebagai seorang pria, Eric memiliki harga diri yang tinggi. Walaupun Arianne telah mendengar percakapannya tadi, dia tidak b
Tiffany tampak khawatir saat dia menyentuh pipinya. “Benarkah? Aku tidak mungkin berhenti bekerja paruh waktu… kalau aku tidak bekerja paruh waktu, aku tidak akan bisa mencukupi kebutuhan ibuku. Sudahlah, aku tidak mau membicarakan itu, itu hanya membuatku sedih.”Saat jam menunjukan pukul delapan, Eric memasuki kantor. Tiffany langsung menyapanya dengan kontrak di tangannya. “Tolong tandatangani kontrak ini sekarang. Aku harus membawanya kembali ke kantor Jackson sebelum jam sembilan!”Eric terkejut dengan munculnya Tiffany yang tiba-tiba. Dia merogoh celananya tapi tidak bisa menemukan pulpen.Melihat ini, Tiffany langsung memberikan pulepn dari meja Arianne. “Cepatlah, cepatlah!”Setelah kontraknya ditandatangani, Tiffany langsung menghilang bagai hembusan angin.Eric masih kebingungan. “Arianne… kontrak apa yang dia minta aku untuk tandatangani? Aku bahkan tidak sempat membacanya. Aku harap itu tidak akan menimbulkan masalah nantinya..”Arianne tertawa. “Yang benar saja, apa
Tiffany menundukan kepalanya karena takut Jackson menyadari riasan wajahnya. “Tidak perlu. Aku akan pergi ke arah sana karena masih ada yang perlu aku urus. Kau duluan saja.”Jackson tidak bodoh. Biasanya wanita hanya menenteng tas kecil yang cukup untuk membawa ponsel dan kosmetik untuk bekerja. Tapi, Tiffany akhir-akhir ini membawa tas besar ke kantor. Jackson merasa penasaran tentang kemana dia selalu pergi setelah bekerja. Dia menuruti perkataan Tiffany tapi dia meminta sopirnya untuk menghentikan mobilnya di perempatan, dia memandangi Tiffany saat dia menaiki taksi dan menyuruh sopirnya untuk mengikutinya. Sopir itu merasa agak bingung. “Tuan, bukankah kau harus pulang untuk makan malam bersama Nyonya hari ini? Kau mau kemana? Kita akan terlambat…”Jackson mengerutkan dahi, “Beritahu ibuku kalau aku tidak akan makan malam dirumah hari ini. Ada hal lain yang perlu aku urus.” Dia mengikuti Tiffany hingga taksi Tiffany berhenti didepan sebuah klub malam. Setelah ragu-ragu beberapa
Pria itu tetap diam.Tiffany mengutuk dalam hati. Kenapa dia bersikap pendiam begini padahal dia ada di tempat hiburan hiburan? Karena Tiffany memang baru terjun ke dunia malam seperti ini. Dan saat suasananya agak canggung dia tidak tahu harus melakukan apa.Dia mengingat ajaran mami di tempat ini dan menebak kalau pria didepannya ini pasti lebih suka dengan tipe yang lebih bersemangat dan agresif. Saat memikirkan tentang dompetnya yang kosong dan uang 1200 dolar yang baru saja Lillian habiskan pagi ini, dia menggertakan giginya dan menempelkan dirinya ke lengan pria itu. “Kenapa kau diam saja tuan? Maaf. aku baru bekerja disini, dan aku belum lihai dalam menyenangkan pengujung. Apakah kau mau memanggil beberapa gadis lagi untuk bersenang senang bersama?”Namun, Tiffany panik saat pria itu meraih tangannya. Apakah pria ini seorang cabul? Lalu, tidak lama kemudian, pria itu melepaskan tangannya dan berkata, “Apa kau benar-benar kekurangan uang?”Tiffany terkejut. Dia tidak menyangk
Suara Tiffany sedikit tercekik. Untuk bisa menahan air matanya, dia menuangkan wine untuknya sendiri dan meneguknya adalam satu kali tegukan. Untungnya, dia tidak asing dengan wine dan sudah terbiasa meminumnya waktu dulu. Dengan begitu tidak terlalu sulit baginya untuk bekerja di klub malam seperti ini.Jackson juga merasa kalau dia mulai emosional malam ini. Dia menarik nafas panjang dan melembutkan suaranya. “Kau bisa memperlakukanku sebagai orang asing dan beritahu aku apapun yang ingin kau katakan.”Tiffany meminum minuman Jackson dan bergumam, “Baiklah, aku akan mengatakannya jika kau mau mendengarnya. Memang benar kalau keluargaku tidak perlu lagi membayar hutang sekarang, tapi aku masih saja miskin. Setelah mantan pacarku putus denganku, dia mengembalikan semua uang yang aku habiskan saat kita berpacaran. Kurang lebih 300.000 dolar. Itu adalah jumlah yang banyak bagiku. Aku berharap untuk bisa menabung cukup uang dan membeli rumah di lokasi yang bagus, tapi ibuku menghabiskan
Tiffany terus saja merasa kalau ada yang tidak beres. Kenapa pria ini menolongnya? Dia berdiri dan tiba-tiba merasa seolah bumi sedang berputar. Dia pasti terlalu banyak minum tadi. Jackson menangkapnya tepat waktu. Tiffany merasakan telapak tangannya yang lembut dan tanpa sadar bersandar di dadanya. Jackson merasa sesuatu yang lembut menempel di dadanya sebelum aroma harum memasuki hidungnya.Jackson mengambil jasnya dan meletakkan ya ditubuh Tuffany. Barulah dia sekarang tahu apa yang ada didalam tas besar yang Tiffany bawa setiap hari; itu adalah dress yang dia pakai sekarang. Desainnya sangat mencolok dan terbuka.Mereka keluar, dan angin yang dingin berhembus, Tiffany terhuyung ke pinggir jalan dan muntah. Jackson memberikan tisu padanya. “Apa kau baik-baik saja? Aku melihatmu minum setengah botol besar vodka. Kau pasti mual sekarang…”Walaupun Tiffany sedang pusing, dia tidak tuli. “Kenapa kau tidak memberitahuku tadi? Aku belum pernah meminum vodka seperti itu sebelumnya!”
Eric merasa tertantang saat dia menyadari kalau Mark mencoba mengejarnya. Mereka berdua mulai balapan satu sama lain hingga mereka berpisah di perempatan. Walau begitu, Mark tidak memperlambat laju mobilnya, jantung Arianne berdetak sangat cepat dan dia berpegangan pada sabuk pengamannya. “Apa yang kau lakukan? Aku takut....! Jalannya cukup gelap dan licin, bisakah kau memperlambat mobilnya?”Mark menginjak rem tepat saat mobilnya tiba di perumahan mewah. Tidak ada banyak mobil di jalananan ini pada jam segini dan tidak ada polisi yang akan menilang mereka. Arianne menepuk-nepuk dadanya sendiri untuk menenangkan dirinya. “Kenapa kau menjemputku? Aku bisa pulang sendiri…”“Pulang sendiri? Apa maksudmu pulang dengan diantar Eric?” ada kecemburuan dalam suaranya.“Aku biasanya naik taksi sendiri. Eric hanya mengantar aku kalau aku lembur saja. Apa yang salah dengan itu? Kau bisa langsung saja mengatakan padaku jika aku membuatmu kesal. Jangan menggunakan cara ekstrim seperti itu untuk
Nina melihat Arianne buru-buru menuruni tangga dengan wajah memerah dan Nina menggodanya. “Tampaknya Mark bergairah sekali… ini belum lama sejak kau keluar dari rumah sakit…”Arianne merasa malu setengah mati. “Apa yang kau bicarakan…? Bukan begitu... Aku lelah. Aku akan mandi dan tidur.”Mary memelototi Nina. “Jangan ikut campur urusan orang lain nona muda! Tidakkah kau malu? Urus saja urusanmu sendiri!”Nina tidak setuju dengan Mary. “Kita semua orang dewasa disini, apa yang kau khawatirkan? Melihat mereka tadi, aku kira mereka akan melakukan sesuatu. Tampaknya aku salah. Mereka berdua biasanya tampak “menahan keinginan” mereka. Apakah tidak penasaran juga dengan bagaimana hubungan mereka akan berkembang?”“Kau sendiri tahu kalau nyonya sedang dalam keadaan yang tidak fit. Tuan sangat pengertian terhadapnya. Kau saja yang menebak-nebak sembarangan. Aku rasa kau terlalu bosan.” ucap Mary.Arianne mendengarkan percakapan mereka di kamar mandi. Dia semakin merasa malu untuk melihat