Robin menghubungi Arianne saat malam tiba. Selama mengobrol, gadis muda itu memberitahunya bahwa Sylvain tidak meneleponnya. Mendengar suaranya saja, Arianne bisa merasakan kesedihannya.Arianne diam, dalam hati memperdebatkan apa dia harus memberi tahu Robin telah bertemu Sylvain sebelumnya. Namun, dia ragu-ragu karena dia tidak yakin apakah penjelasan Sylvain tentang keengganannya adalah kebohongan. Apakah dia berbohong tentang tidak menyukai Robin atau mengatakan yang sebenarnya? Pada akhirnya, dia memutuskan untuk merahasiakannya. Dia dengan lancar mengubah topik. “Katakan padaku, apa kau di rumah sekarang? Apa segalanya lebih baik dengan ibumu?”Gadis muda itu menghela nafas. “Tidak, aku sudah memberitahu ayahku bahwa aku tidak akan pulang untuk sementara waktu. Aku akan tinggal dengan bibiku selama dua hari atau lebih. Maksudku, hanya memikirkan ibuku saja sudah membuat perutku mual. Maksudku, aku tidak membencinya, tapi aku merasa tercekik setiap kali melihatnya. Perasaan ini
Mark duduk dan menuang segelas untuk dirinya sendiri. “Baiklah, ceritakan. Apa yang terjadi antara kau dan Tiffany sehingga dia mengizinkanmu datang ke tempat seperti ini sendirian?”Jackson kembali duduk di sofa dan menghela nafas. "Persetan. Pada akhirnya, aku benar tentang keuntuntungan untuk tetap tidak menikah! Sekarang, sekarang, sebelum kau menyebutku bajikan untuk berpikir seperti itu, dengarkan aku. Aku sudah tidak tahan dengan anak baru di rumah itu! Serius, anak itu tidak pernah! Berhenti! Menangis! Sepanjang hari sepanjang malam. Tidak masalah, dia menangis sampai tidak ada yang bisa tidur. Aku bersumpah, aku akan mati karena begitu lelah jika terus begini," katanya, "kau tahu apa yang lebih buruk? Tiffany sangat sabar dengan bajingan kecil itu. Namun, semua suasana hatinya yang buruk dilampiaskan padaku! Dia kehabisan kesabaran dengan anak itu dan tidak ada lagi yang tersisa untukku! Seolah-olah aku penyebabnya! Serius, Mark, pernahkah kau begitu frustasi saat pertama kal
Janice melihat Mark yang sedang diam jadi dia duduk di sampingnya. “Aku melakukan pekerjaan paruh waktu karena tidak ada hal lain yang harus aku lakukan setelah bekerja. Aku dibayar dengan sangat baik disini. Aku dibayar per hari jadi menurutku itu lumayan...”“Apakah kau kekurangan uang?” Tanya Mark dengan santai. Dia percaya bahwa keluarganya pasti dalam kesulitan karena dia biasa menerima bantuan keuangan darinya.Janice menunduk. “Aku baik-baik saja. Aku tidak kekurangan uang. Aku sudah dewasa, jadi ini berbeda dengan saat aku masih mahasiswa. Aku menghabiskan lebih banyak uang sekarang jadi aku harus bekerja lebih keras. Dengan begitu, aku bisa hidup dengan lebih terhormat.”Jackson sedikit mabuk jadi dia agak cerewet dan menimpali. “Itu sangat bagus. Biar bagaimanapun, kau mendapatkan uang melalui cara yang halal. Tidak ada yang memalukan tentang itu. Kau tidak merasa seperti ini karena kau bertemu dengan bosmu, kan? Jangan khawatir. Ini kan sudah bukan jam kerja. Jadi apa yan
Mark bangkit berdiri dan merapikan pakaiannya sebelum dia menjawab, “Kau harus berhenti berpikiran aneh dan lakukan saja pekerjaanmu. Apa masalahnya jika aku menjauhkan diri darimu? Aku adalah bosmu. Itu satu-satunya hubungan kita. Aku telah memberikan bantuan keuangan untuk banyak orang. Dan aku tidak pernah mengharapkan untuk meminta dibayar kembali.”Lalu, Mark segera meninggalkan bar. Dia mengangkat tangannya untuk mengendus kerahnya ketika dia memasuki mobil. Dia memastikan bau alkohol pada dirinya tidak terlalu menyengat. Dia tahu bahwa Arianne tidak suka dia minum. Membayangkan Arianne memasang wajah cemberut padanya sudah membuatnya sakit kepala. ...Seperti yang diharapkan, Tiffany meledak marah saat Jackson tiba di rumah dengan bau alkohol. “Bukankah kau seharusnya bekerja lembur? Tapi kau malah pergi minum?” Dadanya terengah-engah karena marah.Jackson menjawab. “Ibuku bilang, ibu menyusui tidak boleh marah, itu akan merusak ASI…” Tiffany tertawa meski dia mengamuk. “
Jackson meraih pergelangan tangannya. Matanya dipenuhi kelelahan. “Aku hanya ingin pergi minum dengan Mark. Aku tidak melakukan apa-apa lagi.. Baiklah, aku akan jujur kepadamu. Ini bukanlah kehidupan yang aku inginkan. Aku hanya berencana untuk memilikimu dalam hidupku, bukan ibuku yang tinggal bersama kami atau seorang anak. Aku tidak bisa menerima kedatangan dua orang lagi di rumah ini secara tiba-tiba. Rasanya sangat berisik setiap hari. Ini cukup mengganggu dan tidak membuat ku nyaman. Setiap kali bayi menangis di malam hari, aku akan bangun dan tidak bisa tidur lagi. Aku hampir mati karena kelelahan.”Tiffany menatapnya, terkejut. “Jika kau mencintaiku, kau harus mencintai segala sesuatu tentang aku. Itu bayi kita. Kau adalah ayah kandungnya! Satu hal lagi, itu ibumu. Kenapa kau sangat tidak nyaman? Bukannya kau sudah setuju untuk memiliki bayi. Apa yang kau bicarakan?”Didukung oleh keberanian cair, Jackson menarik napas dalam-dalam dan menyuarakan perasaannya. “Ya, aku meman
Jackson tidak tahu harus mengatakan apa. “Aku rasa kau belum membaca rekomendasi dokter setelah kau dipulangkan. Kau harus menunggu selama setidaknya dua bulan. Tunggu sebentar, aku akan mandi dulu. Kau tidur duluan saja, ini sudah larut malam. ASImu akan tidak lancar kalau kau begadang. Dia pikir dia akan baik-baik saja dalam sebulan. Namun, masalah produksi ASI ternyata rumit. Arianne sangat lemah, namun dia bisa menyusui Aristotle. Tiffany merasa kalau dia jauh lebih sehat daripada Arianne, tetapi dia harus memberikan bayinya susu formula tambahan. ...Keesokan harinya, Tiffany membahas topik tersebut pada Summer saat Jackson pergi ke kantor. “Bu, ibu bisa membawa bayinya pulang. Aku mau kembali bekerja. Aku mulai bosan. Kami akan makan malam di tempatmu setelah selesai bekerja untuk mengunjungi bayi kami sebelum pulang. Dan kami juga akan mengajak dia keluar untuk bersenang-senang selama akhir pekan.”Summer menatapnya selama dua detik. “Jangan bersikap seolah-olah ini semua
Tiffany mengangguk dan melepaskan Summer. Sebenarnya, dia benar-benar tidak tega berpisah dengan Plato. Pikiran itu membuatnya cemas. Kebanyakan wanita akan menempatkan bayi mereka sebagai prioritas utama setelah melahirkan. Namun, dia juga tidak bisa mengabaikan Jackson yang jelas-jelas tertekan.Dua jam kemudian, Atticus tiba dengan mobil. Tiffany menyaksikan putranya diambil darinya dengan air mata mengalir di wajahnya. Seperti kata pepatah, ’Kau tidak akan bisa mencapai apapun, jika kau tidak berani mengorbankan sesuatu’.Rumahnya tiba-tiba terasa kosong. Dia tidak bisa tinggal di rumah lebih lama lagi dan menelepon Arianne. Dia mengetahui bahwa Arianne sedang membuat sketsa di luar dan langsung pergi untuk menemuinya. Dia perlu untuk mengobrol dan akan frustasi jika dia terus memendamnya sendirian.Lalu tibalah dia di sebuah taman dengan danau tempat Arianne berada. Matanya berkaca-kaca saat mereka bertemu. “Ari, ibu Jackson akan merawat bayiku.”Arianne mengeluarkan earphone-
Lalu, Jett menyetir mobilnya meninggalkan lokasi.Setelah beberapa saat, Alejandro berkata, “Kirim foto itu pada Arianne dan Tiffany.”Jett mengangguk. “Ngomong-ngomong, Don Smith telah meminta kau untuk segera mengunjungi Nyonya Smith di Ayashe. Kapan kau berencana pergi? aku akan memesan tiket penerbanganmu.”Alejandro mengerutkan alisnya. “Jika Melanie ingin melihatku, dia bisa datang sendiri dan menemuiku. Bukankah dia kembali ke Ayashe karena dia tidak mau melihatku? Abaikan kelelawar tua itu. Biarkan dia melakukan apapun yang dia inginkan. Jika dia sangat ingin menjaga hubungan antara keluarga ini, dia harus melakukannya sendiri.”...Sementara itu, Arianne dan Tiffany sedang pergi ke sebuah restoran.Ponsel Tiffany berdering tepat saat mereka memesan. Dia dengan senang memeriksa ponselnya, mengira itu pesan dari Jackson. Yang mengejutkan, ternyata itu adalah sebuah foto dari nomor tak dikenal. Foto itu menunjukkan ruangan di bar dengan pencahayaan romantis dan redup. Seora